Tugas MPB
Tugas MPB
NIM : N1D119001
KELAS : A (GANJIL)
KENDARI
2022
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
BAB 1 : PENDAHULUAN..........................................................................1
1.1....................................................................................................Latar
Belakang...................................................................................1
1.2....................................................................................................Rumus
an Masalah...............................................................................3
1.3....................................................................................................Tujuan
Penelitian...................................................................................3
1.4....................................................................................................Manfa
at Penelitian...............................................................................3
1.5....................................................................................................Definis
i Operasional.............................................................................4
2.2.1. Bahasa...........................................................................6
2.2.2. Semantik.......................................................................7
2.2.3. Makna...........................................................................8
2.2.4. Disfemia........................................................................8
ii
3.3. Instrumen Penelitian..............................................................11
BAB 5 : PENUTUP......................................................................................19
5.1. Simpulan................................................................................19
5.2. Saran......................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................20
LAMPIRAN..................................................................................................21
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
iv
untuk tuturan yang mengandung makna lebih kasar disebut disfemisme atau
disfemia. Makna dianggap sebagai bagian dari bahasa, maka makna merupakan
cabang ilmu linguistik dalam kajian semantik.
v
diminati oleh kalangan anak muda sebab penyajian informasinya yang kreatif dan
sesuai dengan selera generasi milenial.
vi
dengan tepat makna yang terkandung dalam penggunaan disfemia. Sehingga dapat
mendorong seseorang agar lebih berhati-hati dalam menggunakan kata-kata di
media sosial.
vii
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
viii
pembelajaran. Hal ini didasari kriteria yang ada di dalam penelitian ini sudah
sejalan dengan kompetensi dasar yang terdapat pada Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. Penelitian ini dengan penelitian Rifa‟i memiliki persamaan, yaitu
meneliti dengan fokus penelitian disfemia mengenai bentuk disfemia. Perbedaan
penelitian ini dengan peneliti Rifa‟i, yaitu penelitian Rifa‟i meneliti tentang
bentuk disfemia pada taiuk kencana koran Kompas dan implikasinya pada
pembelajaran di SMA. Sedangkan Penelitian ini mengkaji penggunaan bentuk
kebahasaan disfemia pada kolom komentar di akun Instagram Folkative.
2.2.1. Bahasa
ix
bahasa ialah seperangkat lambang – lambang mana suka ataupun simbil-simbol
arbirter.
Jadi dapat disimpulkan bahwa bahasa merupakan lambang bunyi dan alat
untuk berkomunikasi manusia yang diucapkan melalui alat ucap manusia yang
terkontrol dalam keadaan sadar.
2.2.2. Semantik
Kata semantik berasal dari bahasa Yunani, Sema (nomina) yang berarti
tanda atau lambang, dan verba Samaino yang bisa disebut sebagai menandai atau
melambangkan. Semantik merupakan cabang linguistik yang mempelajari makna
yang terkandung dalam bahasa. Berdasarkan pengertian dan asal istilah
sebagaimana dikemukakan di atas, semantik dapat dipahami sebagai bidang
linguistik yang mengkaji makna bahasa; mengkaji antara hubungan tanda
(signifiant) dan yang ditandai (signifie). Pendapat lain menyatakan, semantik
semula berasal dari bahasa Yunani yang mengandung makna to signify atau
memaknai. Semantik mengandung pengertian “studi tentang makna”. Seperti
halnya bunyi dan tata bahasa, komponen makna dalam hal ini juga menduduki
tingkatan tertentu.
x
dari suatu bahasa dan strukturnya untuk mengembangkan arti yang lebih
terperinci sehingga dapat dikomunikasikan dalam bahasa. Semantik pada
dasarnya sanagat bergantung pada dua kecenderungan. Pertama, makna bahasa
dipengaruhi oleh konteks diluar bahasa, benda, objek dan peristiwa yang ada di
dalam semsta. Kedua, kajian makna bahasa ditemukan oleh konteks bahasa, yakni
oleh aturan kebahasaan suatu bahasa. Semantik merupakan cabang linguistik yang
mengkaji tentang makna suatu bahasa yang digunakan oleh manusia dalam sebuah
kehidupan. Semantik ini lebih khusus menelaah tentang makna sebuah kata serta
hubungan antara penanda dan petanda.
2.2.3. Makna
Makna ialah hubungan antara bahasa dengan dunia luar yang telah
disepakati bersama oleh para pemakai bahasa sehingga dapat saling dimengerti.
Makna adalah segi yang menimbulkan reaksi dalam pikiran pendengaran atau
pembaca karena ransangan aspek. Aspek bentuk adalah segi yang dapat diserap
dengan pancaindera yaitu melihat atau mendengar. Pada waktu seseorang
berteriak “tolong” timbul reaksi dalam fifkiran kita “ada seseorang yang
membutuhkan pertolongan”. Jadi bentuknya adalah “tolong” dan maknanya
adalah “reaksi seseorang yang mendengar”. Hal ini senada dengan makna dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2014:703) makna diartikan (1) arti; (2) pembaca
atau penulis; (3) pengertian yang diberikan kepada bentuk kebahasaan. Makna itu
sendiri berada di balik kata, tetapi dari tataran Morfologi lebih merupakan studi
untuk menmukan kesatuan artibukan mempelajari makna itu sendiri.
2.2.4. Disfemia
xi
Disfemisme berasal dari bahasa Yunani dys atau dus (bad, abnormal,
difficult dalam bahasa Inggris) yang berarti “buruk”, adalah kebalikan dari
eufemisme, disfemia berarti menggunakan kata-kata yang bermakna kasar atau
mengungkapkan sesuatu yang bukan sebenarnya. Disfemia merupakan kebalikan
dari eufemia ialah pengasaran, yaitu penggunaan kata atau ungkapan yang lebih
kasar dari pada kata atau ungkapan tertentu. Usaha atau gejala pengasaran ini
biasanya dilakukan oleh orang dalam situasi yang tidak ramah atau untuk
menunjukkan kejengkelan. Chaer (2007:315), menyatakan penggunaan disfemia
sengaja dilakukan untuk mencapai efek pembicaraan menjadi lebih tegas.
Disfemia dipakai karena berbagai alasan, biasanya digunakan untuk menunjukan
kejengkelan atau dilakukan orang dalam situasi yang tidak ramah.
xii
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.2.1.Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah komentar yang berupa
kata dasar, kata turunan atau jadian, kata majemuk, dan kata ulang yang
terindikasi sebagai bentuk disfemia berdasarkan kata. Bentuk-bentuk disfemia
yang terdapat dalam komentar para warganet ini berdasarkan kriteria bentuk
disfemia. Bentuk difemia yang menjadi fokus dalam penelitian ini diantaranya
berupa ungkapan yang terdapat dalam komentar para warganet. Untuk
menentukan sebuah bentuk termasuk disfemia atau bukan dibutuhkan sebuah
kriteria kedisfemiaan. Kriteria tersebut adalah ungkapan yang mempunyai nilai
rasa kasar, tidak sopan, dan tidak layak dilakukan pada manusia. Nilai rasa kasar,
tidak sopan, dan tidak layak dilakukan pada manusia pada sebuah bentuk
kebahasaan disfemia ditentukan oleh konteks kalimat dan adanya kata yang
mempunyai nilai rasa lebih netral. Hal ini berguna untuk menentukan suatu
bentuk bermakna kasar atau halus dengan cara memisahkan mana yang termasuk
dalam data disfemia dan mana yang bukan termasuk data disfemia.
xiii
3.2.2.Sumber Data
Instrumen atau alat penelitian dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu
sendiri, sehingga instrumen utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah
human instrument (Moloeng, 1989: 121). Dalam penelitian ini digunakan
instrumen berupa human instrument. Human instrument yaitu manusia sebagai
peneliti dengan pengetahuannya menjaring data berdasarkan kriteria-kriteria yang
dipahami tentang disfemia dalam komentar warganet. Hasil akhir yang hendak
dicapai dari penelitian ini yaitu menentukan bentuk disfemia.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah teknik
dengan baca dan catat. Pertama-tama dilakukan proses membaca secara
keseluruhan komentar warganet yang terdapat dalam kolom komentar di akun
Instagram Folkative pada Aksi Wisatawan Main Kembang Api Di Pulau Kalong
Taman Nasional Komodo. Setelah membacanya, perlu dilakukan pencatatan data
yang dianggap relevan dengan penelitian berupa kata-kata yang termasuk
disfemia.
xiv
Kembang Api Di Pulau Kalong Taman Nasional Komodo untuk menemukan data
yang dapat digunakan sebagai bahan penelitan. Kemudian mencatatnya dan
menganalisis jenis kata tersebut hingga akhirnya menarik kesimpulan dari hasil
penelitian yang telah dilakukan.
xv
BAB 4
xvi
untuk menggambarkan kehngar-bingaran suara yang dihasilkan oleh
petasan yang dinyalakan oleh para wisatawan. Yang dimana suara itu
dapat mengganggu fauna penghuni Pulau Kalong tersebut. Hal ini
membuat warganet menggunakan kata berdisfemia dengan kata berisik
untuk mengganti kata ribut.
2. GOBLOK bgt asli mukanya mana maluin atuh ish!
Berdasarkan kalimat 2 kata goblok merupakan kata yang memiliki bentuk
disfemia berupa kata dasar. Kata goblok merupakan kata yang berupa satu
morfem bebas yang belum mengalami pengimbuhan, Kata goblok pada
kalimat 2 digunakan untuk menggantikan kata bodoh. Berdasarkan
konteks kalimat kata goblok pada kalimat 2 merupakan padanan dari kata
bodoh. Dilihat dari konteks kalimat dan makna sebenarnya, kata goblok
dan kata bodoh memiliki makna yang sama. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata goblok adalah bodoh sekali, dan arti
kata bodoh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah tidak
memiliki pengetahuan (pendidikan, pengalaman). Kata goblok dan kata
bodoh memiliki nilai rasa yang berbeda. Kata bodoh lebih halus
dibandingkan dengan kata goblok yang terkesan lebih kasar. Pada konteks
kalimat 2 warganet menggunakan komentar berdisfemia sebagai ungkapan
kemarahan yang berkaitan dengan konten yang diunggah berupa aksi
Wisatawan main kembang api di Pulau Kalong. Hal ini membuat waganet
menggunakan kata berdisfemia dengan kata goblok untuk menggantikan
kata bodoh.
3. kaya doing, tapi tolol
Berdasarkan kalimat 3 kata tolol merupakan kata yang memiliki bentuk
disfemia berupa kata dasar. Kata tolol merupakan kata yang berupa satu
morfem bebas yang belum mengalami pengimbuhan, Kata tolol pada
kalimat 3 digunakan untuk menggantikan kata bodoh. Berdasarkan
konteks kalimat kata tolol pada kalimat 3 memiliki kesamaan dengan kata
bodoh, keduanya merupakan kata sifat. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), arti kata tolol adalah sangat bodoh, bebal, dan arti kata
xvii
bodoh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah tidak
memiliki pengetahuan (pendidikan, pengalaman). Kata tolol dan kata
bodoh memiliki nilai rasa yang berbeda. Kata bodoh lebih halus
dibandingkan dengan kata tolol yang terkesan lebih kasar. Hal ini
membuat waganet menggunakan kata berdisfemia dengan kata tolol untuk
menggantikan kata bodoh sebagai ungkapan atasa kemarahannya kepada
wisatawan yang main kembang api di Pulau Kalong.
4. Gak kapok ya, dulu kebakaran di taman nasional komodo juga gara2 turis
mau foto prewedding pake obor2 plis lah kalo mau buka cagar alam buat
wisata bikin aturan ketat, sanksi jangan main2.
Berdasarkan kalimat 4 kata kapok merupakan kata yang memiliki bentuk
disfemia berupa kata kasar dan merupakan kata berupa satu morfem bebas
yang belum mengalami proses pengimbuhan. Kata kapok pada kalimat 4
digumakan untuk menggantikan kata jera. Berdasarkan konteks kalimat
kata kapok pada kalimat 4 merupakan padanan dari kata jera. Dilihat dari
konteks kalimat dan makna sebenarnya, kata kapok dan jera memiliki
makna yang sama. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata kapok
berarti jera atau sudah tidak berbuat lagi, begitupun dengan kata jera yang
sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki makna tidak mau
atau tidak berani berbuat lagi. Kata kapok dan kata jera mamiliki nilai
rasa yang berbeda. Kata kapok memiliki nilai rasa yang lebih kasar
dibandingkan dengan kata jera. Pada kontenks kalimat 4 warganet
menggunakan komentar berdisfemia sebagai ungkapan kemarahannya
yang berkaitan dengan aksi wisatawan yang main kembang api di Pulau
Kalong yang dapat berbahaya bagi lingkungan tersebut, sehingga warganet
lebih memilih menggunakan kata kapok daripada kata jera.
5. Kalo mau liburan..liburan aja jgn ganggu habitat di pulau itu.jadi brabe
kan urusannya.
Berdasakan kalimat 5 kata brabe termasuk ke dalam bentuk disfemia
berupa kata kasar dan merupakan kata dasar yang belum mengalami
pengimbuhan. Berdasarkan konteks kalimat kata berabe memiliki makna
xviii
yang sama dengan kata repot. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
kata brabe yang dimaksud disini adalah kata berabe yang berarti susah
(repot) mengerjakannya (mengurusnya), begitupun kata repot yang sesuai
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti susah dalam
mengurus sesuatu, sukar. Kata berabe dan kata repot memiliki nilai rasa
yang berbeda dimana kata berabe memiliki nilai rasa yang lebih kasar
apabila dibandingkan dengan kata repot yang memiliki nilai rasa lebih
halus. Pada konteks kalimat 5 warganet menggunakan komentar
berdisfemia untuk mengungkapkan kekesalannya sekaligus memberikan
peringatan kepada wisatawan yang bermain kembang api di Pulau Kalong.
Hal ini membuat warganet menggunakan kata berdisfemia dengan kata
berabe untuk menggantikan kata repot.
1. Untuk warga lokal, silakan dibawain parang, gapapa asal jangan dibacok.
Biar kena mental
Kata dibacok pada kalimat 1 merupakan kata berdisfemia yang terbentuk
melalui proses morfologis pengimbuhan atau prefiks, yaitu bentuk prefiks
{di-} + {bacok}. Prefiks {di-} pada kata dibacok mempunyai fungsi
membentuk kata kerja dan menyatakan makna pasif. Kata dibacok yang
terdapat pada kalimat 1 merupakan bentuk disfemia yang dipilih untuk
menggantikan kata dipotong pada kalimat 1. Berdasarkan konteks kalimat
kata dibacok merupakan padanan yang digunakan untuk menggantikan
kata dipotong. Dilihat dari konteks kalimat dan maknya sebenarnya, kata
dibacok dan dipotong memiliki makna yang sama. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia dibacok memiliki makna menetak dengan barang tajam
yang dihujamkan keras-keras. Begitupun dengan kata dipotong yang
berarti menetak dengan barang tajam, dipenggal, diiris. Kedua kata ini,
dibacok dan dipotong memiliki nilai rasa yang berbeda. Kata dibacok
memiliki nilai rasa yang lebih kasar sedangkan kata dipotong memiliki
nilai rasa netral. Penggunaan kata disfemia dibacok bertujuan untuk
xix
mengungkapkan kemarahan warganet terhadap aksi wisatawan yang
bermain kembang api di Pulau Kalong.
1. Otak kopong
Kata otak kopong pada kalimat 1 merupakan kata berdisfemia berupa kata
majemuk. Kata otak kopong pada kalimat 1 merupakan kata yang
dibentuk dari dua atau lebih kata dasar yang merupakan gabungan makna
kata-kata dasar yang membentuknya. Kata otak kopong pada kalimat 1
menduduki fungsi sebagai kata benda. Berdasarkan konteks kalimat kata
otak kopong merupakan padanan yang digunakan untuk menggantikan
kata pikiran kosong atau tidak ada pikiran. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia kata otak mempunyai makna benda putih yang lunak terdapat di
dalam rongga tengkorak yang menjadi pusat saraf; benak; alat berpikir;
pikiran; benak, sedangkan kata kopong menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia mempunyai makna kosong; tidak ada isinya. Dari makna yang
terkandung dari masing-masing kata yang menyusun kata majemuka otak
kopong ini, dapat disimpulan bahwa kata tersebut diibaratkan pikiran yang
tidak ada isinya (bodoh). Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan
bahwa kata majemuk otak kopong merupakan penggambaran atau bentuk
lain dari kata bodoh. Penggunaan kata mejemuk berdisfemia ini bertujuan
untuk mengungkapkan kemarahan atau kekesalan terhadap aksi wisatawan
bermain kembang api di Pulau Kalong yang dianggap tidak memiliki isi
pikiran atau bodoh.
xx
berupa kata majemuk merupakan data yang sedikit ditemukan pada kolom
komentar warganet. Berdasarkan hasil analisis data berupa disfemia kata majemuk
memiliki nilai rasa kasar yang berasal dari gabungan dua kata yang masing-
masing kata memiliki makna yang berbeda. Dengan demikian cenderung sedikit
warganet yang menggunakan disfemia berupa kata majemuk karena diksi dari
kata majemuk masih tergolong sulit dan kurang terkesan kasar. Komentar
berdisfemia yang digunakan warganet berkaitan dengan penggunakan disfemia
yang bertujuan untuk mengungkapkan kemarahan terhadap sesuatu.
xxi
BAB 5
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
xxii
menjadi informasi tambahan bagi pelajar dalam mengetahui bentuk penggunaan
disfemia dan menjadi ilmu pengetahuan tambahan.
DAFTAR PUSTAKA
Ardania Chulud Ayu. 2020. Bentuk Disfemia dalam Kolom Komentar Warganet
di Berita Babe Pada Rubrik Pemilu 2019. Universitas Muhammadiyah
Jember.
Asmani, Nur. 2016. Bahasa sebagai Alat Komunikasi, Citra Pikiran, dan
Kepribadian. Jurnal Bastra Vol.1,No.1.
xxiii
LAMPIRAN
xxiv
xxv
xxvi
xxvii
xxviii