Anda di halaman 1dari 5

Tugas 1

IPEM4437

1. Peran partai politik dalam sistem demokrasi di Indonesia! Kaitkan jawaban Anda
dengan peran partai politik di tempat anda tinggal!
2. Terkaitan partai politik dengan konsep dan pengembangan civil society serta
kelompok kepentingan! Berikan contoh dengan kasus di Indonesia!
3. Kaitkan jawaban anda dengan peran partai politik dalam menggagas perubahan sosial-
politik yang terjadi saat ini!

Jawab

1. Fungsi partai politik terhadap rakyat antara lain adalah memperjuangkan kepentingan,
aspirasi, dan nilai-nilai pada masyarakat serta memberikan perlindungan dan rasa
aman. Kebanyakan partai politik pada saat ini belum sepenuhnya memberikan
pendidikan politik dan melakukan pengkaderan serta rekrutmen politik yang efektif
untuk menghasilkan keder-kader pemimpin yang memiliki kemampuan di bidang
politik. Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu menjamin masyarakat mempunyai
kesempatan yang sama dalam merumuskan kebijakan daerah sesuai Sistem
Demokrasi di Negara Republik Indonesia yang menganut Sistem Perwakilan dengan
pelaksanaannya melalui Partai Politik Mengingat pembentukan Partai Politik
merupakan perwujudan kedaulatan rakyat sebagai asset Negara dan daerah, maka
dalam rangka mendukung terwujudnya kehidupan demokrasi di Indonesia pada
umumnya dan didaerah pada khususnya, Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu
memandang perlu memberikan bantuan keuangan kepada Partai Politik tingkat
Kabupaten Tanah Bumbu yang mendapatkan kursi di Lembaga Perwakilan Rakyat
hasil Pemilihan Umum.

2. Konsep civil society memiliki pengertian yang beragam sesuai dengan sudut pandang
masing-masing tokoh yang memberikan penekanan berbeda satu sama lain. Sebagian
ada yang menggunakan pendekatan Hegelian, Gramscian dan sebagianya lagi
menggunakan pemahaman Tocquevellian.1 Bagi penganut faham Hegelian lebih
menekankan pada pentingnya pemberdayaan kelas menengah dalam suatu ekonomi
menuju pembangunan yang kuat. Model Gramsci dan Tocqueville lebih banyak
menjadi inspirasi gerakan pro-demokrasi di Eropa Timur dan Eropa Tengah pada
akhir tahun 1980-an daripada konsep Hegel yang dianggap terlalu pesimis dalam
memaknai civil society. Pengalaman dari negara-negara tersebut membuktikan bahwa
dominasi negara atas masyarakat justru akan melumpuhkan kehidupan sosialnya
(Karni, 1999:29). Gerakan membangun civil society menjadi perjuangan untuk
membangun harga diri mereka sebagai warga negara. Gagasan civil society menjadi
landasan ideologis untuk membebaskan diri dari cengkeraman negara yang secara
sistemik melemahkan daya kreasi dan kemandirian mereka. (Karni, 1999:29). Upaya
penguatan civil society ini kemudian dilakukan di negara-negara Eropa Timur,
Amerika Latin, dan negara-negara berkembang lain agar masyarakat dapat bebas
mandiri dari intervensi negara yang berlebihan, serta dapat ikut serta dalam
melakukan kontrol terhadap negara yang pada umumnya otoriter, sementara
masyarakat politik (polotical society) tidak berdaya menjalankan fungsinya secara
efektif. Dalam kondisi yang demikian muncul sebuah dilema yaitu antara keterlibatan
negara dalam mengatur urusan masyarakat dengan keinginan agar masyarakat mandiri
dalam mengatur urusannya sendiri. Perkembangan saat ini, civil society dipahami
sebagai identik dengan masyarakat modern, atau masyarakat yang berkembang di
Barat, bukan di Timur atau negara-negara yang sedang berkembang, dan konsep civil
society ini tidak beranjak jauh dari konsep demokrasi. Demokrasi bergerak dari
transisi ke konsolidasi. Diskursus demokrasi, biasanya orang berbicara tentang
interaksi antara negara dan civil society. Asumsi dasarnya adalah, jika civil society vis
a vis negara relatif kuat, maka demokrasi akan berlangsung. Sebaliknya, jika negara
kuat dan civil society lemah, maka demokrasi tidak berjalan. Dengan demikian,
demokratisasi dipahami sebagai proses perberdayaan civil society (Rahardjo,
Paramadina, Vol 1 No.2, 1999:13).
3.  Dalam menyelenggarakan pemerintahan tidak ada satupun Negara yang tidak
menggunakan Partai Politik yang didukung dengan sistim politik suatu Negara, yang
tidak akan dapat dilepaskan dari system dan bentuk pemerintahan yang dianut oleh
Negara, karena untuk menentukan bentuk dan susunan pemerintahan dalam suatu
Negara yang merupakan cerminan suatu Negara adalah sistim politik suatu Negara
yang bersumber dari partai politik yang ada. Romantika kehidupan partai politik sejak
kemerdekaan, ditandai dengan bermunculannya banyak partai (multi partai). Secara
teoritikal, makin banyak partai politik memberikan kemungkinan yang lebih luas bagi
rakyat untuk menyalurkan aspirasinya dan meraih peluang untuk memperjuangkan
hak-haknya serta menyumbangkan kewajibannya sebagai warga negara. Banyaknya
alternatif pilihan dan meluasnya ruang gerak partisipasi rakyat memberikan indikasi
yang kuat bahwa sistem pemerintahan di tangan rakyat sangat mungkin untuk
diwujudkan.
1. Peran Sebagai Wadah Penyalur Aspirasi Politik

Untuk melihat seberapa jauh peran partai politik sebagai wadah penyalur aspirasi
politik rakyat, sekali lagi harus dilihat dalam konteks prospektif sejarah
perkembangan bangsa Indonesia itu sendiri. Pada awal kemerdekaan, partai
politik belum berperan secara optimal sebagai wadah untuk menyalurkan aspirasi
politik rakyat. Hal ini terlihat dari timbulnya berbagai gejolak dan ketidak puasan
di sekelompok masyarakat yang merasa aspirasinya tidak terwadahi dalam bentuk
gerakan-gerakan separatis seperti proklamasi Negara Islam oleh Kartosuwiryo
tahun 1949, terbentuknya negara negara boneka yang bernuansa kedaerahan.
Negara-negara boneka ini sengaja diciptakan oleh Belanda untuk memecah belah
persatuan dan kesatuan. Namun kenapa hal itu terjadi dan ditangkap oleh sebagian
rakyat pada waktu itu? Jawabannya adalah bahwa aspirasi rakyat berbelok arah
mengikuti aspirasi penjajah, karena tersumbatnya saluran aspirasi yang
disebabkan kapasitas sistem politik belum cukup memadai untuk mewadahi
berbagai aspirasi yang berkembang. Di sini boleh dikatakan bahwa rendahnya
kapasitas sistem politik, lebih disebabkan oleh karena sistem politik masih berada
pada tahap awal perkembangannya.

2. Peran sebagai Sarana Sosialisasi Politik

Budaya politik merupakan produk dari proses pendidikan atau sosialisasi politik
dalam sebuah masyarakat. Dengan sosialisasi politik, individu dalam negara akan
menerima norma, sistem keyakinan, dan nilai-nilai dari generasi sebelumnya,
yang dilakukan melalui berbagai tahap, dan dilakukan oleh bermacam-macam
agens, seperti keluarga, saudara, teman bermain, sekolah (mulai dari taman kanak-
kanak sampai perguruan tinggi), lingkungan pekerjaan, dan tentu saja media
massa, seperti radio, TV, surat kabar, majalah, dan juga internet. Proses sosialisasi
atau pendidikan politik Indonesia tidak memberikan ruang yang cukup untuk
memunculkan masyarakat madani (civil society). Yaitu suatu masyarakat yang
mandiri, yang mampu mengisi ruang publik sehingga mampu membatasi
kekuasaan negara yang berlebihan. Masyarakat madani merupakan gambaran
tingkat partisipasi politik pada takaran yang maksimal. Dalam kaitan ini,
sedikitnya ada tiga alasan utama mengapa pendidikan politik dan sosialisasi
politik di Indonesia tidak memberi peluang yang cukup untuk meningkatkan
partisipasi politik masyarakat.

3.Peran sebagai Sarana Rekrutmen Politik

Peran partai politik sebagai sarana rekruitmen politik dalam rangka meningkatkan
partisipasi politik masyarakat, adalah bagaimana partai politik memiliki andil
yang cukup besar dalam hal: (1) Menyiapkan kader-kader pimpinan politik; (2)
Selanjutnya melakukan seleksi terhadap kader-kader yang dipersiapkan; serta (3)
Perjuangan untuk penempatan kader yang berkualitas, berdedikasi, memiliki
kredibilitas yang tinggi, serta mendapat dukungan dari masyarakat pada jabatan
jabatan politik yang bersifat strategis. Makin besar andil partai politik dalam
memperjuangkan dan berhasil memanfaatkan posisi tawarnya untuk
memenangkan perjuangan dalam ketiga hal tersebut; merupakan indikasi bahwa
peran partai politik sebagai sarana rekrutmen politik berjalan secara efektif.

4.Peran sebagai Sarana Pengatur Konflik

Dalam makalah ini yang dimaksud dengan konflik atau pertentangan mengandung
suatu pengertian tingkah laku yang lebih luas dari apa yang biasanya dibayangkan
oleh kebanyakan orang. Secara umum kita sering beranggapan bahwa konflik
mengandung benih dan didasarkan pada pertentangan yang bersifat kasar dan
keras. Namun sesungguhnya, dasar dari konflik adalah berbeda-beda, yang secara
sederhana dapat dikenali tiga elemen dasar yang merupakan ciri-ciri dari situasi
konflik yaitu: (1) Terdapatnya dua atau lebih unit-unit atau bagian-bagian yang
terlibat dalam suatu konflik; (2) Unit-unit tersebut, mempunyai perbedaan-
perbedaan yang tajam dalam kebutuhan-kebutuhan, tujuan-tujuan, masalah-
masalah, nilai-nilai, sikap-sikap, maupun gagasan-gagasan; dan (3) Terjadi atau
terdapat interaksi antara unit-unit atau bagian-bagian yang terlibat dalam sebuah
konflik.
Referensi :

http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=507:peran-partai-politik-dalam-penyelenggaraan-
pemilu-yang-aspiratif-dan-demokratis&catid=100&Itemid=180

http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/files/ld/2007/tanahbumbu6-2007.pdf

https://www.scribd.com/document/510408024/Civil-Society-Dan-Integrasi-Dalam-Konteks-
Demokrasi

Anda mungkin juga menyukai