Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

HEMATEMESIS MELENA PADA Tn. I DI RUANG TERATAI


RSUD dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

DISUSUN OLEH :

OKTAVIONA
(NIM : 2022-04-14901-053)

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM PROFESI NERS
TAHUN AJARAN
2022-2023
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Hematemesis


Melena pada Tn. I di Ruang Teratai RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya

Nama : Oktaviona

NIM : 2022-04-14901-053

Laporan dan asuhan keperawatan ini telah disetujui

Pada Tanggal, 25 Oktober 2022

Pembimbing Akademik, Pembimbing Lahan,

Hermanto, Ners., M.Kep Elvry Marthalina, S.Kep., Ners


KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan dan
Asuhan Keperawatan yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan
Keperawatan Hematesis Melena pada Tn. I di Ruang Teratai RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya”. Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan ini
disusun guna melengkapi tugas (KMB I Profesi Ners).
Laporan Pendahuluan dan asuhan keperawatan ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Bapak Hermanto, Ners., M.Kep selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
4. Ibu Elvry Marthalina, S. Kep., Ners selaku pembimbing lahan yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Palangka Raya, 10 Oktober 2022

OKTAVIONA
(NIM:2022-04-14901-053)
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN ........................................................................................................


KATA PENGANTAR ..................................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN .........................................................................................
DAFTAR ISI .................................................................................................................

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA


1.1 Konsep Penyakit ...........................................................................................
1.1.1 Definisi Hematemesis Melena ................................................................
1.1.2 Anatomi Fisiologi ...................................................................................
1.1.3 Etiologi Hematemesis Melena ................................................................
1.1.4 Patofisiologi Hematemesis Melena .........................................................
1.1.5 Manifestasi Klinis Hematemesis Melena ................................................
1.1.6 Komplikasi Hematemesis Melena ..........................................................
1.1.7 Pemeriksaan Penunjang Hematemesis Melena .......................................
1.1.8 Pemeriksaan Keperawatan dan Medis Hematemesis Melena ….............

1.2 Konsep Keperawatan Medikal Bedah ........................................................

1.3 Manajemen Asuhan Keperawatan ..............................................................


1.3.1 Pengkajian Keperawatan .........................................................................
1.3.2 Diagnosa Keperawatan ...........................................................................
1.3.3 Intervensi Keperawatan ..........................................................................
1.3.4 Implementasi Keperawatan .....................................................................
1.3.5 Evaluasi Keperawatan .............................................................................

BAB 2 ASUHAN KEPERAWATAN


2.1 Pengkajian .....................................................................................................
2.2 Diagnosa ........................................................................................................
2.3 Intervensi .......................................................................................................
2.4 Implementasi ……….....................................................................................
2.5 Evaluasi ..........................................................................................................

KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Konsep Penyakit
1.1.1 Definisi Hematesis Melena
Hematemesis didefenisikan sebagai muntah darah dan biasanya disebabkan
oleh penyakit saluran cerna bagian atas, sedangkan melena adalah keluarnya feses
berwarna hitam per rektal yang mengandung campuran darah, biasanya
disebabkan oleh perdarahan usus proksimal (Grace & Borley, 2017).
Hematemesis adalah muntah darah, dan melena adalah pengeluaran feses
atau tinja yang berwarna hitam seperti teh yang disebabkan oleh adanya
perdarahan saluran makan bagian atas. Warna hematemesis tergantung pada
lamanya hubungan atau kontak antara darah dengan asam lambung dan besar
kecilnya perdarahan, sehingga dapat berwarna seperti kopi atau kemerah-merahan
dan bergumpal-gumpal (Sjaifoellah Noor Dkk, 2013).
Hematemesis melena adalah suatu kondisi di mana pasien mengalami
muntah darah yang disertai dengan buang air besar (BAB) berdarah dan berwarna
hitam. Hematemesis melena merupakan suatu perdarahan yang terjadi pada
saluran cerna bagian atas (SCBA) dan merupakan keadaan gawat darurat yang
sering dijumpai di tiap rumah sakit di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Pendarahan dapat terjadi karena pecahnya varises esofagus, gastritis erosif atau
ulkus peptikum manusia, sistem pencernaan mengolah makanan atau asupan yang
masuk untuk diubah menjadi zat-zat yang diperlukan oleh tubuh. Oleh karena itu,
sistem pencernaan yang terdiri dari organ-organ tersebut harus tetap terjaga agar
dapat menjalankan fungsinya secara optimal (Bruner and Suddart, 2011).
Dari beberapa definisi di atas maka penyusun menyimpulkan definisi
Hematesis Melena adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami muntah
darah dan mengeluarkan feses berwarna hitam seperti bercampur darah.
1.1.2 Anatomi Fisiologi

Saluran pencernaan menerima makanan dari luar dan mempersiapkan


bahan makanan untuk diserap oleh tubuh dengan jalan proses pencernaan
(mengunyah, menelan, dan penyerapan) dengan bantuan zat cair yang terdapat
mulai dari mulut sampai ke anus. Fungsi utama sistem pencernaan adalah
menyediakan zat nutrusi yang sudah dicerna secra berkesinambungan untuk
didistribusikan ke dalam sel melalui sirkulasi dengan unsur-unsur air, elektrolit,
dan zat gizi. Sebelum zat gizi ini diserap oleh tubuh, makanan harus bergerak
sepanjang saluran pencernaan (Scanlon & Sanders, 2017).
Berikut ini anatomi fisiologi saluran penvernaan menurut (I Gusti Ayu
Triagustina, 2014) :
1. Mulut

Merupakan organ pertama dari saluran pencernaan yang letaknya meluas dari
bibir sampai istimus fausium yaitu perbatasan mulut dengan faring. Mulut terdiri
dari bagian vestibulum oris dan kavum oris propia. Waktu kita mengunyah gigi
memecah makanan menjadi bagian kecil-kecil.
2. Tenggorokan ( Faring)

Adalah organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan,


panjangnya ±12 cm. Letaknya tegak lurus antara basis kranii setinggi vertebra
servikalis IV ke bawah setinggi tulang rawan krikoidea. Organ yang terpenting
didalam faring adalah tonsil yaitu kumpulan kelenjer limfe yang banyak
mengandung limfosit untuk mempertahankan tubuh terhadap infeksi, menyaring
dan mematikan bakteri/ mikroorganisme yang masuk melalui jalan pencernaan
dan pernapasan.
3. Kerongkongan (Esofagus)

Kerongkongan merupakan saluran pencernaan setelah mulut dan faring,


panjangnya ±25 cm dengan posisi mulai dari tengah leher sampai ujung bawah
rongga dada di belakang trakea. Sekresi esofagus bersifat mukoid yaitu memberi
pelumas untuk pergerakan makanan melalui esofagus, pada peralihan esofagus ke
lambung terdapat sfingter kardiak yang dibentuk oleh lapisan otot sirkuler
esofagus, Gerakan inilah yang membantu mendorong makanan dari rongga mulut
ke lambung, lebih kurang selama 6 detik.
4. Lambung

Sebuah kantong muskular yang letaknya antara esofagus dan usus halus, sebelah
kiri abdomen, dibawah diafragma bagian depan pankreas dan limpa. Lambung
merupakan saluran yang dapat mengembang karena adanya gerakan peristaltik,
terutama didaerah epigaster. Variasi dari bentuk lambung sesuai dengan jumlah
makanan yang masuk, adanya gelombang peristaltik tekanan organ lain, dann
postur tubuh.Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi
secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim.
5. Usus Halus

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang berpangkal
pada pilorus dan berakhir pada sekum, panjangnya ±6 m dan merupakan saluran
pencernaan paling panjang. Bentuk dan susunannya berlipat-lipat melingkar,
makanan dapat masuk karena adanya gerakan yang memberikan permukaan yang
lebih luas. Pada ujung dan pangkalnya terdapat katup, intestinum minor terletak
dalam rongga abdomen dan dikelilingi oleh usus besar. Usus halus terdiri dari tiga
bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus
penyerapan (ileum).
6. Usus Besar

Usus besar merupakan saluran pencernaan berupa usus berpenampang luas atau
berdiameter besar dengan panjang 1,5-1,7 m dan berpenampang 5-6 m. Usus
besar terdiri dari : Kolon asendens (kanan), Kolon transversum, Kolon desendens
(kiri). Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum). Bakteri di dalam usus besar
juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting
untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa
menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya
terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah
diare.
7. Usus Buntu

Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi
adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon
menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan
beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar,
sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau
seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.
8. Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi
pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang
parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam
rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen). Dalam anatomi
manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform appendix (atau
hanya appendix) adalah ujung buntu tabung yang menyambung dengan
caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam
orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi
dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung
umbai cacing bisa berbeda – beda di retrocaecal atau di pinggang (pelvis)
yang jelas tetap terletak di peritoneum.
9. Rektum dan anus

Rektum merupakan lanjutan dari kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum


mayor dengan anus, panjangnya 12 cm, dimulai dari pertengahan sakrum sampai
kanalis anus. Rektum terletak dalam rongga pelvis didepan os sakrum dan os
koksigis. Anus merupakan bagian dari saluran pencernaan yang berhubungan
dengan dunia luar terletak didasar pelvis, didindingnya diperkuat oleh sfingter ani
yang terdiri dari ; sfingter ani internus, sfingter levator ani, sfingter ani eksternus.
Defekasi adalah hasil refleks. Apabila bahan fese masuk ke dalam rektum, dinding
rektum akan meregang dan menimbulkan impuls aferen di salurkan melalui
pleksus mesentrikussehingga menimbulkan gelombang peristaltik pada kolon
desenden dan kolon sigmoid akan mendorong feses ke arah anus.
10. Pankreas

Pankreas merupaakan organ lunak yang berjalan miring dan menyilang dinding
posterior abdomen pada regio epigastrium, terletak dibelakang lambung dan
terbentang dari duodenum sampai ke limpa. Pankreas merupakan kelenjer eksorin
dan kelenjer endokrin. Kelenejr eksorin menghasilkan sekret yang mengandung
enzim yang dapat menghidrolisis protein, lemak dan karbohidrat. Sedangkan,
kelenjer endokrin menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang memegang
peranan penting pada metabolisme karbohidrat.
11. Hati

Hati merupakan kelenjer aksesoris terbesar dalam tubuh berwarna coklat dengan
berat 1000-1800 gram. Hati terletak disebelah rongga perut bagian kanan atas
dibawah diafragma. Sebagian besar terletak pada region hipokondria dengan
region epigastrium. Hati adalah organ yang terbesar di dalam badan manusia.
12. Kandung Empedu

Kandung empedu (vesika fallea) adalah kantong berbentuk buah pir yang terletak
pda permukaan viseral diliputi oleh peritoneum kecuali bagian yang melekat pada
hati dan terletak pada permukaan bawah hati di antara lobus dekstra dan kaudatus
hati. Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari melalui saluran
empedu.

1.1.3 Etiologi
Hematemesis terjadi bila ada perdarahan di daerah proksimal jejenum dan
melena dapat terjadi tersendiri atau bersama-sama dengan hematemesis. Paling
sedikit terjadi perdarahan sebanyak 50-100 ml. Banyaknya darah yang keluar
selama hematemesis sulit dipakai sebagai patokan untuk menduga besar kecilnya
perdarahan saluran makan bagian atas. Hematemesis merupakan suatu keadaan
yang gawat dan memerlukan perawatan segera di rumah sakit. Menurut (Nurarif,
Amin dkk. 2015).
1. Kelainan esofagus
a. Varises esophagus
Penderita hematemesis yng disbabkanoleh pecahnya varises esophagus,
tidak mengeluh rasa nyeri atau pedih di epigastrum. Pada umumnya sifat
perdarahan timbul spontan dan massif. Darah yang dimuntahkan berwarna
kehitamhitaman dan tidak embeku karena sudah bercampur dengan asam
lambung.
b. Karsinoma eshopagus
Karsnoma eshopagus serng memberiikan keluhan melena drpda
hematemesis. Disamping mengeluh disfagia, badan mengurus dan anemis,
hanya sesekali penderita muntah darah dan itu pun tidak massif.
c. Sindroma Mallory – Weiss
Suatu kondisi yang ditandai dengan robekan pada selaput lendir, yang
terletak dibawah kerongkongn. Robekan tersebut biasnya linear dan
muncul dipersimpangan yang menghubungkan esofagus dan lambung,
robekan tersebut rentan thdp pendarahan. Biasanya disebabkan karena
terlalu sering muntah - muntah hebat dan terus - menerus.
d. Esofagitis dan tukak esophagus
Esophagus bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering intermitten
atau kronis dan biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul melena
daripada hematemesis Tukak di esophagus jarang sekali mengakibatkan
perdarahan jika disbandingkan dengan tukak lambung dan duodenum.
e. Esofagogastritris korosiva
Pernah ditemukan enderita wanita dan pria yang muntah darah setelah
tidak sengaja meminum air keras untuk patri. Air keras tersebut
mengandung asam sitrat dan asam HCl yang bersifat korosif untuk mukosa
mulut, esofhagus dan lambung. Penderita juga mengeluh nyeri dan panas
seperti terbakar di mulut, dada, dan epigastrum.
2. Kelainan di lambung
a. Gastritiserisovahemoragiika
Hematemesi tdk massif dan timbul setelah penderita minum obatobatan
yang menyebabkan iritasi lambung. Sebelum muntah penderita mengeluh
nyeri ulu hati.
b. Tukak lambung
Penderita mengalami dyspepsia berupa mual, muntah, nyeri ulu hati dan
sebelum hematemesis didahului rasa nyeri atau pedih di epigastrum yang
berhubungan dgn makanan. Sifat hematemesis tidak begitu massif dan
melena lebih dominan dari hematemesis.
c. Karsinoma lambung
Insidensinya jarang, pasien umumnya berobat dalam fase lanjut dengan
keluhan rasaapedih dan nyeri di ulu hati, rasa cepat kenyang, badan lemah.
Jarang mengalami hematemesis, tetapi sering melena.
1.1.4 Klasifikasi
Yang dilihat dari aktivitas perdarahan,menurut (Nurarif, Amin dkk. 2015)
yaitu :
1. Forrest Ia : Perdarahan aktif menyembur (spurting)
2. Forrest Ib : Perdarahan aktif
3. Forrest II : Perdarahan berhenti tetapi masih di sertai kelainan yang nyata
4. Forrest III : Perdarahan berhenti, tanpa menunjukkan sisa
Perdarahan berdasarkan kriteria Endoskopik, yaitu :
1. Perdarahan arteri
2. Perdarahan merembers (oozing)
3. Gumpalan darah pada dasar tukak “visible vessel’
4. Lesi tanpa tanda sisa perdarahan

1.1.5 Patofisiologi
Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan
peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral
dalam submukosa esopagus dan rektum serta pada dinding abdomen anterior
untuk mengalihkan darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar. Dengan
meningkatnya teklanan dalam vena ini, maka vena tsb menjadi mengembang dan
membesar (dilatasi) oleh darah (disebut varises). Varises dapat pecah,
mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif. Selanjutnya dapat
mengakibatkan kehilangan darah tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke jantung,
dan penurunan curah jantung. Jika perdarahan menjadi berlebihan, maka akan
mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Dalam berespon terhadap penurunan
curah jantung, tubuh melakukan mekanisme kompensasi untuk mencoba
mempertahankan perfusi. Mekanisme ini merangsang tanda-tanda dan gejala-
gejala utama yang terlihat pada saat pengkajian awal. Jika volume darah tidak
digantikan , penurunan perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi seluler. Sel-sel
akan berubah menjadi metabolsime anaerob, dan terbentuk asam laktat.
Penurunan aliran darah akan memberikan efek pada seluruh sistem tubuh, dan
tanpa suplai oksigen yang mencukupi sistem tersebut akan mengalami kegagalan
(Soeparman & Sarwono, 2011).
Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan
peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral
dalam submukosa esophagus, lambung dan rectum serta pada dinding abdomen
anterior yang lebih kecil dan lebih mudah pecah untuk mengalihkan darah dari
sirkulasi splenik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini,
maka vena tersebut menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah
disebut varises. Varises dapat pecah, mengakibatkan perdarahan gastrointestinal
masif. Selanjutnya dapat mengakibatkan kehilangna darah tiba-tiba, penurunan
arus balik vena ke jantung, dan penurunan perfusi jaringan. Dalam berespon
terhadap penurunan curah jantung, tubuh melakukan mekanisme kompensasi
untuk mencoba mempertahankan perfusi. Mekanisme ini merangsang tanda-tanda
dan gejala - gejala utama yang terlihat pada saat pengkajian awal. Jika volume
darah tidak digantikan, penurunan perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi
selular.
Penurunan aliran darah akan memberikan efek pada seluruh system tubuh,
dan tanpa suplai oksigen yang mencukupi system tersebut akan mengalami
kegagalan. Pada melena dalam perjalanannya melalui usus, darah menjadi
berwarna merah gelap bahkan hitam. Perubahan warna disebabkan oleh HCL
lambung, pepsin, dan warna hitam ini diduga karena adanya pigmen porfirin.
Kadang - kadang pada perdarahan saluran cerna bagian bawah dari usus halus
atau kolon asenden, feses dapat berwarna merah terang / gelap.
Diperkirakan darah yang muncul dari duodenum dan jejunum akan tertahan
pada saluran cerna sekitar 6 -8 jam untuk merubah warna feses menjadi hitam.
Paling sedikit perdarahan sebanyak 50 -100cc baru dijumpai keadaan melena.
Feses tetap berwarna hitam seperti ter selama 48 – 72 jam setelah perdarahan
berhenti. Ini bukan berarti keluarnya feses yang berwarna hitam tersebut
menandakan perdarahan masih berlangsung. Darah yang tersembunyi terdapat
pada feses selama 7 – 10 hari setelah episode perdarahan tunggal.
Varises esophagus Kelainan esofagus Kelainan di lambung Karsinoma lambung

Esofagitis dan tukak esophagus Gastritiserisovahemoragiika


Diet yang salah (tidak
Sindroma Mallory – Weiss makan) Tukak lambung

Esofagogastritris korosiva Lambung kosong

Karsinoma eshopagus Proses pengolahan


makanan tidak ada

MK : Tdak Ada Masalah Keperawatan


Luka pada lambung

B4 HEMATEMESIS MELENA
Perdarahan
( BLADDER )

B5
( BOWEL )

B2 Perlukaan pada B3
( BLOOD ) lambung ( BRAIN )

Darah berkurang Darah membeku akibat


Proses pembuangan cairan
asam lambung
lambung
HB menurun
Terkumpul darah di
lambung Benda asing masuk ke s.
MK : Perfusi Perifer
pencernaan (NGT)
Tidak Efektif.
Refleks muntah Benda asing di
saluran perncernaan
Mual, muntah
B1
( BREATHING ) MK : Nyeri
MK : Defisit Nutrisi Akut

Volume darah tubuh, B6


berkurang ( BONE )
MK : Ketidakseimbangan
Cairan dan Elektrolit
Suplai O2 berurang Peningkatan kebutuhan
metabolisme

MK : Gangguan Pola
Napas Ktidakcukupan
energi

MK : Defisit
MK : Perawatan
Intoleransi Diri
Aktivitas

WOC HEMATEMESIS MELENA

Hematemesis didefenisikan sebagai muntah darah dan


biasanya disebabkan oleh penyakit saluran cerna bagian
atas, sedangkan melena adalah keluarnya feses berwarna
hitam per rektal yang mengandung campuran darah,
biasanya disebabkan oleh perdarahan usus proksimal
(Grace & Borley, 2017).
MK : Defisit
Perawatan
Diri Sianosis Dipersepsikan
1.1.6 Manifestasi Klinis
Menurut (Nurarif, Amin dkk. 2015) Gejala terjadi akibat perubahan
morfologi dan lebih menggambarkan beratnya kerusakan yang terjadi dari pada
etiologinya. Didapatkan gejala dan tanda sebagai berikut :
1. Gejala-gejala intestinal yang tidak khas seperti anoreksia, mual, muntah dan
diare, demam, berat badan turun, lekas lelah, Ascites, hidratonaks dan edemo.
2. Ikterus, kadang-kadang urin menjadi lebih tua warnanya atau Kecoklatan.
3. Hematomegali, bila telah lanjut hati dapat mengecil karena fibrosis. Hati-hati
akan kemungkinan timbulnya prekoma dan koma hepatikum.
4. Kelainan pembuluh darah seperti kolateralkolateral didinding, koput medusa,
wasir dan varises esofagus.
5. Kelainan endokrin yang merupakan tanda dari hiperestrogenisme yaitu:
Impotensiginekomastia, hilangnya rambut axila dan pubis.

1.1.7 Komplikasi
Menurut (Primanileda, 2011) komplikasi Hematemesis Melena antara lain :
1. Syok hipovolemik
Disebut juga dengan syok preload yng ditandai dengan menurunnya volume
intravaskuler oleh karena perdarahan. Dapat terjadi karena kehilangan cairan
tubuh yang lain. Menurunnya volume intravaskuler menyebabkan penurunan
volume intraventrikel. Gagal ginjal akut Terjadi sebagai akibat dari syok yang
tidak teratasi dengan baik. Untuk mencegah gagal ginjal maka setelah syok
diobati dengan menggantikan volume intravaskuler.
2. Anemia karena perdarahan
Anemia karena perdarahan adalah berkurangnya jumlah sel darah merah atau
jumlah hemoglobin. Perdarahan hebat merupakan penyebab tersering dari
anemia. Jika kehilangan darah, tubuh segera menarik cairan dari jaringan
diluar pembuluh darah sebagai usaha untuk menjaga agar pembuluh darah
tetap terisi. Akibatnya darah menjadi encer dan persentase sel darah merah
berkurang.
3. Koma hepatik
Suatu sindrombneuropsikiatrik yang ditndai dengn perubahan kesadaran,
intelektual, dan kelainan neurologis yng menyertai kelainan parenkimbhati.
4. Aspirasi pneumoni
Infeksi paru yang terjadi akibat cairan yang masuk ke saluran napas.
5. Anemi posthemoragik
Kehilangan darah yang mendadak dan tidak disadari.

1.1.8 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan tinja
Mkroskopis dan mikroskopis, ph dan kadar gula jika diduga ada intoleransi
gula, biakan kuman untuk mencari kuman penyebab dan uji resistensi
terhadap berbagai antibiotika (pada diare persisten).
b. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan yaitu pemeriksaan darah rutin
berupa hemoglobin, hematokrit, leukosit, trombosit, pemeriksaan hemostasis
lengkap untuk mengetahui adanya kelainan hemostasis, pemeriksaan fungsi
hati untuk menunjang adanya sirosis hati, pemeriksaan fungsi ginjal untuk
menyingkirkan adanya penyakit gagal ginjal kronis, pemeriksaan adanya
infeksi Helicobacter pylori.
c. Pemeriksaan esofagogastroduodenoskopi
Merupakan pemeriksaan penunjang yang paling penting karena dapat
memastikan diagnosis pecahnya varises esofagus atau penyebab perdarahan
lainnya dari esofagus, lambung dan duodenum.
d. Kontras Barium (radiografi)
Bermanfaat untuk menentukan lesi penyebab perdarahan. Ini dilakukan atas
dasar urgensinya dan keadaan kegawatan.
e. Angiografi
Bermanfaat untuk pasien-pasien dengan perdarahan saluran cerna yang
tersembunyi dari visual endoskopik (Nurarif, Amin dkk. 2015).
1.1.9 Penatalaksanaan Keperawatan dan Medis
a. Keperawatan
Pengobatan penderita perdarahan saluran makan bagian atas harus sedini
mungkin dan sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan
pengawasan yng teliti dan pertolongan yang lebih baik. Pengobatan meliputi :
1. Tirah baring
2. Diet makanan lunak
3. Pemeriksaan Hb, Ht
4. Pemberian transfusi darah bila terjadi perdarahan luas
5. Pemberian cairan IV untuk mencegah dehidrasi
6. Pengawasan thd TD, N dan kesadaran bila perlu pasang CVP
7. Pertahankan kadar Hb 50-70 % nilai normal
8. Pemberian obat hemostatik seperti Vit K
9. Dilakukan klisma dengan air biasa dan pemberian antibiotik yang tidak
diserap usus
b. Medis
1. Pemasangan balon SB Tube
Dilakukan pemasangan balon SB tube untuk penderita perdarahan akibat
pecahnyaavarises. Sebaiknya pemasangan SB tube dilakukan sesudaah
penderita tenaang dan kooperatif, sehingga penderita dapat diberitahu dan
dijelaskan makna pemakaian alat tsb, cara pemasangannya dan
kemungkinan kerja ikutan yang dapat timbul pada waktu dan selama
pemasangan.
2. Tindakan operasi
Bila usaha - usaha penanggulangan perdarahan diatas mengalami
kegagalaan dan perdarahan tetap berlangsung, maka dapat dilakukan
tindakan operasi . Tindakan operasi yang basa dilakukan adalah : ligasi
varises esofagus, transeksi esofagus, pntasaan portokaval. Operasi efektif
dianjurkan setlah 6 mgg perdarahan berhenti dan fungsi hati membik.
(Nurarif, Amin dkk. 2015)
1.2 Keperawatan Medikal Bedah
Praktik Keperawatan Bedah mencakup asuhan keperawatan pada klien
dewasa dalam konteks keluarga yang mengalami masalah pemenuhan kebutuhan
dasarnya akibat gangguan satu system (organ) maupun beberapa sitem (organ)
tubuhnya.

1.3 Manajemen Asuhan Keperawatan Hematemesis Melena


Hematemesis didefenisikan sebagai muntah darah dan biasanya disebabkan
oleh penyakit saluran cerna bagian atas, sedangkan melena adalah keluarnya feses
berwarna hitam per rektal yang mengandung campuran darah, biasanya
disebabkan oleh perdarahan usus proksimal (Grace & Borley, 2017).
Aspek legal dapat didefinisikan sebagai studi kelayakan yang
mempermasalahkan keabsahan suatu tindakan ditinjau dan hukum yang berlaku di
Indonesia. Asuhan keperawatan (Askep) merupakan aspek legal bagi seorang
perawat, walaupun format model asuhan keperawatan di berbagai rumah sakit
berbeda-beda. Aspek legal dikaitkan dengan dokumentasi keperawatan
merupakan bukti tertulis terhadap tindakan yang sudah dilakukan sebagai bentuk
asuhan keperawatan pada pasien, keluarga, kelompok, maupun komunitas.
Dokumentasi keperawatan adalah informasi tertulis tentang statusdan
perkembangan kondisi kesehatan pasien serta semua kegiatan asuhan keperawatan
yang dilakukan oleh perawat (Dermawan, 2012).
Proses keperawatan adalah aktifitas yang mempunyai maksud yaitu praktik
keperawatan yang dilakukan dengan cara yang sistematik. Selama melaksanakan
proses keperawatan, perawat menggunakan dasar pengetahuan yang komprehensif
untuk mengkaji status kesehatan klien, membuat penilaian yang bijaksana, dan
mendiagnosa, mengidentifikasi hasil akhir kesehatan klien dan merencanakan,
menerapkan dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang tepat guna mencapai
hasil akhir tersebut (Dermawan, 2012).
Asuhan Keperawatan adalah faktor penting dalam survival pasien dan
dalam aspek-aspek pemeliharaan, rehabilitative dan preventif perawatan
kesehatan. Untuk sampai pada halaman ini, profesi keperawatan telah
mengidentifikasi proses pemecahan masalah yang menggabungkan elemen yang
paling diinginkan dari seni keperawtan dengan elemen yang paling relevan dari
system teori, dengan menggunakan metode ilmiah.
Proses keperawatan adalah cara sistematis yang dilakukan oleh perawat
bersama klien dalam menentukan kebutuhan asuhan keperawatan dengan
melakukan pengkajian, menentukan diagnosa, merencanakan tindakan,
melaksnakan tindakan, serta mengevaluasi asuhan keperawatan.
1.3.1 Pengkajian
Menurut (Hidayat, 2014), pengkajian merupakan langkah pertama dari
proses keperawatan dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari klien
sehingga akan diketahui berbagai permasalahan yang ada. Adapun pengkajian
pada klien dengan Hematemesis Melena adalah :
1) Identitas klien
Berisi geografi klien yang mencakup nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan
(terutama yang berhubungan dengan tempat kerja), alamat dan tempat tinggal.
Keaadaan tempat tinggal mencakup kondisi tempat tinggal, apakah klien
tinggal sendiri atau dengan orang lain (berguna ketika perawat melakukan
perencanaan pulang (discharge planning pada klien), dan diagnosa medis.
2) Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan paling sfesifik yang dirasakan klien, yang
menjadi alasan kenapa klien dating ke rumah sakit dan memerlukan bantuan
dari tenaga kesehatan.
3) Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan dahulu
Pada riwayat kesehatan masa lalu, menanyakan tentang riwayat penyakit
sejak timbulnya keluhan hingga klien meminta pertolongan. Misalnya
sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama dan berapa kali keluhan itu
terjadi, bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, apa yang dilakukan ketika
keluhan ini terjadi,apa yang dapat memperberat atau memperingan
keluhan, adakah usaha untuk mengatasi keluhan, berhasil arau tidakkah
usaha tersebut, dan pertanyaan apakah ada riwayat operasi yang pernah di
lakukan klien. Perlu ditanyakan apakah klien pernah menderita penyakit
seperti TB paru dimana sering terjadi pada pneumothoraks spontan.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat sebelum dibawa ke RS, berupa narasi yang menjelaskan dari awal
klien mendapatkan penyakit sampai ke rumah sakit. Keluhan sesak napas
sering kali datang mendadak dan semakin lama semakin berat. Nyeri dada
dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan, dan terasa lebih nyeri
pada gerakan pernapasan. Melakukan pengkajian apakah da riwayat
trauma yang mengenai rongga dada seperti peluru yang menembus dada
dan paru, ledakan yang menyebabkan tekanan dalam paru meningkat,
kecelakaan lalu lintas biasanya menyebabkan trauma tumpul didada atau
tusukan benda tajam langsung menembus pleura.
3. Riwayat kesehatan Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-
penyakit yang mungkin menyebabkan pneumothoraks seperti kanker paru,
asma, TB paru, dan lain-lain.Adakah penyakit keturunan dalam keluarga
seperti penyakit kelamin, DM, hipertensi dan lain-lain yang mungkin
penyakit tersebut diturunkan kepada klien. Apakah ada keluarga yang
menderita penyakit yang sama sebelumnya.
4) Pemeriksaan Fisik (B1 – B6)
1. Breathing ( B1 )
a. Sesak dengan aktivitas ringan atau istirahat.
b. RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.
c. Ronki, krekels.
d. Ekspansi dada tidak maksimal/penuh.
e. Penggunaan obat bantu nafas.
f. Tampak sianosis / pucat
g. Tidak mampu melakukan aktivitas mandiri
2. Blood ( B2)
Hipotensi (termasuk postural), takikardia, disritmia (hipovolemia,
hipoksemia), kelemahan/nadi perifer lemah, pengisian kapiler
lambat/perlahan (vasokontriksi), warna kulit: Pucat, sianosis, (tergantung
pada jumlah kehilangan darah, kelembaban kulit/membrane mukosa:
berkeringat (menunjukkan status syok, nyeri akut, respon psikologik).
a. Nadi lemah/tidak teratur.
b. Takikardi dan bradikardi bisa terjadi
c. TD meningkat/menurun.
d. Edema.
e. Gelisah.
f. Akral dingin.
g. Gangguan sistem termoregulasi (hipertermia dan Hipotermia)
h. Kulit pucat atau sianosis.
i. Output urine menurun / meningkat
3. Brain ( B3 )
Nyeri kronis pada abdomen, perdarahan peses, nyeri saat mau BAB dan
BAK, distensi abdomen, perkusi hipertimpani, hiperperistalitik usus, mual
muntah, hasil foto rontegen abdomen infeksi saluran cerna.
4. Bladder
Tidak ada masalah keperawatan
5. Bowel ( B5 )
Terjadi perubahan karena adanya keluhan pasien berupa mual, muntah,
kembung, dan nafsu makan menurun, dan intake nutrisi harus dalam
bentuk makanan yang lunak yang mudah dicerna. Pola eliminasi
mengalami gangguan,baik BAK maupun BAB. Pda BAB terjadi
konstipasi atau diare. Perubahan warna feses menjadi hitam seperti petis,
konsistensi pekat. Sedangkan pada BAK, warna gelap dan konsistensi
pekat.
6. Bone ( B6 )
a. Penurunan kesadaran.
b. Penurunan refleks.
c. Tonus otot menurun
d. kekuatan otot menurun karena kelemahan.
e. Kelemahan
f. Iritabilitas,
g. Turgor kulit tidak elastis
5. Pemeriksaan Fisik IPPA
I : Ada lesi/tidak, ada bekas operasi/tidak, dan warna kulit merata/tidak
P : Terdapat nyeri tekan ada/tidak
P : Biasanya terdengar Tympani
A : Biasanya Bising usus normal

1.3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon
pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respon pasien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2016).
Menurut SDKI, diagnosa keperawatan merupakan langkah kedua dari
proses keperawatan yang menggambarkan penilaian klinis tentang respon
individu, keluarga, kelompok, maupun masyarakat terhadap permasalahan
kesehatan baik aktual maupun potensial. Adapun diagnosa keperawatan yang
dapat muncul pada klien dengan diagnosa medis Hematemesis Melena adalah :
1. Risiko Ketidakseimbangan Cairan berhubungan dengan perdarahan
(kehilangan cairan tubuh secara aktif) ditandai dengan perubahan pada status
mental, penurunan tekanan darah, tekanan nadi, volume nadi, turgor kulit,
haluaran urine, pengisian vena, dan berat badan tiba – tiba, membrane mukosa
kering, kulit kering, peningkatan hematokrit, suhu tubuh, frekuensi nadi, dan
konsentrasi urine, haus, dan kelemahan.
2. Perfusi Perifer Tidak Efektif berhubungan dengan hipovolemik karena
perdarahan.
3. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera biologis (rasa panas/terbakar
pada mukosa lambung dan rongga mulut atau spasme otot dinding perut).
4. Defisit Nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna makanan akibat perdarahan pada saluran
pencernaan.
5. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pajanan informasi
tentang penyakitnya.
6. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan, ancaman kematian.

1.3.3 Intervensi Keperawatan


Menurut SIKI DPP PPNI, 2018 intervensi keperawatan adalah segala
treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan
penilaian krisis untuk mencapai luaran (outcome) yang di harapkan, sedangkan
tindakan keperawatan adalah prilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh
perawat untuk mengimpementasikan intervensi keperawatan. Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia menggunakan sistem klasifiksai yang sama dengan SDKI.
Sistem klasifikasi diadaptasi dari sistem klasifikasi international classification of
nursing precite (ICNP) yang dikembangkan oleh International Council of Nursing
(ICN) sejak tahun 1991.
Komponen ini merupakan rangkaian prilaku atau aktivitas yang dikerjakan
oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan. tindakan-
tindakan pada intervensi keperawatan terdiri atas observasi, teraupetik, edukasi
dan kolaborasi (Seba, 2017).
Dalam menentukan intervensi keperawatan, perawat perlu
mempertimbangkan beberapa faktor yaitu: karakteristik diagnosis keperawatan,
luaran (outcome) keperawatan yang diharapkan, kemampulaksanaan intervensi
keperawatan, kemampuan perawat, penerimaan pasien, hasil penelitian.
Dengan adanya Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) maka
perawat dapat menentukan intervensi yang sesuai dengan diagnosis keperawatan
yang telah terstandar sehingga dapat memberikan Asuhan Keperawatan yang
tepat, seragam secara nasional, peka budaya, dan terukur mutu pelayanannya.
Adapun intervensi keperawatan sesuai dengan diagnosa keperawatan yang berkaitan dengan diagnosa medis Hematemesis Melena
adalah :
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi

1. Risiko Ketidakseimbangan 1. Mempertahankan urine 1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
Cairan berhubungan dengan output sesuai dengan usia 2. Monitor status hidrasi ( kelembapan membran mukosa,nadi
perdarahan (kehilangan cairan dan BB adekuat,tekanan darah ortostatik )
tubuh secara aktif) ditandai 2. Tekanan darah,nadi suhu 3. Monitor vital sign
dengan perubahan pada status tubuh, dalam batas normal 4. Monitor masukan makanan
mental, penurunan tekanan 3. Tidak ada tanda-tanda 5. Kolaborasikan pemberian cairan Iv
darah, tekanan nadi, volume dehidrasi 6. Monitor status nutrisi
nadi, turgor kulit, haluaran urine, 4. Elastisitas turgor kulit 7. Dorong masukan oral
pengisian vena, dan berat badan baik,membran mukosa 8. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
tiba – tiba, membrane mukosa lembab,tidak ada rasa haus 9. Kolaborasikan pengamatan hasil elektrolit serum
kering, kulit kering, peningkatan yang berlebihan 10. Atur kemungkinan tranfusi
hematokrit, suhu tubuh, frekuensi 11. Persiapan untuk tranfusi
nadi, dan konsentrasi urine, haus, 12. Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan
dan kelemahan. 13. Monitor tingkat HB dan hematokrit
14. Monitor tanda vital
15. Monitor berat badan
16. Dorong pasien untuk menambah intake oral
17. Pemberian cairan IV monitor adanya tanda dan gejala
kelebihan volume cairan
18. Monitor adanya tanda gagal ginjal
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi

2. Perfusi Perifer Tidak Efektif 1. Tekanan systole dan 1. Observasi status hidrasi (kelembapan membran mukosa, TD
berhubungan dengan diastole dalam rentang ortostatik, dan keadekuatan dinding nadi )
hipovolemik karena perdarahan. normal 2. Monitor HMT, ureum,albumin,total protein,serum
2. Tidak ada ganguan osmolalitas dan urine
mental,orientasi kognitif 3. Observasi tanda-tanda cairan berlebih
dan kekuatan otot 4. Pertahankan intake dan output secara akurat
3. Tidak ada distensi vena 5. Monitor ttv
leher 6. Monitor glukosa darah arteri dan serum,elektrolit urine
7. Monitor hemodinamik status
8. Bebaskan jalan nafas
9. Menejemen akses intravena

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi

3. Nyeri Akut berhubungan dengan 1. Adanya penurunan 1. Kaji nyeri


agen cedera biologis (rasa intensitas nyeri 2. Ajarkan tekhnik relaksasi kepada pasien
panas/terbakar pada mukosa 2. Ketidaknyamanan akibat 3. Berikan analgetik sesuai jadwal
lambung dan rongga mulut atau nyeri berkurang 4. Kolaborasikan dengan dokter pemberian antibiotik
spasme otot dinding perut). 3. Tidak menunjukkan tanda- 5. Observasi TTV
tanda fisik dan perilaku 6. Pastikan keadaan nadi,RR,Td dalam rentang normal
dalam nyeri akut

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi

4. Defisit Nutrisi : kurang dari 1. Adanya peningkatan berat 1. Kaji adanya alergi makanan
kebutuhan tubuh berhubungan badan sesuai tujuan 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
dengan ketidakmampuan mencerna 2. Berat badan ideal sesuai kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
makanan akibat perdarahan pada dengan tinggi badan 3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake
saluran pencernaan 3. Mampu mengidentifikasi 4. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein vitamin c
kebutuhan nutrisi 5. Berikan makanan yang sudah dikonsulkan oleh ahli gizi
4. Tidak ada tanda-tanda 6. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
malnutris 7. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
5. Tidak menunjukakan 8. BB pasien dalam batas normal
penurunan berat badan 9. Monitor adanya penurunan berat badan
berati

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi

5. Defisit Pengetahuan berhubungan 1. Perilaku sesuai anjuran 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
dengan kurangnya pajanan informasi meningkat 2. Identifikasi faktor – faktor yang dapat meningkatkan dan
tentang penyakitnya. 2. Kemampuan menjelaskan menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
pengetahuan tentang suatu 3. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
topik meningkat 4. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
3. Perilaku sesuai dengan 5. Berikan kesempatan untuk bertanya
pengetahuan meningkat 6. Melaskan faktor risiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
4. Pertanyaan tentang
masalah yang di hadapi
menurun
5. Persepsi yang keliru
terhadap masalah menurun
6. Verbalisasi minat dalam
belajar meningkat
1.3.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang telah direncanakan dalam rencana
keperawatan. Sama seperti tujuan dan hasil yang ditentukan oleh data, intervensi
keperawatan ditentukan oleh tujuan dan hasil yang diharapkan. Tindakan
keperawatan mencakup tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi (Vaughans,
2013).
Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan yang
pelaksanaannya berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada
langkah sebelumnya (intervensi).

1.3.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan
untuk menentukan apakah telah berhasil meningkatkan kondisi klien
(Potter&Perry,2009).
Pada langkah ini, adalah penilaian atas hasil dari asuhan keperawatan yang
telah di berikan oleh perawat. Memberikan asuhan keperawatan yang
pelaksanaannya berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada
langkah sebelumnya (intervensi), dan pelaksanaan (implementasi).
Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses dan hasil evaluasi terdiri
dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama program
berlangsung. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai dan
mendapatkan informasi efektifitas pengambilan keputusan. Evaluasi asuhan
keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subjektif, objektif,
assesment, planing). Adapun komponen SOAP yaitu S (Subjektif) dimana
perawat menemukan keluhan pasien yang masih dirasakan setelah diakukan
tindakan keperawatan, O (Objektif) merupakan data yang berdasarkan hasil
pengukuran atau observasi perawat secara langsung pada pasien dan yang
dirasakan pasien setelah tindakan keperawatan, A (Assesment) merupakan
interprestasi dari data subjektif dan objektif, P (Planing) adalah perencanaan
keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi, atau ditambah dari
rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan sebelumnya. Evaluasi yang
diharapkan sesuai dengan masalah yang pasien hadapi yang telah di buat pada
perencanaan tujuan dan kriteria hasil. Adapun kriteria yang diharapkan yaitu :
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan
b. Mampu mengidentifikasikan kebutuhan nutrisi
c. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
d. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti

Anda mungkin juga menyukai