Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PAJAK PENGHASILAN

1.1. Pendahuluan
Pajak penghasilan dipungut berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh), yang berlaku sejak 1 Januari 1984. Undang-
Undang ini telah mengalami 4 (empat) kali perubahan dan terakhir kali diubah
dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Undang-Undang Pajak
Penghasilan mengatur pengenaan pajak penghasilan terhadap subjek pajak
berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.
Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh
penghasilan. Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam
Undang-undang PPh disebut Wajib Pajak. Wajib pajak dikenai pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat
pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban
pajak Subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.
1.2. Subjek dan Objek Pajak Penghasilan
a. Subjek Pajak Penghasilan
Subjek pajak penghasilan, adalah
1. orang pribadi;
2. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak;
3. Badan, terdiri dari perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya,
badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan
dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau
organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak
investasi kolektif; dan
4. Badan Usaha Tetap (BUT).
Subjek pajak dapat dibedakan menjadi sebagai berikut
a. Subjek pajak dalam negeri, terdiri dari:
1) Subjek pajak orang pribadi, yaitu:
a) Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia
lebih dari 183 hari (tidak harus berturut- turut) dalam jangka waktu
`1
12 bulan
b) Orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia
dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia
2) Subjek pajak badan, yaitu:
Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia,
kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria
sebagai berikut.
b) pembentukannya berdasarkan ketentuan perundang- undangan;
c) pembiayaanya bersumber dari APBN/APBD;
d) penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat atau
pemerintah daerah;
pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara
3) Subjek pajak warisan, yaitu
Warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, menggantikan
yang berhak
b. Subjek pajak luar negeri, terdiri dari:
1) Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan,
dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia
yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui badan usaha
tetap di Indonesia.
Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12
bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari
indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
badan usaja tetap di Indonesia
Perbedaan wajib pajak dalam negeri dan wajib pajak luar negeri dapat
dilihat pada Tabel berikut ini :

`2
Wajib Pajak Dalam Negeri Wajib Pajak Luar negeri
Dikenakan pajak atas penghasilan baik Dikenakan pajak hanya atas penghasilan
diterima atau diperoleh dari Indonesia yang berasal dari sumber penghasilan di
dan dari luar indonesia Indonesia
Dikenakan pajak berdasarkan Dikenakan pajak berdasarkan
penghasilan netto penghasilan bruto
Tarif pajak yang digunakan adalah
Tarif pajak yang digunakan adalah tarif
tarif sepadan (tarif UU
umum (tarif UU PPh pasal 17)
PPh pasal 26)
Wajib menyampaikan SPT Tidak wajib menyampaikan SPT
Selain subjek pajak yang telah diuraikan di atas, terdapat beberapa
orang pribadi maupun badan yang dikecualikan/tidak termasuk ke dalam
subjek pajak penghasilan, antara lain sebagai berikut.
1. Kantor perwakilan negara asing.
2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat
lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada
mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka
dengan syarat:
a. Bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau
memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya;
b. Negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik
3. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat :
a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut;
b.tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada
pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota
4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat:
a. bukan warga negara Indonesia;
b. tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan di Indonesia

b. Objek Pajak Penghasilan


Berdasarkan Pasal 4 ayat (1), Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan, yang menjadi objek pajak penghasilan adalah “setiap

`3
tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik
yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apapun
Pengertian objek pajak penghasilan di atas, menunjukkan bahwa Undang-
Undang tentang Pajak Penghasilan tersebut menganut prinsip pemungutan pajak
atas penghasilan dalam arti luas, yaitu pajak dikenakan atas setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak, dari
manapun asal atau sumbernya, selama penghasilan tersebut dapat dipergunakan
untuk konsumsi atau dapat menambah nilai kekayaan merupakan objek
pemungutan pajak penghasilan
Penghasilan tersebut dapat dikelompokkan menjadi:
1. Penghasilan dari pekerjaan dan pekerjaan bebas (gaji, honorarium, dan
penghasilan yang diterima oleh tenaga ahli);
2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan;
3. Penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak,
bunga, deviden, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yang
tidak dipergunakan untuk usaha; dan
4. Penghasilan lain, yaitu penghasilan yang tidak diklasifikasikan ke dalam salah
satu dari tiga kelompok penghasilan di atas:
a. keuntungan karena pembebasan utang;
b. keuntungan karena selisih kurs mata uang asing;
c. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
d. hadiah undian

`4
BAB II
PAJAK PNGHASILAN PASAL 21

2.1. Pengertian PPh Pasal 21


PPh 21 adalah pajak pemotongan yang dikenakan atas penghasilan yang
diterima oleh seorang Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) dalam negeri atas
pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukannya. PPh 21 dipotong dari penghasilan
yang diterima oleh seseorang, sementara di sisi lain, PPh 23 dipotong dari
penghasilan yang diterima oleh suatu Badan. Umumnya PPh 21 ini berkaitan dengan
pajak yang digunakan pada sistem penggajian suatu perusahaan. Namun,
sebenarnya PPh 21 juga digunakan secara luas untuk berbagai kegiatan lainnya.
Perlakuan atas PPh 21 sangat bervariasi tergantung pada jenis penghasilannya.
Ada berbagai kategori jenis penghasilan yang dikenakan PPh 21, seperti:
1. Penghasilan bagi Pegawai Tetap
2. Penghasilan bagi Pegawai Tidak Tetap
3. Penghasilan bagi Bukan Pegawai
4. Penghasilan yang dikenakan PPh 21 Final
5. Penghasilan Lainnya

2.2. Undang-Undang PPh 21


Sebelum mengetahui tentang subjek pajak dan objek pajak, ketahui ketentuan
hukum yang berlaku untuk PPh 21 dengan mengacu pada aturan-aturan yang terkait
sebagai berikut:
1. Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 sampai Undang-Undang Nomor 36 tahun
2008 tentang Pajak Penghasilan.
2. Peraturan Menteri Keuangan No. 252/PMK.03/2008 tentang petunjuk pelaksanaan
pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan
kegiatan Orang Pribadi.
3. Peraturan Dirjen Pajak No. PER-16/PJ/2016 tentang pedoman teknis tata cara
pemotongan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau
Pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan
Orang Pribadi.

`5
4. Peraturan Menteri Keuangan No. 102/PMK.010/2016 tentang penetapan bagian
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan dari pegawai harian dan mingguan
serta pegawai tidak tetap lainnya yang tidak dikenakan pemotongan menimbang
Pajak Penghasilan.
5. Peraturan Pemerintah No. 68/2009 tentang tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas
penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua,
dan jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus.
6. Peraturan Menteri Keuangan No. 16/PMK.03/2010 tentang tata cara pemotongan
Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa uang pesangon, uang
manfaat pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang dibayarkan
sekaligus.
2.3. Pajak Penghasilan Pasal 21
1. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21
Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan dengan nama dan bentuk apapun yang
diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.

a.Pekerjaan atau jabatan


PajakPenghasilan
B.Jasa dan Kegiatan
Yang Dilakukan Subjek Pajak Orang Pribadi

Atas Penghasilan Berupa:


Gaji, Upah, Honorarium, Tunjangan, dan Pembayaran Lain dengan Nama/Bentuk Apapun

Subjek Pajak Dalam Negeri Subjek Pajak Luar Negeri

PPh Pasal 21 PPh Pasal 26

`6
2. Penghasilan Tidak Kena Pajak
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan pengurang penghasilan
neto, yang hanya diberikan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) sebagai
(WPDN). Sesuai dengan Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan, Menteri Keuangan diberikan wewenang untuk menetapkan
penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) setelah
dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Konsultasi Menteri Keuangan
dengan Dewan Perwakilan Rakyat telah dilaksanakan pada tanggal 30 Mei 2012
dan 15 Oktober 2012 yang menyepakati penyesuaian besarnya
No Jenis PTKP Setahun Sebulan
1 Untuk Wajib Pajak Sendiri 24.300.000 2.025.000
2 Tambahan Untuk Wajib Pajak Kawin 2.025.000 168.750
3 Tambahan untuk istri yang enghasilannya 24.300.000 2.025.000
digabung dengan suami
4 Tambahan untuk setiap anggota keluarga 2.025.000 168.000
sedarah, semenda dalam garis keturunan lurus
(vertikal), serta anak angkat yang menjadi
tanggungan sepenuhnya, maksimal 3 (tiga) orang
WP = 24.300.000
K/0 = 26.325.000
K/1 = 28.350.000
K/2 = 30.375.000
K/3 = 32.400.000

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)


No Jenis PTKP Setahun Sebulan
1 Untuk Wajib Pajak Sendiri 36.000.000 3.000.000
2 Tambahan Untuk Wajib Pajak Kawin 3.000.000 250.000
3 Tambahan untuk istri yang enghasilannya 36.000.000 3.000.000
digabung dengan suami
4 Tambahan untuk setiap anggota keluarga 3.000.000 250.000
sedarah, semenda dalam garis keturunan lurus
(vertikal), serta anak angkat yang menjadi
tanggungan sepenuhnya, maksimal 3 (tiga) orang
WP = 36.000.000
K/0 = 39.000.000
K/1 = 42.000.000
K/2 = 45.000.000
K/3 = 48.000.000

`7
Berdasarkan PMK 101/PMK.010/2016 PTKP dalam satu tahun pajak untuk
tahun 2016 sebagai berikut.
a. Rp.54.000.000,00 untuk diri wajib pajak orang pribadi.
b. Rp.4.500.000,00 tambahan untuk wajib pajak yang kawin.
c. Rp.54.000.000,00 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya
digabung dengan penghasilan suami, dengan syarat:
1) penghasilan istri tidak semata-mata diterima atau diperoleh dari satu pemberi
kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan dalam Undang-
Undang PPh Pasal 21; dan
2) pekerjaan istri tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas
suami atau anggota keluarga lainnya.
d. Rp4.500.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan
keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat serta anak
angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya (maksimal 3 orang).
No Jenis PTKP Setahun Sebulan
1 Untuk Wajib Pajak Sendiri 54.000.000 4.500.000
2 Tambahan Untuk Wajib Pajak Kawin 4.500.000 375.000
3 Tambahan untuk istri yang enghasilannya 54.000.000 4.500.000
digabung dengan suami
4 Tambahan untuk setiap anggota keluarga 4.500.000 375.000
sedarah, semenda dalam garis keturunan lurus
(vertikal), serta anak angkat yang menjadi
tanggungan sepenuhnya, maksimal 3 (tiga) orang
WP = 54.000.000
K/0 = 58.500.000
K/1 = 63.000.000
K/2 = 67.500.000
K/3 = 72.000.000

Besarnya PTKP bagi wanita berlaku ketentuan sebagaimana Tabel berikut

Status Diri sendiri Tambahan Keterangan

Kawin PTKP untuk - -


dirinya sendiri
PTKP untuk PTKP untuk keluarga sedarah Menunjukkan
dirinya sendiri dan keluarga semenda dalam keterangan tertulis
garis keturunan lurus serta anak dari pemerintah
Tidak Kawin angkat, yang menjadi daerah serendah-
tanggungan sepenuhnya paling rendahnya camat
banyak 3 (tiga) orang
Yang dimaksud dengan anggota keluarga yang menjadi tanggungan
sepenuhnya adalah anggota keluarga yang tidak mempunyai penghasilan dan
`8
seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh Wajib Pajak. Menurut Kitab Undang-
undang Hukum Perdata pengertian keluarga sedarah adalah pertalian
kekeluargaan antara orang-orang dimana yang seorang adalah keturunan dari
yang lain, atau antara orang-orang yang mempunyai bapak asal yang sama.
Hubungan kekeluargaan sedarah dihitung dengan jumlah kelahiran. Setiap
kelahiran disebut derajat. Urutan derajat yang satu dengan derajat yang lain
disebut garis. Garis lurus adalah urutan derajat antara orang-orang dimana yang
satu merupakan keturunan dari yang lain. Dalam Garis lurus, dibedakan garis
lurus kebawah dan garis lurus keatas. Garis lurus kebawah merupakan
hubungan antara bapak-asal dan keturunannya; sedangkan garis lurus keatas
adalah hubungan antara seseorang dan mereka yang menurunkannya
Sedangkan kekeluargaan semenda adalah suatu pertalian kekeluargaan
karena perkawinan, yaitu pertalian antara salah seorang dari suami-istri dan
kelurga sedarah dari pihak lain. Derajat kekeluargaan semenda dihitung dengan
cara yang sama seperti cara menghitung derajat kekeluargaan sedarah.
Pengitungan PTKP ditentukan menurut keadaan awal tahun pajak atau awal
bagian tahun pajak
Contoh cara menghitung PTKP
a. Khoirul Amri status sudah menikah dan mempunyai seorang anak
(K/1). Maka perhitungan PTKP dari Khoirul Amri adalah
 PTKP satu tahun
 Untuk wajib pajak sendiri Rp 54.000.000
 Tambahan wajib pajak kawin Rp 4.500.000
 Tambahan satu anak Rp 4.500.000
Jumlah Rp 63.000.000
b. Bambang Pradana status sudah menikah dan mempunyai 3 anak (K/3). Maka
perhitungan PTKP dari Bambang Pradana adalah
 PTKP satu tahun
 Untuk wajib pajak sendiri Rp 54.000.000
 Tambahan wajib pajak kawin Rp 4.500.000
 Tambahan tiga anak Rp 13.500.000
 Jumlah Rp 72.000.000

`9
2.3. Tarif Pajak
Berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan, tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib
Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut.
Tarif Pajak Penghasilan Orang Pribadi Dalam Negeri

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tari


f
Sampai dengan Rp50.000.000,00 5%
Di atas Rp50.000.000,00 sampai dengan 15%
Rp250.000.000,00
Di atas Rp250.000.000,00 sampai dengan 25%
Rp500.000.000,00
Di atas Rp500.000.000,00 30%

Tarif tertinggi bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dapat diturunkan
menjadi paling rendah 25% yang diatur dalam Peraturan Pemerintah. Apabila
penerima penghasilan tidak memiliki NPWP, bendahara melakukan pemotongan
PPh pasal 21 dengan tarif 20% (dua puluh persen) lebih tinggi dari tarif PPh 21
untuk pegawai yang memiliki NPWP
Contoh pengenaan tarif pajak
a. Dr. Irawan Yoga, SH, MH, mempunyai penghasilan kena pajak sebesar
Rp750.000.000,00 maka perhitungan pajak penghasilannya adalah

Lapisan Penghasilan Tarif Besaran PPh


Rp 50.000.000 X 5% = Rp 2.500.000
Rp 200.000.000 X 15% = Rp 30.000.000
Rp 250.000.000 X 25% = Rp 62.500.000
Rp 250.000.000 X 30% = Rp 75.000.000
Total PPh = Rp 170.000.000

`10
Berdasarkan perhitungan di atas pajak terutang Dr. Irawan yoga, SH, MH
adalah Rp170.000.000,00.
b. Intan Pratiwi, SE mempunyai penghasilan kena pajak sebesar Rp30.451.000,00.
Intan Pratiwi, SE tidak mempunyai NPWP maka perhitungan pajak
penghasilannya adalah
 Rp30.451.000,00 x 5% x 120% = Rp1.827.060,00
 Berdasarkan perhitungan diatas pajak terutang Intan Pratiwi, SE sebesar
Rp1.827.060,00
2.5.Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Pejabat Negara, PNS,Anggota TNI dan
POLRI, serta Pensiunannya

1. Sumber Penghasilan
Sumber penghasilan yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 adalah
sumber penghasilan yang diperoleh dari penghasilan yang berkaitan dengan
pekerjaan, jasa atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang mana penghasilan tersebut
dibayarkan secara tetap dan teratur setiap bulan dan penghasilan lain yang berupa
honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun yang menjadi beban
APBN/APBD. Penghasilan tetap dan teratur adalah penghasilan yang dibayarkan
setiap bulannya yang dibebankan pada APBN/APBD, penghasilan tetap tersebut,
antara lain:
1) gaji dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan teratur setiap bulan; atau
imbalan tetap lain yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang
undangan yang berlaku,yang diterima oleh Pejabat Negara,PNS,TNI,POLRI
dan pensiunannya. Penghasilan tersebut tidak termasuk biaya perjalanan
dinas
2) Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pejabat Negara, PNS, TNI, dan
POLRI dan Pensiunannya yang Bersifat Tetap dan Teratur. Tata cara
perhitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan tetap dan teratur, disajikan dalam
tahapan seperti Gambar

`11
Penghasilan Bruto
Dikurangi
Pajak Orang Pribadi
-Gaji Kehirmatan Biaya Jabatan, 5% dari Penghasilan Bruto Maksimal
-Gaji Rp 6.000.000,-/ Thn atau Rp 500.000,-/Bln
-Tunjangan Terkait LainnyaIuran yang Terikat dengan Penghasilan Tetap (Iuran Pensiun, Iuran Tht)

Penghasilan Neto Dalam Negeri

Penghasilan Neto x12

Dikurangi PTKP Penghasilan Kena pajak

Pajak Terhutang ditanggung oleh perusahaan


Tarif Psl 17 UU PPh

PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan yang dibayarkan secara tetap dan
teratur kepada PNS,Pejabat Negara,TNI, POLRI dan pensiunannya berdasarkan PP 80
tahun 2010 ditanggung pemerintah. Apabila PNS, TNI, POLRI dan pensiunannya
diangkat sebagai pimpinan dan/atau anggota pada lembaga yang tidak termasuk dalam
kriteria Pejabat Negara maka atas penghasilan yang menjadi beban APBN/APBD. Terkait
dengan kedudukannya sebagai pimpinan dan/atau anggota pada lembaga tersebut, tetap
dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 sesuai dengan ketentuan Pajak penghasilan yang
berlaku dan PPh Pasal 21 yang terutang tidak ditanggung pemerintah

Perhitungan Pemotongan PPh Pasal 21 terhdap penghasilan pegawai tetap


1. Dengan Gaji Bulanan
Bento adalah seorang pegawai di perusahaan PT. Asek, berstatus menikah dan
belum memiliki anak. Ia memperoleh gaji sebulan Rp.3.000.000, tunjangan transport
Rp.500.000, dan tunjangan makan Rp.750.000. PT. Asek mengikuti program
jamsostek dimana premi jaminan kecelakaan kerja dan premi jaminan kematian
dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,5% dan 0,4% dari gajidan
juga setiap bulannya menanggung iuran pensiun untuk Bento sebesar Rp.100.000,
serta iuran jaminan hari tua sebesar 3,7% dari gaji. Setiap bulan Bento membayar
iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2% dari gajinya dan iuran pensiun sebesar

`12
Rp.50.000. Berapakah besarnya PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan Bento
di tahun 2013 tiap bulannya?
Penghasilan gaji sebulan Rp 3.000.000
Tunjangan makan Rp 750.000
Tunjangan transport Rp 500.000
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja Rp 15.000
Premi Jaminan Kematian Rp 12.000 +
Total Penghasilan Bruto Rp 4.277.000
Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 4.277.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 213.850
Iuran JHT Rp 60.000
Iuran Pensiun Rp 50.000 +
Jumlah pengurang Rp 323.850 -
Penghasilan neto sebulan Rp 3.953.150
Penghasilan neto setahun Rp 47.437.800
PTKP (K/0)
 Wajib Pajak = Rp 24.300.000
 Status Kawin = Rp 2.025.000
 Tanggungan K / 0 = 0+
Rp 26.325.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 21.112.800

PPh Pasal 21 setahun : 5 % x Rp 21.112.800 = Rp 1.055.640


PPh Pasal 21 sebulan : Rp 1.055.640 / 12 = Rp 87.970

Catatan :
Contoh di atas jika wajib pajak memiliki NPWP, akan tetapi jika WP tidak memiliki
NPWP maka jumlah PPp pasal 21 yang harus di potong adalah sebesar 120% x
Rp. 87.750

2. Perhitungan PPh Pasal 21 atas pegawai yang memperoleh Gaji dan Bonus
Bapak Rayhan (K/3)memperoleh gaji sebulan sebesar Rp5.000.000 dan mendapat
tunjangan jabatan serta tunjangan keluarga masing-masing Rp500.000. Premi
asuransi kecelakaan kerja dan premi asuransi kematian dibayarkan oleh pemberi
kerja masing- masing Rp350.000 dan Rp250.000. Setiap bulan Bapak Rayhan
harus membayar iuran THT dan iuran pensiun masing-masing sebesar Rp30.000
dan Rp50.000. Pada bulan Juli ia mendapat bonus sebesar Rp10.000.000. Berapa
besarnya pajak yang terutang atas gaji dan bonus yang diterima Bapak Rayhan?
(Diasumsikan Bapak Rayhan adalah seorang pegawai tetap)

`13
a. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus
Tunjangan Jabatan Rp 500.000
Tunjangan Keluarga Rp 500.000
Premi asuransi Kecelakaan Kerja Rp 350.000
Premi Asuransi Kematian Rp 250.000 +
Penghasilan Bruto Sebulan Rp 6.600.000
Penghasilan Bruto Setahun Rp 79.200.000
Bonus Rp 10.000.000 +
Penghasilan Bruto Gaji dan Bonus Rp 89.200.000
Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 89.200.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 4.460.000
Iuran THT (12 x 25.000) Rp 360.000
Iuran Pensiun (12 x 50.000) Rp 600.000 +
Jumlah pengurang Rp 5.420.000 -
Penghasilan neto Rp 83.780.000
setahun PTKP (K/3)
 Wajib Pajak = Rp 24.300.000
 Status Kawin = Rp 2.025.000
 Tanggungan 3 = Rp 6.075.000 +
Rp 32.400.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 51.380.000

PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji dan Bonus :


5 % x 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% x 1.380.000 = Rp 207.000 +
= Rp 2.707.000

b. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Gaji :

Penghasilan gaji sebulan Rp 5.000.000


Tunjangan Jabatan Rp 500.000
Tunjangan Keluarga Rp 500.000
Premi asuransi Kecelakaan Kerja Rp 350.000
Premi Asuransi Kematian Rp 250.000 +
Penghasilan Bruto Sebulan Rp 6.600.000
Penghasilan Bruto Setahun Rp 79.200.000

Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 79.200.000) Rp 3.960.000
Iuran THT (12 x 30.000) Rp 360.000
Iuran Pensiun (12 x 50.000) Rp 600.000 +
Jumlah pengurang Rp 4.920.000 -
Penghasilan neto setahun Rp 74.280.000
PTKP (K/3) Rp 32.400.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 41.880.000

PPh Pasal 21 yang terutang atas Gaji:


5 % x 41.880.000 = Rp 2.094.000

`14
c. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Bonus :
PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus = Rp 2.707.000
PPh Pasal 21 atas Gaji = Rp 2.094.000 -
PPh Pasal 21 atas Bonus = Rp 613.000

3. Perhitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap yang mulai / berhenti pada
pertengahan tahun

Tn. Prabowo (K/2) bekerja pada PT Takmaurugi pada bulan April 2013. PT Takmaurugi setiap
bulannya membayar gaji untuk Tn. Prabowo sebesar Rp4.000.000, tunjangan transport dan tunjangan
makan masing-masing Rp350.000 dan Rp1.750.000. Premi asuransi kecelakaan kerja dan premi
asuransi kematian dibayar oleh pemberi kerja masing-masing sebesar Rp55.000 dan Rp35.000. Setiap
bulan Tn. Prabowo membayar iuran THT sebesar Rp200.000 dan iuran pensiun sebesar Rp225.000.
Berapakah besarnya PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan Tn. Prabowo setiap bulannya?

Perhitungan PPh Pasal 21 yang Terhutang:


Penghasilan gaji sebulan Rp 4.000.000
Tunjangan makan Rp 1.750.000
Tunjangan transport Rp 350.000
Premi asuransi kecelakaan kerja Rp 55.000
Premi asuransi kematian Rp 35.000 +
Total Penghasilan Bruto Rp 6.190.000
Pengurang :
Biaya jabatan (5% x Rp 6.190.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 309.500
Iuran THT Rp 200.000
Iuran pensiun Rp 225.000 +
Jumlah pengurang Rp 734.500 -
Penghasilan neto sebulan Rp 5.455.500
Penghasilan neto setahun 9 x Rp 5.455.500 Rp 49.099.500
PTKP (K/2)
 Wajib Pajak = Rp 24.300.000
 Status Kawin = Rp 2.025.000
 Tanggungan 2 = Rp 4.050.000 +
Rp 30.375.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 18.724.500

PPh Pasal 21 selama 9 bulan : 5 % x Rp 18.724.500 = Rp 936.225


PPh Pasal 21 sebulan : Rp 936.225 / 9 = Rp 104.025

`15
4. Perhitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai yang menerima gaji bulanan bagi orang
asing yang menjadi WPDN yang mulai / berhenti bekerja pada pertengahan tahun

Tuan William (K/0) adalah warga negara Belanda yang mulai bekerja di
Indonesia tanggal 2 Juni 2013 pada PT Kicir Angin dan mendapat gaji sebulan
sebesar Rp3.000.000, tunjangan jabatan Rp400.000, dan tunjangan keluarga
Rp200.000. Perusahaan menanggung premi asuransi kecelakaan kerja dan premi
kematian masing- masing sebesar Rp75.000 dan Rp50.000, sementara itu setiap
bulan Tuan William membayar iuran THT sebesar Rp 5% dari gaji pokoknya dan iuran
pensiun sebesar Rp100.000. Berapakah PPh Pasal 21 yang terutang atas
penghasilan Tuan William di tahun 2013?

Perhitungan PPh Pasal 21 yang Terhutang:


Penghasilan gaji sebulan Rp 3.000.000
Tunjangan Jabatan Rp 400.000
Tunjangan Keluarga Rp 200.000
Premi asuransi Kecelakaan Kerja Rp 75.000
Premi Asuransi Kematian Total Rp 50.000 +
Penghasilan Bruto Pengurang : Rp 3.725.000
Biaya Jabatan (5% x Rp 3.725.000)
Rp 186.250
Iuran THT Iuran Pensiun Rp 150.000 Rp
Jumlah pengurang 100.000 +
Rp 436.250 -
Penghasilan neto sebulan Rp 3.288.750
Penghasilan neto setahun 12 x Rp 3.288.750 Rp 39.465.000
PTKP (K/0)
 Wajib Pajak = Rp 24.300.000
 Status Kawin = Rp 2.025.000 +
Rp 26.325.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 13.140.000

PPh Pasal 21 selama setahun : 5 % x Rp 13.140.000 = Rp 657.000


PPh Pasal 21 sebulan : Rp 657.000 / 12 = Rp 54.750

`16
Catatan :
Ada beberapa perusahaan yang menanggung PPh Pasal 21 dari penghasilan
karyawannya dan ada yang memberikan tunjangan Pajak. Perbedaannya adalah :
 Bila perusahaan memberikan tunjangan pajak, maka tunjangan pajak tersebut
merupakan penghasilan karyawan yang bersangkutan dan harus ditambahkan
kedalam penghasilan brutonya sebelum dilakukan perhitungan PPh Pasal 21 atas
penghasilan karyawan tersebut.
 Bila perusahaan menanggung PPh Pasal 21 dari karyawannya maka PPh Pasal
21 yang ditanggung perusahaan tersebut bukan merupakan penghasilan dari
karyawan yang bersangkutan sehingga tidak ditambahkan kedalam penghasilan
bruto karyawan tersebut. Dengan syarat bahwa PPh Pasal 21 karyawan yang
ditanggung perusahaan itu juga tidak boleh dianggap sebagai biaya bagi
perusahaan

5. Perhitungan PPh Pasal 21 atas karyawan yang memperoleh gaji bulanan dan
tunjangan pajak
Tn. Salim masih bujangan dan tinggal bersama ayahnya yang seorang tunadaksa. Ia
bekerja pada PT Cemerlang dengan gaji sebesar Rp4.500.000 dan tunjangan pajak
sebesar Rp50.000 per bulan. Iuran pensiun yang dibayar Tn. Salim setiap bulannya
sebesar Rp75.000. Berapakah PPh Pasal 21 yang ditanggung Tn. Salim?

Perhitungan PPh Pasal 21 yang Terhutang:


Penghasilan gaji sebulan Rp 4.500.000
Tunjangan Pajak Rp 50.000 +
Total Penghasilan Bruto Rp 4.550.000
Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 4.550.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 227.500
Iuran Pensiun Rp 75.000 +
Rp 302.500 -
Penghasilan neto sebulan Rp 4.247.500
Penghasilan neto setahun 12 x Rp 4.247.500 Rp 50.970.000
PTKP (TK/1)
 Wajib Pajak Rp 24.300.000
 Tanggungan 1 Rp 2.025.000 +
Rp 26.325.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 24.645.000
PPh Pasal 21 selama setahun : 5 % x 24.645.000 = Rp 1.232.250
PPh Pasal 21 sebulan : Rp 1.232.250 / 12 = Rp 102.687,50

`17
Selisih pajak terutang dengan tunjangan pajak sebesar Rp 52.687,50 (Rp
102.687,50 – Rp 50.000) ditanggung oleh pegawai tersebut dengan
dipotongkan dari penghasilannya per bulan.

6. Perhitungan PPh Pasal 21 atas karyawan yang PPh Pasal 21-nya ditanggung pemberi
kerja
Bapak Dadang (K/2) bekerja pada PT Semoga Jaya dengan gaji per bulan sebesar
Rp5.000.000, tunjangan makan Rp200.000, dan pajak penghasilan ditanggung oleh
pemberi kerja. Iuran pensiun dan iuran THT yang dibayar Bapak Dadang per
bulannya masing-masing sebesar Rp100.000 dan Rp150.000. Berapa PPh Pasal
21 yang ditanggung Bapak Dadang?
Perhitungan PPh Pasal 21 yang Terhutang:
Penghasilan gaji sebulan Rp . 5.000.000
Tunjangan makan Rp 200.000 +
Total Penghasilan Bruto Rp 5.200.000
Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 5.200.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 260.000
Iuran Pensiun Rp 100.000
Iuran THT Rp 150.000 +
Jumlah pengurang Rp 510.000 -
Penghasilan neto sebulan Rp.4.690.000
Penghasilan neto setahun 12 x Rp 4.690.000 Rp 56.280.000
PTKP (K/2)
 Wajib Pajak = Rp 24.300.000
 Status Kawin = Rp 2.025.000
 Tanggungan 2 = Rp 4.050.000 +
Rp 30.375.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 25.905.000

PPh Pasal 21 selama setahun: 5 % x 25.905.000 = Rp 1.295.250,00


PPh Pasal 21 sebulan : Rp 1.295.250 / 12 = Rp 107.937,50
Ph Pasal 21 sebesar Rp 107.937,50 ini bukan merupakan penghasilan bagi pegawai (Bapak
Dudidam) sehingga tidak boleh mengurangi penghasilan dari pemberi kerja

`18
7. Perhitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan Gaji dan Pensiun dari Badan Dana
Pensiun
Tn. Niko (K/3) bekerja pada perusahaan tekstil di Jakarta dengan gaji sebulan sebesar
Rp3.000.000, tunjangan keluarga dan tunjangan jabatan masing-masing sebesar
Rp30.000 dan Rp100.000. Perusahaan membayarkan premi asuransi kematian dan
premi kecelakaan kerja yang masing-masing besarnya Rp20.000 dan Rp25.000, Tn.
Niko sendiri setiap bulannya membayar iuran THT dan iuran pensiun sebesar Rp
10.000 dan Rp15.000. Pada tanggal 1 September 2013 ia pensiun dan menerima
uang pensiun setiap bulannya sebesar Rp3.000.000. Berapakah PPh Pasal 21
terutang atas gaji dan pensiun yang diterimanya?

a. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Gaji 9 bulan (tahun 2013)


Penghasilan gaji sebulan Rp 5.000.000
Tunjangan Jabatan Rp 100.000
Tunjangan Keluarga Rp 30.000
Premi asuransi Kecelakaan Kerja Rp 25.000
Premi Asuransi Kematian Rp 20.000 +
Total Penghasilan Bruto Gaji Rp 5.175.000
Pengurang :
Biaya Jabatan (5% x Rp 5.175.000)
(maksimal diperkenankan) Rp 258.750
Iuran THT Rp 10.000
Iuran Pensiun Rp 15.000 +
Jumlah pengurang Rp 283.750 -
Penghasilan neto Gaji sebulan Rp 4.891.250
Penghasilan neto Gaji 9 Bulan 8 x Rp 4.891.250 Rp 39.130.000
PTKP (K/3)
 Wajib Pajak = Rp 24.300.000
 Status Kawin = Rp 2.025.000
 Tanggungan 3 = Rp 6.075.000 +
Rp 32.400.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 6.730.000

PPh Pasal 21 atas gaji 8 bulan:


5 % x Rp 6.730.000 = Rp 336.500

`19
b. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Gaji 8 bulan dan Pensiun 4 bulan:

Penghasilan Pensiun sebulan Rp 3.000.000


Pengurang :
Biaya Pensiun (5 % x Rp 2.500.000) Rp 150.000 –
Penghasilan neto pensiun sebulan Rp 2.850.000
Penghasilan neto pensiun 4 bulan Rp 11.400.000
Penghasilan neto Gaji 8 bulan Rp 39.130.000 +
Penghasilan neto Gaji dan Pensiun Rp 50.530.000
PTKP (K/1) Rp 32.400.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 18.130.000

PPh Pasal 21 atas Gaji dan Pensiun :


5 % x Rp 18.130.000 = Rp 906.500

c. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Pensiun


PPh Pasal 21 atas Gaji dan Pensiun = Rp 906.500
PPh Pasal 21 atas Gaji = Rp 336.500 –
PPh Pasal 21 atas Pensiun = Rp 570.000

d. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Pembayaran Uang Pensiuan Bulanan mulai


Januari 2014

Penghasilan Pensiun sebulan Rp 3.000.000


Pengurang :
Biaya Pensiun (5 % x Rp 2.500.000) Rp 150.000 -
Penghasilan neto pensiun sebulan Rp 2.850.000
Penghasilan neto pensiun setahun Rp 34.200.000
PTKP (K/1) Rp 32.400.000 -
Penghasilan Kena Pajak Rp 1.800.000

PPh Pasal 21 terutang selama setahun: 5 % x Rp 1.800.000 = Rp 90.000


PPh Pasal 21 terutang selama sebulan: Rp 90.000 / 12 = Rp 7.500

`20
8. Perhitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan yang dibayarkan kepada tenaga ahli
Kasus 1
Prof. Danang adalah seorang peneliti yang juga berprofesi sebagai pengacara.Pada
bulan Maret 2013 ia menerima fee Rp.50.000.000 dari kliennya sebagai imbalan
pemberian jasa yang telah dilakukan dan pada bulan September di tahun yang sama
menerima pelunasan fee sebesar Rp.150.000.000
Dasar
Dasar
Penghasilan Pemotongan PPh Pasal 21
Pemotongan PPh Pasal Tarif
Bulan Bruto Terutang
PPh Pasal 21 21Kumulatif Pasal
(Rupiah) (Rupiah)
(Rupiah) (Rupiah)
(1) (2) (3) = (50%x 2 ) (4) (5) (6) = (3)x(5)
Maret 50.000.000 25.000.000 25.000.000 5% 1.250.000
September 150.000.000 75.000.000 75.000.000 1 5% 11.250.000
Jumlah 200.000.000 100.000.000 45.000.000 12.500.000

Kasus 2
dr. Sanjay merupakan dokter spesialis penyakit jantung yang melakukan praktik di
RSHarap Sehat Kembalidengan perjanjian bahwa atas setiap jasa dokter yang
dibayarkan oleh pasien akan dipotong 20% oleh pihak rumah sakit sebagai
penghasilan rumah sakit dan sisanya sebesar 80% dari jasa dokter tersebut akan
dibayarkan kepada dr. Sanjay pada setiap akhir bulan. Berikut ini adalah jasa
dokter yang diterima dr. Sanjay selama semester pertama di tahun 2013
Bulan Pembayaran Pasien atas Jasa Dokter (Rp)
Januari 30.000.000
Februari 30.000.000
Maret 25.000.000
April 40.000.000
Mei 30.000.000
Juni 25.000.000
Jumlah 180.000.000

`21
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk bulan Januari sampai dengan Juni 2013:

Dasar Pemotongan
Dasar
Penghasilan Bruto PPh Pasal 21 Tarif PPh Pasal 21
Pemotongan PPh
Bulan (Rupiah) Kumulatif Pasal Terutang
Pasal 21
(Rupiah) (Rupiah)
(Rupiah)

(1) (2) (3) = 50% x(2) (4) (5) (6) = (3)x(5)


Januari 30.000.000 15.000.000 15.000.000 5% 750.000
Februari 30.000.000 15.000.000 30.000.000 5% 750.000
Maret 25.000.000 12.500.000 42.500.000 5% 625.000
April 15.000.000 7.500.000 50.000.000 5% 375.000
25.000.000 12.500.000 62.500.000 15% 1.875.000
Mei 30.000.000 15.000.000 77.500.000 15% 2.250.000
Juni 25.000.000 12.500.000 90.000.000 15% 1.875.000
Jumlah 180.000.000 90.000.000 8.500.000

BAB III

`22
PAJAK PNGHASILAN PASAL 22

3.1. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22


Menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan
Pasal 22 (PPh Pasal 22) adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang
dilakukan satu pihak terhadap wajib pajak dan berkaitan dengan kegiatan
perdagangan barang. Selanjutnya PPh 22 adalah pengenaan pajak pada badan
usaha yang melakukan perdagangan impor, ekspor, atau re-re impor, baik badan
usaha pemerintah maupun usaha swasta. Selain itu, PPh pasal 22 juga diberlakukan
bagi wajib pajak badan yang memperdagangkan barang mewah

3.2. Subjek Pajak, Objek Pajak, dan Pemungut PPh Pasal 22


Landasan hukum PPh Pasal 22 adalah UU No. 36 Tahun 2008.  Undang-undang
menyebutkan objek pajak PPh Pasal 22 adalah barang yang dianggap
“menguntungkan”. Menguntungkan di sini maksudnya adalah baik penjual maupun
pembeli sama-sama bisa mengambil keuntungan dari transaksi perdagangan
tersebut. Secara spesifik, subjek pajak PPh Pasal 22 meliputi Badan Usaha (industri
semen, kertas, baja, otomotif, dan farmasi), Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM),
produsen atau importir bahan bakar minyak, badan usaha yang bergerak dalam
bidang usaha industri baja, dan pedagang pengumpul (pengumpul hasil hutan,
perkebunan, pertanian, dsb).
Selain itu,  penjualan barang mewah, seperti pesawat udara pribadi dengan harga
jual lebih dari Rp20.000.000.000, penjualan kapal pesiar dan sejenisnya dengan
harga jual lebih dari Rp10.000.000.000, dan penjualan rumah beserta tanahnya
dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000, juga
dikenakan PPh Pasal 22 ini.
Yang berwenang menjadi pemungut PPh Pasal 22 adalah Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai (DJBC) dan Bank Devisa yang mengurusi pemungutan PPh Pasal 22
untuk objek pajak terkait impor serta Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Dan
Bendahara Pemerintah yang melakukan pemungutan PPh Pasal 22 pada
Pemerintah, baik pusat maupun daerah, instansi, serta lembaga negara lainnya,
terkait dengan pembayaran serta pembelian barang. Dari penjelasan tersebut, bisa
diketahui bahwa PPh Pasal 22 memiliki subjek dan objek pajak yang beragam yang
`23
telah ditentukan Pemerintah
Mengingat bervariasinya objek pajak PPh Pasal 22, perlu dipahami secara
mendalam penentuan tarif dan besaran tarifnya. Berikut adalah besaran tarif serta
penghitungan tarif PPh Pasal 22
1. Untuk Impor
Jika menggunakan Angka Pengenal Importir (API), tarif yang dikenakan
adalah 2,5% x nilai impor. Sementara untuk non-API, tarifnya sama dengan 7,5%
x nilai impor dan untuk impor yang tidak dikuasai dikenakan tarif 7,5% x harga jual
lelang.
2. Untuk Pembelian Barang
Jika pembelian barang dilakukan Bendahara Pemerintah, DJPB, dan
BUMN/BUMD, tarif yang dikenakan adalah 1,5% x harga pembelian belum
termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan tidak final.
3. Untuk Penjualan Hasil Produksi 
Sebagaimana ditetapkan lewat Keputusan Direktur Jenderal Pajak, barang
yang kena Pajak PPh Pasal 22 meliputi: semen (tarif 0,25% x DPP PPN), kertas
(tarif 0,1% x DPP PPN), produk baja (0,3% x DPP PPN), dan produk otomotif
(0,45% x DPP PPN). Semua tarif tersebut bersifat tidak final.
4. Untuk Pembelian Bahan-Bahan Untuk Keperluan Industri 
Jenis ini juga dikenakan kepada eksportir dan pedagang pengumpul dengan
tarif 0,25 % x harga pembelian dan ini tidak termasuk PPN.
5. Untuk impor kedelai, gandum, dan tepung terigu
Jika menggunakan API, tarif yang dikenakan sebesar 0,5% x nilai impor.

3.3.Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22


1. Dirjen Anggaran, Bendaharawan Pemerintah (Pusat dan daerah) BUMN & BUMD
yang melakukan pembayaran atas pembelian barang dan dananya berasal dari
belanja negara dan/atau daerah.
Atas pembelian barang sebesar 1,5% dari Harga Beli / Penyerahan Barang (Tidak
termasuk PPN)
Bendaharawan dan BUMN / BUMD
 Ditjen Anggaran / Bendaharawan Pemerintah baik Pusat maupun Daerah,
yang melakukan pembayaran atas pembelian barang.
`24
 BUMN / BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang
bersumber dari belanja negara (APBN) / belanja daerah (APBD).

3.4.. Mekanisme Pemungutan:


 PPh Pasal 22 disetor oleh pemungut menggunakan SSP atas nama Wajib
Pajak yang dipungut (penjual).
 PPh Pasal 22 tersebut harus disetor oleh pemungut pada hari yang sama saat
pembayaran dengan menggunakan SSP atas nama Wajib Pajak yang dipungut
(penjual). Pemungut juga wajib melaporkan atas seluruh pemungutan yang
dilakukan paling lambat 14 hari sejak masa pajak berakhir
Contoh Perhitungan PPh Pasal 22 Terhutang
1. PT DTC berkedudukan di Jakarta, menjadi pemasok alat-alat tulis kantor bagi Dinas
Pendidikan Kota Tangerang Selatan. Pada tanggal 1 Oktober 2015, PT DTC
melakukan penyerahan barang kena pajak dengan nilai kontrak sebesar
Rp11.000.000 (nilai sudah termasuk PPN). Maka, berapakah PPh Pasal 22 yang
dipungut oleh Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan?
Jawaban:
No Diketahui Nilai (Rp)
1 Nilai kontrak termasuk PPN Rp11.000.000
2 DPP (100/110) x Rp11.000.000 Rp10.000.000
3 PPN dipungut (10% dari DPP) Rp1.000.000
4 PPh Pasal 22 yang dipungut (1,5% x Rp10.000.000) Rp150.000

Jadi, besarnya PPh Pasal 22 yang dipungut oleh Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan sebesar
Rp150.000. PPh Pasal 22 = 1,5% x harga pembelian tidak termasuk PPN.
Atas pembelian barang yang dananya berasal dari belanja negara atau belanja daerah yang
dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 adalah:
1. Pembayaran atas penyerahan barang (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah) yang meliputi
jumlah kurang dari Rp1.000.000,00.
2. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak,listrik,gas,air minum/PDAM, dan benda-benda
pos.
3. Pembayaran/ pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh kantor Perbendaharaan dan Kas
Negara.

`25
Contoh Perhitungan PPh Pasal 22 atas Impor Barang
Pada tanggal 1 Januari 2016, PT ABC mengimpor barang dari Jerman dengan
harga faktur US$100.000. Barang yang diimpor adalah jenis barang yang tidak
termasuk dalam barang-barang tertentu yang ditentukan dalam Peraturan Menteri
Keuangan No. 16/PMK.010/2016. Biaya asuransi yang dibayar di luar negeri sebesar
5% dari harga faktur dan biaya angkut sebesar 10% dari harga faktur. Bea masuk dan
bea masuk tambahan masing-masing sebesar 20% dan 10%. Kurs yang ditetapkan
Menteri Keuangan pada saat itu sebesar US$1= Rp10.000. Hitunglah PPh Pasal 22
yang dipungut oleh Ditjen Bea Cukai jika PT ABC memili API (Angka Pengenal Impor)
dan jika tidak memiliki API?
Jawab :
No Diketahui Perhitungan Nilai (US$)
a. Harga faktur (cost) US$100.000
b Biaya asuransi (insurance) (5% x US$100.000) US$5.000
c Biaya angkut (freight) (10% x US$100.000) US$10.000
CIF (cost, insurance & freight) (a+b+c) US$115.000
d. CIF (dalam rupiah) (US$115.000 x Rp10.000) Rp1.150.000.000
e. Bea masuk (20% x Rp1.150.000.000) Rp230.000.000
f Bea masuk tambahan (10% x Rp1.150.000.000) Rp115.000.000
Nilai Impor (d+e+f) Rp1.495.000.000

Jadi, PPh Pasal 22 yang dipungut oleh DJBC, jika PT ABC memiliki API (2,5% x Nilai
Impor):
2,5% x Rp1.495.000.000 = Rp37.375.000
PPh Pasal 22 yang dipungut oleh DJBC jika PT ABC tidak memiliki API (7,5% x Nilai
Impor):
7,5% X Rp1.495.000.000 = Rp112.125.000

Contoh Perhitungan PPh Pasal 22 atas Penjualan Hasil Produksi Industri Tertentu
Kasus dan Pertanyaan:
1. Pada bulan Agustus, PT Semen Sentosa menjual hasil produknya kepada PT
Indah Bahagia senilai Rp825.000.000. harga tersebut sudah termasuk PPN
sebesar 10%.
2. Pada bulan April, PT Gerhana yang bergerak dalam industri kertas menjual hasil
produksinya senilai Rp550.000.000 kepada PT Halilintar. Harga tersebut sudah
termasuk PPN sebesar 10%.
`26
3. Pada bulan Juli, PT Baja Perkasa menjual hasil produknya kepada PT Adi Karya
senilai Rp1.100.000.000. Harga tersebut sudah termasuk PPN sebesar 10%.
Jawab
No PPh Pasal 22 yang Dipungut Nilai (Rp)
1 DPP PPN = (100/110) x Rp825.000.000 750.000.000
0,25% x Rp750.000.000 1.875.000
2 DPP PPN = (100/110) x Rp550.000.000 500.000.000
0,25% x Rp500.000.000 500.000
3 DPP PPN : (100/110) x Rp1.100.000.000 1.000.000.000
0,25% x Rp1.000.000.000 3.000.000

Contoh Perhitungan PPh Pasal 22 yang Dipungut oleh Pertamina dan Badan Usaha
Selain Pertamina

Kasus
PT Pertamina selaku produsen bahan bakar minyak, gas, dan pelumas menyerahkan
bahan bakar minyak senilai Rp300.000.000 (tidak termasuk PPN) kepada non-SPBU.
Maka, berapakah PPh Pasal 22 yang dipungut?

Jawaban:
PPh Pasal 22 yang dipungut atas penyerahan bahan bakar minyak
adalah: 0,3% x Rp 300.000.000 = Rp.900.000

BAB IV
PAJAK PNGHASILAN PASAL 23

`27
4.1. Pengertian
Pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari deviden, bunga, royalti,
sewa dan penghasilan lain atas penggunaan harta dan imbalan jasa teknik
/manajemen dan jasa lainnya. Atau pajak yang dipotong atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak dalam negeri serta badan usaha tetap
dengan nama dan bentuk apapun yang berasal dari modal penyerahan jasa
meliputi deviden, bunga, royalti, hadiah dan penghargaan penghasilan sehubungan
dengan penggunaan harta dan imbalan jasa tertentu
4.2. Pemotong PPh
Di dalam pasal 23 diatur unsur-unsur atau siapa saja yang berhak melakukan
pemotongan PPH. Ini dia unsur-unsur tersebut:
1. Pemerintah
2. Subjek pajak
3. Penyelenggara transaksi atau kegiatan
4. Bentuk usaha tetap
5. Agen perusahaan luar negeri
6. Wajib pajak orang pribadi
4.3. Objek Pajak PPh Pasal 23
Objek Pajak yang dikenakan tarif 15%
� Deviden (kelebihan dana yang diterima)
� Bunga
� Royalti
� Hadiah
� Penghargaan
� Bonus, dll

No. Jenis Jasa (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008)


1. Jasa Penilai
2. Jasa Aktuaris
3. Jasa Akuntansi, pembukuan, atestasi laporan keuangan

`28
4. Jasa Perancang (design)
5. Jasa Pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas) kecuali
yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap
6. Jasa penunjang di bidang penambangan migas
7. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas
8. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan
9. Jasa penebangan hutan
10. Jasa pengolahan limbah
11. Jasa penyedia tenaga kerja (outsourching service)
12. Jasa perantara dan/atau kegenan
13. Jasa dibidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilaukan oleg Bursa Efek

14. Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan


15. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara
16. Jasa mixing film
17. Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan,
pemeliharaan dan perbaikan
18. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV
kabel
19. Jasa perawatan alat transportasi/kendaraan dan/atau bangunan
20. Jasa maklon
21. Jasa penyelidikan dan keamanan
22. Jasa penyelenggaraan kegiatan atau event organizer
23. Jasa pengepakan
24. Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media
lain untuk penyampaian informasi
25. Jasa pembasmian hama
26. Jasa kebersihan/ cleaning service
27. Jasa catering atau tata boga

Catatan:
Pemotongan pajak penghasilan berdasarkan tarif baru sebesar 2 % ini dikenakan
atas jumlah bruto tidak termasuk PPN sedangkan dalam hal penerima imbalan tidak
memiliki NPWP besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% (seratus
persen) dari pada tarif yang berlaku
Objek Pajak yang dikenakan tarif 2%
� Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
� Imbalan jasa teknik
� Imbalan jasa manajemen
� Imbalan jasa konsultan
� Imbalan jasa lainnya
Jasa lainnya
� Jasa penilai (appraisal)
`29
� Jasa aktuaris
� Jasa akuntansi, pembukuan, dan laporan keuangan
� Jasa pengeboran
� Jasa penunjang di bidang penambangan migas
� Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas
� Jasa penebangan hutan
� Jasa pengolahan limbah
� Jasa penyedian tenaga kerja (outsourcing)
� Jasa perantara/keagenan
� Jasa perdagangan surat berharga
� Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan surat berharga
� Jasa pengisian suara (dubbing)
� Jasa sofware komputer
� Jasa pemasangan/instalasi mesin, peralatan, listrik, telpon, air, gas, ac. Tv kabel
� Jasa maklun
� Jasa keamanan dll.

No. Jenis Penghasilan


Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta khusus
1 kendaraan angkutan darat untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak
atau perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis.
Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta selain
kendaraan angkutan darat untuk jangka waktu tertentu berdasarkan kontrak
2 atau perjanjian tertulis ataupun tidak tertulis, kecuali sewa dan penghasilan
lain sehubungan dengan persewaan tanah dan atau bangunan yang telah
dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Saat Terutang, Penyetoran, Dan Pelaporan Pph Pasal 23


1. PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran, disediakan untuk dibayar, atau
telah jatuh tempo pembayarannya, tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
2. PPh Pasal 23 disetor oleh Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh bulan takwim
berikutnya setelah bulan saat terutang pajak.
3. SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling lambat 20

`30
hari setelah Masa Pajak berakhir.
Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 23
bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional,
penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya

Contoh PPh pasal 23 dengan tarif 15%


1. PT Mandiri menbagikan deviden sebesar Rp 1000 per lembar saham yang
dimiliki pemegang saham. PT Mandiri merupakan perusahaan tertutup
sehingga sahamnya hanya dimiliki oleh pendiri perusahaan yaitu PT Aksen
sebanyak 5000 lembar saham, PT Eksis sebanyak 6000 lembar saham, PT
Jaya sebanyak 3000 lembar saham dan PT Maju sebanyak 4000 lembar
saham
2. Berapa deviden yang harus diterima masing-masing perusahaan?
Jawab

Lembar
Pemilik Total deviden PPh pasal 23 Yang Diterima
saham
Saham
PT Akses 6000 Rp 6.000.000 Rp 900.000 Rp 5.100.000

PT Eksis 5000 Rp 5.000.000 Rp 750.000 Rp 4.250.000

PT Jaya 3000 Rp 3.000.000 Rp 450.000 Rp 2.350.000

PT Maju 4000 Rp 4.000.000 Rp 600.000 Rp 3.400.000

Contoh PPh pasal 23 dengan tarif 2%


1. PT Mandiri menyewa sebuah bus dari perusahaan penyewaan bus yaitu PT Maju
yang merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP) dengan jumlah pembayaran
sebesar Rp. 4.400.000 termasuk PPN
2. Berapa jumlah yang harus dikenakan sesuai dengan PPh pasal 23?

Jawaban
PPh Pasal 23
◦ Jumlah pembayaran (termasuk PPN) = Rp 4.400.000
◦ Objek PPh Pasal 23

`31
10/110 x Rp 4.400.000 = Rp 4.000.000
◦ PPh Pasal 23
2% x Rp 4.000.000 = Rp 80.000

Jumlah PPh Pasal 23 yang dipotong PEMOTONG dengan memberikan Bukti


Pemotongan PPH Pasal 23 (lb ke-1) kepada PT Maju saat dilakukan pemotongan
selanjutnya dilaporkan pada SPT Masa PPh Pasal 23 oleh PT Mandiri

Contoh Soal Pembayaran Dividen ke Luar Indonesia


1. PT Lightindo sebuah perusahaan penanaman modal asing, pada tanggal
10 Mei 2013 mengumumkan pembagian dividen dari keuntungannya di
tahun 2012, antara lain kepada: Mr. Sneijder, Subjek Pajak Luar
Negeri yang berdomisili di Belanda (dibuktikan dengan Surat
Keterangan Domisili sesuai dengan format yang telah ditentukan yang
diserahkan kepada PT Lightindo), sebesar Rp300.000.000,- perusahaan
Spurs Vehicle Co., perusahaan yang berkedudukan di Mauritius, sebesar
Rp5.000.000.000,-.
2. Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh
terkait transaksi tersebut?
Jawaban
Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi merupakan objek PPh.
Apabila penerima dividen tersebut adalah:
 Wajib Pajak badan dalam negeri (kecuali Wajib Pajak badan tertentu
sebagaimana dijelaskan dalam halaman 49) dan Bentuk Usaha Tetap
maka dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto dividen;
 Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri maka dipotong PPh bersifat final
sebesar 10% dari jumlah bruto dividen;
 Wajib Pajak luar negeri selain Bentuk Usaha Tetap maka dipotong PPh
Pasal 26 dengan tarif 20% atau sesuai dengan tarif dalam Persetujuan
Penghindaran Pajak Berganda (P3B) terkait.
 Untuk dapat dipotong PPh Pasal 26 menggunakan tarif sesuai dengan P3B
· `32
maka Wajib Pajak luar negeri penerima pengh, asilan harus dapat
menyerahkan Surat Keterangan Domisili (SKD).
 Kewajiban PT Flip Light Indonesia sebagai pemotong PPh Pasal 26 adalah:
PT Lightindo memotong PPh Pasal 26 sebesar:
a. 10% x Rp300.000.000,00 = Rp30.000.000,00 atas pembayaran dividen
kepada Mr. Sneijder. Berdasarkan P3B Indonesia-Belanda atas dividen
tersebut dapat dikenakan pajak di Indonesia dengan tarif tidak lebih dari
10%;
b. 20% x Rp5.000.000.000,00 = Rp1.000.000.000,00 atas pembayaran
dividen kepada Spurs Vehicle Co. Tarif yang digunakan sesuai
dengan Pasal 26 yaitu 20% karena tidak ada P3B antara Indonesia-
Mauritius;
c. menyetor PPh Pasal 26 yang telah dipotong atas pembayaran dividen
tersebut paling lambat tanggal 10 Juni 2013;
d. melaporkan PPh Pasal 26 menggunakan SPT Masa PPh Pasal 23/26
masa pajak Mei 2013 paling lambat tanggal 20 Juni 2013.

BAB V
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

5.1. Pengertian

`33
PPh Pasal 24 (Pajak Penghasilan Pasal 24) adalah peraturan yang mengatur hak
wajib pajak untuk memanfaatkan kredit pajak mereka di luar negeri, untuk mengurangi
nilai pajak terhutang yang dimiliki di Indonesia. ... Penghasilan berupa imbalan yang
berhubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
Pajak Penghasilan Pasal 24 adalah peraturan yang mengatur hak wajib pajak
untuk memanfaatkan kredit pajak mereka di luar negeri, untuk mengurangi nilai pajak
terutang yang dimiliki di Indonesia. Tercantum dalam Pasal 24 ayat 1 UU PPh bahwa
pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang
diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri boleh dikreditkan terhadap pajak
yang terutang berdasarkan Undang-Undang PPh (UU nomor 36 tahun 2008) dalam
tahun pajak yang sama. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 24 ayat 2 UU PPh,
besarnya kredit pajak adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di
luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan
Undang-undang PPh (UU nomor 36 tahun 2008 ).
Ketentuan Pasal 24 UU PPh mengatur tentang perhitungan besarnya pajak
atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan
terhadap Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak
dalam negeri . Pengkreditan pajak luar negeri dilakukan dalam tahun digabungkannya
penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan di Indonesia agar wajib pajak tidak
terkena pajak ganda

5.2. Subjek & Objek PPh Pasal 24


o Yang menjadi subjek PPh Pasal 24 yaitu wajib Pajak dalam negeri yang terutang
pajak atas seluruh penghasilan, termasuk penghasilan yang diterima atau
diperoleh dari luar negeri. 
o Yang menjadi objek PPh Pasal 24 adalah penghasilan yang berasal dari luar
negeri.

`34
5.3. Sumber penghasilan kena pajak yang dapat digunakan untuk memotong
hutang pajak Indonesia sebagai berikut:
1. Pendapatan dari saham dan surat berharga lainnya, serta keuntungan dari
pengalihan saham dan surat berharga lainnya.
2. Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa yang berkaitan dengan
penggunaan harta-benda bergerak.
3. Penghasilan berupa sewa yang berkaitan dengan penggunaan harta-benda tidak
bergerak.
4. Penghasilan berupa imbalan yang berhubungan dengan jasa, pekerjaan, dan
kegiatan.
5. Pendapatan dari Bentuk Usaha Tetap (BUT) di luar negeri.
6. Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau
tanda keikutsertaan dalam pembiayaan atau pemanfaatan di sebuah perusahaan
pertambangan.
7. Keuntungan dari pengalihan aset tetap.
8. Keuntungan dari pengalihan aset yang merupakan bagian dari suatu bentuk
usaha tetap (BUT).
Jika nilai pajak di luar negeri yang telah digunakan sebagai kredit pajak di
Indonesia, telah berkurang atau dikembalikan, sehingga nilai kredit akan
berkurang untuk menutup pajak terutang yang ada di sini, maka harus
membayar jumlah terutang tersebut ke kantor pelayanan pajak Indonesia.
Sedangkan apabila penghasilan luar negeri mengalami perubahan, maka wajib
pajak diharuskan melakukan pembetulan SPT tahun pajak yang bersangkutan.
5.4. Cara Melaksanakan Kredit Pajak Luar Negeri
Untuk melaksanakan pengkreditan pajak yang terutang atau dibayar di luar
negeri, wajib pajak wajib menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal
Pajak dengan dilampiri:
 Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri
 Fotokopi surat pemberitahuan pajak yang disampaikan di luar negeri
 Dokumen pembayaran pajak di luar negeri

`35
Penyampaian permohonan kredit pajak yang terutang atau dibayar di luar
negeri tersebut dilakukan bersamaan dengan penyampaian SPT tahunan PPh.

Penghitungan PPh Pasal 24:


Katakanlah PT ABC tahun 2017 memperoleh pendapatan neto di dalam negeri
sebesar Rp 25.000.000.000 dan dari luar negeri sebesar Rp 10.000.000.000.
Asumsi pajak di luar negeri sebesar 20%.
Total penghasilan yang tercatat adalah sebesar Rp 35.000.000.000 (Penghasilan
dalam negeri + penghasilan luar negeri)
Total PPh Terutang: adalah
  25% × Rp 35.000.000.000 = Rp 8.750.000.000
PPh Maksimum yang dapat dikreditkan:
(Penghasilan Luar Negeri/Total Penghasilan) ×Total PPh Terutang
  (Rp 10.000.000.000/Rp 35.000.000.000) × Rp 8.750.000.000 = Rp 2.500.000.000
Jadi, PPh terutang yang sudah dibayarkan di luar negeri adalah sebesar Rp
2.500.000.000. Nah, nominal ini yang akhirnya digunakan sebagai pengurang
pajak dalam negeri.
Namun ingat, apabila wajib pajak hendak mengkreditkan PPh terutang yang
sudah dibayarkan pada pajak dalam negeri, terlebih dahulu Anda harus melapor
kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan melaporkannya pada saat
melapor SPT Tahunan.
Pelaporannya dilengkapi dengan Tax Return yang dilaporkan di luar negeri dan
dokumen-dokumen pembayaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak di luar
negeri.
5.5.Penggabungan Penghasilan
Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negeri dilakukan sebagai
berikut:    
 Penggabungan penghasilan dari usaha dilakukan dalam Tahun Pajak
diperolehnya penghasilan tersebut (accrual basis). 
 Penggabungan penghasilan lainnya dilakukan dalam Tahun Pajak diterimanya
penghasilan tersebut (cash basis). 

`36
 Penggabungan penghasilan yang berupa dividen (Pasal 18 Ayat 2 UU PPh)
dilakukan dalam Tahun Pajak pada saat perolehan dividen tersebut ditetapkan
sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Contoh kasus: 
PT Mandiri menerima dan memperoleh penghasilan neto dari sumber luar negeri
dalam tahun 2016 sebagai berikut: 
1. Hasil usaha di negara Jerman dalam Tahun Pajak 2018 sebesar
Rp700.000.000,00 
2. Di negara Belanda, memperoleh dividen atas kepemilikan sahamnya di “ABC
Com sebesar Rpl.000.000.000,00 yaitu berasal dari keuntungan tahun 2012
yang ditetapkan RUPS tahun 2014, dan baru dibayarkan tahun 2018.
3. Di negara Inggris, memperoleh dividen atas penyertaan saham sebanyak 75% di
“DEF Corp.” Sebesar Rp2.000.000.000,00. Saham tersebut tidak
diperdagangkan di bursa efek. Dividen tersebut berasal dari keuntungan saham
2017 yang berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan ditetapkan diperoleh
tahun 2018. 
4. Penghasilan berupa bunga semester Il tahun 2018 sebesar Rp500.000.000,.00
dari Bangkok Bank di Thailand. Penghasilan tersebut baru akan diterima pada
bulan April 2019 
Penghasilan dari sumber luar negeri yang digabungkan dengan penghasilan
PT Mandiri dari dalam negeri dalam Tahun Pajak 2018 adalah penghasilan pada
angka 1, 2, dan 3 Sementara itu, penghasilan pada angka 4 digabungkan dengan
penghasilan PT Mandiri dari dalam negeri dalam Tahun Pajak 2019. 

5.6. Batas Maksimum Kredit Pajak


Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, sumber
penghasilan ditentukan sebagai berikut: 
1. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari pengalihan
saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan yang menerbitkan
saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat kedudukan. 

`37
2. Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan penggunaan
harta gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani bunga,
royalti. Sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada.
3. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak bergerak
adalah negara tempat harta tersebut terletak 
4. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
adalah ara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut
bertempat kedudukan atau berada. 
5. Penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap
tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan. 
6. Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau
tanda turut serta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan
pertambangan adalah negara tempat lokasi penambangan berada. 
7. Keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah negara tempat harta tetap
berada. 
8. Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk
usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap berada. 
Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah di antara 3
unsur/perhitungan berikut ini
 Jumlah pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri. 
 (Penghasilan luar negeri : Seluruh Penghasilan Kena Pajak) x PPh atas seluruh
yang dikenakan tarif Pasal 17 
 Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh Penghasilan Kena Pajak (dalam hal
Penghasilan Kena Pajak adalah lebih kecil daripada penghasilan luar negeri). 
Contoh Kasus:
PT Cemara memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2018 sebagai berikut:
1. Penghasilan dari luar negeri Rp5.000.000.000,00, dengan tarif pajak sebesar
40%. 
2. Penghasilan usaha di Indonesia Rp4.000.000.000,00. 
Maka Jumlah penghasilan neto adalah: 
Rp. 5.000.000.000,00 + Rp4.000.000.000,00- Rp9.000.000.000,00

`38
Batas maksimum kredit pajak diambil yang terendah dari 3 unsur/perhitungan
berikut
 PPh terutang atau dibayar di luar negeri adalah: 
        40% x Rp.5.000.000.000,00 – Rp.2.000.000.000,00
 (Rp.5.000.000.000,00:Rp.9.000.000.000,00) x Rp.2.250.000.000,00
= Rp.l.250.000.000,0
 PPh terutang (menurut tarif Pasal 17) = Rp.9.000.000.000,00 x 25%
= Rp.2.250.000.000,00 
Dengan demikian kredit pajak yang diperkenankan adalah pada poin 2 sebesar
Rp1.250.000.000,00.
5.7. Batas Maksimum Kredit Pajak untuk Setiap Negara (per country limitation)
Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara maka
penghitungan batan maksimum kredit pajak dilakukan untuk masing-masing
negara. 
Contoh Kasus:
PT Diaswati memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2018 sebagai berikut:
1. Di negara A, memperoleh penghasilan (laba) Rp2.000.000.000,00 dengan tarif
paja sebesar 35% (Rp700.000.000,00). 
2. Di negara B, memperoleh penghasilan (laba) Rpl.000,000,000,00 dengan tarif
pajak sebesar 20% (Rp200.000.000,00). 
3. Penghasilan usaha di Indonesia Rp5.000.000.000,00. 
Penghitungan kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut: 
o Penghasilan luar negeri 
 Laba di negara A             Rp. 2.000.000.000,00
 Laba di negara B             Rp. 1.000.000.000,00
        Jumlah penghasilan         Rp. 3.000.000.000,00
o Penghasilan dalam negeri Rp. 5.000.000.000.00 
o Jumlah penghasilan neto atau Penghasilan Kena Pajaknya adalah
        Rp. 3.000.000.000,00 + Rp5.000.000.000,00 = Rp8.000.000.000,00 
o PPh terutang (menurut tarif Pasal 17) =  Rp8.000.000.000,00 x 25%
= Rp2.000.000.000,00 

`39
o Batas maksimum kredit pajak untuk masing-masing negara adalah: 
 Untuk negara A: 
  (Rp.2.000.000.000,00 : Rp.8.000.000.000,00) x Rp 2.000,000.000,00
= Rp500.000.000,00
      Pajak terutang di negara A sebesar Rp.700.000.000,00 maka maksimum kredit
pajak yang         dapat dikreditkan adalah Rp500.000.000,00. 
 Untuk negara B: 
   (Rp.l.000.000.000,00: Rp.8.000.000.000,00) x Rp.2.000.000.0O0,00
= Rp250.000.000,00. 
  Pajak terutang di negara B sebesar Rp200.000.000,00 maka maksimum kredit
pajak yang dapat dikreditkan adalah Rp.250.000.000,00. 
 Jumlah kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah sebesar
Rp.500.000.000,00 + Rp.250.000.000,00 = Rp.750.000.000,00.

5.8. Rugi Usaha di Luar Negeri


Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak, tidak dihitung kerugian yang
diderita di luar negeri
Contoh Kasus:
Memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2018 sebagai berikut:
1. Di negara A, memperoleh penghasilan (laba) Rpl.000.000.000,00 dengan tarif
pajak sebesar 35% (Rp350.000.000,00).
2. Di negara B. Memperoleh penghasilan (laba) Rp3.000.000.000,00 dengan tarif i
sebesar 20% (Rp600.000.000,00)
3. Di negara C, menderita kerugian sebesar Rp2.000.000 000,0. 
4. Penghasilan usaha di Indonesia Rp4 000.000 000,00. 
Penghitungan kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut:
o Penghasilan luar negeri 
 Laba di negara A                       Rp. 1.000.000.000,00
 Laba di negara B                       Rp. 3.000.000.000,00
 Rugi di negara C                       Rp.              -                 
        Jumlah penghasilan luar negeri  Rp.  4.000.000.000,00 

`40
o Penghasilan dalam negeri Rp4.000.000.000,00 
o Jumlah penghasilan neto atau Penghasilan Kena Pajaknya adalah: 
Rp.4 000 000 000,00 + Rp.4.000.000,000,00 = Rp.8.000.000.000,00
o PPh terutang (menurut tarif Pasal 17) =   Rp.8.000.000.000,00 x 25%
= Rp.2.000.000,000,00.
o Batas maksimum kredit pajak untuk masing-masing negara adalah:  
 Untuk negara A 
 (Rp.l.000.000 000,00: Rp.8.000,000.000,00)x Rp.2.000.000.000,00
=  Rp250.000.000.0 
        Pajak terutang di negara A sebesar Rp. 350.000.000.000,00 maka maksimum
kredit Pajak         yang dapat dikreditkan = Rp. 250.000.000.000,00
 Untuk negara B
    (Rp. 3.000.000.000,00 : Rp. 8.000.000.000,00) x Rp. 2.000.000.000,00
= Rp. 750.000.000,00
 Di negara C 
        PT Fiskal menderita kerugian sebesar Rp. 2.000.000.000,00. Kerugian ini tidak
dapat dimasukkan dalam perhitungan penghasilan kena pajak. Kerugian ini
juga tidak dapat dikompensasikan sebagai kredit pajak luar negeri.
o Jumlah Kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah 
         Rp. 250.000.000.000,00 + Rp. 750.000.000.000,00 = Rp. 1.000.000.000,000,00

5.9. Perubahan Besarnya Penghasilan di Luar Negeri


Dalam hal terjadi perubahan besarnya penghasilan yang berasal dari luar
negeri, Wajib Pajak harus melakukan pembetulan SPT Tahunan untuk Tahun Pajak
yang bersangkutan dengan melampirkan dokumen yang berkenaan dengan
perubahan tersebut. Karena pembetulan tersebut menyebabkan Pajak Penghasilan
kurang dibayar maka atas kekurangan tersebut tidak dikenakan sanksi bunga.
Sementara itu, apabila pembetulan tersebut menyebabkan pajak Penghasilan lebih
dibayar, maka atas kelebihan tersebut dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak
setelah diperhitungkan dengan utang pajak lainnya. 

`41
Contoh Kasus:
PT Global Prima di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2018 sebagai
berikut :
1. Penghasilan Luar Negeri (tarif pajak 20%)  Rp. 1.000.000.000,00
2. Penghasilan Dalam Negeri  Rp. 3.000.000.000,00
3. Penghasilan Luar Negeri (Setelah dikoreksi di luar negeri) Rp. 2.000.000.000,00
4. PPh Pasal 25  Rp.    600.000.000,00
SPT 2018
Penghasilan luar negeri                                         Rp. 1.000.000.000,00
Penghasilan dalam negeri                                     Rp. 3.000.000.000,00
Penghasilan kena pajak                                         Rp. 4.000.000.000,00 +
PPh Terutang (menurut pasal 17)                          Rp. 1.000.000.000,00
Kredit pajak luar negeri yang diperkenankan     Rp.    200.000.000,00 -
Harus bayar di Indonesia                                       Rp.    800.000.000,00
PPh pasal 25                                                          Rp.    600.000.000,00 -
PPh pasal.29                                                          Rp.    200.000.000,00
 
Pembetulan SPT
Penghasilan luar negeri                                          Rp. 2.000.000.000,00
Penghasilan dalam negeri                                      Rp. 3.000.000.000,00 +
Penghasilan kena pajak                                          Rp. 5.000.000.000,00
PPh Terutang (menurut pasal 17)                           Rp. 1.250.000.000,00
Kredit pajak luar negeri yang diperkenankan        Rp.  (400.000.000,00)
Harus bayar di Indonesia                                         Rp.   850.000.000,00
PPh pasal 25                                                            Rp.  (600.000.000,00)
PPh pasal.29 yang sudah disetor                            Rp.   200.000.000,00 -
Masih harus dibayar                                                 Rp.     50.000.000,00
 Terhadap PPh yang masih harus dibayar sebesar Rp. 50.000.000,00 tidak ditagih
bunga.

`42
BAB VI
PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

6.1.Apa itu Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh 25)


PPh pasal 25 adalah pembayaran pajak penghasilan secara angsuran yang
memang tujuannya untuk meringankan beban wajib pajak sehingga tetap dapat
memenuhi kewajibannya. Namun ketentuan dalam pajak penghasilan pasal 25
adalah wajib pajak yang memiliki usaha atau bisnis harus membayar pajak
penghasilan setiap bulannya. Batas waktu PPh pasal 25 adalah paling lambat
tanggal 15 bulan berikutnya dari masa pajak yang akan dibayarkan. Apabila
terlambat dalam melakukan penyetoran pajak penghasilan pasal 25 maka Anda
akan dikenakan bunga sebesar 2% per bulan dari tanggal jatuh tempo hingga
tanggal pembayaran.
PAJAK Penghasilan (PPh) Pasal 25 adalah pajak penghasilan yang dibayar
secara angsuran oleh wajib pajak baik orang pribadi maupun badan untuk setiap
bulan dalam tahun pajak berjalan. Pada prinsipnya besarnya angsuran PPh Pasal
25 dalam tahun berjalan didasarkan pada SPT tahunan PPh tahun yang lalu yaitu
jumlah pajak terutang tahun lalu dikurangi jumlah PPh dipotong dan dipungut fihak
lain dibagi dua belas atau dibagi jumlah bulan perolehan penghasilan.
Namun demikian bagi wajib pajak tertentu hal tersebut tidak berlaku. Demikian
pula apabila terjadi hal-hal tertentu. Untuk memahami lebih lanjut perhitungan PPh
Pasal 25, berikut adalah beberapa ulasan contoh soal perhitungan PPh Pasal 25

6.2. Tarif PPh Pasal 25 dibagi menjadi 2 yaitu:

• Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP – OPPT).


Bagi pebisnis yang menjalankan usaha penjualan barang (grosir ataupun eceran)
dan usaha jasa dengan satu tempat usaha atau lebih. Bagi OPPT, akan dikenakan
PPh Pasal 25 sebesar 0,75% x omzet bulanan pada tiap-tiap tempat usaha.
• Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (WP – OPSPT).
Untuk jenis wajib Pajak OPSPT ini adalah karyawan atau pekerja bebas yang
tidak memiliki usaha sendiri. Bagi yang masuk dalam kategori OPSPT, akan

`43
dikenakan Penghasilan Kena Pajak (PKP) x Tarif PPh pada UU PPh Pasal 17 ayat
(1) huruf a.

Contoh Soal Perhitungan PPh Pasal 25


1. Perhitungan Angsuran PPh Pasal 25
Jumlah Pajak Penghasilan Tuan Purnama yang terutang sesuai dengan SPT
Tahunan PPh 2014 sebesar Rp50.000.000. Jumlah kredit pajak Tuan Purnama
pada tahun 2014 adalah Rp21.500.000, dengan rincian sebagai berikut:
 PPh Pasal 21 Rp10.000.000
 PPh Pasal 22 Rp5.000.000
 PPh Pasal 23 Rp3.000.000
 PPh Pasal 24 Rp3.000.000
Berapa besarnya angsuran PPh Pasal 25 Tuan Purnama untuk tahun 2015:

Jawab:

(semua angka di tabel dalam satuan rupiah)


PPh terutang tahun 2014 50.000.000

Kredit pajak:

PPh Pasal 21 10.000.000

PPh Pasal 22 5.000.000

PPh Pasal 23 3.000.000

PPh Pasal 24 3.500.000

Jumlah kredit pajak (21.500.000)

Dasar Perhitungan PPh Pasal 25 tahun 2015 28.500.000

Besarnya PPh Pasal 25 per bulan = Rp.28.500.000/12 = Rp.2.375.000. Jadi,


Tuan Purnama harus membayar sendiri angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan pada
tahun 2015 mulai masa Maret sebesar Rp.2.375.000
2. Perhitungan Angsuran Pajak untuk Bulan Sebelum Batas Waktu Penyampaian SPT

`44
Tahunan PPh
Tuan Purnama menyampaikan SPT Tahunan PPh 2014 pada bulan Maret
2015. Angsuran PPh Pasal 25 pada bulan Desember 2014 adalah Rp.2.000.000,
maka besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan Januari dan Februari 2015
masing-masing adalah Rp.2.000.000.
3. Perhitungan Angsuran Pajak Apabila dalam Tahun Berjalan Diterbitkan SKP untuk
Tahun Pajak yang Lalu
Berdasarkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak 2013 yang
disampaikan oleh Tuan Purnama pada Maret 2014, perhitungan besarnya angsuran
pajak yang harus dibayar adalah Rp.1.500.000. Pada bulan Juli 2014 diterbitkan
Surat Ketetapan Pajak (SKP) tahun pajak 2013 yang menghasilkan besarnya
angsuran pajak setiap bulan sebesar Rp2.000.000. Berdasarkan ketentuan yang
berlaku, maka besarnya angsuran pajak yang harus dibayar Tuan Purnama mulai
Agustus 2014 adalah Rp.2.000.000.Penetapan besarnya angsuran pajak
berdasarkan SKP bisa sama, lebih besar, atau lebih kecil dari nilai angsuran pajak
sebelumnya berdasarkan SPT Tahunan.
4. Perhitungan Angsuran Pajak Apabila Terdapat Kompensasi Kerugian
Penghasilan PT Sinar Rembulan tahun 2014 adalah Rp.250.000.000.
Perusahaan memiliki sisa kerugian tahun 2013 yang masih dapat dikompensasikan
yaitu sebesar Rp.350.0000.000, sedangkan sisa kerugian yang belum
dikompensasikan pada tahun 2013 sebesar Rp.100.000.000.Pada tahun 2014 PPh yang
dipotong atau dipungut pihak lain yaitu sebesar Rp9.000.000, dan tidak ada pajak yang
terutang atau dibayar di luar negeri. Berapa angsuran PPh Pasal 25 yang harus dibayar oleh
PT Sinar Rembulan?
Jawab:
Penghasilan yang dipakai sebagai dasar perhitungan angsuran PPh Pasal 25
adalah sebesar Rp250.000.000 – Rp100.000.000 = Rp150.000.000.

PPh terutang:

`45
25% x Rp150.000.000 37.500.000
PPh dipotong atau dipungut (9.000.000)
Dasar Perhitungan PPh Pasal 25 tahun 2015 28.500.000
Besarnya PPh Pasal 25 PT Sinar Rembulan tahun 2015 = Rp28.500.000/12 =
Rp2.375.000
5. Perhitungan Angsuran Pajak Apabila Wajib Pajak Memiliki Penghasilan Tidak Teratur
Pada tahun 2014 Tuan Mahendra memperoleh penghasilan teratur sebesar
Rp.72.000.000. Sedangkan, Tuan Mahendra memiliki penghasilan tidak teratur pada
tahun 2014 sebesar Rp.28.000.000. Atas penghasilan tersebut, maka penghasilan
yang dapat dijadikan dasar untuk perhitungan PPh Pasal 25 untuk tahun 2015
hanya yang berasal dari penghasilan teratur saja yaitu sebesar Rp72.000.000.
6. Wajib Pajak Membetulkan Sendiri SPT Tahunan Pajak yang Mengakibatkan
Angsuran Pajak Menjadi Lebih Besar dari Angsuran Pajak Sebelum Pembetulan
 SPT Tahunan PPh tahun pajak 2011 PT Bahari disampaikan pada tanggal 24
Maret 2012, dengan data sebagai berikut:

Penghasilan Neto/Penghasilan Kena Pajak 500.000.000


Pajak Penghasilan Terutang: 25% x Rp 500.000.000 125.000.000
PPh Pasal 22,23, dan 24 yang dapat dikreditkan 42.500.000

 PPh Pasal 25 masa Desember 2011 yaitu sebesar Rp 6.000.000


 PT Bahari melakukan pembetulan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2011 pada
tanggal 16 Agustus 2012, dengan data baru sebagai berikut:
Penghasilan Neto/Penghasilan Kena Pajak 600.000.000
Pajak Penghasilan Terutang: 25% x Rp 600.000.000 150.000.000
PPh Pasal 22,23, dan 24 yang dapat dikreditkan 42.500.000

 Besarnya angsuran PPh Pasal 25 tahun pajak 2012 dihitung sebagai berikut:

`46
a. Angsuran PPh Pasal 25 untuk masa Januari sampai Februari 2012 sama
besar dengan jumlah angsuran PPh Pasal 25 untuk masa Desember 2011
masing-masing sebesar Rp 6.000.000.
b. Angsuran PPh Pasal 25 untuk masa Maret sampai Juli 2012 dihitung
berdasarkan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2011 sebelum pembetulan
sebagai berikut:

Pajak Penghasilan terutang tahun 2011 125.000.000

Kredit pajak yang diperbolehkan (42.500.000)

Dasar Perhitungan PPh Pasal 25 tahun 2012 82.500.000


PPh Pasal 25 untuk masa Maret sampai dengan Desember 2012 sebesar
Rp 82.500.000/12 = Rp 6.875.000.
 Angsuran PPh Pasal 25 untuk masa Maret sampai dengan Desember 2012
dihitung kembali berdasarkan SPT Tahunan PPh 2011 setelah adanya
pembetulan, yaitu sebagai berikut:

Pajak Penghasilan terutang tahun 2011 150.000.000

Kredit pajak yang diperbolehkan (42.500.000)

Dasar Perhitungan PPh Pasal 25 tahun 2012 107.500.000


PPh Pasal 25 untuk masa Maret sampai dengan Desember 2012 sebesar Rp
107.500.000/12 = Rp 8.958.300.
 PPh Pasal 25 masa Maret sampai dengan Juli 2012 yang telah disetor masing-
masing sebesar Rp 6.875.000, namun yang seharusnya dibayarkan adalah
sebesar Rp 8.958.300, sehingga menyebabkan kekurangan masing-masing
sebesar Rp 2.083.300 yang masih harus disetor kembali dan dikenakan hutang
bunga sebesar:
a. Untuk masa Maret 2012 terutang bunga 2% per bulan dihitung sejak 16
April 2012 sampai dengan tanggal penyetoran.
b. Untuk masa April 2012 terutang bunga 2% per bulan dihitung sejak 16 Mei
2012 sampai dengan tanggal penyetoran.

`47
c. Untuk masa Mei 2012 terutang bunga 2% per bulan dihitung sejak 16 Juni
2012 sampai dengan tanggal penyetoran.
d. Untuk masa Juni 2012 terutang bunga 2% per bulan dihitung sejak 16 Juli
2012 sampai dengan tanggal penyetoran.
e. Untuk masa Juli 2012 terutang bunga 2% per bulan dihitung sejak 16
Agustus 2012 sampai dengan tanggal penyetoran.
Tak hanya keenam contoh di atas, terdapat pula contoh penghitungan angsuran
pajak untuk wajib pajak baru dengan berbagai kondisi sebagai berikut:
1. Wajib Pajak Badan Baru Menyelenggarakan Pembukuan
PT Sarana Indah terdaftar sebagai wajib pajak sejak 1 Februari 2015. Peredaran
bruto menurut pembukuan dalam Februari 2015 adalah sebesar Rp200.00.000
dan dikurangi dengan biaya yang diperkenankan, sehingga menghasilkan
penghasilan neto sebesar Rp60.000.000. Besarnya PPh Pasal 25 untuk masa
Februari 2015 yaitu sebagai berikut:
Penghasilan neto Februari 2015 60.000.000
Penghasilan neto yang disetahunkan 720.000.000
PPh terutang: 25% x 720.000.000 180.000.000
Besarnya PPh Pasal 25 PT Sarana Indah tahun 2015 = 180.000.000/12
= 15.000.000.
2. Wajib Pajak Orang Pribadi Baru Menyelenggarakan Pembukuan
Doni Sugianto berstatus menikah dan memiliki 2 orang anak. Doni baru saja
terdaftar sebagai wajib pajak orang pribadi sejak 1 Agustus 2016. Dalam
penyelenggaraan usahanya Doni menggunakan metode pembukuan dengan
penghasilan bruto pada bulan Agustus 2016 sebesar Rp250.000.000 dan biaya
yang diperkenankan untuk mengurangi penghasilan bruto sebesar
Rp50.000.000. Hitung besarnya PPh Pasal 25 Agustus 2016?

Jawab:
Besarnya PPh Pasal 25 masa Agustus 2016:

`48
Penghasilan bruto Agustus 2016 120.000.000
Biaya pengurang yang diperkenankan (90.000.000)
Penghasilan neto Agustus 2016 30.000.000
Penghasilan neto yang disetahunkan 360.000.000
PTKP (K/2) (67.500.000)
Penghasilan Kena Pajak 292.500.000
PPh terutang:
5% x 50.000.000 2.500.000
15% x 200.000.000 30.000.000
25% x 42.500.000 10.625.000
Total PPh terutang setahun 43.125.000
Angsuran PPh Pasal 25 Agustus 2016 43.125.000/12 3.593.750

Jadi, besarnya angsuran pajak yang harus dibayar oleh Doni Sugianto pada
masa Agustus 2016 adalah sebesar Rp.3.593.700.
3. Wajib Pajak Orang Pribadi Baru hanya Menyelenggarakan Pencatatan dengan
menggunakan Norma Perhitungan Penghasilan Neto
Perusahaan Bahari dimiliki oleh Taslim yang berstatus menikah dan memiliki 3
orang anak. Taslim baru saja terdaftar sebagai wajib pajak sejak 1 Agustus
2016. Peredaran bruto menurut catatan harian selama September 2016 yaitu
sebesar Rp60.000.000. Persentase Norma Perhitungan perusahaan Bahari
berdasarkan jenis usahanya adalah 30%. Hitung besarnya angsuran pajak yang
harus dibayar pada Agustus 2016?
Jawab:
Besarnya PPh Pasal 25 masa Agustus 2016:
Penghasilan bruto Agustus 2016 60.000.000
Penghasilan neto (30% x 60.000.000) 18.000.000
Penghasilan neto yang disetahunkan 216.000.000
PTKP (K/3) (72.000.000)
Penghasilan Kena Pajak 144.000.000
PPh terutang:
5% x 50.000.000 2.500.000
15% x 94.000.000 14.100.000
Total PPh terutang setahun 16.600.000
Angsuran PPh Pasal 25 Agustus 2016 16.600.000/12 1.383.333

Jadi, besarnya Angsuran pajak yang harus dibayar oleh Taslim pada masa
Agustus 2016 adalah sebesar Rp1.383.000

`49
4. Perhitungan Angsuran Pajak bagi Wajib Pajak Bank
 Bank Dana Sejahtera dalam laporan triwulan April sampai dengan Juni 2015
menunjukkan penghasilan neto sebesar Rp500.000.000. Hitunglah angsuran
PPh Pasal 25 untuk masa Juli, Agustus, September 2015?
Jawab:
Penghasilan neto triwulan 300.000.000
Penghasilan neto yang disetahunkan: 4 x 300.000.000 1.200.000.000
PPh terutang: 5% x 1.200.000.000 300.000.000
Besarnya PPh Pasal 25 masa Juli, Agustus, September 2015 adalah
300.000.000/12 = 25.000.000.
5. Perhitungan Angsuran Pajak bagi Wajib Pajak BUMN atau BUMD
 Menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) Tahun 2015 yang
sudah disahkan, PT Jogja Bangkit (sebuah BUMD yang dimiliki oleh pemerintah
Kota Yogyakarta) diperkirakan mempunyai penghasilan neto sebesar
Rp1.000.000.000. Kredit Pajak yang berasal dari PPh Pasal 22, 23, dan 24
adalah sebesar Rp70.000.000. Hitunglah angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun
2015?

Jawab:

Penghasilan neto triwulan 1.000.000.000


PPh terutang: 25% x 1.000.000.000 250.000.000
Kredit pajak (PPh Pasal 22, 23, 24) 70.000.000
PPh yang dibayar sendiri 180.000.000

Besarnya PPh Pasal 25 untuk tahun 2015 adalah 180.000.000/12 = 15.000.000.

Sumber:

 Mardiasmo. 2019. Perpajakan. Yogyakarta: Penerbit Andi Yogyakarta


 OnlinePajak. 2016. PPh Pasal 24 (Pajak Penghasilan Pasal 24).
https://www.online-pajak.com/tentang-pph-final/pph-pajak-penghasilan-pasal-24
 DDTCONLINE. 2016. Konsep Dasar, Subjek & Objek Pajak.
https://news.ddtc.co.id/-konsep-dasar-subjek--objek-pajak-9005

`50
 Mekari. 2018. Pengertian Kredit Pajak PPh Pasal 24 dan Contoh
Perhitungannya. https://klikpajak.id/blog/bayar-pajak/kredit-pajak-pph-24/

`51

Anda mungkin juga menyukai