Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

DENGAN ASMA

Disusun oleh:
KELOMPOK 3

1. Ahmed Alfian R (14.401.16.002)


2. Ardita Cahyani (14.401.16.012)
3. Dony Prasetyo (14.401.16.016)
4. Elika Sri Wulan (14.401.16.019)
5. Gilda Fathia A (14.401.16.033)

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA


PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN
KRIKILAN-GLENMORE-BANYUWANGI
2018
KATA PENGANATAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Konsep Asuhan
Keperawatan Asma pada Anak.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

      Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang Konsep Asuhan Keperawatan
Asma pada Anak untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap
pembaca.

   
                                                                                    

  Banyuwangi, 10 Oktober 2018

                                                                                              Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................. i

DAFTAR ISI................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................. 2
C. Tujuan................................................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KONSEP PENYAKIT

A. Definisi............................................................................................................... 3
B. Etiologi............................................................................................................... 4
C. Klasifikasi Asma ............................................................................................... 4
D. Manifestasi Klinis .............................................................................................. 4
E. Patofisiologi ....................................................................................................... 5
F. Komplikasi ........................................................................................................ 7
G. Pemeriksaan Penunjang ..................................................................................... 7
H. Penatalaksanaan.................................................................................................. 8

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan ................................................................................... 9


B. Diagnosa Keperawatan....................................................................................... 11
C. Intervensi Keperawatan...................................................................................... 12
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan......................................................................................................... 17
B. Saran................................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................... 18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asma merupakan penyakit obstruksi jalan nafas, yang reversible dan kronis,
dengan karakteristik adanya mengi. Asma disebabkan oleh spasme saluran bronkial, atau
pembengkakan mukosa setelah terpajan dengan stimulus. Prevalensi, morbiditas dan
mortalitas asma meningkat yang mungkin akibat dari peningkatan polusi udara. Asma
meropakan penyakit kronik yang paling umum trjadi pada masa anak-anak (Murphy dan
kelly, 1993). Serangan asma mungkin terjadi pada berbagai usia terutama anak berusia 4
dan 5 tahun antara 80% hingga 90%. Anak laki-laki lebih sering mengalami asma
daripada anak perempuan hingga usia remaja. Tingkat keparahan penyakit pada anak-
anak bervariasi dan tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin (Harwina Widya Astuti, Angga
Saeful Rahmat , 2010).
Penyakit asma merupakan kelainan yang sangat sering ditemukan dan
diperkirakan 4–5% populasi penduduk di Amerika Serikat terjangkit oleh penyakit ini.
Asma bronkial terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia dini. Sekitar
separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum
usia 40 tahun. Pada usia kanak-kanak terdapat predisposisi laki-laki : perempuan = 2 : 1
yang kemudian menjadi sama pada usia 30 tahun (Harwina Widya Astuti, Angga Saeful
Rahmat , 2010).
Asma merupakan 10 besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal itu
tergambar dari data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi
di Indonesia. SKRT 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke 5 dari 10 penyebab
kesakitan bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma,
bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke 4 di Indonesia atau sebesar
5,6%. Tahun 1995, prevalensi asma di Indonesia sekitar 13 per 1.000 penduduk,
dibandingkan bronkitis kronik 11 per 1.000 penduduk dan obstruksi paru 2 per 1.000
penduduk (Yuliani, 2012).
Kira-kira 2–20% populasi anak dilaporkan pernah menderita asma. Belum ada
penyelidikan menyeluruh mengenai angka kejadian asma pada anak di Indonesia, namun

1
diperkirakan berkisar antara 5–10%. Dilaporkan di beberapa negara angka kejadian asma
meningkat, misalnya di Jepang. Australia dan Taiwan. Di poliklinik Subbagian Paru
Anak FKUI-RSCM Jakarta, lebih dari 50% kunjungan merupakan penderita asma.
Jumlah kunjungan di poliklinik Subbagian Paru Anak berkisar antara 12.000–13.000 atau
rata-rata 12.324 kunjungan pertahun. Pada tahun 1985 yang perlu mendapat perawatan
karena serangan asma yang berat ada 5 anak, 2 anak di antaranya adalah pasien poliklinik
paru. Sedang yang lainnya dikirim oleh dokter luar. Tahun 1986 hanya terdapat 1 anak
dan pada tahun 1987 terdapat 1 anak yang dirawat karena serangan asma yang berat
(Yuliani, 2012).
Beberapa anak menderita asma sampai mereka usia dewasa; namun dapat
disembuhkan. Kebanyakan anak-anak pernah menderita asma. Para Dokter tidak yakin
akan hal ini, meskipun hal itu adalah teori. Lebih dari 6 % anak-anak terdiagnosa
menderita asma, 75 % meningkat pada akhir-akhir ini. Meningkat tajam sampai 40 % di
antara populasi anak di kota (Yuliani, 2012).
Karena banyaknya kasus asma yang menyerang anak terutama di Negara kita
Indonesia maka kami dari kelompok mencoba membahas mengenai asma yang terjadi
pada anak ini, sehingga orang tua dapat mengetahui bagaimana pencegahan dan
penatalaksanaan bagi anak yang terserang asma (Yuliani, 2012).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan asma ?
2. Apakah penyebab asma pada anak ?
3. Bagaimana tanda dan gejala yang timbul pada anak saat terkena asma?
4. Apa pemeriksaan yang dilakukan pada anak dengan asma ?
5. Apakah Asuhan keperawatan yang harus diberikan saat anak terserang asma ?
C. Tujuan
Setelah membaca makalah ini, diharapkan pembaca mampu mengerti dan memahami :
1. Apa yang dimaksud dengan asma
2. Apakah penyebab asma pada anak
3. Bagaimana tanda dan gejala yang timbul pada anak saat terkena asma
4. Apa pemeriksaan yang dilakukan pada anak dengan asma
5. Apakah Asuhan keperawatan yang harus diberikan saat anak terserang asma

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

KONSEP PENYAKIT

A. Definisi
Asma adalah proses riversibel obstruksi pernafasan yang dikarakteristikan dengan
periode buruk dan remisi dimana bronkhial mengalami spasme yang mengobstruksi jalan
nafas (Harwina Widya Astuti, Angga Saeful Rahmat , 2010, p. 37).
Asthma disebut juga sebagai reative air way disease (RAD) adalah suatu penyakit
obstrusi jalan nafas secara riversibel yang ditandai dengan bronchospasme, inflamasi, dan
peningkatan reaksi jalan nafas terhadap berbagai stimulan (Harwina Widya Astuti, Angga
Saeful Rahmat , 2010, p. 37).
Asma didefinisikan sebagai penyakit inflamasi kronik pada jalan nafas, beberapa sel
berperan secara fakta, yaitu sel mast, eosonofil dan limfosit-T (Harwina Widya Astuti,
Angga Saeful Rahmat , 2010, p. 38)
Asma disebut juga sebagai Reactive Air Disease (RAD), adalah suatu penyakit
obstruksi pada jalan nafas secara riversibel yang ditandai dengan inflamasi, dan
peningkatan reaksi jalan nafas terhadap berbagai stimulant (Yuliani, 2012, p. 14).
Asma merupakan gangguan radang kronik pada jalan napas yang ditandai dengan
responsivitas jalan napas yang berlebihan, edema jalan napas dan produksi mukus.
Obstruksi jalan napa s akibat asma dapat diperbaiki sebagian atau seluruhnya. Tingkat
keparahan asma mulai periode pengendalian yang lama dengan perburukan akut yang
jarang terjadi pada beberapa anak hingga adanya gejala harian yang menetap pada anak
lain. Asma merupakan penyakit kronik yang paling sering terjadi pada masa kanak-kanak
dan menyerang lebih dari 6 juta anak di Amerika. Presentase anak yang mengalami asma
terbilang kecil, tetapi nmenyebabkan penggunaan dan pengeluaran biaya untuk layanan
kesehatan dalam presentase besar. Asma menyebabkan hampir 13 juta absen sekolah per
tahun dan 14,5 juta absen kerja bagi orang tua anak tersebut. Insiden dan keparahan asma
meningkat, hal tersebut dapat disebabkan oleh peningkatan urbanisasi, peningkatan polusi
udara, dan diagnosis yang lebih akurat (Kyle, 2017).

3
B. Etiologi
Asma biasanya terjadi akibat trakea dan bronkus yang hiperresponsif terhadap iritan.
Alergi terhadap iritan dapat mempengaruhi tingkat keparahan asma. Berikut merupakn
iritan berdasarkan sumbernya:
1. Faktor eksrinsik
Latihan berlebihan atau alergi terhadap binatang berbulu, debu, jamur, polusi, asap
rokok, infeksi virus, asap, parfum, janis makanan tetentu (terutama zat yang
ditambahkan kedalam makanan) dan perubahan cepat suhu ruangan.
2. Faktor intrinsik
Sakit, strees, atau fatique yang juga mentriger, dan temperatur yang ekstrim.
(Harwina Widya Astuti, Angga Saeful Rahmat , 2010, hal. 38)
C. Klasifikasi Asma
Klasifikasi asma mencangkup 4 kategori antara lain:
1. Mild intermitent, (ringan intermiten), dimana kondisi klien asma ringan yang
sebentar.
2. Mild persistent, dimana kondisi klien dengan asma ringan yang terus menerus atau
menetap.
3. Moderate persistent, dimana kondisi klien dengan asma sedang yang terus menerus
atau menetap.
4. Severe persistent, dimana kondisi klien dengan asma berat yang terus menerus atau
menetap.
(Harwina Widya Astuti, Angga Saeful Rahmat , 2010, hal. 38)
D. Manifestasi Klinis
1. Tanda klasik asma yaitu dyspnea, wheezing, dan batuk.
2. Peningkatan frekuensi nafas.
3. Rasa tidak nyaman atau iritasi dan berkurangnya istirahat.
4. Keluhan sakit kepala, rasa lelah atau perasaan sesak dada.
5. Batuk non produktif yang disebabkan edema bronkhial.
6. Gejala umum asma : batuk.
7. Hiperresonan saat perkusi.
(Harwina Widya Astuti, Angga Saeful Rahmat , 2010, hal. 41)

4
E. Patofisiologi
Dalam kerentanan anak, inflamasi menyebabkan episode kekambuhan wheezing,
sesak, kesesakan dada dan batuk, terutama sekali pada malam dan atau pada pagi hari
sekali. Pada peristiwa ini biasanya dihubungkan dengan batasan aliran udara yang
bervariasi atau obstruksi jalan nafas. Keadaan ini juga dapat kembali pulih dengan tiba-
tiba atau dengan pengobatan. Inflamasi yang dapat terjadi pada asma juga menyebabkan
adanya hubungan peningkatan hiperresponsif pada bronkhial terhadap stimulus yang
bervariasi (National Heart Lung And Blood Intitute, 1995). Pengenalan penting terhadap
inflamasi terutama steroid involusi merupakan komponen kunci pengobatan asma.
(Harwina Widya Astuti, Angga Saeful Rahmat , 2010, hal. 38-39)

5
Pathway

(Harwina Widya Astuti, Angga Saeful Rahmat , 2010)

Spasme Otot Inflamasi Dinding Sumbatan


Bronkus Bronkus Edema Mukus

MK: Bersihan Obstruksi Alveoli Tertutup


Jalan Napas Saluran Napas
Tidak Efektif (Bronkospasme)
MK : Gangguan
Hipoksemia Pertukaran Gas

Penyempitan
Jalan Napas Asidosis
Metabolik

Peningkatan MK : Pola Napas


Kerja Pernapasan Tidak Efektif

Peningkatan Ketidakseimbangan
Kebutuhan Oksigen Suplai Kebutuhan O2

Hiperfentilasi
MK : Intoleransi Aktivitas

Retensi CO2

Asidosis Respiratorik

6
F. Komplikasi
1. Pneumothoraks
2. Gagal jantung
3. Infeksi pernafasan
4. Kesulitan emosional
5. Kematian
(Harwina Widya Astuti, Angga Saeful Rahmat , 2010, hal. 41)
G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan berdasarkan manifestasi klinis, riwayat, pemeriksaan
fisik dan tes laboraturium.
1. Tes fungsi paru. Spirometri dapat dilakukan pada anak usia 5 atau 6 tahun, dan setiap
anak usia 1-2 tahun dilakukakn pengkajian fungsi jalan nafas rutin. Dalam Spirometri
akan mendeteksi :
a. Penurunan forced expiratory volume (FEV)
b. Penurunan peak expiratory flow rate (PEFR)
c. Kehilangan forced vital capacity (FVC)
d. Kehilangan inspiratory capacity (IC)
2. Laboraturium darah lengkap, menunjukkan terjadi perubahan sel darah putih selama
fase asma akut, perubahan sel darah ptih lebih dari 12.000/mm3 atau peningkatan
presentasi ikatan sel yang mungkin mengidentifikasikan terjadi infeksi.
3. X-ray dada. Frontal dan lateral foto x-ray menunjukkan infiltrat dan hiperekspansi
jalan napas dengan peningkatan usuran diameter anteroposterior ada pemeriksaan
fisik, diduga barrel chest
4. Uji kulit untuk mengindentifikasi alergen spesifik.
(Harwina Widya Astuti, Angga Saeful Rahmat , 2010, hal. 41)

Menurut Yuliani (2012), pemeriksaan diagnostik asma antara lain :

1. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik


2. Foto rontgen
3. Pemeriksaan fungsi paru ; menurunnya tidal volum, kapasitas vital, eosinofil biasanya
meningkat dalam darah dan sputum

7
4. Pemeriksaan alergi (Radiolallergosorbent Test ; RAST)
5. Pulse oximetry
6. Analisa gas darah
H. Penatalaksanaan
1. Pemberian terapi kortikosteroid.
Kortikosteroid diberikan untuk mengatasi inflamasi yang biasa digunakan untuk
mengobati obstruksi aliran udara reversibel dan mengontrol gejala-gejala serta
mengurangi hiperreakivtias ada asma kronik. Kortikosteroid diberikan melalui
parenteral, oral, atau, aerosol. Obat antiinflamasi nonsteroid seperti Cromolyn sodium
diberikan untuk memblok reaksi cepat dan lambat terhadap alergi yang menstabilkan
membran sel mast, menghambat aktivasi dan membebaskan mediaotor dari eosinofil
dan sel epitelium, dan menghambat penyempitan jalan napas akut setelah mengalami
akifitas, udara dingin kering, dan sulfur dioksida.
2. Pemberian terapi bronkhodilator.Terapi antikolinegik digunakan unuk mengurangi
instrinsik tonus vagal pada jalan napas dan memblok refleks bonkhokonstriksi yang
disebabkan iritasi inhalasi.
3. Peningkatan intake cairan.
4. Pengobatan respirasi seperti batuk, latihan napas dalam, dan fisioterapi dada.
Fisioterapi dada membantu relaksasi fisik dan mental, memperbaiki postur tubuh,
kekuatan otot respirasi, dan pola pernapasan lebih efisien. Fisoterapi dada dianjukan
dilakukan pada asma akut, kongesti berat atau pneumonia.
5. Pengobatan nebulizer diberikan dengan inhalasi.
(Kyle, 2017)

8
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
1. Pemeriksaan fisik
a. Kadiovaskuler
 Takikardi
b. Respirasi
Karakteristik fisik respirasi kronik meliputi; konfigurasi dada seperti barrel chest ,
postur, dan tipe pernapasan
 Napas pendek
 Retraksi inetcostalis
 Takipnea
 Rochi
 Pergerakan cuping hidung.
 Wheezing saat ekspirasi yang lama.
c. Persyarafan
 Gelisah.
 Ansietas
 Kesulitan tidur
d. Muskuloskeletal
 Intoleransi aktifitas
e. Integumen
 Sianosis
 Pucat
2. Riwayat Kesehatan
Kaji deskripsi mengenai penyakit dan keluhan utama saat ini.tanda dan gejala yang
umum dilaporkan selama pengkajian riwayat meliputi :
 Batuk, terutama dimalam hari : batuk menggonggong yang pada awalnya kering,
yang menjadi batuk berdahak dengan sputum berbusa.
 Pernapasan sulit : pendek napas, nyeri dada atau sesak, dispnea saat beraktivitas
 Mengi

9
Kaji riwayat medis anak saat ini dan di masa untuk mengidentifikasi faktor resiko,
seperti :

 Riwayat rinitis alergi atau dermatitis atopik


 Riwayat atopi (asma,rinitis alergi, dermatitis atopik) di dalam keluarga
 Episode berulang diagnosis mengi, bronkiolitis atau bronkitis
 Alergi yang diketahui
 Respons musiman terhadap serbuk sari di dalam lingkungan
 Pajanan terhadap asap tembakau
 Kemiskinan
(Kyle, 2017)
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik anak yang menderita asma meliputi inspeksi,auskultasi, dan
perkusi.
a. Inspeksi
Observasi penampilan umum dan warna kulit anak. Selama perburukan ringan,
warna kulit anak dapat tetap merahmuda. Akan tetapi, sering perburukan kondisi,
sianosis dapat terjadi. Upaya pernapasan beragam. Beberapa anak menunjukan
retraksi ringan, sementara anak lain menunjukan penggunaan otot tambahan dan
pada akhirnya gerakan kepala naik-turun jika tidak ditangani secara efektif. Anak
dapat tampak cemas dan ketakutan atau dapat letargi dan iritabel. Mengi dapat
terdengar jelas. Anak yang mengalami asma menetap berat dapat memiliki dada
tong dan selalu menunjukan sedikit peningkatan upaya pernapasan.
b. Auskultasi dan Perkusi
Pengkajian menyeluruh terhadap lapang paru sangat penting. Mengi merupakan
penanda utama obstruksi jalan napas dan dapat beragam diseluruh lapang paru.
Serak juga dapat muncul. Kaji keadekuatan pengisian udara. Suara napas dapat
hilang di basal paru atau di seluruh lapang paru. Dada yang tenang pada anak
penderita asma dapat menjadi tanda bahaya. Akibat obstruksi jalan napas berat,
gerakan udara dapat sangat buruk sehingga mengi dapat tidak terdengar saat
auskultasi. Perkusi dapat mengungkap hiper-resonan (Kyle, 2017).

10
B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dispnea.
2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan respon alergik, inflamasi
bronkus dan produksi sekret yang berlebih.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan napas dan peningkatan
volume residu.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan supai dan kebutuhan
O2.

11
C. Intervensi Keperawatan
No DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL

1. Pola nafas tidak Setelah dilakukan 1. Kaji frekuensi, kedalaman 1. Kecepatan biasanya meningkat.
efektif berhubungan asuhan keperawatan pernapasan dan ekspansi dada. Catat Dispnea dan terjadi peningkatan
dengan dispnea. diharapkan adanya upaya pernapasan, termasuk kerja napas. Kedalaman
perbaikan dalam pola penggunaan otot bantu/pelebaran pernapasan bervariasi tergantung
pernapasan, dengan nasal. derajat gagal.
kriteria hasil: 2. Auskultasi bunyi napas dan catat 2. Bunyi napas menurun/tidak ada
adanya bunyi napas adentisius, bila jalan napas obstruksi sekunder
1. Menunjukkan pola
seperti krekels, mengi. terhadap perdarahan, kolaps jalan
napas efektif
napas kecil. Ronki dan mengi
dengan frekuensi
menyertai obstruksi jalan
dan kedalaman 3. Tinggikan kepala dan bantu
mengubah posisi. Bangunkan pasien napas/kegagalan pernapasan.
dalam rentang
normal dan paru turun tempat tidur dan ambulasi 3. Duduk tinggi memungkinkan
sesegera mungkin. ekspansi paru dan memudahkan
jelas/bersih.
pernapasan. Pengubahan posisi
dan ambulasi meningkatkan
pengisian udara sehingga
memperbaiki difusi gas.
4. Observasi pola batuk. 4. Kesulitan bernapas disertai dengan
batuk dapat meningkatkan

12
5. Dorong/bantu pasien dalam napas terjadinya asm bronkial.
dalam dan latihan batuk. 5. Dapat meningkatkan kenyamanan
6. Bantu pasien mengatasi upaya bernapas.
takut/ansietas. 6. Perasaan takut/ansietas berat
berhubungan dengan
ketidakmampuan
bernapas/terjadinya hipoksemia
dan dapat secara aktual
7. Berikan oksigen tambahan.
meningkatkan konsumsi oksigen.
7. Memaksimalkan bernapas dan
menurunkan kerja napas.
2. Bersihan jalan Setelah dilakukan 1. Kaji fungsi pernapasan, contoh 1. Penurunan bunyi napas dapat
napas tidak efektif asuhan keperawatan bunyi napas, kecepatan, irama dan menunjukkan atelektasis. Ronki,
berhubungan diharapkan adanya kedalaman, dan penggunaan otot mengi menunjukkan akumulasi
dengan produksi pencapaian klirens aksesori. sekret/ketidakmampuan untuk
sekret yang jalan napas, dengan membersihkan jalan napas yang
berlebih dan kriteria hasil: dapat menimbulkan penggunan
inflamasi bronkus. otot aksesori pernapasan dan
1. Mengeluarkan
peningkatan kerja pernapasan.
sekret tanpa 2. Catat kemampuan untuk
2. Pengeluaran sulit bila sekret
bantuan. mengeluarkan mukosa/batuk efektif;
sangat tebal.
2. Anak bernapas catat karakter, jumlah sputum.
3. Pemasukan tinggi cairan
dengan mudah 3. Pertahankan masukan cairan (± 2500

13
tanpa dispnea. ml/hari) kecuali kontraindikasi. membantu untuk mengencerkan
sekret, membuatnya mudah
4. Berikan pasien posisi semi atau dikeluarkan.
Fowler tinggi. Bantu pasien untuk 4. Posisi membantu memaksimalkan
batuk dan latihan napas dalam. ekspansi paru dan menurunkan
upaya pernapasan. Ventilasi
5. Instruksikan dan/atau awasi latihan maksimal meningkatkan gerakan
pernapasan, dan pernapasan sekret ke dalam jalan napas besar
terkontrol. untuk dikeluarkan.
5. Untuk meningkatkan pernapasan

6. Gunakan tehnik bermain untuk diafragmatik yang tepat, ekspansi

latihan pernapasan pada anak kecil paru, dan perbaikan mobilitas

(mis., meniup gasing atau bola-bola dinding dada.

kapas di meja) 6. Untuk memperpanjang waktu

7. Anjurkan anak untuk berenang. ekspirasi dan meningkatkan


tekanan ekspirasi.

7. Karena anak menghirup udara


yang lembab sehingga mencegah
pengerongan membran mukosa
dan membantu pengenceran sekret.
3. Gangguan Setelah dilakukan 1. Observasi warna kulit, membran 1. Sianosis kuku menunjukkan

14
pertukaran gas asuhan keperawatan mukosa, dan kuku, catat adanya vasokonstriksi atau respons tubuh
berhubungan diharapkan pasien sionosis perifer (kuku) atau sianosis terhadap demam/menggigil.
dengan obstruksi menunjukkan ventilasi sentral (sirkumoral). Namun sianosis daun telinga,
jalan napas dan adekuat, dengan membran mukosa, dan kulit sekitar
peningkatan kriteria hasil: mulut (membran hangat)
volume residu. menunjukkan hipoksemia
1. Menunjukkaan
sistemik.
perbaikan/tidak 2. Awasi suhu tubuh, sesuai indikasi.
2. Demam tinggi sangat
adanya gejala Bantu tindakan kenyamanan untuk
meningkatkan kebutuhan
distres pernapasan. menurunkan demam dan menggigil.
metabolik dan kebutuhan oksigen
dan mengganggu oksigenasi
3. Pertahankan istirahat tidur. Dorong selular.
menggunakan tehnik releksasi dan 3. Mencegah terlalu lelah dan
aktivitas senggang. menurunkan kebutuhan/konsumsi
4. Tinggikan kepala dan dorong sering oksigen.
mengubah posisi, napas dalam, dan 4. Meningkatkan inspirasi maksimal,
batuk efektif. meningkatkan pengeluaran sekret
5. Berikan terapi oksigen dengan untuk memperbaiki ventilasi.
benar, misal dengan nasal, masker, 5. Tujuan terapi oksigen adalah
masker venturi. mempertahankan PaO2 di atas 60
mmHg. Oksigen diberikan dengan
metode yang memberikan

15
pengiriman tepat dalam toleransi
pasien.
4. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan 1. Dorong aktivitas yang sesuai dengan 1. Untuk meminimalkan kelelahan
berhubungan asuhan keperawatan kondisi dan kemampuan anak. pada anak.
dengan diharapkan pasien 2. Beri kesempatan untuk tidur, 2. Tirah baring dipertahankan selama
ketidakseimbangan mendapat istirahat yang istirahat, dan aktivitas tenang. fase akut untuk menurunkan
supai dan optimal, dengan kriteria kebutuhan metabolik, menghambat
kebutuhan O2. hasil: energi untuk penyembuhan.
Pembatasan aktivitas ditentukan
1. Anak melakukan
dengan respons individual pasien
aktivitas yang tepat.
terhadap aktivitas dan perbaikan
2. Anak tampak segar.
3. Evaluasi respons pasien terhadap kegagalan pernapasan.
aktivitas. Catat laporan dispnea, 3. Menetapkan kemampuan atau
peningkatan kelemahan/kelelahan kebutuhan pasien dan
dan perubahan tanda vital selama memudahkan pilihan intervensi.
dan setelah aktivitas.
4. Bantu aktivitas perawatan diri yang
4. Meminimalkan kelelahan dan
diperlukan. Berikan kemajuan
membantu keseimbangan suplai
peningkatan aktivitas selama fase
dan kebutuhan oksigen.
penyembuhan.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Asma merupakan penyakit obstruksi saluran napas yang riversibel yang terjadi
akibat penyempitan pada saluran napas akibat respon hiperaktif terhadap bahan iritasi dan
stimulus lain. Karena hal itu bronkus mengakami spasme dan antibody tubuh muncul
dengan adanya alergi.
Respon asma terjadi dalam 3 tahap; pertama akan ditandai dengan bronkospasme
(1-2 jam), kemudian bronkus akan berkontraksi kembali dalam 4-6 jam dan terus
menerus dan tahap akhir tahap late yang ditandai dengan peradangan dan hiperresponsif
jalan nafas beberapa minggu atau bulan.
B. Saran
Setelah membaca makalah ini, diharapkan individu, keluarga, dan masyarakat dapat
mengetahui tanda dan gejala anak saat terkena serangan asma secara cepat dan dapat
memutuskan tindakan yang dapat dilakukan untuk upaya menyelamatkan anak tersebut.

17
DAFTAR PUSTAKA

Harwina Widya Astuti, Angga Saeful Rahmat . (2010). Asuhan Keperawatan Anak dengan
Gangguan Sistem Pernafasan . Jakarta : Trans Info Media.
Kyle, T. (2017). Buku Ajar Keperawatan Pediatri Edisi 2 Vol 3. Jakarta: EGC.
Yuliani, S. &. (2012). Asuhan Keperawatan Anak Edisi 2. Jakarta: CV Sugeng Seto.

18

Anda mungkin juga menyukai