Anda di halaman 1dari 28

MENGANALISIS PENGGUNAAN DISFEMIA PADA KOLOM

KOMETAR WARGANET DI INSTAGRAM FOLKATIVE

NAMA : ALFIRA PRAMUDITA

NIM : N1D119001

KELAS : A (GANJIL)

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERTAS HALU OLEO

KENDARI

2022
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................ii

BAB 1 : PENDAHULUAN..........................................................................1

1.1....................................................................................................Latar
Belakang...................................................................................1
1.2....................................................................................................Rumus
an Masalah...............................................................................3
1.3....................................................................................................Tujuan
Penelitian...................................................................................3
1.4....................................................................................................Manfa
at Penelitian...............................................................................3
1.5....................................................................................................Definis
i Operasional.............................................................................4

BAB 2 : KAJIAN PUSTAKA......................................................................5

2.1. Penelitian Relevan..................................................................5

2.2. Landasan Teori........................................................................6

2.2.1. Bahasa...........................................................................6

2.2.2. Semantik.......................................................................7

2.2.3. Makna...........................................................................8

2.2.4. Disfemia........................................................................8

BAB 3 : METODE PENELITIAN.............................................................10

3.1. Metode dan Jenis Penelitian...................................................10

3.2. Data dan Sumber Data...........................................................10

ii
3.3. Instrumen Penelitian..............................................................11

3.4. Teknik Pengumpulan Data.....................................................11

3.5. Teknik Analisis Data..............................................................11

BAB 4 : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN............................13

4.1. Bentuk Disfemia Berupa Kata Dasar.....................................13

4.2. Bentuk Disfemia Berupa Kata Turunan.................................16

4.3. Bentuk Disfemia Berupa Kata Majemuk...............................17

BAB 5 : PENUTUP......................................................................................19

5.1. Simpulan................................................................................19

5.2. Saran......................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................20

LAMPIRAN..................................................................................................21

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Komunikasi berperan penting dalam kehidupan manusia, karena dengan


berkomunikasi kita dapat menyampaikan gagasan, informasi, dan pesan kepada
orang lain. Komunikasi akan berjalan lancar apabila seorang penutur dan mitra
tutur dapat menggunakan bahasa yang komunikatif dan mudah dipahami. Dengan
adanya bahasa, manusia akan lebih mudah dalam berkomunikasi.

Bukan hanya berkomunikasi secara langsung, namun di era saat ini


manusia juga dapat berkomunikasi secara tidak langsung yaitu melalui media
sosial. Sama halnya dengan komunikasi langsung, media sosial juga
memungkinkan seseorang untuk menyampaikan informasi, gagasan, dan pesan
kepada orang lain. Dengan adanya media sosial penyebaran informasi tidak lagi
terbatas oleh jarak dan waktu. Adapun instrumen utama dalam berkomunikasi
ialah bahasa.

Bahasa adalah hal terpenting dalam berkomunikasi, agar apa yang


diutarakan oleh seorang penutur dapat di mengerti dan diterima dengan baik oleh
mitra tutur. Bahasa memiliki banyak variasi mulai dari jenis bahasa yang
digunakan hingga pemilihan kata yang tepat untuk menggambarkan sesuatu yang
ingin kita utarakan kepada lawan bicara.

Ketika menggunakan bahasa, seseorang dapat menghasilkan berbagai kata


dan frasa yang berbeda. Kata-kata yang dikeluarkan oleh penutur tersebut dapat
mengandung makna yang halus atau makna yang kasar. Tuturan yang
mengandung makna lebih halus disebut eufemisme atau Eufemia, sedangkan

iv
untuk tuturan yang mengandung makna lebih kasar disebut disfemisme atau
disfemia. Makna dianggap sebagai bagian dari bahasa, maka makna merupakan
cabang ilmu linguistik dalam kajian semantik.

Penggunaan eufemia atau disfemia sepenuhnya bergantung pada penutur


itu sendiri, ia cenderung memilih kata yang memiliki makna halus atau kata yang
kasar untuk diucapkan. Hal yang biasanya mendorong penggunaan eufemia dan
disfemia adalah emosi yang dirasakan oleh seorang penutur. Apabila perasaan
atau emosi yang dia rasakan sedang baik maka kata-kata yang diucapkan akan
bermakna halus, sebaliknya apabila perasaan atau emosi yang dia rasakan sedang
tidak baik maka ucapannya akan bermakna kasar. Hal seperti ini juga sering kita
jumpai pada komentar-komentar yang ada pada media sosial, salah satunya
Instagram.

Pada salah satu unggahan di akun Instagram Folkative mengundang


beberapa komentar yang bermakna kasar atau biasa disebut disfemia. Dalam
unggahan video yang berdurasi 24 detik itu memperlihatkan beberapa orang
wisatawan di atas kapan sedang menembakkan kembang api ke langit saat
sekawanan kelelawar terbang di Pulau Kalong, Taman Nasional Komodo,
Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. Unggahan tersebut cukup membuat
warganet geram karena dianggap dapat merusak lingkungan dan melukai kawanan
kelelawar yang tengah berterbangan.
Tidak sedikit warganet meninggalkan komentarnya pada unggahan
tersebut. Sebagian besar bahkan hampir dari semua komentar yang ada berisi
kata-kata yang bermakna kasar yang ditujukan kepada para wisatawan yang
menembakkan kembang api tersebut. Seperti yang kita ketahui bersama kata-kata
tersebut termasuk ke dalam contoh dari penggunaan disfemia. Berdasarkan uraian
tersebut, peneliti ingin melakukan penelitian tentang menganalisis penggunaan
disfemia yang terdapat pada komentar di akun Instagram Folkative pada Aksi
Wisatawan Main Kembang Api Di Pulau Kalong Taman Nasional Komodo. Akun
Instagram Folkative dipiih dalam penelitian ini karena akun ini merupakan
penyedia informasi yang bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan banyak

v
diminati oleh kalangan anak muda sebab penyajian informasinya yang kreatif dan
sesuai dengan selera generasi milenial.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah dalam


penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Apa sajakah bentuk-bentuk disfemia yang terdapat pada komentar di akun


Instagram Folkative pada Aksi Wisatawan Main Kembang Api Di Pulau
Kalong Taman Nasional Komodo?
2) Apa fungsi dari penggunaan disfemia yang terdapat pada komentar di akun
Instagram Folkative pada Aksi Wisatawan Main Kembang Api Di Pulau
Kalong Taman Nasional Komodo?
1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dilakukan penelitian


ini adalah sebagai berikut :

1) Mendeskripsikan bentuk-bentuk disfemia apa saja yang terdapat pada


komentar di akun Instagram Folkative pada Aksi Wisatawan Main
Kembang Api Di Pulau Kalong Taman Nasional Komodo.
2) Mendeskripsikan fungsi dari penggunaan disfemia yang terdapat pada
komentar di akun Instagram Folkative pada Aksi Wisatawan Main
Kembang Api Di Pulau Kalong Taman Nasional Komodo.
1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan dan ilmu


pengetahuan tentang bentuk-bentuk disfemia yang digunakan di media sosial,
dalam hal ini khususnya mengenai bentuk ungkapan dan fungsi disfemia pada
komentar di akun Instagram Folkative pada Aksi Wisatawan Main Kembang Api
Di Pulau Kalong Taman Nasional Komodo. Juga menentukan bentuk kebahasaan
yang tepat sehingga berita dapat dipahami kalangan masyarakat dan menafsirkan

vi
dengan tepat makna yang terkandung dalam penggunaan disfemia. Sehingga dapat
mendorong seseorang agar lebih berhati-hati dalam menggunakan kata-kata di
media sosial.

1.5. Definisi Operasional


1. Bahasa yang saya maksud di sini adalah lambang bunyi dan alat untuk
berkomunikasi manusia yang diucapkan melalui alat ucap manusia yang
terkontrol dalam keadaan sadar.
2. Semantik yang saya maksud di sini adalah menelaah lambang-lambang
atau tanda-tanda yang menyatakan makna, hubungan makna yang satu
dengan yang lain, dan pengaruhnya terhadap manusia dan masyarakat.
Oleh karena itu semantik mencakup makna-makna kata,
perkembangannya, dan perubahannya.
3. Disfemia yang saya maksud di sini adalah kegiatan mengubah ungkapan
halus menjadi ungkapan kasar dan digunakan untuk mengungkapan rasa
tidak senang.
4. Instagram adalah sosial media berbasis gambar yang memberikan layanan
berbagi foto atau video secara online.

vii
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Relevan

Listiana (2018) melakukan penelitian berjudul “Pemakaian Disfemia pada


Rubrik Bola Nasional pada Tabloid Bola”. Hasil yang 8 ditemukan ada tiga.
Pertama, bentuk kebahasaan disfemia yang ditemukan berupa kata, bentuk
kebahasaan berupa kata terbagi menjadi empat yaitu ,kata dasar, kata berimbuhan,
kata ulang, dan kata majemuk. Kedua, nilai rasa yang ditemukan di dalamnya ada
lima yaitu, menyeramkan, menakutkan, mengerikan, menjijikan, menguatkan
untuk menunjukkan kekasaran. Ketiga, tujuan penggunaan disfemia adalah untuk
menunjukkan usaha, menunjukkan perilaku, menunjukkan kejengkelan, dan
menguatkan makna. Persamaan antara peneliti ini dengan Listiana yaitu sama-
sama menganalisis makna disfemia dan nilai rasa disfemia. Perbedaan penelitian
ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada sumber dan kajian penelitian.
Sumber penelitian ini adalah akun Instagram Folkative.

Rifa‟i (2012) meneliti “ Analisis Disfemia dalam Tajuk Kencana Koran


Kompas edisi Januari 2011 serta Implikasinya dalam Pembelajaran Bahasa
Indonesia di SMA”. Penelitian Rifa‟i bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk
perubahan makna disfemia dalam tajuk kencana Kompas edisi Januari 2011. Hasil
penelitian dinilai memiliki relevansi yang baik sebagai bentuk implikasi dalam
kegiatan Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA. Penelitian ini menggunakan
kualitatif deskriptif. Data yang diperoleh dianalisis dan dideskripsikan dengan
mengacu pada teori- teori perubahan disfemia. Penulisan menggunakan metode
triangulasi untuk menhuji keabsahan data. Hasil penelitian membuktikan bahwa
bentuk - bentuk disfemia dalam tajuk kecana terdiri dari bentuk kata, frasa dan
ungkapan. Hasil penelitian ini juga mempunyai implikasi positif terhadap

viii
pembelajaran. Hal ini didasari kriteria yang ada di dalam penelitian ini sudah
sejalan dengan kompetensi dasar yang terdapat pada Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. Penelitian ini dengan penelitian Rifa‟i memiliki persamaan, yaitu
meneliti dengan fokus penelitian disfemia mengenai bentuk disfemia. Perbedaan
penelitian ini dengan peneliti Rifa‟i, yaitu penelitian Rifa‟i meneliti tentang
bentuk disfemia pada taiuk kencana koran Kompas dan implikasinya pada
pembelajaran di SMA. Sedangkan Penelitian ini mengkaji penggunaan bentuk
kebahasaan disfemia pada kolom komentar di akun Instagram Folkative.

2.2. Landasan Teori

Penelitian ini difokuskan kajiannya pada ungkapan yang mengandung


disfemia dalam komentar para warganet di akun Instagram Folkative pada Aksi
Wisatawan Main Kembang Api Di Pulau Kalong Taman Nasional Komodo.
Dalam melakukan sebuah penelitian dibutuhkan beberapa teori untuk mendukung
dan membantu peneliti dalam mengkaji penelitiannya. Oleh karena itu, penelitian
ini menggunakan beberapa teori untuk memudahkan penelitian yang dilakukan.
Berikut ini adalah penjelasan dan penjabaran tentang teori-teori tersebut.

2.2.1. Bahasa

Bahasa merupakan elemen penting dalam kehidupan manusia. Karena


bahasa merupakan alat komunikasi untuk berinteraksi dengan satu sama lain.
Itulah mengapa bahasa menjadi beberapa faktor krusial dalam kehidupan
masyarakat ada beberpa pengertian bahasa menurut para ahli.

Syamsuddin (2017:5) bahasa memiliki dua pengertian. 12 Pertama, bahasa


ialah alat yang dipakai untuk membentuk pikiran serta perasaan, keinginan, dan
perbuatan-perbuatan, alat yang dipakai untuk memengaruhi serta dipengaruhi.
Kedua, bahasa ialah tanda yang jelas dari kepribadian yang baik ataupun yang
buruk, tanda yang jelas dari keluarga serta bangsa, tanda yang jelas dari budi
kemanusiaan. Tarigan (2013:7) beliau memberikan dua defenisi bahasa. Pertama
bahasa ialah suatu sistem yang sistematis, barangkali juga sistem generatif. Kedua

ix
bahasa ialah seperangkat lambang – lambang mana suka ataupun simbil-simbol
arbirter.

Jadi dapat disimpulkan bahwa bahasa merupakan lambang bunyi dan alat
untuk berkomunikasi manusia yang diucapkan melalui alat ucap manusia yang
terkontrol dalam keadaan sadar.

2.2.2. Semantik

Semantik merupakan istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang


mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang
ditandainya. Atau dengan kata lain semantik adalah bidang studi dalam linguistik
yang mempelajari tentang makna atau arti. Semantik Mengandung studi tentang
makna yang merupakan bagian dari linguistik. Menurut Lehrer (via Pateda, 2001:
6), semantik adalah studi tentang makna. Semantik merupakan bidang kajian yang
sangat luas karena turut menyinggung aspek-aspek struktur dan fungsi bahasa
sehingga dapat dihubungkan dengan psikologi, filsafat, dan antropologi.

Kata semantik berasal dari bahasa Yunani, Sema (nomina) yang berarti
tanda atau lambang, dan verba Samaino yang bisa disebut sebagai menandai atau
melambangkan. Semantik merupakan cabang linguistik yang mempelajari makna
yang terkandung dalam bahasa. Berdasarkan pengertian dan asal istilah
sebagaimana dikemukakan di atas, semantik dapat dipahami sebagai bidang
linguistik yang mengkaji makna bahasa; mengkaji antara hubungan tanda
(signifiant) dan yang ditandai (signifie). Pendapat lain menyatakan, semantik
semula berasal dari bahasa Yunani yang mengandung makna to signify atau
memaknai. Semantik mengandung pengertian “studi tentang makna”. Seperti
halnya bunyi dan tata bahasa, komponen makna dalam hal ini juga menduduki
tingkatan tertentu.

Berdasarkan defenisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa semantik


adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari tentang makna kata dan makna
kalimat serta sebagai alat dalam memberikan simbol pengetahuan pada kosakata

x
dari suatu bahasa dan strukturnya untuk mengembangkan arti yang lebih
terperinci sehingga dapat dikomunikasikan dalam bahasa. Semantik pada
dasarnya sanagat bergantung pada dua kecenderungan. Pertama, makna bahasa
dipengaruhi oleh konteks diluar bahasa, benda, objek dan peristiwa yang ada di
dalam semsta. Kedua, kajian makna bahasa ditemukan oleh konteks bahasa, yakni
oleh aturan kebahasaan suatu bahasa. Semantik merupakan cabang linguistik yang
mengkaji tentang makna suatu bahasa yang digunakan oleh manusia dalam sebuah
kehidupan. Semantik ini lebih khusus menelaah tentang makna sebuah kata serta
hubungan antara penanda dan petanda.

2.2.3. Makna

Makna ialah hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah
disepakati bersama oleh para pemakai bahasa sehingga dapat saling dimengerti.
Makna adalah segi yang menimbulkan reaksi dalam pikiran pendengaran atau
pembaca karena ransangan aspek. Aspek bentuk adalah segi yang dapat diserap
dengan pancaindera yaitu melihat atau mendengar. Pada waktu seseorang
berteriak “tolong” timbul reaksi dalam fifkiran kita “ada seseorang yang
membutuhkan pertolongan”. Jadi bentuknya adalah “tolong” dan maknanya
adalah “reaksi seseorang yang mendengar”. Hal ini senada dengan makna dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2014:703) makna diartikan (1) arti; (2) pembaca
atau penulis; (3) pengertian yang diberikan kepada bentuk kebahasaan. Makna itu
sendiri berada di balik kata, tetapi dari tataran Morfologi lebih merupakan studi
untuk menmukan kesatuan artibukan mempelajari makna itu sendiri.

Berdasarkan berbagai pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa makna


adalah sesuatu yang terkandung dalam sebuah ujaran yang bersifat umum dan
berdasarkan kesepakatan para pemakai bahasa. Makna adalah maksud pembicara
atau penulis yang diberikan kepada bentuk berupa kata, gabungan kata, maupun
satuan yang lebih besar lainnya berdasarkan konteks pemakaian, situasi yang
melatari, dan intonasi.

2.2.4. Disfemia

xi
Disfemisme berasal dari bahasa Yunani dys atau dus (bad, abnormal,
difficult dalam bahasa Inggris) yang berarti “buruk”, adalah kebalikan dari
eufemisme, disfemia berarti menggunakan kata-kata yang bermakna kasar atau
mengungkapkan sesuatu yang bukan sebenarnya. Disfemia merupakan kebalikan
dari eufemia ialah pengasaran, yaitu penggunaan kata atau ungkapan yang lebih
kasar dari pada kata atau ungkapan tertentu. Usaha atau gejala pengasaran ini
biasanya dilakukan oleh orang dalam situasi yang tidak ramah atau untuk
menunjukkan kejengkelan. Chaer (2007:315), menyatakan penggunaan disfemia
sengaja dilakukan untuk mencapai efek pembicaraan menjadi lebih tegas.
Disfemia dipakai karena berbagai alasan, biasanya digunakan untuk menunjukan
kejengkelan atau dilakukan orang dalam situasi yang tidak ramah.

Kesimpulan dari beberapa pengertian tentang disfemia adalah bahwa


disfemia merupakan penggunaan kata-kata kasar dan bernilai rasa kurang sopan,
menyakitkan, vulgar, tabu, dan tidak senonoh. Penggunaan kata-kata tersebut
untuk mengganti ungkapan-ungkapan yang bernilai rasa lebih halus. Kata-kata
berdisfemia ini biasanya muncul dalam situasi yang tidak ramah, biasanya untuk
mengungkapkan kekesalan atau kejengkelan.

xii
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Metode dan Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif


adalah penelitian dengan data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan
bukan angka-angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-
kutipan data yang sesuai dengan penelitian. Penelitian kualitatif adalah prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis atau lisan.
Bedasarkan sumber dan data yang digunakan, metode penelitian ini dilakukan
dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis.

3.2. Data dan Sumber Data

3.2.1.Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah komentar yang berupa
kata dasar, kata turunan atau jadian, kata majemuk, dan kata ulang yang
terindikasi sebagai bentuk disfemia berdasarkan kata. Bentuk-bentuk disfemia
yang terdapat dalam komentar para warganet ini berdasarkan kriteria bentuk
disfemia. Bentuk difemia yang menjadi fokus dalam penelitian ini diantaranya
berupa ungkapan yang terdapat dalam komentar para warganet. Untuk
menentukan sebuah bentuk termasuk disfemia atau bukan dibutuhkan sebuah
kriteria kedisfemiaan. Kriteria tersebut adalah ungkapan yang mempunyai nilai
rasa kasar, tidak sopan, dan tidak layak dilakukan pada manusia. Nilai rasa kasar,
tidak sopan, dan tidak layak dilakukan pada manusia pada sebuah bentuk
kebahasaan disfemia ditentukan oleh konteks kalimat dan adanya kata yang
mempunyai nilai rasa lebih netral. Hal ini berguna untuk menentukan suatu
bentuk bermakna kasar atau halus dengan cara memisahkan mana yang termasuk
dalam data disfemia dan mana yang bukan termasuk data disfemia.

xiii
3.2.2.Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini berupa dokumen dari komentar-komentar


warganet yang terdapat dalam kolom komentar di akun Instagram Folkative pada
Aksi Wisatawan Main Kembang Api Di Pulau Kalong Taman Nasional Komodo
berupa kata yang mengandung disfemia sebagai ungkapan kebencian, kemarahan,
atau sekedar penegasan.

3.3. Instrumen Penelitian

Instrumen atau alat penelitian dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu
sendiri, sehingga instrumen utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah
human instrument (Moloeng, 1989: 121). Dalam penelitian ini digunakan
instrumen berupa human instrument. Human instrument yaitu manusia sebagai
peneliti dengan pengetahuannya menjaring data berdasarkan kriteria-kriteria yang
dipahami tentang disfemia dalam komentar warganet. Hasil akhir yang hendak
dicapai dari penelitian ini yaitu menentukan bentuk disfemia.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik
dengan baca dan catat. Pertama-tama dilakukan proses membaca secara
keseluruhan komentar warganet yang terdapat dalam kolom komentar di akun
Instagram Folkative pada Aksi Wisatawan Main Kembang Api Di Pulau Kalong
Taman Nasional Komodo. Setelah membacanya, perlu dilakukan pencatatan data
yang dianggap relevan dengan penelitian berupa kata-kata yang termasuk
disfemia.

3.5. Teknik Analisis Data

Langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam mengnalisis data adalah


peneliti membaca secara keseluruhan komentar warganet yang terdapat dalam
kolom komentar di akun Instagram Folkative pada Aksi Wisatawan Main

xiv
Kembang Api Di Pulau Kalong Taman Nasional Komodo untuk menemukan data
yang dapat digunakan sebagai bahan penelitan. Kemudian mencatatnya dan
menganalisis jenis kata tersebut hingga akhirnya menarik kesimpulan dari hasil
penelitian yang telah dilakukan.

xv
BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini difokuskan pada penggunaan disfemia. Pengertian disfemia sendiri


merupakan kegiatan mengubah ungkapan halus menjadi ungkapan kasar dan
digunakan untuk mengungkapan rasa tidak senang. Berdasarkan hasil penyaringan
data melalui kolom komentar wagranet di akun Instagram Folkative pada Aksi
Wisatawan Main Kembang Api Di Pulau Kalong Taman Nasional Komodo telah
ditemukan sebanyak 23 data komentar berdisfemia yang berupa kata dasar, kata
turunan dan kata majemuk. Berikut hasil analisis data yang ditemukan dalam
kolom komentar.

4.1. Bentuk Disfemia Berupa Kata Dasar

1. Ga liat lokasi apa??? Bukannya nikmatin tenangnya senja, malah berisik


maen petasan
Berdasarkan kalimat 1 kata berisik merupakan kata yang memiliki bentuk
disfemia berupa kata dasar. Kata berisik merupakan kata yang berupa satu
morfem bebas yang belum mengalami pengimbuhan. Kata berisik pada
kalimat 1 digunakan untuk menggantikan kata ribut. Berdasarkan konteks
kalimat kata berisik pada kalimat 1 merupakan padanan dari kata ribut.
Dilihat dari konteks kalimat dan makna sebenarnya, kata berisik dan ribut
memiliki makna yang sama. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), arti kata berisik adalah ribut (ramai, hingar-bingar) suaranya.
Begitupun dengan kata ribut yang sesuai dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) memiliki makna ingar; ramai (rusuh) tidak keruan. Kata
berisik dan kata ribut memiliki nilai rasa yang berbeda, kata ribut
memiliki nilai rasa yang lebih halus dibandingkan dengan kata berisik
yang memiliki nilai rasa yang kasar. Pada konteks kalimat 1 warganet
menggunakan komentar berdisfemia sebagai ungkapan yang berfungsi

xvi
untuk menggambarkan kehngar-bingaran suara yang dihasilkan oleh
petasan yang dinyalakan oleh para wisatawan. Yang dimana suara itu
dapat mengganggu fauna penghuni Pulau Kalong tersebut. Hal ini
membuat warganet menggunakan kata berdisfemia dengan kata berisik
untuk mengganti kata ribut.
2. GOBLOK bgt asli mukanya mana maluin atuh ish!
Berdasarkan kalimat 2 kata goblok merupakan kata yang memiliki bentuk
disfemia berupa kata dasar. Kata goblok merupakan kata yang berupa satu
morfem bebas yang belum mengalami pengimbuhan, Kata goblok pada
kalimat 2 digunakan untuk menggantikan kata bodoh. Berdasarkan
konteks kalimat kata goblok pada kalimat 2 merupakan padanan dari kata
bodoh. Dilihat dari konteks kalimat dan makna sebenarnya, kata goblok
dan kata bodoh memiliki makna yang sama. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata goblok adalah bodoh sekali, dan arti
kata bodoh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah tidak
memiliki pengetahuan (pendidikan, pengalaman). Kata goblok dan kata
bodoh memiliki nilai rasa yang berbeda. Kata bodoh lebih halus
dibandingkan dengan kata goblok yang terkesan lebih kasar. Pada konteks
kalimat 2 warganet menggunakan komentar berdisfemia sebagai ungkapan
kemarahan yang berkaitan dengan konten yang diunggah berupa aksi
Wisatawan main kembang api di Pulau Kalong. Hal ini membuat waganet
menggunakan kata berdisfemia dengan kata goblok untuk menggantikan
kata bodoh.
3. kaya doing, tapi tolol
Berdasarkan kalimat 3 kata tolol merupakan kata yang memiliki bentuk
disfemia berupa kata dasar. Kata tolol merupakan kata yang berupa satu
morfem bebas yang belum mengalami pengimbuhan, Kata tolol pada
kalimat 3 digunakan untuk menggantikan kata bodoh. Berdasarkan
konteks kalimat kata tolol pada kalimat 3 memiliki kesamaan dengan kata
bodoh, keduanya merupakan kata sifat. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), arti kata tolol adalah sangat bodoh, bebal, dan arti kata

xvii
bodoh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah tidak
memiliki pengetahuan (pendidikan, pengalaman). Kata tolol dan kata
bodoh memiliki nilai rasa yang berbeda. Kata bodoh lebih halus
dibandingkan dengan kata tolol yang terkesan lebih kasar. Hal ini
membuat waganet menggunakan kata berdisfemia dengan kata tolol untuk
menggantikan kata bodoh sebagai ungkapan atasa kemarahannya kepada
wisatawan yang main kembang api di Pulau Kalong.
4. Gak kapok ya, dulu kebakaran di taman nasional komodo juga gara2 turis
mau foto prewedding pake obor2 plis lah kalo mau buka cagar alam buat
wisata bikin aturan ketat, sanksi jangan main2.
Berdasarkan kalimat 4 kata kapok merupakan kata yang memiliki bentuk
disfemia berupa kata kasar dan merupakan kata berupa satu morfem bebas
yang belum mengalami proses pengimbuhan. Kata kapok pada kalimat 4
digumakan untuk menggantikan kata jera. Berdasarkan konteks kalimat
kata kapok pada kalimat 4 merupakan padanan dari kata jera. Dilihat dari
konteks kalimat dan makna sebenarnya, kata kapok dan jera memiliki
makna yang sama. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata kapok
berarti jera atau sudah tidak berbuat lagi, begitupun dengan kata jera yang
sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki makna tidak mau
atau tidak berani berbuat lagi. Kata kapok dan kata jera mamiliki nilai
rasa yang berbeda. Kata kapok memiliki nilai rasa yang lebih kasar
dibandingkan dengan kata jera. Pada kontenks kalimat 4 warganet
menggunakan komentar berdisfemia sebagai ungkapan kemarahannya
yang berkaitan dengan aksi wisatawan yang main kembang api di Pulau
Kalong yang dapat berbahaya bagi lingkungan tersebut, sehingga warganet
lebih memilih menggunakan kata kapok daripada kata jera.
5. Kalo mau liburan..liburan aja jgn ganggu habitat di pulau itu.jadi brabe
kan urusannya.
Berdasakan kalimat 5 kata brabe termasuk ke dalam bentuk disfemia
berupa kata kasar dan merupakan kata dasar yang belum mengalami
pengimbuhan. Berdasarkan konteks kalimat kata berabe memiliki makna

xviii
yang sama dengan kata repot. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
kata brabe yang dimaksud disini adalah kata berabe yang berarti susah
(repot) mengerjakannya (mengurusnya), begitupun kata repot yang sesuai
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti susah dalam
mengurus sesuatu, sukar. Kata berabe dan kata repot memiliki nilai rasa
yang berbeda dimana kata berabe memiliki nilai rasa yang lebih kasar
apabila dibandingkan dengan kata repot yang memiliki nilai rasa lebih
halus. Pada konteks kalimat 5 warganet menggunakan komentar
berdisfemia untuk mengungkapkan kekesalannya sekaligus memberikan
peringatan kepada wisatawan yang bermain kembang api di Pulau Kalong.
Hal ini membuat warganet menggunakan kata berdisfemia dengan kata
berabe untuk menggantikan kata repot.

4.2. Bentuk Disfemia Berupa Kata Turunan

1. Untuk warga lokal, silakan dibawain parang, gapapa asal jangan dibacok.
Biar kena mental
Kata dibacok pada kalimat 1 merupakan kata berdisfemia yang terbentuk
melalui proses morfologis pengimbuhan atau prefiks, yaitu bentuk prefiks
{di-} + {bacok}. Prefiks {di-} pada kata dibacok mempunyai fungsi
membentuk kata kerja dan menyatakan makna pasif. Kata dibacok yang
terdapat pada kalimat 1 merupakan bentuk disfemia yang dipilih untuk
menggantikan kata dipotong pada kalimat 1. Berdasarkan konteks kalimat
kata dibacok merupakan padanan yang digunakan untuk menggantikan
kata dipotong. Dilihat dari konteks kalimat dan maknya sebenarnya, kata
dibacok dan dipotong memiliki makna yang sama. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia dibacok memiliki makna menetak dengan barang tajam
yang dihujamkan keras-keras. Begitupun dengan kata dipotong yang
berarti menetak dengan barang tajam, dipenggal, diiris. Kedua kata ini,
dibacok dan dipotong memiliki nilai rasa yang berbeda. Kata dibacok
memiliki nilai rasa yang lebih kasar sedangkan kata dipotong memiliki
nilai rasa netral. Penggunaan kata disfemia dibacok bertujuan untuk

xix
mengungkapkan kemarahan warganet terhadap aksi wisatawan yang
bermain kembang api di Pulau Kalong.

4.3. Bentuk Disfemia Berupa Kata Majemuk

1. Otak kopong
Kata otak kopong pada kalimat 1 merupakan kata berdisfemia berupa kata
majemuk. Kata otak kopong pada kalimat 1 merupakan kata yang
dibentuk dari dua atau lebih kata dasar yang merupakan gabungan makna
kata-kata dasar yang membentuknya. Kata otak kopong pada kalimat 1
menduduki fungsi sebagai kata benda. Berdasarkan konteks kalimat kata
otak kopong merupakan padanan yang digunakan untuk menggantikan
kata pikiran kosong atau tidak ada pikiran. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia kata otak mempunyai makna benda putih yang lunak terdapat di
dalam rongga tengkorak yang menjadi pusat saraf; benak; alat berpikir;
pikiran; benak, sedangkan kata kopong menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia mempunyai makna kosong; tidak ada isinya. Dari makna yang
terkandung dari masing-masing kata yang menyusun kata majemuka otak
kopong ini, dapat disimpulan bahwa kata tersebut diibaratkan pikiran yang
tidak ada isinya (bodoh). Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan
bahwa kata majemuk otak kopong merupakan penggambaran atau bentuk
lain dari kata bodoh. Penggunaan kata mejemuk berdisfemia ini bertujuan
untuk mengungkapkan kemarahan atau kekesalan terhadap aksi wisatawan
bermain kembang api di Pulau Kalong yang dianggap tidak memiliki isi
pikiran atau bodoh.

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa, sebagian besar warganet di kolom


komentar akun Instagram akun Folkative menggunakan bentuk disfemia berupa
kata dasar dalam berkomentar negatif. Hal ini dikarenakan bentuk disfemia
berupa kata dasar lebih mudah dilontarkan dibandingkan dengan bentuk disfemia
yang lain. Selain itu, disfemia berupa kata dasar lebih memiliki nilai rasa yang
lebih kasar saat dilontarkan daripada bentuk disfemia yang lain. Bentuk disfemia

xx
berupa kata majemuk merupakan data yang sedikit ditemukan pada kolom
komentar warganet. Berdasarkan hasil analisis data berupa disfemia kata majemuk
memiliki nilai rasa kasar yang berasal dari gabungan dua kata yang masing-
masing kata memiliki makna yang berbeda. Dengan demikian cenderung sedikit
warganet yang menggunakan disfemia berupa kata majemuk karena diksi dari
kata majemuk masih tergolong sulit dan kurang terkesan kasar. Komentar
berdisfemia yang digunakan warganet berkaitan dengan penggunakan disfemia
yang bertujuan untuk mengungkapkan kemarahan terhadap sesuatu.

xxi
BAB 5

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Hasil penelitian dari bentuk disfemia dalam kolom komentar warganet di


akun Instagram Folkative yang telah dilakukan dapat disimpilkan bahwa
penelitian yang dilakukan pada kolom komentar di akun Instagram Folkative pada
Aksi Wisatawan Main Kembang Api Di Pulau Kalong Taman Nasional Komodo
ditemukan sebanyak 23 komentar yang mengandung disfemia berupa kata dasar,
kata turunan, dan kata majemuk. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa,
sebagian besar warganet di akun Instagram Folkative menggunakan bentuk
disfemia berupa kata dasar dalam berkomentar negatif. Hal ini dikarenakan
bentuk disfemia berupa kata dasar lebih mudah dilontarkan dibandingkan dengan
bentuk disfemia yang lain. Selain itu, disfemia berupa kata dasar lebih memiliki
nilai rasa yang lebih kasar saat dilontarkan daripada bentuk disfemia yang lain.
Berdasarkan analisis data, bentuk disfemia berupa kata dasar merupakan kata
yang sudah memiliki nilai rasa yang kasar meskipun berdiri sendiri. Selain bentuk
disfmia tersebut, disfemia juga memiliki tujuan penggunaan berdasarkan konteks
kalimat dan informasi yang disajikan. Pada penelitian ini ditemukan fungsi dari
penggunaan disfemia yang dikeluarkan oleh warganet yaitu untuk
mengungkapkan kemarahan dan kekesalannya terhadap sesuatu.

5.2. Saran

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan untuk menentukan


bentuk kebahasaan yang tepat sehingga informasi dapat dipahami kalangan
masyarakat dan menafsirkan dengan tepat makna yang terkandung dalam
penggunaan disfemia. Sehingga dapat mendorong seseorang agar lebih bijak
dalam menggunakan kata-kata di media sosial. Penelitian ini diharapkan dapat

xxii
menjadi informasi tambahan bagi pelajar dalam mengetahui bentuk penggunaan
disfemia dan menjadi ilmu pengetahuan tambahan.

DAFTAR PUSTAKA

Andriani Fitri. 2020. ANALISIS STILISTIKA CERPEN TERBITAN SURAT


KABAR ANALISA EDISI APRIL 2020. Universitas Muhammadiyah
Sumatera Utara.

Ardania Chulud Ayu. 2020. Bentuk Disfemia dalam Kolom Komentar Warganet
di Berita Babe Pada Rubrik Pemilu 2019. Universitas Muhammadiyah
Jember.

Asmani, Nur. 2016. Bahasa sebagai Alat Komunikasi, Citra Pikiran, dan
Kepribadian. Jurnal Bastra Vol.1,No.1.

Erlianti, Dewi. 2016. PENGGUNAAN DISFEMIA DALAM KOMENTAR


PARA NETIZEN DI SITUS ONLINE KOMPAS.COM PADA RUBRIK
“POLITIK”. Universitas Negeri Yogyakarta

Kamaruddin, Andi Sosila. 2020. PENGGUNAAN BENTUK KEBAHASAAN


DISFEMIA PADA BERITA POLITIK DALAM SURAT KABAR FAJAR.
Universitas Muhammadiyah Makassar.

Noermanzah. 2019. Bahasa sebagai Alat Komunikasi, Citra Pikiran, dan


Kepribadian. Universitas Bengkulu.

xxiii
LAMPIRAN

xxiv
xxv
xxvi
xxvii
xxviii

Anda mungkin juga menyukai