Anda di halaman 1dari 3

PENGERTIAN IJTIHAD

Menurut bahasa, ijtihad berarti "pengerahan segala kemampuan


untuk mengerjakan sesuatu yang sulit." Atas dasar ini maka tidak tepat
apabila kata "ijtihad" dipergunakan untuk melakukan sesuatu yang
mudah/ringan. Pengertian ijtihad menurut istilah hukum Islam ialah
mencurahkan tenaga (memeras pikiran) untuk menemukan hukum
agama (syara’) melalui salah satu dalil syara’, dan tanpa cara-cara
tertentu.
Hampir semua madzhab kaum muslimin sepakat bahwa sumber
hukum Islam yang ketiga setelah Al-Qur'an dan Sunnah Nabi adalah
ijtihad. Ijtihad berasal dari kata: (‫ )جه اد‬yang berarti mencurahkan
segala kemampuan atau menanggung beban kesulitan. Dengan
demikian secara etimologis ijtihad berarti mencurahkan semua
kemampuan dalam segala perbuatan. Menurut al-Ghazali kata ijtihad
ini hanya dapat dipergunakan pada hal-hal yang mengandung
kesulitan dan banyak memerlukan tenaga.
Dalam sejarah perkembangan hukum Islam, timbulnya ijtihad
secara tegas dan jelas bermula dari dialog antar nabi dan sahabat
Mu'adz bin Jabal sewaktu ditunjuk oleh nabi sebagai gubemur atau
hakim di Yaman. Ijtihad sebagai salah satu sendi syari'at yang besar
banyak dijumpai dalil-dalilnya dalam Al-Qur'an yang mendesak untuk
meriggunakan pikiran dan mengharuskan mengambil i'tibar
(penelitian literatur hadis untuk mencari dan mengkaji kualitas hadis
yang ditulis dalam literatur hadis).
Kedudukan IJTIHAD

Ijtihad telah dikenal dan dipraktekkan oleh umat Islam


semenjak zaman Rasulullah saw. masih hidup, dan terus berkembang
pada masa sahabat serta generasi-generasi berikutnya. Para sahabat
melakukan ijtihad selain karena mendapat dorongan dan bimbingan
Nabi saw., juga atas inisiatif dari kalangan sahabat itu sendiri. Cukup
banyak riwayat yang dapat dirujuk yang menunjukkan upaya yang
dilakukan oleh para sahabat dalam berijtihad. Misalnya riwayat yang
menceritakan ijtihad Umar tentang hal yang membatalkan puasa dan
ijtihad tersebut secara hukum telah dibenarkan oleh Nabi saw...
Adapun hadist lainnya yang memperkuat kedudukan
diperbolehkannya melakukan ijtihad adalah sebagaimana hadits yang
diriwayatkan oleh ‘Amr bin ‘Ash, ra. Ia mendengar Rasulullah
bersabda: “Apabila seorang hakim menetapkan hukum melalui ijtihad
dan benar maka ia diberikan dua pahala, sedangkan apabila ia salah
maka diberi satu pahala.”
Manusia secara kodrati terdiri atas jasmani dan rohani. Rohani
itu berfungsi untuk memahami apa yang dilihat oleh manusia, apa
yang dialami oleh akal pikiran yang sekaligus berfungsi untuk
memahami segala sesuatu yang ada dalam jagat raya ini. Sekalipun
tidak ada petunjuk dari agama, manusia dapat menggunakan akalnya
untuk memperoleh kebahagiaan hidupnya. Dari sifat kodrati manusia
itu sendiri dalam perjuangan kehidupan untuk kebahagiaan lahir batin
dari dunia sampai ke akhirat, ijtihad dapat dianggap sebagai
kebutuhan pokok dari setiap insan, sedangkan kebahagiaan lahir batin
dan ketentraman hidup yang dituntut itu adalah berdasarkan hukum
syara’.
Untuk memahami ketentuan-ketentuan hukum syara’, ijtihad
merupakan kebutuhan utama. Kita mengetahui akal manusia berbeda
dengan makhluk lain dan perbedaan yang paling menonjol antara
manusia dengan makhluk lain adalah akal. Tuhan memberikan
petunjuk kepada manusia dengan insting, pancaindra, akal, dan
agama. Dengan insting, manusia dapat menghindari bahaya yang
dapat mengancamnya. Dengan instingnya manusia berusaha untuk
hidup lebih baik daripada yang diperolehnya sekarang. Dengan
pancaindranya manusia memperoleh petunjuk sehingga terhindar dari
kerugian-kerugian dan mendapat keuntungan. Namun demikian, baik
insting maupun panca indra mempunyai keterbatasan. Apabila
manusia sakit, insting dan pancaindra tidak dapat berfungsi dengan
baik, misalnya waktu sakit makanan yang enak itu rasanya pahit.
Berdasarkan pelaksanaan ijtihad bahwa sumber hukum Islam
menuntun umat Islam untuk memahaminya.

sumber :
https://www.freedomsiana.id/wp-content/uploads/2021/05/Ijtihad-adalah.jpg
(Muntoha, Teori dan Posisi Ijtihad, 1996, pp. 55-59) from
https://journal.uii.ac.id/admin.+9+Muntoha.pdf
(Naseh, Ijtihad Dalam Hukum Islam, 2012, p. 248) from
https://jurnalannur.ac.id/21-Article%20Text-63-1-10-20200204.pdf
(Badi, Ijtihad: Teori dan Penerapannya, 2013, p. 36) from
https://ejournal.iai-tribakti.ac.id/173-Article%20Text-624-1-10-20150923.pdf

Anda mungkin juga menyukai