Anda di halaman 1dari 10

DINASTI UMAYYAH DI DAMASKUS

A. Pendahuluan

Proses perpindahan periode kekuasaan dari Ali bin Abi Thalib (Khalifah

Rasyidin ke-4) kepada Umayyah ini dicatat sejarah sarat akan hikmah sehingga patut

dicermati dan dikaji lebih mendalam. Tidak hanya itu, pergulatan politik yang terjadi

pada awal berdiri Dinasti Umayyah hingga perkembangan dan perubahan sistem

khilafah menjadi monarki sangat menarik untuk ditelaah.

Namun kita juga tidak dapat menutup mata, meskipun terdapat berbagai

persoalan yang terjadi waktu itu, Dinasti Umayyah yang berkuasa lebih kurang

selama 90 tahun (40-132H/661-750M), juga telah memberikan kontribusi yang besar

dalam membangun Peradaban Islam di dunia. Banyak kemajuan yang telah dicapai

dalam peradaban Islam oleh Bani Umayyah, diantaranya bidang Politik,

Pemerintahan, Militer, Ekonomi, Sosial Kemasyarakatan, Pendidikan (Iptek),

Kesenian, Pemikiran, Filsafat, serta Pemahaman Keagamaan.


B. Sejarah Berdirinya Dinasti Umayyah di Damaskus

Berdasarkan fakta sejarah pendirian Dinasti Umayyah dilakukan oleh

Mu’awiyah dengan cara menolak membai’at Ali, berperang melawan Ali, dan

melakukan perdamaian (tahkim) dengan pihak Ali yang secara politik

menguntungkan Mu’awiyah. Keberuntungan selanjutnya adalah terbunuhnya

khalifah Ali ra. Jabatan khalifah setelah Ali wafat dipegang oleh putranya Hasan Ibn

Ali selama beberapa bulan. Karena tidak didukung pasukan yang kuat, sedangkan

pihak Mu’awiyah semakin kuat, akhirnya Mu’awiyah melakukan perjanjian dengan

Hasan Ibn Ali. Isi perjanjian itu adalah bahwa pergantian pemimpin akan diserahkan

kepada umat Islam setelah masa Mu’awiyah berakhir. Perjanjian ini dibuat pada

tahun 661 (41 H) dan tahun tersebut disebut ‘am jama’at, karena perjanjian ini

menyatukan umat Islam kembali menjadi satu kepemimpinan politik, yaitu

Mu’awiyah; dan Mu’awiyah mengubah sistem khilafah menjadi kerajaan.

C. Kemajuan Peradaban Dinasti Umayyah Di Damaskus

1. Bidang Pemerintahan

Pada masa Dinasti Umayyah, pusat pemerintahan dari Madinah dipindahkan

ke Damaskus. Keputusan ini berdasarkan pada pertimbangan politis dan keamanan.

Karena letaknya jauh dari Kufah, pusat kaum Syi’ah, dan juga jauh dari Hijaz,

tempat tinggal Bani Hasyim. Lebih dari itu, Damaskus yang terletak di wilayah Syam

(Suriah) adalah daerah yang berada di bawah genggaman Mu’awiyah selama 20

tahun sejak dia diangkat menjadi gubernur di distrik ini sejak zaman Khalifah Umar

bin al-Khattab.
Dalam menjalankan pemerintahannya, Khalifah Dinasti Umayyah dibantu

oleh beberapa al-Kuttab (sekretaris) yang meliputi :

a) Katib ar-Rasail yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan

administrasi dan surat-menyurat dengan pembesar-pembesar setempat.

b) Katib al-Jund yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan hal-hal

yang berkaitan dengan ketentaraan.

c) Katib asy-Syurthah yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan

pemeliharaan keamanan dan ketertiban umum.

d) Katib al-Qadhi yaitu sekretaris yang bertugas menyelenggarakan tertib

hukum melalui badan-badan peradilan dan hakim setempat.

2. Bidang Hukum

Pada bidang pelaksanaan hukum, Dinasti Umayyah membentuk suatu

lembaga yang bernama Nizham al-Qadha (organisasi kehakiman). Kekuasaan

kehakiman di zaman ini dibagi ke dalam tiga badan, yaitu:

a) Al-Qadhi, bertugas memutuskan perkara dengan ijtihadnya, karena pada

waktu itu belum ada “mazhab empat” ataupun mazhab-mazhab lainnya.

Pada waktu itu Al-Qadhi menggali hukum sendiri dari Al-kitab dan As-

Sunnah dengan berijtihad.

b) Al-Hisbah, bertugas menyelesaikan perkara-perkara umum dan soal-soal

pidana yang memerlukan tindakan cepat.

c) An-Nazhar fil Mazhalim, yaitu mahkamah tertinggi atau mahkamah

banding.
3. Bidang Militer

Pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah, perkembangan militer bangsa

Arab telah mencapai kemajuan yang signifikan.  Dalam peperangan dengan tentara

Bizantium, bangsa Arab sekaligus mempelajari kelebihan metode militer Romawi

dan menggunakannya sebagai model mereka.

Sebagai organisator militer, Mu’awiyah adalah yang paling unggul di antara

rekan-rekan sezamannya. Ia mencetak bahan mentah yang terdiri atas pasukan Suriah

menjadi satu kekuatan militer Islam yang terorganisir dan berdisiplin tinggi. Ia

menghapus sistem militer yang didasarkan atas organisasi kesukuan.

Mu’awiyah melaksanakan perubahan besar dan menonjol di dalam

pemerintahannya dengan mengandalkan angkatan daratnya yang kuat dan efisien.

Dia dapat mengandalkan pasukan orang-orang Suriah yang taat dan setia, yang tetap

berdiri di sampingnya walau dalam keadaan yang berbahaya sekalipun. Dengan

bantuan pasukan ini, Mu’awiyah berupaya mendirikan pemerintahan yang stabil.

4. Bidang Ekonomi

Pada masa Dinasti Umayyah, ekonomi mengalami kemajuan yang luar biasa.

Dengan wilayah penaklukan yang begitu luas, maka hal itu memungkinkannya untuk

mengeksploitasi potensi ekonomi negeri-negeri taklukan. Mereka juga dapat

mengangkut sejumlah besar budak ke dunia Islam. Penggunaan tenaga kerja ini

membuat bangsa Arab hidup dari negeri taklukan dan menjadikannya kelas

pemungut pajak dan sekaligus memungkinkannya mengeksploitasi negeri-negeri

tersebut, seperti Mesir, Suriah dan Irak. Adapun sumber utama pemasukan sama saja

dengan sumber pendapatan pada masa Khulafa ar-Rasyidin, yaitu pajak. Di setiap
provinsi, semua biaya untuk urusan administrasi lokal, belanja tahunan negara, gaji

pasukan, dan berbagai bentuk layanan masyarakat dipenuhi dari pemasukan lokal,

dan sisanya dimasukkan ke dalam kas negara.

5. Bidang Sosial

Masyarakat pada masa Dinasti Umayyah terbagi ke dalam empat kelas sosial.

Kelas tertinggi biasanya diisi oleh para penguasa Islam, dipimpin oleh keluarga

kerajaan dan kaum aristokrat Arab. Kelas sosial kedua adalah para muallaf yang

masuk Islam melalui pemaksaan sehingga negara mengakui hak penu mereka sebagai

warga muslim. Kelas sosial ketiga adalah anggota sekte dan para pemilik kitab suci

yang diakui, yang disebut ahl al-dzimmah, yaitu orang Yahudi, Kristen dan Saba

yang telah mengikat perjanjian dengan umat Islam. Selanjutnya, kelas paling rendah

dalam masyarakat adalah golongan budak. Meskipun perlakuan terhadap budak telah

diperbaiki, tetapi dalam prakteknya mereka tetap menjadi penduduk kelas rendah.

Khalifah Dinasti Umayyah banyak yang bergaya hidup mewah dan sama

sekali berbeda dengan para khalifah sebelumnya. Meskipun demikian, mereka tidak

pernah melupakan orang-orang lemah, miskin dan cacat. Pada masa tersebut

dibangun berbagai panti untuk menampung dan menyantuni para yatim piatu, faqir

miskin dan penderita cacat. Untuk orang-orang yang terlibat dalam kegiatan

kemanusiaan tersebut mereka digaji oleh pemerintah secara tetap.

6. Bidang Keagamaan dan Ilmu Pengetahuan

a. Penyempurnaan tulisan Alquran

Alquran yang dikodifikasi pada zaman Abu Bakar dan Ustman Ibn Affan

ditulis tanpa titik, sehingga tidak dapat dibedakan antara huruf Fa dengan
Qof, Ba dengan Ta dan Tsa; dan baris sehingga tidak dapat dibedakan

antara dhommat yang berbunyi “u”, fathat yang berbunyi “a”, Kasrat

yang berbunyi “i”.

Menurut salah satu riwayat, ulama yang pertama kali memberikan baris

dan titik pada huruf-huruf Alquran adalah Hasan al-Bashri (642-728 M)

atas perintah Abd al-Malik Ibn Marwan (yang menjadi khalifah antara

685-705 M).

b. Penulisan Hadist

Umar Ibn Abd Aziz adalah khalifah yang mempelopori penulisan (tadwin)

hadist. Beliau memerintahkan kepada Abu Bakar Ibn Muhammad Ibn Amr

Ibn Hajm (120 H) gubernur Madinah, untuk menuliskan hadist yang ada

dalam hafalan-hafalan penghafal hadist. Atas perintah khalifah,

pengumpulan hadist dilakukan oleh ulama. Di antaranya adalah Abu Bakar

Muhammad Ibn Muslim Ibn Ubaidillah Ibn Syihab al-Zuhri (guru Imam

Malik). Akan tetapi kitab hadist yang dikumpulkan oleh Imam al-Zuhri

tidak diketahui dan tidak sampai kepada kita. Dalam sejarah tercatat bahwa

ulama yang pertama kali membukukan hadist adalah Imam al-Zuhri.

c. Teologi Khawarij dan Murji’ah

Awal pendirian Umayyah ditandai dengan munculnya kelompok yang

kontra terhadap Ali dan Mu’awiyyah, yaitu khawarij. Disamping berperan

sebagai gerakan politik, khawarij juga berperan sebagai aliran teologi

Islam. Gagasan Khawarij adalah tentang kewajiban menggunakan hukum

Allah dengan adagium la hukm illa lillah. Bagi Khawarij, menyelesaikan


sengketa bukan dengan hukum Allah adalah pengingkaran; dan dalam

pandangan mereka tahkim antara pihak Ali dan Mu’awiyah dilakukan

tanpa hukum Allah. Oleh karena itu, Ali dan Mu’awiyah dianggap telah

melakukan dosa besar; dan mereka mengkafirkan pihak-pihak yang

melakukan dosa besar.

Secara bahasa, Murji’at berasal dari kata al-irja’ (mengakhirkan, al-ta’khir

atau memberikan harapan (I’tha al-raja’). Arti pertama relevan dengan

Khawarij karena adigium yang mereka gunakan, yaitu maksiat tidak akan

merusak iman seperti taat tidak akan bermanfaat bagi kekafiran; dan

makna kedua relevan dengan khawarij karena mereka tidak mau

menentukan hukum bagi yang melakukan dosa besar di dunia ini; apakah

ia akan ditempatkan di surga atau di neraka. Diantara gagasan terpenting

mereka adalah bahwa mukmin yang melakukan maksiat akan disiksa oleh

Allah di Akhirat nanti; dan setelah disiksa, mereka akan ditempatkan di

surga.

d. Madrasah Hasan al-Bashri

Hasan al-Bashri dilahirkan pada zaman Khalifah Umar Ibn Khattab ra dan

meninggal pada zaman Hisyam Ibn Abd al-Malik (Dinasti Umayyah).

Beliau meninggalkan sejumlah kitab yang berharga, diantara karya yang

bisa dijumpai saat ini adalah Risalat fi Dzamm al-Qodariyyat dan Kitab fi

Tafsir al-Qur’ani.

e. Aliran Fikih
Secara umum, pada zaman Dinasti Umayyah terdapat dua aliran fikih:

aliran Kufah (Madrasat al-Ra’y) dan aliran Madinah (Madrasat al-

Hadist). Aliran Kufah dibesarkan oleh Abu Hanifan dan aliran Madinah

dibesarkan oleh Imam Malik; dan di Madinah terdapat Fuqoha’ Sab’at.

D. Keruntuhan Dinasti Umayyah di Damaskus

Sepeninggal Umar Ibn Abd al-Aziz, kekuasaan Bani Umayyah dilanjutkan

oleh Yazid Ibn Abd Malik (720-724M). Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam

ketenteraman dan kedamaian, pada masa itu berubah menjadi kacau. Dengan latar

belakang dan kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap

pemerintahan Yazid Ibn Abd Malik cendrung kepada kemewahan dan kurang

memperhatikan kepentingan rakyat.

Kerusuhan terus berlanjut hingga masa pemerintahan khalifah berikutnya,

Hisyam bin Abd Malik (724-743 M). Bahkan pada masa ini muncul satu kekuatan

baru dikemudian hari menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah.

Kekuatan itu berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan

mawali. Walaupun sebenarnya Hisyam bin Abd Malik adalah seorang khalifah yang

kuat dan terampil. Akan tetapi, karena gerakan oposisi ini semakin kuat, sehingga

tidak berhasil dipadamkan. Setelah Hisyam bin Abd Malik wafat, khalifah-khalifah

Bani Umayyah yang menjadi khalifah berikutnya bukan hanya lemah dalam politik,

tetapi juga bermoral buruk. Hal ini semakin memperkuat golongan oposisi. Dan

akhirnya, pada tahun 750 M, Marwan Ibn Muhammad, khalifah terakhir Bani

Umayyah, melarikan diri ke Mesir, namun kemudian berhasil ditangkap dan

terbunuh disana. Kematian Marwan Ibn Muhammad menandai berakhirnya


kekuasaan Bani Umayyah di timur (Damaskus) yang digantikan oleh Bani Abbasiyah

yang merupakan bagian dari Bani Hasyim.

Adapun beberapa faktor yang menyebabkan dinasti Bani Umayyah lemah dan

membawanya kepada kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain adalah:

1. Sistem pergantian khalifah melalui garis keturunan yang lebih menekankan

aspek senioritas, pengaturannya tidak jelas dan Ketidak jelasan sistem

pergantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat

di kalangan anggota keluarga istana.

2. Lemahnya pemerintahan daulat Bani Umayyah juga disebabkan oleh sikap

hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup

memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan.

Disamping itu, para Ulama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa

terhadap perkembangan agama sangat kurang.

3. Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari

konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi'ah (para

pengikut Abdullah bin Saba') dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi,

baik secara terbuka seperti di masa awal dan akhir maupun secara

tersembunyi seperti di masa pertengahan kekuasaan Bani Umayyah.

Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini banyak menyedot kekuatan

pemerintah.

4. Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan dinasti Bani Umayyah adalah

munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan al-Abbas ibn Abd
al-Muthalib. Gerakan ini mendapat dukungan penuh dari Bani Hasyim dan

kaum mawali yang merasa dikelas duakan oleh pemerintahan Bani Umayyah.

F. Penutup

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Dinasti Umayyah

lahir dari gejolak politik dengan pihak Ali Ibn Abi tholib. Akhirnya ambisi Dinasti

Umayyah tercapai oleh keturunannya yang bernama Mu’awiyah bin Abi Sufyan

hingga mencapai masa keemasannya. Dinasti Umayyah telah memberikan kontribusi

yang besar dalam membangun Peradaban Islam di dunia. Banyak kemajuan yang

telah dicapai dalam peradaban Islam oleh Bani Umayyah, diantaranya bidang Politik,

Pemerintahan, Militer, Ekonomi, Sosial Kemasyarakatan, Pendidikan (Iptek),

Kesenian, Pemikiran, Filsafat, serta Pemahaman Keagamaan.

Masa keemasan tersebut tidak berlangsung lama, Dinasti Umayyah mulai

mengalami kemunduran pada masa kepemimpinan Yazid Ibn Abd al-Malik (720-

724 M). Pemerintahan Yazid bin Abd al-Malik cenderung kepada kemewahan,

kurang memperhatikan kehidupan rakyat, dan mengakibatkan kerusuhan hingga pada

masa kepemimpinan Hisyam Ibn Abdul-Malik (724-743 M).

Dinasti Umayyah mendapatkan perlawanan yang semakin kuat dari gerakan

oposisi. Hingga pada akhirnya, di tahun 750 M, Dinasti Umayyah digulingkan oleh

Bani ‘Abbasiyah yang merupakan bagian dari Bani Hasyim. Kematian Marwan Ibn

Muhammad sebagai khalifah terakhir Dinasti Umayyah, menandai berakhirnya

kekuasaan Dinasti Umayyah di Damaskus.

Anda mungkin juga menyukai