Sejarah Dinasti Umayyah Di Damaskus
Sejarah Dinasti Umayyah Di Damaskus
A. Pendahuluan
Proses perpindahan periode kekuasaan dari Ali bin Abi Thalib (Khalifah
Rasyidin ke-4) kepada Umayyah ini dicatat sejarah sarat akan hikmah sehingga patut
dicermati dan dikaji lebih mendalam. Tidak hanya itu, pergulatan politik yang terjadi
pada awal berdiri Dinasti Umayyah hingga perkembangan dan perubahan sistem
Namun kita juga tidak dapat menutup mata, meskipun terdapat berbagai
persoalan yang terjadi waktu itu, Dinasti Umayyah yang berkuasa lebih kurang
dalam membangun Peradaban Islam di dunia. Banyak kemajuan yang telah dicapai
Mu’awiyah dengan cara menolak membai’at Ali, berperang melawan Ali, dan
khalifah Ali ra. Jabatan khalifah setelah Ali wafat dipegang oleh putranya Hasan Ibn
Ali selama beberapa bulan. Karena tidak didukung pasukan yang kuat, sedangkan
Hasan Ibn Ali. Isi perjanjian itu adalah bahwa pergantian pemimpin akan diserahkan
kepada umat Islam setelah masa Mu’awiyah berakhir. Perjanjian ini dibuat pada
tahun 661 (41 H) dan tahun tersebut disebut ‘am jama’at, karena perjanjian ini
1. Bidang Pemerintahan
Karena letaknya jauh dari Kufah, pusat kaum Syi’ah, dan juga jauh dari Hijaz,
tempat tinggal Bani Hasyim. Lebih dari itu, Damaskus yang terletak di wilayah Syam
tahun sejak dia diangkat menjadi gubernur di distrik ini sejak zaman Khalifah Umar
bin al-Khattab.
Dalam menjalankan pemerintahannya, Khalifah Dinasti Umayyah dibantu
2. Bidang Hukum
Pada waktu itu Al-Qadhi menggali hukum sendiri dari Al-kitab dan As-
banding.
3. Bidang Militer
Arab telah mencapai kemajuan yang signifikan. Dalam peperangan dengan tentara
rekan-rekan sezamannya. Ia mencetak bahan mentah yang terdiri atas pasukan Suriah
menjadi satu kekuatan militer Islam yang terorganisir dan berdisiplin tinggi. Ia
Dia dapat mengandalkan pasukan orang-orang Suriah yang taat dan setia, yang tetap
4. Bidang Ekonomi
Pada masa Dinasti Umayyah, ekonomi mengalami kemajuan yang luar biasa.
Dengan wilayah penaklukan yang begitu luas, maka hal itu memungkinkannya untuk
mengangkut sejumlah besar budak ke dunia Islam. Penggunaan tenaga kerja ini
membuat bangsa Arab hidup dari negeri taklukan dan menjadikannya kelas
tersebut, seperti Mesir, Suriah dan Irak. Adapun sumber utama pemasukan sama saja
dengan sumber pendapatan pada masa Khulafa ar-Rasyidin, yaitu pajak. Di setiap
provinsi, semua biaya untuk urusan administrasi lokal, belanja tahunan negara, gaji
pasukan, dan berbagai bentuk layanan masyarakat dipenuhi dari pemasukan lokal,
5. Bidang Sosial
Masyarakat pada masa Dinasti Umayyah terbagi ke dalam empat kelas sosial.
Kelas tertinggi biasanya diisi oleh para penguasa Islam, dipimpin oleh keluarga
kerajaan dan kaum aristokrat Arab. Kelas sosial kedua adalah para muallaf yang
masuk Islam melalui pemaksaan sehingga negara mengakui hak penu mereka sebagai
warga muslim. Kelas sosial ketiga adalah anggota sekte dan para pemilik kitab suci
yang diakui, yang disebut ahl al-dzimmah, yaitu orang Yahudi, Kristen dan Saba
yang telah mengikat perjanjian dengan umat Islam. Selanjutnya, kelas paling rendah
dalam masyarakat adalah golongan budak. Meskipun perlakuan terhadap budak telah
diperbaiki, tetapi dalam prakteknya mereka tetap menjadi penduduk kelas rendah.
Khalifah Dinasti Umayyah banyak yang bergaya hidup mewah dan sama
sekali berbeda dengan para khalifah sebelumnya. Meskipun demikian, mereka tidak
pernah melupakan orang-orang lemah, miskin dan cacat. Pada masa tersebut
dibangun berbagai panti untuk menampung dan menyantuni para yatim piatu, faqir
miskin dan penderita cacat. Untuk orang-orang yang terlibat dalam kegiatan
Alquran yang dikodifikasi pada zaman Abu Bakar dan Ustman Ibn Affan
ditulis tanpa titik, sehingga tidak dapat dibedakan antara huruf Fa dengan
Qof, Ba dengan Ta dan Tsa; dan baris sehingga tidak dapat dibedakan
antara dhommat yang berbunyi “u”, fathat yang berbunyi “a”, Kasrat
Menurut salah satu riwayat, ulama yang pertama kali memberikan baris
atas perintah Abd al-Malik Ibn Marwan (yang menjadi khalifah antara
685-705 M).
b. Penulisan Hadist
Umar Ibn Abd Aziz adalah khalifah yang mempelopori penulisan (tadwin)
hadist. Beliau memerintahkan kepada Abu Bakar Ibn Muhammad Ibn Amr
Ibn Hajm (120 H) gubernur Madinah, untuk menuliskan hadist yang ada
Muhammad Ibn Muslim Ibn Ubaidillah Ibn Syihab al-Zuhri (guru Imam
Malik). Akan tetapi kitab hadist yang dikumpulkan oleh Imam al-Zuhri
tidak diketahui dan tidak sampai kepada kita. Dalam sejarah tercatat bahwa
tanpa hukum Allah. Oleh karena itu, Ali dan Mu’awiyah dianggap telah
Khawarij karena adigium yang mereka gunakan, yaitu maksiat tidak akan
merusak iman seperti taat tidak akan bermanfaat bagi kekafiran; dan
menentukan hukum bagi yang melakukan dosa besar di dunia ini; apakah
mereka adalah bahwa mukmin yang melakukan maksiat akan disiksa oleh
surga.
Hasan al-Bashri dilahirkan pada zaman Khalifah Umar Ibn Khattab ra dan
bisa dijumpai saat ini adalah Risalat fi Dzamm al-Qodariyyat dan Kitab fi
Tafsir al-Qur’ani.
e. Aliran Fikih
Secara umum, pada zaman Dinasti Umayyah terdapat dua aliran fikih:
Hadist). Aliran Kufah dibesarkan oleh Abu Hanifan dan aliran Madinah
oleh Yazid Ibn Abd Malik (720-724M). Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam
ketenteraman dan kedamaian, pada masa itu berubah menjadi kacau. Dengan latar
pemerintahan Yazid Ibn Abd Malik cendrung kepada kemewahan dan kurang
Hisyam bin Abd Malik (724-743 M). Bahkan pada masa ini muncul satu kekuatan
baru dikemudian hari menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah.
Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan
mawali. Walaupun sebenarnya Hisyam bin Abd Malik adalah seorang khalifah yang
kuat dan terampil. Akan tetapi, karena gerakan oposisi ini semakin kuat, sehingga
tidak berhasil dipadamkan. Setelah Hisyam bin Abd Malik wafat, khalifah-khalifah
Bani Umayyah yang menjadi khalifah berikutnya bukan hanya lemah dalam politik,
tetapi juga bermoral buruk. Hal ini semakin memperkuat golongan oposisi. Dan
akhirnya, pada tahun 750 M, Marwan Ibn Muhammad, khalifah terakhir Bani
Adapun beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan
Disamping itu, para Ulama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa
3. Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari
pengikut Abdullah bin Saba') dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi,
baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara
pemerintah.
munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abd
al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan
kaum mawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.
F. Penutup
lahir dari gejolak politik dengan pihak Ali Ibn Abi tholib. Akhirnya ambisi Dinasti
Umayyah tercapai oleh keturunannya yang bernama Mu’awiyah bin Abi Sufyan
yang besar dalam membangun Peradaban Islam di dunia. Banyak kemajuan yang
telah dicapai dalam peradaban Islam oleh Bani Umayyah, diantaranya bidang Politik,
mengalami kemunduran pada masa kepemimpinan Yazid Ibn Abd al-Malik (720-
724 M). Pemerintahan Yazid bin Abd al-Malik cenderung kepada kemewahan,
oposisi. Hingga pada akhirnya, di tahun 750 M, Dinasti Umayyah digulingkan oleh
Bani ‘Abbasiyah yang merupakan bagian dari Bani Hasyim. Kematian Marwan Ibn