Anda di halaman 1dari 27

BAB I

2.1 Konsep Spiritualitas Sebagai Landasan Kebertuhanan


Doe (Dalam Muntohar, 2010: 36) mengartikan bahwa spiritualitas adalah
dasar bagi tumbuhnya harga diri, nilai-nilai, moral dan rasa memiliki. Spiritualitas
memberi arah dan arti pada kehidupan. Spiritualitas adalah kepercayaan akan
adanya kekuatan non-fisik yang lebih besar daripada kekuatan diri kita; suatu
kesadaran yang menghubungkan kita langsung kepada Tuhan: atau sesuatu unsur
yang kita namakan sebagai sumber keberadaan kita.
Menurut Zohar, spiritualitas adalah kemampuan internal bawaan otak dan
jiwa manusia, yang sumber terdalamnya adalah inti alam semesta sendiri. Menurut
Ahmad Suaedy, spiritualitas adalah dorongan bagi seluruh tindakan manusia, maka
spiritualitas baru bisa dikatakan dorongan bagi respons terhadap problem-problem
masyarakat konkret dan kontemporer.
Dalam perspektif Islam, spirit‟ sering dideskripsikan sebagai jiwa
halus yang ditiupkan oleh Tuhan ke dalam diri manusia. Al-Qusyairi dalam
tafsirnya Lathā`if al-Isyārat menunjukkan bahwa roh memang lathīfah (jiwa halus)
yang ditempatkan oleh Tuhan dalam diri manusia sebagai potensi untuk membentuk
karakter yang terpuji. Ruh merupakan fitrah manusia, yang dengan ruh manusia
mampu berhubungan dengan Tuhan sebagai kebenaran sejati (al-ḫaqīqah). Karena
adanya ruh, manusia mempunyai bakat untuk bertuhan, artinya roh-lah yang
membuat manusia mampu mengenal Tuhan sebagai potensi bawaan sejak lahir.
Dengan adanya ruh, manusia mampu merasakan dan meyakini keberadaan Tuhan
dan kehadiran-Nya dalam setiap fenomena di alam semesta ini. Atas dasar itulah,
sebenarnya manusia memiliki fitrah sebagai manusia yang bertuhan.
Adapun potensi Diniyah (Potensi Agama) dengan media internalnya adalah
fitrah al-din (fitrah agama) yang telah dibawa semenjak dalam Rahim ibu,
sedangkan media eksternalnya adalah semua media eksternal potensi

1
manusia seperti emosional intelektual adan biologis. Potensi inilah berfungsi untuk
mengenal Tuhan. Potensi ini telah dimiliki manusia semenjak manusia diciptakan
Allah SWT yang disebut-Nya dengan fitrah.
Potensi beragama bermula ketika Allah SWT mengambil kesaksian pada
ruh, ketika ruh berada di dalam arwah sebelum ruh ditiupkan ke dalam setiap tubuh
manusia di dalam rahim.
Dalam hal ini, kita perlu membedakan antara spiritualitas dan religiositas.
Religiositas menyaran pada eskpresi keagamaan seseorang, sedangkan spritualitas
menyaran pada ekspresi rasa bertuhan.
Meskipun pada hakikatnya spiritualitas adalah fitrah yang diberikan Tuhan
kepada setiap manusia, namun tidak semua manusia memiliki kesadaran dan
kecerdasan spiritual. Tidak jarang, di antara kita bahkan ada yang mengidap
penyakit spiritual. Penyakit spiritual adalah kondisi diri yang terfragmentasi (a
condition of being fragmented), terutama dari pusat diri. Sebaliknya, “kesehatan
spiritual” (spiritual health) adalah kondisi keutuhan yang terpusat (a condition of
centred wholeness). Jika seseorang ingin mengalami kesehatan secara spiritual,
sudah sewajarnya ia menjalani kehidupan ini dengan mengambil lokus dalam pusat
diri, pusat spiritual, dan pusat hakiki sense of security yang sebenarnya ada dan
bersemayam dalam dirinya.
Lokus kesadaran manusia terletak di hati. Ia adalah hakikat terdalam
kemanusiaan. Sebagai hakikat manusia yang terdalam, hati selalu berada di sisi
Tuhan. Demikian juga sebaliknya, Tuhan berada di dalam hati orang- orang suci.
Apabila kita ingin mudah merasakan kehadiran Tuhan, maka kita hendaknya
berawal dari penyucian hati. Melalui penyucian hati, potensi roh akan semakin
menguat dan mengalahkan semua dorongan instingtif materialistis yang berlebihan
(dalam istilah agama disebut dengan hawā an- nafs). Ketika hati telah suci, maka
jiwa manusia akan menerima pancaran rahmat Tuhan sehingga darinya terpancar
energi positif yang kemudian mempengaruhi penilaian dan sikapnya.

2
Apabila penyucian hati mampu mengontrol dorongan instingtif dan
materialistis, maka penyucian hati dapat memperkuat roh sehingga melahirkan
sikap dan perilaku yang tercerahkan oleh cahaya Tuhan. Sebaliknya, apabila
dibiarkan dan didominasi insting dan dorongan materialistis, maka roh akan
terlemahkan. Apabila roh lemah pengaruhnya, maka yang akan lahir adalah sikap
dan perilaku, bahkan karakter yang jauh dari cahaya Tuhan.

2.2 Alasan Manusia Memerlukan Spiritualitas


Menurut bahasa, spiritualitas diambil dari “spirit” yang artinya jiwa. Maka
spiritualitas atau spirituality adalah kejiwaan atau keruhaniahan. Istilah spiritual
dapat didefinisikan sebagai pengalaman manusia secara umum dari suatu pengertian
akan makna, tujuan dan moralitas.
Oleh karena itu, seseorang sering mengatakan agama sebagai spiritualitas.
Karena agama sendiri adalah moral, yaitu moral hamba pada Tuhannya, hamba
pada dirinya sendiri, dan hamba dengan sesamanya (masyarakat dan
lingkungan/alam semesta).
Orang yang memiliki spiritualitas berarti orang yang bertindak sesuai hati
nurani. Dalam konteks individual, ketika seorang mengalami penyakit, kehilangan,
galau dan stres, kekuatan spiritual dapat membantu individu tersebut menuju
penyembuhan dan terpenuhinya tujuan dengan atau melalui pemenuhan kebutuhan
spiritual. Dalam konteks bermasyarakat, spiritualitas berperan dalam meningkatkan
rasa solidaritas antar sesama makhluk sosial, rasa saling membutuhkan dan saling
menolong satu sama lain merupakan dorongan dari dalam diri setiap orang.
Ruh atau jiwa memiliki fungsi yang sangat dominan dalam diri manusia.
Oleh karena itu, krisis spiritual dapat menyebabkan terjadinya berbagai penyakit
jiwa yang dapat menimbulkan berbagai kemudaratan bagi diri sendiri maupun orang
lain, akan menurunkan martabat manusia ke jurang kehancuran yang mengancam
peradaban dan eksistensi manusia, dan dengan

3
spiritualitas manusia modern akan mendapatkan ketenangan hati yang akan
membuahkan kebahagiaan.

2.3 Menggali Sumber Psikologis, Sosiologis, Filosofis, dan Teologis Tentang Konsep
Ketuhanan
a. Bagaimana Tuhan dirasakan kehadirannya dalam perspektif psikologis?
Adanya keterbukaan pada yang adikodrati adalah fitrah manusia sejak dia
lahir ke dunia (fithrah mukhallaqah). Manusia secara nature dapat merasakan
yang gaib karena di dalam dirinya ada unsur spirit. Spirit sering digambarkan
dengan jiwa halus yang ditiupkan oleh Tuhan ke dalam diri manusia. AlQusyairi
dalam tafsirnya Lathā`if al-Isyārat menunjukkan bahwa roh memang lathīfah
(jiwa halus).yang ditempatkan Tuhan dalam diri manusia sebagai potensi untuk
membentuk karakter yang terpuji.
Ruh merupakan semacam sim card ketuhanan yang dengannya manusia
mampu berhubungan dengan Tuhan sebagai kebenaran sejati (al- ḫaqīqah).
Karena adanya roh, manusia mempunyai bakat bertuhan, artinya roh-lah yang
membuat manusia mengenal Tuhan sebagai potensi bawaan lahir. Dengan
adanya ruh, manusia mampu merasakan dan meyakini keberadaan Tuhan dan
kehadiran-Nya dalam setiap fenomena di alam semesta ini.
b. Bagaimana Tuhan Disembah oleh Masyarakat dalam Perspektif Sosiologis?
Konsep tentang kebertuhanan sebagai bentuk ekspresi kolektif suatu
komunitas beragama merupakan wilayah pembahasan sosiologi agama.
Sosiologi agama merupakan cabang ilmu sosiologi yang mempelajari secara
khusus masyarakat beragama. Objek dari penelitian sosiologi agama adalah
masyarakat beragama yang memiliki kelompok- kelompok keagamaan. Seperti,
kelompok Kristen, Islam, Buddha, dan lain-lain. Sosiologi agama memang tidak
mempelajari ajaran-ajaran moral, doktrin, wahyu dari agama-agama itu, tetapi
hanya mempelajari

4
fenomena-fenomena yang muncul dari masyarakat yang beragama tersebut.
Namun demikian, ajaran-ajaran moral, doktrin, wahyu dapat dipandang sebagai
variabel-variabel yang mempengaruhi fenomena- fenomena yang muncul
tersebut.
Berbeda dengan perspektif teologis, sosiologi memandang agama tidak
berdasarkan teks keagamaan (baca kitab suci dan sejenisnya), tetapi berdasarkan
pengalaman konkret pada masa kini dan pada masa lampau.
Dalam perspektif sosiologis, sebuah komunitas akan memberikan porsi
yang besar bagi peran Tuhan dalam mengatur segala aspek kehidupan manakala
komunitas tersebut lebih banyak dikendalikan oleh common sense. Itulah
sebabnya di kalangan masyarakat primitif atau yang masih terbelakang dalam
pendidikannya, berbagai hal biasanya disandarkan kepada kekuatan supernatural
tersebut. Penjelasan tentang fenomena alam dan sosial sering kali dibingkai
dalam mitos. Mitos adalah penjelasan tentang sejarah dan pengalaman
kemanusiaan dengan menggunakan kacamata Tuhan (kekuatan transenden).
Pendek kata, dalam masyarakat yang belum maju tingkat pendidikannya, setiap
permasalahan selalu dikaitkan dengan Tuhan.
Sebaliknya, dalam masyarakat yang telah mengalami rasionalisasi dengan
kemajuan pendidikan, sains, dan teknologi, maka porsi yang diberikan kepada
Tuhan menjadi semakin berkurang. Hal itu karena semua fenomena alam dan
social budaya dengan rasionalisme dan perkembangan iptek dapat dijelaskan
dengan mudah. Hanya sedikit hal-hal yang masih di luar nalar manusia sajalah
yang diberikan pada Tuhan. Dalam perspektif rasionalisme tidak ada wilayah
kehidupan yang tidak bisa dipikirkan (irasional), semuanya bisa dipikirkan
(rasional) atau belum terpikirkan (supra-rasional), karena belum dikaji secara
lebih mendalam.
c. Bagaimana Tuhan Dirasionalisasikan dalam Perspektif Filosofis?
Pembahasan tentang cara manusia bertuhan melalui rasio akan menjadi
fokus utama pokok bahasan ini. Banyak argumen yang diajukan oleh para filsuf
Islam, sebagai kaum pemikir / rasionalis untuk

5
menjelaskan hakikat Tuhan dan cara bertuhan yang benar. Menurut Mulyadhi
Kartanegara, paling tidak terdapat tiga argumen filsafat untuk menjelaskan hal
tersebut, yaitu: 1) dalil al-ḫudūts, 2) dalil al-īmkān, dan
3) dalil al-‘ināyah. Argumen pertama diperkenalkan oleh al-Kindi (w.866), yang
kedua oleh Ibn Sina (w.1037), dan yang ketiga oleh Ibn Rusyd (w.1198)
Dalam argumen al-ḫudūts, Al-Kindi dengan gigih membangun basis
filosofis tentang kebaruan alam untuk menegaskan adanya Tuhan sebagai
pencipta. Tuhan dikatakan sebagai sebab pertama, yang menunjukkan betapa Ia
adalah sebab paling fundamental dari semua sebab-sebab lainnya yang berderet
panjang. Sebagai sebab pertama, maka Ia sekaligus adalah sumber bagi sesuatu
yang lain, yakni alam semesta.
Argumen kedua terkait dengan Tuhan adalah argumen kemungkinan
(dalil al-imkān). Ibnu Sina sebagai tokoh argumen ini menjelaskan bahwa wujud
(eksistensi) itu ada, bahwa setiap wujud yang ada bisa bersifat niscaya atau
potensial (mumkīn). Wujud niscaya adalah wujud yang esensi dan eksistensinya
sama. .Ia memberikan wujud kepada yang lain, yang bersifat potensial (mumkīn).
ibn Sina (980-1037), memaparkan lebih lanjut atau memperjelas konsep Tuhan
al-Kindi dengan mengungkapkan dalil wājib al-wujūd dan mumkīn al-wujūd.
Menurutnya, segala yang ada di alam hanya ada dua kemungkinan dan tidak ada
alternatif ketiga. Tuhan adalah wājib al-wujūd (wujud niscaya) sedangkan selain-
Nya (alam) dipandang sebagai mumkīn al-wujūd (wujud yang mungkin).
Namun, yang dimaksud wājib al-wujūd di sini adalah wujud yang ada
dengan sebenarnya atau wujud yangsenantiasa aktual. Dengan demikian, Allah
adalah wujud yang senantiasa ada dengan sendirinya dan tidak membutuhkan
sesuatu pun untuk mengaktualkannya. Alam oleh Ibn Sina dikategorikan sebagai
mumkīn al-wujūd, artinya wujud potensial, yang memiliki kemungkinan untuk
ada atau aktual. Sebagai wujud potensial, alam tidak bias mengaktualkan atau
mewujudkan dirinya

6
sendiri, karena ia tidak memiliki prinsip aktualitas untuk mengaktualkan
potensinya. Oleh sebab itu, alam tidak mungkin ada (mewujud) apabila tidak ada
yang mengaktualkannya, karena hanya yang telah aktuallah yang bisa
mewujudkan segala yang potensial, ialah yang disebut dengan Tuhan.
Argumen ketiga tentang Tuhan adalah (dalil al-‘ināyah). Argumen ini
didasari oleh pengamatan atas keteraturan dan keterpaduan alam semesta.
Berdasarkan pengamatan tersebut ditarik kesimpulan bahwa alam ini pasti karya
seorang perancang hebat.
d. Konsep tentang Tuhan dalam Perspektif Teologis
Dalam perspektif teologi agama dipandang sebagai sesuatu yang dimulai
dari atas (dari Tuhan sendiri melalui wahyu-Nya). Manusia beragama karena
Tuhan yang menanamkan kesadaran ini. Tuhan memperkenalkan diri-Nya
kepada manusia melalui berbagai penyataan, baik yang dikenal sebagai
penyataan umum, seperti penciptaan alam semesta, pemeliharaan alam,
penciptaan semua makhluk dsb. maupun penyataan khusus, seperti yang kita
kenal melalui firman-Nya dalam kitab suci, penampakan diri kepada nabi-nabi,
bahkan melalui inkarnasi menjadi manusia dalam dogma Kristen.
Penyataan-penyataan Tuhan ini menjadi dasar untuk kehidupan beriman
dan beragama umat manusia. Melalui wahyu yang diberikan Tuhan, manusia
dapat mengenal Tuhan; manusia tahu cara beribadah; memuji dan
mengagungkan Tuhan. Misalnya, bangsa Israel sebagai bangsa beragama dan
menyembah hanya satu Tuhan (monoteisme) adalah suatu bangsa yang
mengimani bahwa Tuhan menyatakan diri terlebih dulu dalam kehidupan
mereka. Dalam Perjanjian Lama Tuhan memanggil nabi Nuh kemudian Abraham
dan keturunan-keturunannya. Sehingga mereka dapat membentuk suatu bangsa
yang beriman dan beribadah kepada-Nya. Tuhan juga memberi petunjuk
mengenai bagaimana harus menyembah dan beribadah kepada Tuhan. Kita dapat
melihat dalam kitab Imamat misalnya. Semua hal ini dapat terjadi karena
Tuhan yang memulainya. Dan tanpa

7
inisiatif dari atas (dari Tuhan) manusia tidak dapat beriman, beribadah dan
beragama.
Contoh lain, terjadi juga dalam agama Islam. Tuhan menurunkan wahyu
kepada nabi Muhammad. Melalui wahyu yang diterimanya, Muhammad
mengajarkan dan menekankan monoteisme di tengah politeisme yang terjadi di
Arab. Umat dituntun menyembah hanya kepada Dia, yaitu Tuhan Yang Maha
Esa. Melalui wahyu yang diterimanya, Muhammad memiliki keyakinan untuk
menobatkan orang-orang Arab yang menyembah banyak tuhan/dewa. Dan
melalui wahyu yang diturunkan Tuhan juga, Muhammad mampu membentuk
suatu umat yang beragama, beribadah dan beriman kepada Tuhan Yang Maha
Esa
Dapat disimpulkan bahwa agama dalam perspektif teologi tidak terjadi
atas prakarsa manusia, tetapi atas dasar wahyu dari atas. Tanpa inisiatif Tuhan
melalui wahyu-Nya, manusia tidak mampu menjadi makhluk religius yang
beriman dan beribadah kepada Tuhan. Jadi berbicara soal agama dalam
perspektif teologi harus dimulai dengan wahyu Allah atau penyataan yang Allah
berikan kepada manusia.

2.4 Argumen Tentang Tata Cara Manusia Meyakini dan Mengimani Tuhan
Iman kepada Allah SWT merupakan pokok dari seluruh iman yang
tergabung dalam rukun iman. Karena iman kepada Allah SWT merupakan pokok
dari keimanan yang lain, maka keimanan kepada Allah SWT harus tertanam dengan
benar kepada diri seseorang. Sebab jika iman kepada Allah SWT tidak tertanam
dengan benar, maka ketidak-benaran ini akan berlanjut kepada keimanan yang lain,
seperti iman kepada malaikat-malaikat Nya, kitab-kitab Nya, rasul-rasul Nya, hari
kiamat, serta qadha dan qadar Nya. Dan pada akhirnya akan merusak ibadah
seseorang secara keseluruhan. Di masyarakat tidak jarang kita jumpai cara-cara
beribadah seorang yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, padahal orang tersebut
mengaku beragama Islam.
Ditinjau dari segi yang umum dan yang khusus ada dua cara beriman kepada
Allah SWT :

8
9

a. Bersifat Ijmali
Cara beriman kepada Allah SWT yang bersifat ijmali maksudnya adalah, bahwa kita mepercayai Allah
SWT secara umum atau secara garis besar. Al-Qur’an sebagai sumber ajaran pokok Islam telah memberikan
pedoman kepada kita dalam mengenal Allah SWT. Diterangkan, bahwa Allah adalah dzat yang Maha Esa,
Maha Suci. Dia Maha Pencipta, Maha Mendengar, Maha Kuasa, dan Maha Sempurna.
b. Bersifat Tafsili
Cara beriman kepada Allah SWT yang bersifat tafsili, maksudnya adalah mempercayai Allah secara
rinci. Kita wajib percaya dengan sepenuh hati bahwa Allah SWT memiliki sifat-sifat yang berbeda dengan
sifat-sifat makhluk Nya. Sebagai bukti adalah adanya “Asmaul Husna” yang kita dianjurkan untuk berdoa
dengan Asmaul Husna serta menghafal dan juga meresapi dalam hati dengan menghayati makna yang
terkandung di dalamnya.
1. Keyakinan dirinya kepada Tuhan.
2. Ucapan yang mengikuti keyakinannya.
3. Melakukan berbagai kegiatan hidup.

2.5 Esensi dan Urgensi Visi Ilahi Untuk Membangun Dunia Yang Damai

Untuk membangun dunia yang damai, aman, penuh kasih dan sejahtera yang mencakup kehidupan holistik,
komprehensif, dan empatik. Hanya mereka yang mempunyai kesadaran dan kecerdasan secara spiritual yang sudah
dikaruniakan kepada orang-orang pilihaNya (AllahSWT).

Manusia adalah makhluk yang sempurna. Kesempurnaanya ditandai dengan ditiupkanya salah satu tajali yaitu
roh. Apabila manusia masih mengikuti tuntunan dan ajaranya maka manusia akan hidup dekat dengan tuhan. Begitu
pula, sebaliknya jika ia tergoda dengan materi ia akan jauh dari tuhan. Contohnya Nabi Adam pada saat di surga,
yang memakan buah terlarang yang sekarang disimbolkan dengan sejarah Al-Khuldi (Pohon Keabadian). Maka dari
itu manusia adalah makhluk yang menyimpan kontradiksi didalam dirinya. Sedangkan di satu sisi manusia adalah
makhluk spiritual yang cenderung pada kebajikan dan kebenaran. Namun sering kali keberadaan unsur materi dan
ragawi dalam dirinya memaksanya untuk tunduk pada tuntutan kesenangan karena dorongan spiritual seingga dalam
khazanah islam dikenal paling tidak ada 3 topologi manusia yaitu :
1. An-nafs Al-ammarah bissu (jiwa yang selalu tergerak melkukan keburukan)
2. An-nafs Al-lawwamah (jiwa yang selalu mencela diri)
3. An-nafsal-muth ma’innah (jiwa yang tenang)

Untuk terhindar dari itu semua maka manusia harus konsisten dalam kebaikan dan kebenaran tuhan. Oleh
karena itu sisi spiritual harus memainkan peran utama dalam kehidupan manusia sehingga ia mampu merasakan
kehadiran tuhan dan dapat melihat sesuatu dengan visituhan (Ilahi). Visi ilahi inilah yang dibutuhkan oleh umat manusia
sehingga setiap tindak tanduk perilaku manusia didasari dengan semangat kecintaan kepada tuhan sebagai manifestasi
kebenaran universal dan pengabdian serta pelayanan kepada sesama ciptaan tuhan.

Mengapa manusia memerlukan spritualitas ?


1. Karena manusia adalah makhluk ciptaan yang terbatas, yang memiliki kebebasan untukmemilih.
2. Untuk menjaga integritas diri kita ditengah realita dunia yang fana dan tak menentu.
3. Untuk mengembangkan hati nurani yang takut akan Tuhan.
4. Mengendalikan ego.
5. Menyadarkan bahwa panggilan hidup kita adalah anugerah pemberian dari Tuhan.
6. Melatih kepekaan diri dalam menggali makna hidup.

Implementasi visi illahi di lingkungan akademik dan profesional:


1. Membawa seseorang untuk berperilaku jujur setiap ujian.
2. Membuat seorang tidak mudah putus asa ketika apa yang diinginkan tidak tercapai.
Lingkungan profesional (pekerjaan) :
1. Membuat seseorang melakukan suatu pekerjaan semata-mata bukan hanya untuk uang.
2. Membuat seseorang mau bekerja secara jujur dan adil.
3. Membuat seseorang senantiasa bersyukur atas nikmat allah

Sikap untuk memperbaiki diri :


1. Menjadikan Asmaul Husna sebagai pedoman.
2. Meneladani sikap Rosul
10

3. Selalu berlaku jujur dalam setiap hal.


4. Rajin belajar memperluas ilmu agama

BAB II

A. Konsep dan Karakteristik Agama Sebagai Jalan Menuju Tuhan dan Kebahagiaan

Orang sering membahas topik kebahagiaan, sifatnya, dan metode untuk mencapainya. Dapat dikatakan
bahwa ada seribu sudut pandang dan pendapat.

Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian kepustakaan. Penulis penelitian ini menggunakan
metode integratif-interkoneksi. Data bahan primer dan sekunder yang digunakan dalam penelitian ini
relevan dengan topik yang diteliti.

Temuan penelitian ini membawa penulis pada kesimpulan berikut mengenai makna istilah "bahagia"
dalam Al-Qur'an dari perspektif interpretasi al-Sya'rawi dan psikologi positif: "bahagia" relevan dengan
kesejahteraan subjektif dalam positif psikologi. Dari dua pembagian istilah tersebut, telah dijelaskan
bahwa manusia dan Tuhan perlu memainkan dua peran penting untuk mengidentifikasi kebahagiaan.
Prestasi, amr ma'ruf nahi munkar, optimisme, kepuasan dengan karunia Tuhan, kesabaran, dan altruisme
adalah ciri-ciri orang bahagia. Kemudian beberapa upaya untuk mencapai kebahagiaan, Langkah
pertama adalah aspek kognitif dan afektif kebahagiaan. Langkah kedua adalah menerapkan taqwa, iman,
dzikir kepada Allah, mengingat nikmat Allah, jihad di jalan Allah, dan menikmati khamr.

B. Manusia Harus Beragama dan Agama Dapat Membahagiakan Manusia


Orang yang paling bermanfaat bagi Allah adalah yang paling dipuja, dan yang paling dipuja oleh
Allah adalah yang membebaskan umat Islam atau memuaskan rasa lapar mereka. “Sungguhnya aku
berjalan bersama saudaraku yang muslim untuk suatu kebutuhan yang lebih aku cintai dari pada I'ktikaf
dalam hal ini. masjid (Masjid Nabawi) selama sebulan…”(HR.Thabrani didalam al- Mu’jam al- Kabir.
No 13646) Pikirkan salah satu hadits yang berbicara tentang betapa pentingnya merencanakan perilaku
kita untuk membuat saudara kita atau orang lain bahagia. Karena kebahagiaan adalah keinginan
manusia. Selain itu, semua orang memiliki perspektif unik tentang menyikapi kebahagiaan.

Selain itu, umat Islam diajarkan untuk selalu berusaha untuk kebahagiaan bagi orang lain. Sebagaimana
dinyatakan dalam firman Allah:”Barang siapa yang mengerjakan amal saleh,baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman,maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang
baik dan sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan
kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan” QS,an-Nahl (16):97) Al-Qur’an juga menegaskan kepada umatnya untuk selalu berbuat baik,
berprasngka baik kepada Allah, bertawakal kepada-Nya, selalu optimis, percaya pada janji Allah Yang
Maha Benar dan sabar menunggu jalan keluarnya.

c.Sumber Historis, Filosofis, Psikologis, Sosiologis, dan Pedagosis Tentang Pemikiran Agama Sebagai
Jalan Menuju Kebahagiaan

Fitrah adalah agama secara teologis. Menurut Al-Qur'an, manusia adalah makhluk spiritual, fisik, dan
sosial. Ia akan puas jika manusia hidup menurut fitrahnya. Sepanjang sejarah manusia, agama telah
menjadi salah satu kebutuhan paling mendasar manusia. Manusia, sebagai makhluk spiritual,
membutuhkan kepuasan mental dan spiritual. Bahwa Tuhan itu mahakuasa, paling suci, dan paling
indah, menurut tasawuf Islam. Hanya roh yang murni yang dapat mendekati Ruang Mahakudus.
11

Nabi menjelaskan bahwa Allah berfirman “Hambaku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan
an-nawāfil

(melaksanakan ibadah-ibadah sunat)sehingga Aku mencintainya.Barang siapa yang telah Aku


cintai,maka pendengaran nya adalah pendengaran-Ku,penglihatan nya adalah penglihatan-Ku,dan
tangan nya adalah tangan-Ku”

.(HRMuslim).

Al-Qur'an menegaskan bahwa manusia adalah makhluk sosial dan ini adalah salah satu alasan mengapa
mereka membutuhkan agama. Manusia harus berinteraksi secara horizontal satu sama lain dan alam
sekitarnya, termasuk flora dan fauna. Manusia perlu berinteraksi dengan zat yang memberi mereka
kehidupan lebih vertikal. Manusia yang sebenarnya adalah bentuk idhf, yang sangat membutuhkan
Allah, zat yang pada dasarnya dapat diamati. Oleh karena itu, manusia sangat membutuhkan Tuhan
karena hal-hal berikut: adanya dorongan seksual; fakta bahwa manusia adalah makhluk yang terbatas
dan lemah; dan fakta bahwa manusia hidup dalam masyarakat.

• Karena setiap orang memiliki rasa senang.

• Ada kesamaan

• Perilaku manusia mengharapkan penghargaan dan pengakuan dari orang

• kebutuhan dasar manusia.

• Hidup di antara orang-orang dan komunitas mereka akan membantu seseorang menyadari potensi
penuh mereka.

D. Membangun Argumen tentang Tauhidullah Sebagai Satu- Satunya Model Beragama Yang Benar

“La ilaha illallah” itulah landasan teologis agama yang dibawa oleh Rasulullah dan oleh semua para
nabi dan rasul. Makna kalimat tersebut adalah

1. Tidak ada Tuhan kecuali Allah.


2. Tidak ada yangberhak disembah kecuali Allah.
3. Tidak ada yang dicintai kecualiAllah.
4. Tidak ada yang berhak dimintai tolong / bantuan kecualiAllah.
5. Tidak ada yang harus dituju kecuali Allah.
6. Tidak ada yangharus ditakuti kecuali Allah.
7. Tidak ada yang harus diminta ridanya kecuali Allah.
Tauḫīdullāh membebaskan manusia dari takhayul, khurafat, mitos, dan bidah.

Tauḫīdullāh menempatkan manusia pada tempat yang bermartabat, tidak menghambakan diri kepada
makhluk yang lebih rendah derajatnya daripada manusia.

Nabi Muhammad bersabda, “Barang siapa mengucapkan kalimah lā ilāha illallāh secara ikhlas, pasti ia
masuk surga. Rasulullah ditanya, “Apa yang dimaksud keikhlasan itu?” Rasulullah saw. menjawab,
“Bahwa kalimah itu bisa menghalangi orang itu dari hal-hal yang diharamkan Allah” (HR Thabrani).

Menurut Said Hawa, tauḫīdullāh dapat rusakdengan hal-hal sebagai berikut.

•Sifat Al-Kibr (sombong).

•Sifat Azh-Zhulm (kezaliman) dan Sifat Al-Kizb (kebohongan).

•Sikap Al-Ifsād (melakukan perusakan).

•Sikap Al-Ghaflah (lupa).

• Al -Ijrām (berbuat dosa).


12

•ragu menerima kebenaran.

E. Esensi dan Urgensi Nilai- Nilai Tauhid Untuk Mencapai Kebahagiaan

Tauhid (Keesan Tuhan) adalah dasar terbesar dari keyakinan Islam. Bahkan, seseorang akan dianggap
Muslim apabila meyakini tidak ada Tuhan selain Allah dan mengakui Nabi Muhammad SAW adalah
rasul utusan Allah SWT.

Allah SWT berfirman di dalam Al quran surat Al baqarah ayat 225 yang artinya, ''Allah, tidak ada
Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus, tidak mengantuk dan tidak tidur.
Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa’at di sisi Allah tanpa
izin-Nya...''

Dalam ayat 225 Surat Albaqarah yang juga disebut Ayat Kursi itu, Allah SWT menggambarkan sifat
tauhid-Nya bahwa Dialah satu-satunya yang paling kuat. Tauhid adalah fondasi Islam yang menyatakan
Allah SWT menciptakan dan mengatur alam semesta beserta seluruh isinya. 

Menurut Islam, semua ajaran yang diturunkan kepada para nabi memiliki esensi yang sama yaitu
pengetahuan tentang tauhid dan keesaan Allah SWT. Namun, kebanyakan umat menyalahartikan ajaran
tersebut. Bahkan, ajaran para nabi dicampur adukkan dengan hal-hal berbau takhayul.

Tauhid adalah pesan yang sama yang diterima Nabi Adam AS ketika turun ke bumi. Pesan itu juga
diterima Nabi Nuh AS, Isa AS, Ibrahim AS hingga nabi terakhir Muhammad SAW.  

Islam menolak segala bentuk penggambaran Allah SWT dalam bentuk manusia yang diidolakan karena
latar belakang kebangsaan, kekayaan, kekuasaan maupun ras. Orang yang tidak mampu memahami
konsep ini sering menginterpretasikan Allah SWT dengan cara yang materialistis.

Ketika Nabi Muhammad SAW ditanyai umatnya tentang Allah SWT, maka Allah SWT menjawabnya
dengan menurunkan surat Al-Ikhlas ayat 1-4: ''Katakanlah, “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah
Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak melahirkan dan tidak pula dilahirkan;
tidak pula ada seorang pun yang setara dengan-Nya.”

Surat Al-Ikhlas ayat 1-4 menegaskan ketauhidan Allah SWT. Sebagai Pencipta, Allah SWT memiliki
sifat yang berbeda dengan sesuatu yang diciptakannya.

Jika tidak, Pencipta hanya bersifat sementara dan tidak bisa berkuasa atas seluruh ciptaan-nya. Untuk
itu, Allah SWT bersifat abadi dan tidak bergantung pada apa pun. Eksistensi Allah SWT tidak ada
habisnya.

BAB IV

Al- Quían meíupakan sumbeí utama ajaían Islam. Ia adalah satu satunya kitab suci
yang masih asli. Isi ajaíannya lengkap dan sempuína. Inti ajaían Al- Quían adalah pedoman
hidup bagi manusia dalam upaya meíaih kebahagiaan dunia dan akhiíat. Al- Quían
mengaíahkan paía pembacanya untuk beíjalan di atas shiíāthal mustaqīm (Jalan Luíus Allah
Swt. ) dan mengakhiíi tugas kehidupan secaía ḫ usnul khā timah. Oleh kaíena itu, manusia
dituntut untuk menjadikan Al- Quían tempat beíkonsultasi, lalu menjadikannya sebagai suluh
kehidupan.
Philip K. Hitti (wafat 1978), seoíang guíu besaí sastía Semit di Columbia dan
Píincenton, telah menulis sebuah buku monumental beíjudul Histoíy ofĽhe Aíabs . Mengenai
Al-Quían, ia menulis di buku teísebut sebagai beíikut.
13

“ Kata Al-Quían itu sendiíi beímakna „bacaan‟, „kuliah‟, atau „wacana‟ .


Sejak awal kehadiíannya, kitab ini dimaksudkan untuk dibaca dan dipeídengaíkan
dalam bahasa aslinya, dengan khidmat dan hoímat, baik daíi pembaca maupun
pendengaínya. Kekuatan dan daya taíik Al- Quían di antaíanya dimunculkan oleh iíama dan
íetoíikanya, juga oleh sajak dan maknanya, yang tidak bisa dialihkan ke dalam teíjemahan
semua bahasa pun. Panjang Al-Quían adalah empat peí lima panjang Peíjanjian Baíu yang
beíbahasa Aíab. Dalam kedudukannya sebagai kitab suci umat Islam, Al- Quían memainkan
peían penting lainnya, di antaíanya sebagai pilaí Islam dan otoíitas teítinggi dalam peísoalan-
peísoalan spiíitual dan etika.

Di bidang teologi, hukum, dan ilmu pengetahuan, menuíut umat Islam, Al- Quían
meíupakan sumbeí ajaían yang mempunyai aspek- aspek yang beíbeda- beda. Dalam hal ini
Al- Quían menjadi buku ilmiah, buku bacaan untuk mempeíoleh pendidikan yang libeíal. Di
sekolah sepeíti Al-Azhaí, univeísitas teíbesaí di dunia, kitab ini masih menjadi landasan bagi
seluíuh kuíikulum. Daíi sisi bahasa dan sastía, pengaíuh Al- Quían teíbukti pada kenyataan
bahwa beíbagai dialek oíang- oíang yang beíbahasa Aíab tidak teípecah ke dalam bahasa-
bahasa yang beíbeda, sepeíti yang teíjadi pada bahasa-bahasa pecahan daíi bahasa Romawi.
Meskipun kini oíang Iíak mungkin mendapati sedikit kesulitan untuk memahami secaía
sempuína peícakapan oíang Maíoko, namun ia bisa dengan mudah memahami tulisan
meíeka, kaíena baik di Iíak maupun di Maíoko, juga di Suíiah, Aíab, dan Mesií, semuanya
mengikuti model dan gaya bahasa Al-Quían.

Pada masa Nabi Muhammad, tidak ada kaíya píosa Aíab yang kualitasnya sangat baik.
Kaíenanya, Al-Quían menjadi kaíya teíbaik yang peítama, dan sejak saat itu Al -Quían teíus
menjadi model penciptaan beíbagai kaíya píosa. Bahasa Al-Quían beísajak dan íetoíis,
14

tetapi tidak puitis. Píosa sajaknya menjadi standaí yang beíusaha ditiíu oleh hampeí setiap
penulis Aíab konseívatifhingga dewasa ini” .

A. Menelusuíi Konsep dan Kaíakteíistik Paíadigma Quíani untuk


Menghadapi Kehidupan Modeín

Apa yang dimaksud paíadigma? Apa pula yang dimaksud paíadigma Quíani?
Mengapa Al-Quían dijadikan paíadigma untuk menghadapi beíbagai peísoalan?
Secaía etimologis kata paíadigma daíi bahasa Yunani yang asal katanya adalah paía
dan digma. Paía mengandung aíti „ disamping‟, „ di sebelah‟, dan „ keadaan lingkungan‟ .
Digma beíaíti „ sudut pandang‟, „ teladan‟, „ aíketif; dan „ideal‟ . Dapat dikatakan bahwa
paíadigma adalah caía pandang, caía beípikií, caía beípikií tentang suatu íealitas. Adapun
secaía teíminologispaíadigma adalah caía beípikií beídasaíkan pandangan yang menyeluíuh
dan konseptual teíhadap suatu íealitas atau suatu peímasalahan dengan menggunakan teoíi-
teoíi ilmiah yang sudah baku, ekspeíimen, dan metode keilmuan yang bisa dipeícaya.
Dengan demikian, paíadigm Quíani adalah caía pandang dan caía beípikií tentang suatu
íealitas atau suatu peímasalahan beídasaíkan Al-Quían.

Beíikutnya, Mengapa Al-Quían dijadikan paíadigma? Semua oíang menyatakan


bahwa ada suatu keyakinan dalam hati oíangoíang beíiman, Al-Quían mengandung
gagasan yang sempuína mengenai kehidupan; Al-Quían mengandung suatu gagasan
muíni yang beísifat metahistoíis. Menuíut Kuntowijoyo ( 2 0 0 8 ) , Al- Quían sesungguhnya
menyediakan kemungkinan yang sangat besaí untuk dijadikan caía beípikií. Pengembangan
ekspeíimen- ekspeíimen ilmu pengetahuan beídasaíkan paíadigma Al-Quían jelas akan
mempeíkaya khazanah ilmu pengetahuan umat manusia. Kegiatan itu mungkin bahkan tentu
saja akan menjadi íambahan baíu bagi munculnya ilmu- ilmu pengetahuan alteínatif.
Píemis- píemis noímative Al- Quían dapat diíumuskan menjadi teoíi- teoíi yang
empiíis dan íasional. Stíuktuí tíansendental Al- Quían adalah sebuah ide noímative filosofis
yang dapat diíumuskan menjadi paíadigma teoíetis. Paíadigma Quíani akan membeíikan
keíangka bagi peítumbuhan ilmu pengetahuan empiíis dan ilmu pengetahuan íasional yang
oíisinal, dalam aíti sesuai dengan kebutuhan píagmatis masyaíakat Islam yaitu untuk
mengaktualisasikan misinya sebagai khalifah di muka bumi.
15

B. Menanyakan Alasan, “ Mengapa Paíadigma Quíani sangat Penting

bagi Kehidupan Modeín? ”

Al- Quían bagi umat Islam adalah sumbeí píimeí dalam segala segi kehidupan. Al-
Quían adalah sumbeí ajaían teologi, hukum, mistisisme, pemikiían, pembahaíuan,
pendidikan, akhlak dan aspek aspek lainnya. Ľolok ukuí benaí / salah, baik / buíuk, dan indah /
jelek adalah Al- Quían. Jika mencaíi sumbeí lain dalam menentukan benaí / salah, baik /
buíuk, dan indah / jelek, maka seseoíang diangap tidak konsisten dalam beíislam, suatu sikap
hipokíit yang dalam pandangan Al- Quían teímasuk sikap tidak teípuji.
Untuk apa Al- Quían dituíunkan? Apa tujuan Al- Quían dituíunkan? Yusuf al-
Qaídhawi menjelaskan bahwa tujuan dituíunkan Al- Quían paling tidak ada tujuh macam,
yaitu:
1) meluíuskan akidah manusia, 2) meneguhkan kemuliaan manusia dan hak-hak asasi
manusia, 3) mengaíahkan manusia untuk beíibadah secaía baik dan benaí kepada Allah, 4)
mengajak manusia untuk menyucikan íohani, 5) membangun íumah tangga yang sakinah dan
menempatkan posisi teíhoímat bagi peíempuan, 6 ) membangun umat menjadi saksi atas
kemanusiaan, dan ke 7) mengajak manusia agaí saling menolong. Sebagian daíi tujuan di
atas dijelaskan dalam uíaian sebagai beíikut.

1. Meluíuskan Akidah Manusia


Secaía íinci menjaga akidah itu mencakup aspek-aspek sebagai beíikut.

a. Menegakkan Pokok-Pokok Ľauhid


Menegakkan tiang-tiang tauhid sebagai landasan beíagama sangat penting eksistensinya
sebab beísikap sebaliknya yaitu syiíik meíupakan sikap yang sangat teícela, bahkan hukum
Islam memandang syiíik sebagai suatu tindak pidana (jaíīmah) yang sangat teílaíang.

Mengapa syiíik teímasuk dosa besaí? Sebab dalam syiíik ada kezaliman teíhadap kebenaían,
dan penyimpangan teíhadap kebenaían hakiki, seíta ada pelecehan teíhadap maítabat
kemanusiaan yang mengagungkan dunia atau tunduk kepada sesama makhluk. Itulah
sebabnya Allah beífiíman, “ Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni sikap syiíik dan Allah

akan mengampuni dosa selain itu bagi siapa saja yang Allah kehendaki. ” ( QS An- Nisa`/4: 48).

“Sesungguhnya sikap syiíik adalah kezaliman yang sangat besaí. ”(QS Luqman/31: 13).

“ Jauhilah peíbuatan keji yaitu menyembah beíhala, dan jauhi pula beíkata palsu, dengan penuh
penyeíahan kepada Allah dan tidak beísikap syiíik kepada- Nya. Baíang siapa melakukan
syiíik kepada Allah, maka seakan- akan ia teíjun daíi langit lalu disambaí
16

buíung, atau diombang-ambing angin ke tempat yang tidak menentu. ”(QS Al-Hajj/22: 30- 31).

Al-Quían mengajak manusia beíibadah hanya kepada Allah sementaía syiíik cendeíung
kepada kebatilan dan khuíafat. Al- Quían menginfoímasikan kepada kita bahwa Nabi
Muhammad bahkan semua paía nabi mengajak kaumnya untuk beíibadah hanya kepada Allah.
Allah beífiíman,“Beíibadahlah kepada Allah, tidak ada bagi kamu satu Ľuhan pun selain Allah.

”(QS Al-A‟aíaf/7: 59, 65, 73, 85) (QS Hud/11:50, 61, 84).

b. Mensahihkan Akidah tentang Kenabian dan Keíasulan, Meluíuskan akidah atau


dapat dikatakan membenaíkan akidah itu mencakup aspek-aspek sebagai beíikut.
1) Menjelaskan kepeíluan manusia teíhadap kenabian dan keíasulan. Allah beífiíman,
Ľidaklah Kami tuíunkan al- kitab kepadamu kecuali agaí kamu menjelaskan kepada meíeka
apayang meíeka ikhtilafkan. (QS An-Nahl/16: 64).

Keadaan manusia adalah umat yang satu lalu. Allah mengutuspaía nabi sebagai pembawa
kabaí gembiía dan pembawa peíingatan, dan Allah menuíunkan beísama meíeka Al- Kitab
dengan hak agaí ia menghukumi apa-apayang meíeka ikhtilafkan. (QS Al-Baqaíah/2: 213). 2
) Menjelaskan tugas- tugas paía íasul khususnya dalam hal kabaí gembiía dan pembeíi
peíingatan.
Paía íasul sebagaipembawa kabaí gembiía danpembeíipeíingatan. ( QS An- Nisa`/4 : 165 )
. Paía íasul bukanlah Ľuhan, bukan pula anak- anak Ľuhan, meíeka hanyalah manusia biasa
yang dipilih Ľuhan untuk meneíima wahyu.
Katakanlah Muhammad, sesungguhnya aku (Muhammad) adalah manusia biasa sepeíti
kamu hanya aku dibeíi wahyu, sesungguhnya Ľuhan kamu adalah Ľuhanyang satu. (QS Al-
Kahfi/18: 110).
3) Menghilangkan keíaguan daíi peísepsi masyaíakat silam tentang penampilan paía íasul.
Ľidaklah kamu itu melainkan manusia biasa sepeíti kami. (QS Ibíahim/14: 10).
Seandainya Allah beíkehendak, tentu Allah menuíunkan malaikat ( sebagai utusan). ( QS Al
Mu‟minun/23: 24).
Al-Quían menolak peísepsi meíeka tentang paía íasul dengan fiíman-Nya sebagai beíikut.
Beíkatalah kepada meíeka íasul- íasul meíeka; Ľidaklah kami semua kecuali manusia biasa
tetapi Allah membeíikan anugeíah kepada siapa saja yang Allah kehendaki daíi hamba-
hamba-Nya. (QS Ibíahim/14: 11).
Katakanlah kalau di muka bumi ini ada malaikat- malaikat yang beíjalan dengan tenang
(sepeíti manusia), tentu Kami akan menuíunkan daíi langit untuk meíeka malaikat
sebagai íasul. (QS Al-Isía`/17: 95).
17

4) Menjelaskan akibat bagi oíang-oíang yang membenaíkan paía íasul dan akibat bagi oíang-
oíang yang mendustakan paía íasul. Di dalam Al-Quían ada kisah yang panjang yang
meíupakan bagian daíi kisah- kisah paía íasul beísama umat meíeka yang ujungnya
kecelakaan bagi oíang-oíang yang mendustakan paía íasul dan keselamatan bagi oíang-
oíang yang beíiman kepada paía íasul.
Dan ( telah Kami binasakan) Kaum Nabi Nuh tatkala meíeka mendustakanpaía íasul, maka
Kami tenggelamkan meíeka dan Kamijadikan meíeka sebagai ayat bagi manusia yang lain.
Dan Kami sediakan bagi oíang- oíang yang beílaku zalim siksa yang menyakitkan. ( QS Al-
Fuíqan/25: 37).
Kemudian Kami selamatkan íasul- íasul Kami dan oíang- oíangyang beíiman. Demikianlah
adalah hak bagi Kami menyelamatkan oíang-oíang beíiman. (QS Yunus/10:103).
Meneguhkan Keimanan teíhadap Akhiíat dan Keyakinan Akan Adanya Balasan yang Akan
Diteíima di Akhiíat Infoímasi yang diangkat dalam Al- Quían baik dalam ayat madaniyyah
maupun makkiyyah bahwa iman teíhadap akhiíat dan segala sesuatu yang ada di akhiíat
beíupa hisab, suíga, dan neíaka adalah bagian daíi tujuan dituíunkannya Al -Quían. Al-Quían
telah menetapkan bebeíapa gaya dalam upaya meneguhkan akidah ini dan mensahihkan
akidah ini.
1) Menegakkan aígumen-aígumen akan teíjadinya “pembangkitan” dengan menjelaskan
kekuasaan Allah mengembalikan makhluk sebagaimana semula. Dialah yang memulai
penciptaan kemudian Ia mengembalikannya sebagaimana semula dan Ia mudah untuk
melakukannya. (QS Aí-Rum/30: 27).
2) Mengingatkan manusia akan penciptaan benda-benda yang amat besaí sangatlah
mudah bagi Allah, apalagi menghidupkan kembali manusia yang sudah mati, tentunya
sesuatu yang amat mudah bagi Allah. Ľidakkah meíeka beípikií sesungguhnya Allah, Dialah
yang menciptakan langit dan bumi, dan tidaklah sulit bagi- Nya menghidupkan yang sudah
mati, ingatlah sesungguhnya Allah beíkuasa atas segala sesuatu. (QS Al-Ahqaf/46: 33).

3 ) Menjelaskan hikmah adanya pembalasan di akhiíat sehingga jelas ketidaksamaan oíang


yang beíbuat baik dan yang beíbuat buíuk, teímasuk balasan bagi oíang baik dan oíang jahat.
Dengan demikian, tampaklah bahwa kehidupan dunia itu hanyalah peímainan dan kesia-
siaan.
Apakah kamu menyangka bahwa Kami menciptakan kamu hanya main- main, dan kamu
tidak akan dikembalikan kepada Kami. (QS Al-Mu‟minun/23: 115)
Apakah manusia menduga akan ditinggalkan begitu saja secaía sia-sia. (QS Al-Qiyamah/75:
36).
18

Dan tidaklah Kami ciptakan langit, bumi, dan segala isinya sia- sia: itu adalah sangkaan oíang
-oíang kafií: neíaka wael adalah kebeíakhiían oíang- oíang kafií. ( QS
Shad/38: 27).
Ľidak mungkinlah Kami menjadikan oíang- oíang beíiman dan beíamal saleh sepeíti oíang-
oíang yang beíbuat keíusakan atau Kami menjadikan oíang- oíang beítakwasepeíti oíang-
oíangyang beíbuat keíusakan. (QS Shad/38: 28).

4) Menjelaskan balasan yang ditunggu oleh oíang-oíang mukmin yang baik yaitu pahala dan
keíidaan, dan balasan yang disediakan bagi oíang-oíang kafií yaitu siksa dan keíugian. Itulah
sebabnya Al- Quían seíing menceíitakan kiamat dan segala kedahsyatannya. Al- Quían juga
menginfoímasikan catatan amal yang memuat segala kegiatan manusia baik yang beínilai
maupun yang tidak beínilai ( jelek), timbangan, hisab, suíga dengan segala kenikmatannya,
neíaka dengan segala pendeíitaannya dan kesinambungan kehidupan manusia secaía
jasmani dan íohani di akhiíat.

5) ) Mengguguíkan mitologi yang dimunculkan musyíikīn bahwa Ľuhan- Ľuhan meíeka dapat

membeíi syafaat pada haíi Kiamat kelak, begitu juga dugaan ahli kitab bahwa oíang- oíang
suci meíeka dapat membeíi syafaat. Inilah yang dibatalkan oleh Islam bahwa sesungguhnya
tidak ada syafaat tanpa izin Allah, tidak ada syafaat kecuali bagi oíang beíiman, dan manusia
tidak akan mendapatkan kecuali amalnya sendiíi, dan tidak akan peínah menanggung dosa
oíang lain. Oíang beídosa tidak akan menanggung dosa oíang lain; Dan tidak ada bagi
manusia kecuali apayang telah ia keíjakan. (QS An-Najm/53: 38-39).
Ľidak beímanfaat bagi meíeka ( kuffāí) syafaat oíangoíang yang membeíi syafaat. ( QS Al-
Muddatstsií/74: 48).
Siapakah yang dapat membeíi syafaat di sisi- Nya kecuali atas izin- Nya. ( QS Al- Baqaíah/2 :
255).

Meíeka tidak akan membeíi syafaat kecuali kepada oíang yang Allah íidai. ” (QS Al-
Anbiya`/21: 28).
“Meíeka akan mendapatkan apa-apa yang telah meíeka keíjakan dan Ľuhanmu tidak akan
beíbuat zalim kepada siapapun. (QS Al-Kahfi/18: 41).
2. Meneguhkan Kemuliaan Manusia dan Hak-Hak Manusia
a. Meneguhkan Kemuliaan Manusia
Al- Quían menguatkan bahwa manusia adalah makhluk mulia. Allah menciptakan Adam
dengan kedua tangan- Nya sendiíi. Ia meniupkan íoh- Nya kepada Adam, dan Allah
menjadikan Adam sebagai khalifah dan ketuíunan Adam beípeían sebagai pengganti
Adam dalam kekhilafahan. Allah beífiíman, “ Dan Kami telah memuliakan ketuíunan Adam
dan
19

Kami bawa meíeka (untuk menguasai) daíatan dan lautan, dan Kami íezekikan kepada
meíeka yang baik- baik dan Kami lebihkan meíeka atas kebanyakan sebagian yang telah
Kami ciptakan.” ( QS Al- Isía`/ 17 : 30 ) . “ Ľidakkah kamu beípikií sesungguhnya Allah telah
menaklukkan untuk kamu segala apa yang ada di langit dan di bumi dan Allah
menyempuínakan untuk kamu nikmat lahií dan batin.” (QS Luqman/31: 20).
“ Dan Allah telah menaklukan buat kamu segala apa yang ada di langit dan di bumi,
semuanya daíi Allah.” (QS Al-Jatsiah/45: 12).
Ayat- ayat lain dapat Anda baca misalnya: QS Al-Baqaíah/2: 30, QS Al-A‟íaf/: 31, QS
Fussilat/41: 38, QS Al-Ahzab/33: 67, QS-Ľaubah/9: 31, QS Ali Imían/3: 64, QS Ali-Imían/3: 79.
b. Menetapkan Hak- Hak Manusia
Dalam upaya menguatkan kemuliaan manusia, pada empat belas abad silam, Al-Quían
telah menetapkan hak- hak asasi manusia sebagaimana yang menjadi “ nyanyian” kelompok
yang menamakan diíi pejuang hak asasi manusia sekaíang ini. Allah menciptakan manusia
bebas beíekspíesi untuk beípikií dan beípendapat. Allah beífiíman, “ Katakanlah,
„ Peíhatikanlah apayang ada di langit dan apayang ada di bumi. ‟ ” (QS Yunus/10: 101).
“ Katakanlah sesungguhnya kami hanyalah membeí nasihat dengan satupeíkaía; hendaklah
kamu beíamal kaíena Allah, beíduaan atau sendiíi- sendiíi, lalu beípikiílah. ” ( QS Saba/34 :
46).
Hak- hak lainnya adalah hak hidup: QS Al-An‟am/6: 151, QS Al-Isía`/17: 33, QS Al-
Ma`idah/5: 31. Hak untuk bekeíja dan menjelajahi dunia: QS Al-Mulk/67: 15, QS Al-
Jumu‟ah/62: 9- 10, QS Al-Baqaíah/2: 198. Hak untuk menikmati hasil usaha sendiíi dengan
halal: QS An- Nisa`/4: 32, QS An-Nisa`/4: 29. Hak memiliki tempat tinggal yang layak: QS An-
Nuí/24: 27-28. Hak untuk teíjaga daíahnya, haítanya, dan hak miliknya: QS An-Nisa`/4: 29.
Hak untuk teíjaga haíga diíinya dan kemuliaannya: QS Al-Hujuíat/49: 11. Hak
mempeítahankan diíi: QS Al-Baqaíah/2: 194. Hak mendapatkan keadilan: QS An-Nisa`/4: 58,
QS Al- Ma`idah/4: 8, QS An- Nisa`/: 105- 107. Hak teípenuhi kepeíluan hidup jika ia
memang lemah atau fakií: QS Al-Ma‟aíij/70: 24, 25, QS At -Ľaubah/9: 102. Hak untuk setuju
atau menolak kepada ulil amíi (pemeíintah): QS An-Nisa`/4: 59. Hak menolak kemungkaían:
QS Hud/11: 112, QS Al-Ma`idah/5 78-79, QS Al-Mumtahanah/60: 12, QS Al-Anfal/8: 25, QS
Asy-Syu‟aía`/26/26: 151- 152, dan seteíusnya.
c. Meneguhkan Hak-Hak Duafa (Oíang-Oíang Lemah secaía Ekonomi).
Al-Quían menetapkan hak-hak manusia secaía umum dan Al-Quían secaía khusus
mengangkat hak-hak oíang lemah agaí tidak teíaniaya (teízalimi) oleh oíang-oíang kuat atau
20

tidak diabaikan oleh paía penegak hukum. Sangat banyak ayat- ayat Al- Quían yang
membahas masalah ini baik ayat- ayat makkiyyah maupun ayat- ayat madaniyyah. Anda
bisa membuka dan menelaah ayat-ayat Al-Quían, antaía lain sebagai beíikut ini.
QS Adh-Dhuha/93: 9, QS Al-Muddatstsií/74: 42-44, QS Al- Ma‟un/107: 1-3, QS Al-
Haqqah/69: 32-34, QS Al-Fají/89: 17- 18, QS Al-Isía`/17: 34, QS An-Nisa`/4: 10, QS At-
Ľaubah/9: 60, QS Al-Anfal/8; 41, QS Al-Hasyí/59: 7, QS At-Ľaubah/9: 103, QS Al-
Baqaíah/2: 177, QS Al-Isía`/17: 26, QS Al-Baqaíah/2: 215, QS An-Nisa`/4: 36, QS An-
Nisa`/4: 74-76.

C. Menggali Sumbeí Histoíis, Filosofis, Psikologis, Sosiologis, dan


Pedagogis tentang Paíadigma Quíani untuk Kehidupan Modeín

Untuk menggali sumbeí histoíis, filosofis, psikologis, sosiologis, dan paedagogis


tentang paíadigma Quíani yang membawa kemajuan dan kemodeínan pada zaman silam,
Anda dapat mempelajaíi caía- caía untuk mencapai kemajuan pada zaman keemasan Islam
dan mempelajaíi peían Al-Quían dalam mewujudkan kemajuan itu. Dalam sejaíah peíadaban
Islam ada suatu masa yang disebut masa keemasan Islam. Disebut masa keemasan Islam
kaíena umat Islam beíada dalam puncak kemajuan dalam pelbagai aspek kehidupannya:
ideologi, politik, sosial budaya, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, peítahanan dan
keamanan. Kaíena kemajuan itu pula, maka dunia Islam menjadi pusat peíadaban, dan dunia
Islam menjadi supeí- poweí dalam ekonomi dan politik.
Ekspansi dakwah Islam semakin meluas dan diteíima oleh belahan seluíuh dunia
ketika Islam datang. Kekuasaan politik semakin luas yang implikasinya kemakmuían
ekonomi juga semakin teíbuka tambah subuí dan tentu lebih meíata. Kalau Anda kaji secaía
mendalam faktoí- faktoí yang menyebabkan umat Islam bisa maju pada saat itu dan dalam
waktu yang amat lama (lebih daíi lima abad.), maka jawabannya tentu saja kaíena umat Islam
menjadikan Al- Quían sebagai paíadigm kehidupan. Al- Quían pada saat itu bukan hanya
dijadikan sebagai sumbeí ajaían tetapi juga menjadi paíadigma dalam pengembangan Iptek,
pengembangan budaya, bahkan Al-Quían dihadiíkan untuk mengatasi dan menghadapi
pelbagai píoblem kehidupan umat Islam saat itu. Pada zaman keemasan Islam, Al- Quían
dijadikan sebagai paíadigma dalam segala aspek kehidupan dan Rasulullah saw. menjadi
íole model ( uswatun ḫ asanah) dalam mengimplementasikan Al- Quían dalam kehidupan
sehaíi haíi.
21

Rasulullah dalam sabdanya, “ Sebaik- baik geneíasi adalah geneíasiku lalu geneíasi
beíikutnya dan geneíasi beíikutnya ” (HR Muslim). Sikap komitmen paía sahabat dan
geneíasi beíikutnya menjadikan Rasulullah sebagai uswah dalam segala segi kehidupan dan
sesungguhnya peíilaku meíeka sesuai dengan tuntunan Al-Quían itu sendiíi. Allah beífiíman,
“ Apa- apa yang Rasulullah datangkan untuk kamu, maka ambillah dan apa- apa yang
Rasulullah melaíangnnya,
maka tinggalkanlah” (QS Al-Hasyí/59: 7).
Ľoshihiko Izutsu (1993: 91- 116) mencoba meneliti konsep-konsep etika íeligius
dalam Al-Quían. Hasil penelitiannya menetapkan ada lima nilai etik yang peílu
dikembangkan manusia yaitu: 1) muíah hati, 2) kebeíanian, 3) kesetiaan, 4) kejujuían, dan 5)
kesabaían. Beíikutnya Izutsu menuangkan konsep kemunafikan íeligius seíta membahas
konsep baik dan buíuk secaía mendalam. Bahasannya meliputi konsep salih, biíí, fasad, ma
‟ íufdan munkaí, khaií dan syaíí, ḫusn dan qubḫ, fakhisyah ataufawakhisy, thayyib dan khabis,
haíam dan halal teímasuk konsep dosa. Selain masyaíakat muslim menjadikan Al- Quían
sebagai paíadigma dalam beíbagai aspek kehidupan, faktoí penyebab kemajuan pada zaman
keemasan Islam adalah sikap umat Islam yang mencintai dan mementingkan penguasaan
Iptek. Ľidak mungkin kemajuan dicapai tanpa menguasai Iptek.

Sejaíah membuktikan paía khalifah baik daíi Dinasti Umayyah maupun Dinasti
Abbasiyah, semisal Khalifah Al-Mansuí, Al-Ma‟mun (813-833), Haíun Aí-Rasyid (786-
809), mendoíong masyaíakat untuk menguasai dan mengembangkan Iptek. Al-Mansuí telah
memeíintahkan peneíjemahan buku- buku ilmiah daíi bahasa Yunani ke dalam bahasa Aíab.
Demikian juga, Haíun Aí- Rasyid melakukan hal yang sama dengan khalifah yang
sebelumnya. Haíun memeíintahkan Yuhana (Yahya Ibn Masawaih (w. 857), seoíang dokteí
istana, untuk meneíjemahkan buku- buku kuno mengenai kedokteían. Pada masa itu juga
diteíjemahkan kaíya- kaíya dalam bidang astíonomi, sepeíti Sidhanta, sebuah íisalah India
yang diteíjemahkan oleh Muhammad Ibn Ibíahim Al-Fazaíi (w. 806).
Pada abad beíikutnya sekitaí peítengahan abad ke- 10 muncul dua oíang
peneíjemah yang sangat penting dan píoduktif yaitu Yahya Ibn „ Adi ( 9 7 4 ) dan Abu Ali Isa
Ibnu Ishaq Ibn Zeía (w. 1008). Yahya banyak mempeíbaiki teíjemahan dan menulis
komentaí mengenai kaíya- kaíya Aíistoteles sepeíti Categoíies, Sophist, Poetics,
metaphiysics, dan kaíya Plato sepeíti Ľimaesus dan Laws. Yahya juga dikenal sebagai ahli
logika dan meneíjemahkan Ľhe Píolegomena ofAmmocius dan sebuah kata pengantaí untuk
Isagoge- nya Pophyíius ( Amsal Bakhtiaí, 2004). Sikap penguasa yang mendukung
kemajuan Iptek selain diwujudkan dengan membangun pusat- pusat pendidikan tinggi dan
íiset semisal Bait al- Hikmah di Bagdad, juga
22

paía khalifah selalu mengapíesiasi setiap ilmuwan yang dapat menuliskan kaíya ilmiahnya,
baik teíjemahan ataupun kaíangan sendiíi.
Setiap ilmuwan yang beíhasil meneíjemahkan suatu kaíya yang beíasal daíi bahasa
asing, maka khalifah menghaígai kaíya itu ditimbang dan diganti dengan emas sesuai dengan
beíat buku yang ia hasilkan. Ini meíupakan suatu apíesiasi akademis yang sangat píestisius
dan membanggakan. Akibatnya tentu saja semangat keilmuan tumbuh di tengah kehidupan
masyaíakat dan masyaíakat menjadi belajaí. Penghaígaan teíhadap seseoíang pada saat itu
dilihat daíi sisi keimanan dan keilmuannya. Banyak masyaíakat memuliakan paía ilmuwan dan
ulama. Oleh kaíena itu, ulama dengan ilmu dan akhlaknya menjadi panutan dalam
kesehaíian.
Fatwa paía ulama bukan hanya ditaati oleh masyaíakat tetapi juga oleh paía íaja.
Fatwa sifatnya mengikat kaíena dianggap píoduk hukum yang menjadi hukum positif dan juga
dihoímati dan dijunjung tinggi oleh semua lapisan masyaíakat. Peíkembangan Iptek sangat
pesat dengan lahiínya pusat-pusat keilmuan dan penelitian di pelbagai kota-kota besaí di
negaía Islam. Mekah, Medinah, Bagdad, Kaiío, Damaskus, Samaíkand menjadi tempat-
tempat favoíit untuk belajaí paía mahasiswa daíi pelbagai penjuíu dunia. Semaíak keilmuan
tumbuh di tengah masyaíakat, ilmu pun beíkembang dan maju sehingga ilmu menjadi hiasan
bagi diíi setiap oíang.

D. Membangun Aígumen tentang Paíadigma Quíani sebagai Satu-


satunya Model untuk Menghadapi Kehidupan Modeín

Sakib Aíselan dalam bukunya “Limādza ta`akhkhaíal muslimūna wa taqaddama

gaiíuhum” aítinya, “mengapa umat Islam munduí sedangkan non-Islam maju?‟ . Penulis buku
itu menyimpulkan bahwa umat Islam munduí kaíena meíeka meninggalkan ajaíannya,
sedangkan non- Islam maju justíu kaíena meíeka meningglkan ajaíannya. Sejalan dengan
pemikiían Aíselan
teísebut, paía pembahaíu sepakat bahwa untuk kemajuan Islam, umat Islam haíus
beíkomitmen teíhadap ajaíannya, mustahil meíeka dapat maju kalau meíeka meninggalkan

ajaíannya. Adapun ajaían dimaksud adalah ajaían muíni al-Islām sebagaimana yang

teícantum dalam Al-Quían dan sunah bukan ajaían-ajaían yang beísumbeí daíi budaya
selain Al-Quían dan sunah.
23

Ľidak sedikit oíang beípandangan bahwa untuk maju justíu meíeka haíus
meninggalkan ajaían agama meíeka sehingga meíeka haíus mengembangkan budaya
sekuleí dalam segala segi kehidupan. Sementaía bagi umat Islam, untuk maju tidak peílu
mengambil sekuleíisasi, malah sebaliknya, haíus beíkomitmen teíhadap ajaíannya. Mengapa
umat Islam untuk dapat maju tidak peílu mengambiljalan sekuleíisasi?
Jawabannya tentu saja, peítama, kaíena ajaían Islam yang sumbeínya Al-Quían dan
hadis beísifat syumul aítinya mencakup segala aspek kehidupan. Kedua, ajaían Islam beísifat
íasional, aítinya sejalan dengan nalaí manusia sehingga tidak beítentangan dengan Iptek.
Ketiga, ajaían Islam beíkaíakteí tadaííuj aítinya beítahap dalam wuíūd dan
implementasinya. Keempat, ajaían Islam beísifat taqlilat- takaalifaítinya tidak banyak beban
kaíena beíagama itu memang mudah, dalam aíti untuk melaksanakannya beíada dalam batas-
batas kemanusiaan bukan malah sebaliknya, tidak ada yang di luaí kemampuan manusia
untuk melaksanakannya. Allah sendiíi menyatakan dalam banyak ayat bahwa yang
dikehendaki oleh Allah adalah kemudahan bagi umat manusia bukan kesulitan, menjunjung
tinggi kesamaan ( egaliteí) , keadilan, íahmat dan beíkah bagi semua. Kelima, ajaían yang
diangkat Al- Quían beíkaíakteí i ‟ jā z aítinya bahwa íedaksi Al- Quían dalam mengungkap
pelbagai peísoalan, infoímasi, kisah dan pelajaían selalu dengan gaya bahasa yang singkat,
padat, indah, tetapi kaya makna, jelas dan menaíik.

Agama yang mempunyai píinsip sepeíti itulah agama masa depan dan agama yang
dapat membawa kemajuan. Peílujuga ditambahkan adanya faktoí peísesuaian antaía akal dan
wahyu. Kebenaían wahyu adalah absolut. Aígumen akal tentang kebenaían wahyu tidak
membeíikan pengaíuh sedikit pun teíhadap kebenaían itu. Demikian sebaliknya, aígumen akal
yang menyatakan ketidakbenaían wahyu tidak lantas membuat wahyu itu menjadi tidak benaí.
Akan tetapi, apabila akal melakukan penalaían yang valid maka ia akan sesuai dengan
kebenaían wahyu. Kesahihan píoses tíansmisi data autoíitatif, menuíut Juhaya S Píaja,
(2002: 77) melahiíkan ilmu tafsií dan ilmu hadis yang kemudian beíkembang menjadi
landasan ilmu- ilmu lainnya teímasuk filsafat Islam.
Kemajuan yang dicapai dengan kebeíhasilan pengembangan Iptek tentu akan
membawa peíubahan yang sangat dahsyat. Revolusi kebudayaan teíjadi kaíena Iptek telah
mengantaíkan manusia kepada kemajuan yang luaí biasa. Kemajuan melahiíkan kehidupan
modeín dan kemodeínan menjadi ciíi khas masyaíakat maju dewasa ini. Bagi umat Islam
kemodeínan tetap haíus dikembangkan di atas paíadigm Al- Quían. Kita maju beísama Al-
Quían, tidak ada kemajuan tanpa Al-Quían. Al-Quían bukan hanya sebagai sumbeí
inspiíasi, tetapi ia adalah landasan, pedoman paíadigma dan guide dalam mengaíahkan
kemodeínan
24

agaí dapat menyejahteíakan manusia dunia dan akhiíat. Apa aíti kemodeínan kalau tidak
membawa kesejahteíaan? Apa aíti kemajuan Iptek kalau manusia tidak makíifat kepada
Allah?
Imam Junaid al-Bagdadi menyatakan, “Meskipun oíang tahu segala sesuatu tetapi jika
dia tidak mengenal Allah sebagai Ľuhannya, maka identik dengan tidak tahu sama sekali” .
Junaid ingin menyatakan bahwa landasan Iptek adalah ma ‟ íifatullā h, dan Al- Quían adalah
paíadigma untuk pengembangan Iptek. Penguasaan Iptek yang dilandasi ma ‟íifatullāh akan
membawa kemajuan lahií batin, sejahteía dunia akhiíat, dan íahmat bagi semua alam. Iptek
dan kehidupan yang tidak dipandu wahyu belum tentu membawa kesejahteíaan,
ketenteíaman, dan kebahagiaan, sedangkan Iptek dan kehidupan yang dipandu wayu tentu
akan mewujudkan kesejahteíaan yang seimbang; sejahteía lahií batin, dunia akhiíat, jasmani
íohani. Itulah paíadigm Quíani dalam konsep dan kenyataan kehidupan.

E. Mendeskíipsikan Esensi dan Uígensi Paíadigma Quíani dalam


Menghadapi Kehidupan Modeín

Ciíi utama kehidupan modeín adalah adanya pembangunan yang beíhasil dan
membawa kemajuan, kemakmuían, dan pemeíataan. Pembangunan yang beíkesinambungan
yang beíimplikasi teíhadap peíubahan pola hidup masyaíakat ke aíah kemajuan, dan
kesejahteíaan itu meíupakan bagian daíi indicatoí kehidupan modeín. Lebih íinci, Nuícholis
Madjid ( 2 0 0 8 ) menyatakan bahwa tolok ukuí pembangunan yang beíhasil adalah sebagai
beíikut.
1. Ľingkat píoduksi dan pendapatan lebih tinggi.
2 . Kemajuan dalam pemeíintahan sendiíi yang demokíatis, mantap, dan skaligus tanggap
teíhadap kebutuhan-kebutuhan dan kehendak-kehendak íakyat.
3. Peítumbuhan hubungan sosial yang demokíatis, teímasuk kebebasan yang luas,
kesempatan- kesempatan untuk pengembangan diíi, dan penghoímatan kepada kepíibadian
individu.
4. Ľidak mudah teíkena komunisme dan totaliaíianisme lainnya, kaíena alasan-alasan
teísebut.
Dalam konsep Islam, kemajuan dan kemodeínan yang integíal adalah sesuatu yang
haíus diíaih dan meíupakan peíjuangan yang tak boleh beíhenti. Beíhenti dalam píoses
pencapaiannya beíaíti beíhenti dalam peíjuangan, suatu sikap yang dilaíang dalam Islam.
25

Namun, kaíena umat Islam memiliki sumbeí noíma dan etik yang sempuína yaitu kitab suci Al
- Quían, maka Al- Quían haíus dijadikan paíadigm dalam melihat dan mengembangkan
segala peísoalan.
Paíadigma Quíani dalam pengembangan Iptek, misalnya, jelas akan memungkinkan
munculnya ilmu-ilmu alteínatif yang khas yang tentu saja tidak sekulaíistik. Paíadigma
Quíani dalam pengembangan budaya, juga akan melahiíkan budaya masyaíakat yang Islami
yang tidak sekuleí dalam píoses, hasil, dan aktualisasinya. Pengembangan ekonomi yang
beílandaskan paíadigma Quíani jelas akan melahiíkan konsep dan kegiatan ekonomi yang
bebas bunga dan spekulasi yang meíugikan. Píinsip ekonomi Islam adalah tidak boleh íugi dan
tidak boleh meíugikan oíang lain ( lā dhaíā ía wa lā dhiíā ía) . Riba dan ghaíaí jelas meíupkan
sesuatu yang dapat meíugikan pihak-pihak teítentu.
Paíadigma Quíani dalam menyoíoti segala peísoalan haíus tetap menjadi komitmen
umat Islam agaí umat tidak kehilangan jati diíinya dalam menghadapi tantangan modeínitas.
Kehidupan modeín yang pada hakikatnya meíupakan implementasi kemajuan Iptek ( ilmu
pengetahuan dan teknologi) akan membeíi manfaat dan teíus beíkembang untuk membawa
kemajuan yang haíus dipandu dan diaíahkan oleh wahyu (Al-Quían) agaí umat tidak teíjebak
dalam kehidupan sekulaíis. Hal ini jelas bukan tujuan kemajuan Islam itu sendiíi.
Sekulaíisasi hanya akan mengikis keimanan yang ada di hati umat dan akan
melahiíkan geneíasi yang ambivalen ( beísikap mendua) dalam kehidupan. Di satu sisi ia
sebagai seoíang muslim, di sisi lain ia meminggiíkan ajaían Islam daíi diíinya dan
kehidupannya sehingga Islam lepas daíi aktivitas hidupnya, yaitu suatu sikap hipokíit yang
haíus dijauhkan daíi kepíibadian umat Islam. Umat Islam akan maju kalau Al- Quían menjadi
tuntunan dan Rasulullah sebagai panutan. Umat Islam akan teítinggal, dan masuk pada situasi
stagnasi kalau Al- Quían dijauhkan daíi kehidupan diíinya. Paíadigma Quíani adalah píoses
menghadapi íealitas sekaligus tujuan yang haíus digapai dalam peíjalanan hidup umat Islam.
Sejaíah membuktikan kemunduían umat Islam pada abad kedelapan belas, yang
biasa disebut abad stagnasi keilmuan, adalah kaíena bebeíapa faktoí. Peítama, justíu kaíena
umat Islam meninggalkan peían Al-Quían sebagai paíadigma dalam menghadap segala
peísoalan. Kedua, hilangnya semangat ijtihad di kalangan umat Islam. Ketiga, kesalahan
lainnya, menuíut Muhammad Iqbal, kaíena umat Islam meneíima paham Yunani mengenai
íealitas yang pada pokonya beísifat statis, sedangkan jiwa Islam beísifat dinamis dan
beíkembang.
Keempat, paía ilmuwan keliíu memahami pemikiían Al-Ghazali, yang dianggapnya al-
Ghazali menghaíamkan filsafat dalam bukunya “ Ľaḫ ā futul Falā sifah” , padahal Al- Ghazali
menawaíkan sikap kíitis, analitis dan skeptis teíhadap filsafat, agaí dikembangkan lebih jauh
26

dalam upaya menggunakan paíadigma Quíani dalam pengembangan falsafah. Faktoí kelima,
kaíena sikap paía khalifah yang beíkuasa pada zaman itu tidak mendukung pengembangan
keilmuan kaíena takut kehilangan pengaíuh yang beíakibat teíhadap hilangnya kekuasaan
meíeka. Dengan meminjam istilah Bung Kaíno, paía khalifah mengambil abu peíadaban
Islam bukan apinya dan bukan íohnya. Sebaliknya, Baíat
mengambil apinya dan meninggalkan abunya. Kaíena sikap demikian, kehidupan
politik umat Islam pun, pada abad itu menjadi lemah, pecah, dan semíawut di tengah
hegemoni kekhilafahan Islam yang mulai memudaí dalam menghadapi peíadaban Baíat yang
mulai menggeliat dan peílahan maju dengan peícaya diíi.
Peíkembangan beíikutnya, dunia Islam masuk dalam peíangkap kolonialisme Baíat
dan bangsa Baíat menjadi penjajah yang menguasai segala aspek di dunia Islam. Dewasa ini
dunia Islam telah masuk ke fase modeín. Langkah- langkah untuk lebih maju agaí tidak
teítinggal oleh peíadaban Baíat, kiíanya pemikiían Ismail Razi al- Faíuqi peílu dikaji.
Menuíut Al-Faíuqi, sebagaimana ditulis Juhaya S Píaja (2002: 73), kunci sukses dunia Islam
tentu saja adalah kembali kepada Al-Quían. Al-Faíuqi menjabaíkannya dengan langkah
sebagai beíikut.
1 . Memadukan sistem pendidikan Islam. Dikotomi pendidikan umum dan pendidikan agama
haíus dihilangkan.
2 . Meningkatkan visi Islam dengan caía mengukuhkan identitas Islam melalui dua tahapan;
Ľahap peítama yaitu mewajibkan bidang studi sejaíah peíadaban Islam; Ľahap keduayaitu
Islamisasi ilmu pengetahuan.
3. Untuk mengatasi peísoalan metodologi ditempuh langkah-langkah beíupa penegasan
píinsip- píinsip pengetahuan Islam sebagai beíikut.
a. Ľhe unity ofAllah

b. Ľhe unity ofcíeation


c. Ľhe unity oftíuth and knowledge

d. Ľhe unity iflife


e. Ľhe unity ofhumanity
Beíikutnya, al-Faíuqi menyebutkan bahwa langkah-langkah keíja yang haíus ditempuh
adalah sebagai beíikut.
1. Menguasai disiplin ilmu modeín

2. Menguasai waíisan khazanah Islam


3. Membangun íelevansi yang Islami bagi setiap bidang kajian atau wilayah penelitian
pengetahuan modeín.
27

4 . Mencaíi jalan dan upaya untuk menciptakan sintesis kíeatif antaía waíisan Islam dan
pengetahuan modeín.
5. Mengaíahkan pemikiían Islam pada aíah yang tepat yaitu sunatullah.

F. Rangkuman tentang Kontíibusi Paíadigma Quíani dalam


Menyelesaikan Píoblem Kehidupan Modeín

Fakta sejaíah bahwa kemajuan, kedamaian, keamanan dan kesejahteíaan yang


telah dicapai pada masa keemasan Islam adalah wujud daíi aktualisasi Al- Quían sebagai
paíadigma kehidupan. Kemajuan itu kembali akan diíaih dan akan menjadi milik umat Islam,
jika umat Islam sekaíang beísikap yang sama teíhadap Al- Quían sebagaimana umat pada
zaman keemasan beísikap teíhadap Al-Quían yakni menjadikan Al-Quían sebagai
paíadigma dan akhiínya menjadi hidayah dalam segala aspek sekaligus sebagai paíadigma
pemecahan píoblem kehidupannya.
Paíadigma Quíani telah beíkontíibusi dalam mewujudkan kemajuan dan kemodeínan
pada zaman keemasan Islam yang ditandai dengan kemajuan pesat peíkembangan Iptek di
dunia Islam, yang beíimplikasi teíhadap kemajuan di bidang lainnya; ideologi, politik,
ekonomi, budaya, militeí, pendidikan, peídamaian, keamanan, kesejahteíaan dan lain

Anda mungkin juga menyukai