Anda di halaman 1dari 22

PENDAHULUAN

Inverted follicular keratosis (IFK) merupakan tumor jinak yang berasal


dari epitel skuamosa pada bagian infundibulum folikel rambut dan ditandai
dengan pertumbuhan exoendophytic. IFK biasanya bermanifestasi sebagai suatu
papul verukosa, tidak berpigmentasi, soliter, berbatas tegas, dan sering ditemukan
pada wajah dan leher. IFK sering dijumpai pada individu berusia menengah
hingga tua dan kejadiannya dikaitkan dengan berbagai etiologi seperti HPV dan
Cowden Syndrome meskipun masih bersifat kontroversial.1,2
Insiden IFK belum diketahui secara pasti. Diagnosis IFK sering kali salah
dikenal sebagai lesi verruca vulgaris atau keratosis seboroik karena memiliki
gambaran klinis yang serupa. Selain itu, IFK juga dapat menyerupai berbagai
kondisi kulit lainnya seperti keratoachantoma, karsinoma sel skuamosa,
karsinoma sel basal, dan melanoma.3–5 Gambaran klinis IFK menyerupai
keganasan tersebut menyebabkan diagnosis histologi sangat penting dalam kasus
ini. Pemeriksaan histopatologi dapat membantu menegakkan diagnosis IFK dan
mengeksklusikan diagnosis banding seperti karsinoma sel skuamosa, karsinoma
sel basal, keratoakantoma, dan kutil.1,2 Selain diagnosis histopatologi,
pemeriksaan dermoskopi juga telah digunakan untuk membedakan kondisi
patologis ini dengan diagnosis banding lainnya.3–5
Meskipun lesi ini sering ditemukan terutama pada laki-laki, laporan kasus
kejadian IFK pada perempuan dewasa telah dilaporkan.3,6 Berikut ini dilaporkan
kasus seorang pasien perempuan dengan kasus langka inverted follicular
keratosis. Kasus ini dilaporkan dengan tujuan untuk menambah wawasan
mengenai inverted follicular keratosis, diagnosis bandingnya dengan berbagai
tumor jinak dan ganas lain, serta pilihan tatalaksana yang tersedia saat ini.

KASUS
Seorang perempuan, usia 50 tahun, warga negara Indonesia, suku Bali, dengan
nomor rekam medis 01338041, datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin divisi
Onkologi dan Bedah Kulit RSUP Prof. Dr. I.G.N.G. Ngoerah pada tanggal 13
September 2022 dengan keluhan utama benjolan sewarna kulit pada pipi kiri.

1
Berdasarkan anamnesis, benjolan tersebut muncul sejak sekitar 4 bulan
yang lalu. Awalnya benjolan tersebut kecil seperti jerawat, namun tidak kunjung
sembuh sehingga sering dicabut oleh pasien dengan tangan hingga berdarah.
Benjolan tersebut semakin lama semakin membesar. Keluhan gatal dan nyeri pada
benjolan tersebut disangkal. Riwayat keluar nanah pada lesi disangkal. Pasien
sempat berobat 2 kali ke Poliklinik Kulit dan Kelamin divisi Dermatologi
Kosmetik RSUP Prof. Dr. I.G.N.G. Ngoerah, didiagnosis sebagai skar hipertropik
dan diberikan obat suntik namun tidak membaik.
Riwayat penyakit dahulu seperti darah tinggi, kencing manis, gangguan
jantung, ginjal, dan hati disangkal. Riwayat keluhan serupa sebelumnya disangkal.
Riwayat luka menyembuh meninggalkan bekas luka yang membesar (keloid),
keganasan kulit dan organ selain kulit disangkal. Riwayat sering terpapar sinar
matahari dalam durasi lama disangkal. Pasien terkadang menggunakan tabir surya
saat bepergian keluar rumah. Riwayat alergi makanan maupun obat disangkal.
Riwayat pengobatan, pasien pernah menggunakan betadine 2 bulan yang
lalu pada benjolan karena berdarah ketika dicoba untuk dicabut oleh pasien.
Riwayat injeksi triamsinolon asetonid sebanyak 2 kali pada 1 bulan yang lalu.
Riwayat pengolesan minyak tradisional, salep, maupun obat sistemik lainnya
disangkal.
Riwayat penyakit keluarga seperti darah tinggi, kencing manis, gangguan
jantung, ginjal, dan hati disangkal. Riwayat keluhan serupa pada keluarga
disangkal. Riwayat keganasan pada keluarga disangkal. Pasien merupakan
seorang pegawai Rumah Sakit.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan berat badan pasien 55 kg, tinggi badan
158 cm, keadaan umum pasien sedang, kesadaran kompos mentis. Tekanan darah
120/70 mmHg, denyut nadi 82 kali per menit, respirasi 20 kali per menit, suhu
36,5oC, dan visual analog scale (VAS) 0/10. Pada status generalis didapatkan
kepala normosefali, pada permeriksaan kedua mata tidak tampak anemis maupun
ikterus. Pemeriksaan telinga, hidung, tenggorokan tidak ditemukan kelainan dan
pada leher, tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening. Pemeriksaan
thoraks, pada jantung didapatkan suara jantung (S1 dan S2) tunggal, regular, tidak

2
terdapat murmur dan gallop. Pada paru, suara nafas vesikuler, tidak ditemukan
adanya rhonki maupun wheezing. Pada pemeriksaan abdomen, bising usus dalam
batas normal, tidak ditemukan distensi, tidak ada pembesaran hepar dan lien.
Ekstremitas atas dan bawah teraba hangat, tidak ditemukan edema pada kedua
tungkai bawah.
Status dermatologis pada regio zygomaticus dekstra tampak papul soliter
sewarna kulit, bentuk lonjong, batas tegas, ukuran 0,6 cm x 0,8 cm, konsistensi
padat, immobile, permukaan verukosa. (Gambar 1).

1a 1b 1c
Gambar 1a, b, c. Pada zygomaticus dekstra tampak papul soliter sewarna kulit,
bentuk lonjong, berbatas tegas.

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis banding pada pasien


adalah inverted follicular keratosis, karsinoma sel basal, verruca vulgaris, dan
keratosis seboroik. Pasien dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan
dermoskopi dan histopatologi. Pada pemeriksaan dermoskopi, ditemukan area
tanpa struktur berwarna putih, keratin sentral, dan titik perdarahan (Gambar 2).
Berdasarkan hasil pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosis kerja dengan suspek
inverted follicular keratosis dd karsinoma sel basal dd verruca vulgaris dd
keratosis seboroik.

3
Gambar 2. Pada dermoskopi ditemukan area tanpa struktur berwarna putih,
keratin sentral, dan titik perdarahan.

Tatalaksana yang dilakukan pada pasien ini adalah tindakan bedah eksisi
elips yang kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi pada lesi
tersebut. Sebelum dilakukan tindakan pembedahan, dilakukan persiapan pasien,
alat dan bahan, serta persiapan operator. Pasien diberikan penjelasan mengenai
prosedur tindakan yang dilakukan, juga mengenai komplikasi yang mungkin
terjadi seperti perdarahan, infeksi serta bekas luka operasi. Pasien kemudian
menandatangani surat persetujuan tindakan operasi dan dilakukan pengambilan
foto dokumentasi lesi. Selanjutnya pasien dilakukan pemeriksaan darah lengkap
(DL), BT, APTT, PTT, dan GDS, dimana hasil pemeriksaan tersebut normal pada
pasien sehingga persiapan tindakan operasi dapat dilanjutkan.
Operator mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan dan
dilanjutkan dengan tindakan pembedahan. Pasien dipersilahkan berbaring di atas
meja operasi dalam posisi terlentang. Operator dan asisten mencuci tangan dan
mengenakan sarung tangan steril dan masker. Dilakukan penilaian elastisitas kulit
dan relaxed skin tension line (RSTL) serta tindakan aseptik menggunakan larutan
povidon iodin 10% secara melingkar dari area pembedahan, meluas hingga 2-3cm
ke arah luar. Cara tersebut diulangi dengan cairan NaCl 0,9%. Selanjutnya
operator menggambar garis lesi (sesuai dengan dasar lesi) dan garis eksisi. Garis

4
eksisi berbentuk elips dengan perbandingan panjang banding lebar adalah 3:1
dimana arkus elips bersinggungan dengan lesi serta aksis panjang elips paralel
dengan RSTL (Gambar 3). Dilakukan pembiusan lokal menggunakan tumesen
yang berisi campuran NaCl 0,9% dan lidokain compositum. Setelah anestesi
tercapai, lesi kemudian ditutup dengan duk steril berlubang. Tangan kiri operator
meregangkan kulit dan tangan kanan operator memegang gagang skapel yang
sudah terpasang blade no.15. Selanjutnya sayatan dilakukan sesuai dengan garis
eksisi. Lesi dipisahkan dari jaringan kulit sehat dibawahnya hingga lapisan
subkutan, serta dipastikan bahwa lesi sudah terangkat seluruhnya secara utuh
(Gambar 4). Lesi tersebut dimasukkan ke dalam tabung berisi larutan buffer
formalin 10% untuk pemeriksaan histopatologi. Perdarahan yang terjadi
dihentikan dengan penekanan menggunakan kasa. Selanjutnya luka ditutup
dengan jahitan simple interrupted sutures menggunakan benang nilon 5.0. Jahitan
pertama dilakukan dari tepi luka, kemudian dilanjutkan dengan jahitan kedua pada
sisi yang berlawanan. Teknik dan cara penjahitan yang sama dilakukan hingga lesi
menutup seluruhnya (Gambar 5). Luka kemudian dibersihkan dengan kasa yang
dibasahi dengan cairan NaCl 0,9%. Setelah tindakan selesai, dioleskan salep
gentamisin 0,1%, luka operasi ditutup dengan kasa steril dan plester
hipoalergenik. Pasien diresepkan sefadroksil 500 mg tiap 12 jam intraoral selama
5 hari dan asam mefenamat 500 mg tiap 8 jam intraoral (jika nyeri) dan diberikan
komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) untuk menjaga luka tetap kering dan
bersih. Pasien direncanakan untuk kontrol setelah 3 hari untuk perawatan luka.
Apabila muncul bengkak, nyeri, keluarnya darah atau nanah dari luka, pasien
disarankan untuk segera kontrol kembali.

5
3a 3b 3c

Gambar 3a, b, c. Garis eksisi berbentuk elips dengan perbandingan panjang


banding lebar 3:1.

Gambar 4. Lesi sudah terangkat seluruhnya secara utuh.

5a 5b 5c
Gambar 5a, b, c. Lesi post eksisi ditutup dengan jahitan simple interrupted
suture.

6
PENGAMATAN LANJUTAN I (22 September 2022)
Pasien datang kontrol pada hari ke-3 setelah dilakukan eksisi. Keluhan
nyeri terkadang dirasakan, namun tidak mengganggu tidur maupun aktivitas
pasien. Keluhan gatal, bengkak, kemerahan, keluarnya nanah atau darah pada
bekas luka operasi disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum
pasien baik, kesadaran kompos mentis, tekanan darah 110/70 mmHg, denyut nadi
68 kali/menit, laju pernafasan 20 kali/menit, temperatur aksila 36,7°C, VAS 1/10.
Pada status generalis pasien dalam batas normal. Pemeriksaan dermatologis pada
daerah zygomaticus dekstra didapatkan luka jahitan sepanjang 2,5 cm yang
menutup dengan baik, berbentuk linear, tampak sebagian sudah menutup dan
mengering. Tampak sedikit eritema dan krusta pada luka. Tidak didapatkan
hematoma, eksudat, nekrosis, edema, maupun tanda-tanda infeksi lainnya
(Gambar 6).

6a 6b 6c

Gambar 6a, b, c. Tampak luka jahitan sepanjang 2,5 cm yang menutup dengan
baik dan mengering. Tampak sedikit eritema dan krusta pada luka.

Pasien didiagnosis dengan follow up suspek inverted follicular keratosis


dd karsinoma sel basal dd verruca vulgaris dd keratosis seboroik post eksisi hari
ke-3. Luka dibersihkan dengan cairan NaCl 0,9%, dioleskan salep gentamisin
0,1% dan ditutup kembali dengan kasa steril dan plester hipoalergenik. Pasien
diresepkan cairan NaCl 0,9% dan salep gentamisin yang dapat digunakan saat

7
mengganti kasa di rumah. Pasien diberikan KIE untuk kontrol kembali pada hari
ke-7 untuk dilakukan pengangkatan jahitan. Pasien diajarkan cara merawat luka di
rumah, dan menutup kembali luka dengan kasa dan plester. Apabila muncul
bengkak, nyeri, keluarnya darah atau nanah dari luka, pasien disarankan untuk
segera kontrol kembali.

PENGAMATAN LANJUTAN II (26 September 2022)


Pasien datang kontrol pada hari ke-7 setelah dilakukan eksisi. Keluhan gatal,
nyeri, bengkak, kemerahan, keluarnya nanah atau darah pada bekas luka operasi
disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik,
kesadaran kompos mentis, tekanan darah 110/70 mmHg, denyut nadi 72
kali/menit, laju pernafasan 20 kali/menit, temperatur aksila 36,3°C, VAS 0/10.
Pada status generalis pasien dalam batas normal. Pemeriksaan dermatologis pada
daerah zygomaticus dekstra didapatkan luka jahitan sepanjang 2,5 cm yang
menutup dengan baik, berbentuk linear, tampak sebagian sudah menutup dan
mengering. Tidak didapatkan hematoma, eksudat, nekrosis, edema, maupun
tanda-tanda infeksi lainnya (Gambar 7).

7a 7b 7c
Gambar 7a, b, c. Tampak luka jahitan sepanjang 2,5 cm yang menutup dengan
baik dan mengering.

8
Pasien membawa hasil pemeriksaan histopatologis, dimana ditemukan
permukaan epidermis tampak dilapisi oleh keratin berupa parakeratosis dengan
epidermis yang menunjukkan massa tumor yang terdiri dari proliferasi basaloid
dan squamous epithelium dengan pola pertumbuhan papilo-endophytic (inverted)
ke arah dermis; di antaranya tampak beberapa squamous eddie, dengan mitosis 1-
2 dapat diamati pada lapisan basal; pada area dermis tampak sebaran hingga
kelompokan sel-sel radang limfoplasmasitik pada interstisial dermis dan
perivaskular; tampak pula fokus-fokus pembuluh darah berdilatasi; dengan
kesimpulan gambaran morfologi menunjukkan inverted follicular keratosis.

8a 8b
Gambar 8a. Proliferasi basaloid dan squamous epithelium dengan pola
pertumbuhan papilo-endophytic (inverted) ke arah dermis; 8b. Tampak beberapa
squamous eddie.

Pasien didiagnosis dengan follow up inverted follicular keratosis post


eksisi hari ke-7. Luka dibersihkan dengan cairan NaCl 0,9%, dilakukan
pengangkatan seluruh jahitan, dan dioleskan salep gentamisin 0,1%. Pasien
diresepkan gentamisin 0,1% salep kulit tiap 12 jam topikal pada bekas luka.
Pasien diberikan KIE untuk menjaga higienitas pada daerah bekas luka. Apabila
muncul bengkak, nyeri, keluarnya darah atau nanah dari luka, pasien disarankan
untuk segera kontrol kembali.

PEMBAHASAN
Inverted follicular keratosis (IFK) merupakan tumor jinak epitel skuamosa
yang berasal dari bagian infundibulum folikel rambut dan ditandai dengan

9
pertumbuhan exoendophytic.2 Tumor ini pertama kali diperkenalkan oleh Helwig
pada tahun 1954 dan merupakan suatu entitas yang bersifat kontroversial karena
memiliki kemiripan dengan diagnosis lain.7 IFK sering kali ditemukan pada
individu berusia menengah hingga lanjut usia (lebih dari 50 tahun) dan
kejadiannya dua kali lipat lebih sering pada laki-laki dibandingkan
perempuan.1,2,8,9 Meskipun demikian, laporan kasus IFK pada perempuan berusia
dewasa pernah dilaporkan sebelumnya.3,6 Selain itu, IFK dengan onset anak juga
pernah dilaporkan dalam penelitian sebelumnya. Dari 100 kasus IFK, sebesar 68%
pasien adalah laki-laki, 32% adalah perempuan, dan onset termuda berusia 11
tahun.9 Angka kejadian IFK cukup jarang.3 Pada kasus, pasien adalah seorang
perempuan berusia 50 tahun.
Etiopatogenesis dari IFK masih belum diketahui dengan jelas, namun
diperkirakan bahwa tumor ini terjadi akibat iritasi folikel rambut. IFK dapat
dikaitkan dengan infeksi human papillomavirus, keratosis seboroik, kutil akibat
virus, trichoblastoma, cutaneous horn, dan Cowden syndrome.1,6,10,11 Namun,
hubungan antara IFK dan HPV masih belum jelas karena beberapa penelitian
menunjukkan bahwa HPV tidak ditemukan pada sebagian besar kasus IFK.10,12
HPV dapat menyebabkan infeksi pada area infundibulum folikel rambut sehingga
menyebabkan proliferasi reaktif pada sel epitel.11 Selain itu, sel dendritik
epidermis Bcl2-positif ditemukan pada IFK dan tidak pada karsinoma sel
skuamosa.10 IFK sering kali terdapat dalam bentuk soliter, namun pada pasien IFK
dengan Cowden syndrome dapat ditemukan gambaran keratosis akral multipel.13
Selain itu, reaksi iritasi kronis pada bagian dasar dari lesi IFK dapat berkontribusi
dalam terjadinya cutaneous horn. Adanya hiperkeratosis reaktif pada bagian basal
menyebabkan akumulasi bahan keratin kohesif yang menyebabkan pembentukan
cutaneous horn.6
Gambaran klinis IFK adalah adanya papul soliter berwarna putih-pink atau
flesh-coloured yang padat dan berdiameter kurang dari 1 cm (sekitar 0,3-1 cm).
Papul tersebut bersifat asimptomatik dan sekitar 90% kasus ditemukan di regio
kepala dan leher.1,2,14 Selain itu, manifestasi yang jarang adalah papul, nodul, atau
plak terisolasi dengan bukaan menyerupai lubang di bagian tengah bagian atas

10
dengan bagian dalam terisi keratin.9 Lesi bervariasi dari permukaan halus dan
papular hingga verukosa, dari berwarna sama dengan kulit hingga berpigmentasi,
dan dari ortokeratotik hingga hiperkeratotik.5,15 Area predileksi dari IFK adalah
pipi dan bibir bagian atas, namun juga dapat ditemukan di dahi, dagu, alis, hidung,
dan kelopak mata. Sementara itu, IFK jarang ditemukan pada badan dan
ekstremitas. Durasi terjadinya lesi bervariasi antara enam minggu hingga
bertahun-tahun.8 Pada kasus, ditemukan papul soliter berwarna sewarna kulit yang
padat, dengan diameter 0,6 cm x 0,8 cm pada pipi kanan dan asimptomatik
dengan permukaan verukosa, serta durasi 4 bulan.
Tanda histopatologi klasik adalah adanya squamous eddies yang
merupakan lapisan konsentris sel skuamosa yang membentuk seperti pusaran
padat dan merupakan keratinosit yang teriritasi serta memiliki arsitektur
papilomatosa superfisial. Sel skuamosa tersebut dapat mengalami keratinisasi
pada bagian tengah dari island. Karakteristik histopatologi lainnya adalah tumor
yang lebih tinggi dibandingkan lebar dan terdiri dari sel kolumnar berukuran besar
yang turun ke dalam dermis. Lobulus-lobulus besar atau projeksi menyerupai jari
yang tumbuh ke dalam dermis terdiri dari sel basaloid pada bagian perifer dan sel
skuamosa berkeratin di bagian tengah disertai dengan squamous eddies.
Hiperkeratosis, parakeratosis, dan keratinous plugs (cutaneous horn) juga dapat
ditemukan. Hal ini serupa dengan gambaran patogenik pada keratosis seboroik
teriritasi.1,3,10,12,16 Mehregan mendeskripsikan empat pola pertumbuhan secara
histopatologi:7
 Varian papillomatous wart-like, yang bersifat exophytic dengan
hiperkeratosis dan parakeratosis.
 Pola keratoacanthoma-like dengan pembentukan penopang marginal dan
massa epitel exo-endophytic di area sentral.
 Bentuk nodular padat, yang terutama bersifat endophytic dengan massa
epitelium yang padat dan berlobul.
 Tipe kistik yang jarang, dengan celah iregular dalam tumor dan pembentukan
kista berukuran kecil.

11
Namun, keratosis seboroik terutama terdiri dari komponen exophytic,
sementara pada IFK terdapat komponen yang tumbuh ke arah bawah (endo-
exophytic).1 Oleh karena itu, IFK dianggap sebagai suatu varian keratosis seboroik
dengan adanya struktur endophytic dibandingkan dengan tipe keratosis seboroik
lainnya.16 Ruhoy et al juga menyebutkan bahwa IFK mungkin berkaitan dengan
trichilemmomas dan/atau verruca vulgaris.12
Sebagian besar kasus IFK tidak ditemukan adanya folikel rambut dalam
lesi. Meskipun jarang, folikel rambut dapat melewati lesi secara transverse dan
keluar ke permukaan atau menjadi substansi dalam lesi. Sel skuamosa erat
berkaitan dengan squamous eddies. Sementara itu, pigmen melanin tidak khas dan
dapat ditemukan pada keratinosit pada beberapa lesi. Reaksi periodic acid-Schiff
menunjukkan hasil yang positif pada beberapa kasus.15 Dermis sekitar lesi dapat
mengandung infiltrat sel inflamasi yang ringan dengan predominansi
limfohistiositik. Pembuluh darah telangiectasia juga dapat ditemukan pada papila
dermis pada lesi filiform. Jumlah sel dendritik Bcl-2 positif ditemukan dalam
jumlah yang meningkat pada area suprabasal dari IFK dibandingkan dengan
keratosis seboroik. Densitas sel ini berkorelasi dengan densitas sel CD1a+.7

Gambar 9. Pemeriksaan histopatologi yang menunjukkan proliferasi epidermis


exo-endophytic (kiri) dan epidermis acanthothic dengan squamous eddies dan
sejumlah sel basaloid. Tampak pula adanya pembuluh darah yang mengalami
dilatasi dan tortuous pada papila dermis (kanan).4

12
Gambar 10. Squamous eddies, keratinosit diskeratotik, dan predominansi infiltrat
inflamasi limfositik.4

Meskipun demikian, berbagai variasi histopatologi IFK ditemukan oleh


Llambrich et al tahun 2016, yang menunjukkan adanya pola menyerupai kutil
papilomatosa (exophytic), pola menyerupai keratoacanthoma (exo-endophytic),
dan bentuk nodular yang padat (endophytic). Dermoskopi merupakan salah satu
teknik noninvasif yang dapat meningkatkan akurasi diagnosis dari tumor kulit
dengan pigmentasi dan nonpigmentasi. Temuan utama dermoskopi pada IFK
adalah adanya area tanpa struktur (amorphous) berwarna putih atau putih
kekuningan pada bagian tengah lesi disertai dengan sisik. Selain itu, white dots,
white clods (struktur oval dan/atau poligonal yang lebih besar dibandingkan
globulus), dan white lines juga dapat ditemukan.3,4 (Gambar 11).
Pola vaskular penting dalam membedakan tumor kulit tanpa pigmen. 2
Gambaran struktur vaskular dapat bersifat monomorfik (58,3%) atau polimorfik
(41,6%). Struktur vaskular yang paling sering ditemukan adalah hairpin vessels
yang dikelilingi oleh halo berwarna putih, pembuluh darah glomerular, dan
telangiektasia arborizing. Gambaran lain seperti pembuluh darah dotted, comma,
linear ireguler, corkscrew, area kemerahan, keratin, blood spots, dan ulserasi juga
dapat ditemukan.3,4 (Gambar 12).
Pemeriksaan reflectance confocal microscopy (RCM) pada lesi IFK
menunjukkan adanya projeksi epidermal, pola honeycomb yang meluas,
dermoepidermal junction yang tidak teratur, dan looped vessels pada dermis.4
Gambaran RCM dapat membantu membedakan IFK dan tumor kulit tanpa pigmen

13
lainnya. Temuan RCM dapat mengeksklusikan tumor melanositik (tidak adanya
pola cobblestone dan/atau sel pagetoid pada lapisan epidermis, struktur meshed,
ringed, atau clod pada dermoepidermal junction, adanya edged papillae dan/atau
dermal nests. Temuan projeksi epidermal dengan skuama keratosis pada
superfisial dan pola vaskular dapat mengarahkan kecurigaan pada lesi
keratinositik. Meskipun demikian, temuan tersebut tidak spesifik.2
Pada kasus, berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologis, ditemukan
permukaan epidermis tampak dilapisi oleh keratin berupa parakeratosis dengan
epidermis yang menunjukkan massa tumor yang terdiri dari proliferasi basaloid
dan squamous epithelium dengan pola pertumbuhan papilo-endophytic (inverted)
ke arah dermis; di antaranya tampak beberapa squamous eddie, dengan mitosis 1-
2 dapat diamati pada lapisan basal; pada area dermis tampak sebaran hingga
kelompokan sel-sel radang limfoplasmasitik pada interstisial dermis dan
perivaskular; tampak pula fokus-fokus pembuluh darah berdilatasi; dengan
kesimpulan gambaran morfologi menunjukkan inverted follicular keratosis.

Gambar 11. Contact non-polarized dermoscopy menunjukkan pembuluh darah


hairpin yang dikelilingi oleh area tanpa struktur berwarna putih.4

14
Gambar 12. (a, b) Lesi IFK pada wanita berusia 48 tahun dengan pemeriksaan
dermoskopi yang menunjukkan adanya keratin sentral dan pembuluh darah
polimorfik (dotted, hairpin, glomerular, dan corkscrew) dalam susunan radial
(keratoacanthoma-like pattern). (c, d) Setelah dua bulan kemudian, lesi gatal dan
kemerahan dengan pemeriksaan dermoskopi menunjukkan pembuluh darah
glomerular yang dikelilingi oleh halo berwarna putih pada seluruh lesi.3

IFK sering dianggap sebagai suatu pertumbuhan yang ganas akibat area
pertumbuhan, morfologi yang ambigu, dan predileksinya pada lansia. Oleh karena
itu, konseling yang adekuat dan bukti histopatologi dari lesi perlu diperoleh.
Beberapa diagnosis banding dari IFK adalah karsinoma sel skuamosa, karsinoma
sel basal, keratosis seboroik, keratoachantoma, dan verruca.1 Karsinoma sel
skuamosa memiliki tempat predileksi di area yang terpapar sinar matahari seperti
wajah, leher, kepala, dan tangan, namun karsinoma sel skuamosa pada kelopak
mata jarang terjadi. Gambaran histopatologi pada karsinoma sel skuamosa juga
menunjukkan pola keganasan seperti mitosis yang abnormal serta pleomorfisme
nukleus dan sitologis.8,16 Sementara itu, keratosis seboroik biasanya tampak
sebagai suatu invaginasi yang menyerupai tanduk dan tidak berkaitan dengan
folikel rambut. Meskipun squamous eddies pada IFK menyerupai dengan
gambaran pada keratosis seboroik teriritasi, keratosis seboroik memiliki sifat
pertumbuhan exophytic yang menjadi pembeda utama dengan IFK yang memiliki
bagian endophytic. Keratoachantoma dapat dibedakan karena memiliki struktur
menyerupai cangkir, epitel skuamosa ballooned, dan pola infiltratif.4,7,8 IFK juga
memiliki struktur menyerupai trichilemmoma yang merupakan tumor epitel

15
endophytic berlobul dan tersusun dengan struktur folikular sentral. Namun, pada
trichilemmoma dapat ditemukan clear cells karena adanya glikogen, lapisan basal
dengan susunan palisade, dan membran basalis kutikular di sekitarnya.7
Gambaran hairpin vessels dapat ditemukan pada lesi keratinisasi yang jinak
maupun ganas seperti karsinoma sel skuamosa, kutil, atau keratosis seboroik.
Adanya gambaran hairpin vessels yang tersusun radial dengan halo berwarna
putih dapat ditemukan pada karsinoma sel skuamosa tipe keratoachantoma yang
ditandai dengan adanya skuama sentral atau krusta keratin. Namun pada IFK
sering kali ditemukan area putih atau kekuningan amorphous tanpa krusta keratin
atau skuama sentralis. Tanda dermoskopik yang membedakan IFK dan diagnosis
banding lainnya adalah tidak adanya pigmentasi, haripin panjang, pembuluh
darah glomerular atau arborizing yang dikelilingi halo berwarna putih, dan
adanya area amorphous putih kekuningan di bagian tengah. 2 Pada kasus,
berdasarkan pemeriksaan dermoskopi ditemukan area tanpa struktur berwarna
putih, keratin sentral, dan titik perdarahan.
Selain itu, IFK juga dapat menyerupai gambaran melanoma secara klinis
maupun pada pemeriksaan dermoskopi dengan pigmentasi dan gambaran black
dots. Selain itu, adanya pembuluh darah yang dikelilingi dengan halo berwarna
putih dapat membantu membedakan gangguan diferensiasi epitel dengan kondisi
neoplasma. Namun, temuan menyerupai melanoma maligna ini jarang ditemukan
karena IFK sering kali tampak sebagai papul keratotik atau berskuama yang tidak
berpigmen.2
IFK dapat dibedakan dengan viral warts, keratosis seboroik, keratosis
aktinik, karsinoma sel basal (KSB), dan karsinoma sel skuamosa (KSS). Pada
IFK, dari gambaran klinis ditemukan papul soliter dengan permukaan ireguler dan
krusta dengan gambaran dermoskopik area tanpa struktur berwarna kuning
keputihan, keratin plugs, red dots, hairpin vessels dengan halo berwarna putih,
serta pada gambaran histopatologi ditemukan hiperkeratosis, inverted
papillomatosis, akantosis, dan squamous eddies dengan pertumbuhan endo-
exophythic. Pada viral warts, dari gambaran klinis ditemukan papul padat dengan
permukaan menyerupai tanduk dan kasar dengan gambaran dermoskopik struktur

16
lobular, frog spawn, red dots, dan tidak terdapat dermatoglyphics, serta pada
gambaran histopatologi ditemukan akantosis, hiperkeratosis, koilositosis,
papillomatosis. Pada keratosis seboroik, dari gambaran klinis ditemukan plak
verukosa dengan gambaran stuck-on dengan gambaran dermoskopik pola
cerebriform, bukaan mirip komedo, kista mirip milia, tepi moth eaten, dan hairpin
vessels, serta pada gambaran histopatologi ditemukan hiperkeratosis, akantosis
iregular, invaginasi yang berisi keratin, papillomatosis, squamous eddies dengan
varian teriritasi dan pertumbuhan exophytic. Pada keratosis aktinik, dari gambaran
klinis ditemukan papul atau plak eritematosa, skuama kering yang menempel,
dengan berbagai derajat hiperkeratosis dengan gambaran dermoskopik eritema
dengan pseudo jaringan pembuluh darah berwarna kemerahan, skuama warna
kuning-putih, pembuluh darah tipis dan berkelok-kelok, bukaan folikular dengan
keratotic plugs, serta pada gambaran histopatologi ditemukan hiperkeratosis,
parakeratosis, hilangnya polaritas, nuclear crowding, hiperkromatisme nukleus,
hipogranulosis, pleomorfisme nukleus, peningkatan aktivitas mitosis epidermis.
Pada KSB, dari gambaran klinis ditemukan Telangiektasia permukaan yang
prominen. KSB nodular berwarna pink atau kemerahan. Bagian tengah kistik
memberikan gambaran translusen dengan gambaran dermoskopik pembuluh darah
arborizing atau telangiektasia permukaan pada latar berwarna kemerahan
(vascular blush), dapat ditemukan pola blue gray nests dan spoke wheel, serta
pada gambaran histopatologi ditemukan pola palisade marginal dengan stroma
yang tersusun rapi, Gambaran mitosis (+) Tumor buds berasal dari epidermis.
Pada KSS, dari gambaran klinis ditemukan plak verukosa atau ulseratif dengan
dasar berbatas tidak tegas dan meluas melebihi batas tumor dengan gambaran
dermoskopik area tanpa struktur berwarna putih, area perifolikular putih, blood
spots, pembuluh darah polimorfik, serta pada gambaran histopatologi ditemukan
keratinosit atipikal menembus membran basalis epidermis dan menginvasi
dermiss, sel pleomorfik dapat ditemukan.
Tatalaksana utama IFK adalah eksisi bedah. Eksisi bedah total dapat
memberikan hasil yang baik tanpa adanya pertumbuhan invasif atau metastasis. 1,17
Namun, karena area keterlibatan IFK sering kali terdapat pada kelopak mata, krim

17
imiquimod merupakan terapi pilihan untuk pasien tersebut.1 Imiquimod
merupakan obat yang dapat memodulasi dan menyebabkan upregulation pada
sistem imun sehingga memberikan aktivitas antitumor dan antivirus. Imiquimod
merupakan obat imunomodulator dari golongan imidazoquinolone dan sering
digunakan pada kasus keratosis aktinik, kutil kelamin, dan karsinoma sel basal
superfisial. Sebagian besar penyakit kulit neoplastik dan non-neoplastik dapat
memperoleh manfaat dari terapi tersebut.17
Imiquimod menyebabkan induksi produksi sitokin dari antigen-presenting
cells seperti monosit, makrofag, dan sel dendritik termasuk toll-like receptor
(TLR) 7/8. Selain itu, imiquimod juga memiliki efek antiangiogenesis karena
dapat menghambat pertumbuhan tumor vaskular dengan menurunkan proliferasi
sel tumor dengan downreglation molekul proangiogenik seperti basic fibroblast
growth factor dan matrix metalloproteinase, meningkatkan apoptosis, dan
meningkatkan mediator angiogenik endogen seperti tissue inhibitor sehingga
menurunkan aktivitas matrix metalloproteinase 1 dan 9. Pemberian imiquimod
topikal dapat ditoleransi dengan baik dengan efek samping tersering berupa reaksi
kulit lokal pada area yang diberikan krim. 1,17 Penelitian Ray et al tahun 2021
menunjukkan bahwa krim imiquimod 5% yang diberikan tiga kali seminggu
selama empat minggu dapat menghasilkan regresi lesi IFK sebesar 80%.1
Sementara itu, penelitian Karadag et al tahun 2016 menunjukkan bahwa krim
imiquimod 5% sebanyak tiga kali seminggu selama 2 bulan terapi memberikan
regresi lesi total.17 Pada kasus, dilakukan eksisi bedah elips.
IFK memiliki prognosis yang baik. Penelitian sebelumnya menunjukkan
bahwa tidak terdapat kematian akibat tumor tersebut. Rekurensi jarang terjadi dan
dapat diterapi dengan eksisi atau pemberian terapi topikal. 8,11 Penelitian tahun
1987 melaporkan adanya dua kasus IFK yang mengalami rekurensi beberapa
minggu setelah dilakukan eksisi yang tidak total. Oleh karena itu, eksisi lesi
primer perlu dilakukan untuk mengangkat seluruh tumor dan pemeriksaan
histopatologi yang harus dilakukan secara hati-hati dalam membedakan IFK dan
keganasan.18

18
SIMPULAN
Telah dilaporkan seorang perempuan berusia 50 tahun dengan inverted
follicular keratosis (IFK) pada pipi kanan. Diagnosis kerja ditegakan secara klinis,
pemeriksaan dermoskopi dan histopatologi. Secara klinis didapatkan papul soliter
sewarna kulit asimptomatik yang membesar dalam waktu 4 bulan. Pada
pemeriksaan dermoskopi tampak adanya area tanpa struktur berwarna putih,
keratin sentral, dan titik perdarahan. Pemeriksaan histopatologis tampak
permukaan epidermis tampak dilapisi oleh keratin berupa parakeratosis dengan
epidermis yang menunjukkan massa tumor yang terdiri dari proliferasi basaloid
dan squamous epithelium dengan pola pertumbuhan papilo-endophytic (inverted)
ke arah dermis; di antaranya tampak beberapa squamous eddie, dengan mitosis 1-
2 dapat diamati pada lapisan basal; pada area dermis tampak sebaran hingga
kelompokan sel-sel radang limfoplasmasitik pada interstisial dermis dan
perivaskular; tampak pula fokus-fokus pembuluh darah berdilatasi. Pada kasus
dilakukan pengangkatan lesi dengan eksisi elips, dengan pemberian sefadroksil
500 mg tiap 12 jam intraoral selama 5 hari dan asam mefenamat 500 mg tiap 8
jam intraoral (bila nyeri). Pada pengamatan 3 hari setelah eksisi, luka sudah
sebagian menutup, tampak kering dan tidak didapatkan tanda-tanda infeksi. Pada
pengamatan 7 hari setelah eksisi, luka sudah tampak kering, tidak didapatkan
tanda-tanda infeksi dan telah menutup sempurna sehingga dilakukan
pengangkatan seluruh jahitan. Prognosis pada kasus ini adalah bonam.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Ray A, Panda M, Samant S, Mohanty P. A rare case of inverted follicular


keratosis in an elderly male: Dermoscopic and histopathological overview
with therapeutic response to imiquimod. IJDVL. 2021 Apr 30;87(3):455–
455.

2. Armengot-Carbo M, Abrego A, Gonzalez T, Alarcon I, Alos L, Carrera C, et


al. Inverted Follicular Keratosis: Dermoscopic and Reflectance Confocal
Microscopic Features. DRM. 2013;227(1):62–6.

3. Llambrich A, Zaballos P, Taberner R, Terrasa F, Bañuls J, Pizarro A, et al.


Dermoscopy of inverted follicular keratosis: study of 12 cases. Clinical and
Experimental Dermatology. 2016;41(5):468–73.

4. Hocker S, Rabinovitz HS, Oliveiro M, Grant-Kels J, Scope A. Reflectance


confocal microscopy of an inverted follicular keratosis mimicking a
squamous cell carcinoma. Dermatology Practical & Conceptual. 2017 Oct
31;39–42.

5. Kumar P, Das A, Neema S. Pigmented inverted follicular keratosis


masquerading as basal cell carcinoma. Indian Dermatology Online Journal.
2022 Oct;13(5):669–71.

6. Nahata VL. Cutaneous Horn Overlying Inverted Follicular Keratosis: A Rare


Case Report. Indian Dermatology Online Journal. 2021 Aug;12(4):636–8.

7. Patterson J. Tumors of cutaneous appendages. In: Weedon’s Skin Pathology


[Internet]. Elsevier; 2021 [cited 2022 Oct 8]. p. 951–1015. Available from:
https://www.clinicalkey.com/#!/content/book/3-s2.0-
B9780702075827000344

8. Azzopardi JG, Laurini R. Inverted follicular keratosis. Journal of Clinical


Pathology. 1975 Jun 1;28(6):465–71.

20
9. Zhong J, Bu W, Chen X, Fang F. A case of inverted follicular keratosis with
onset since childhood. Biomedical Research [Internet]. 2018 [cited 2022 Oct
7];29(9). Available from: https://www.alliedacademies.org/abstract/a-case-
of-inverted-follicular-keratosis-with-onset-since-childhood-10248.html

10. Battistella M, Peltre B, Cribier B. Composite tumors associating


trichoblastoma and benign epidermal/follicular neoplasm: another proof of
the follicular nature of inverted follicular keratosis. J Cutan Pathol. 2010
Oct;37(10):1057–63.

11. Sood S, Thakur S, Gupta M, Sharma RK. Inverted Follicular Keratosis: A


Case Report. jmscr [Internet]. 2019 Aug 9 [cited 2022 Oct 7];7(8).
Available from: http://jmscr.igmpublication.org/v7-i8/42%20jmscr.pdf

12. Ruhoy SM, Thomas D, Nuovo GJ. Multiple inverted follicular keratoses as a
presenting sign of Cowden’s syndrome: Case report with human
papillomavirus studies. Journal of the American Academy of Dermatology.
2004 Sep 1;51(3):411–5.

13. Larumbe A, Iglesias ME, Illarramendi JJ, Córdoba A, Gállego M. Acral


keratoses and inverted follicular keratosis presenting Cowden disease. Actas
Dermosifiliogr. 2007 Aug;98(6):425–9.

14. Chauhan A, Sharma N, Gupta L. Inverted follicular keratosis: A rare lesion


revisited. Muller Journal of Medical Sciences and Research. 2017 Jan
1;8:86.

15. Santa Cruz D, Gru A. Tumors of the Skin. In: Diagnostic Histopathology of
Tumors [Internet]. 5th ed. Elsevier; 2021 [cited 2022 Oct 8]. p. 1762–918.
Available from: https://www.clinicalkey.com/#!/content/book/3-s2.0-
B978032342860600034X

21
16. Kang S, Amagai M, Bruckner AL, Enk A, Margolis D, McMichael A, et al.
Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 9th ed. United States:
McGraw-Hill Education; 2019.

17. Santa Cruz D, Gru A. Tumors of the Skin. In: Diagnostic Histopathology of
Tumors [Internet]. 5th ed. Elsevier; 2021 [cited 2022 Oct 8]. p. 1762–918.
Available from: https://www.clinicalkey.com/#!/content/book/3-s2.0-
B978032342860600034X

18. Karadag AS, Ozlu E, Uzuncakmak TK, Akdeniz N, Cobanoglu B, Oman B.


Inverted follicular keratosis successfully treated with imiquimod. Indian
Dermatol Online J. 2016;7(3):177–9.

19. Schweitzer JG, Yanoff M. Inverted Follicular Keratosis: A Report of Two


Recurrent Cases. Ophthalmology. 1987 Nov 1;94(11):1465–8.

22

Anda mungkin juga menyukai