Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PENGERTIAN HUKUM

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar Ilmu Hukum

Dosen Pengampu: Moch.Aufal Hadliq Kmw, M.H.

Disusun Oleh :

Abdullah Muzakkah 2144030585

FAKULTAS SYARI’AH

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM AL-FALAH AS-SUNNIYYAH

(INAIFAS) KENCONG JEMBER

2021/2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur kepada Allah Swt. yang telah melimpahkan rahmat dan

karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah “ PENGANTAR ILMU

HUKUM” dengan tepat waktu. Sholawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad

SAW yang telah membawa pedoman hidup yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk keselamatan kita

di dunia dan akhirat.

Selanjutnya penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Moch Aufal Hadliq Kmw, M.H.

selaku dosen pengampuh. Serta ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang

telah memberikan bimbingan, maupun pendapat dalam menyelesaikan makalah ini.

Penulis juga menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka

dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar penulis dapat melakukan

perbaikan pada penulisan makalah-makalah yang akan datang.

Jember, 9 Oktober 2021

Penyusun
BAB I

PENDUHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum merupakan keseluruhan aturan maupun kaidah yang berlaku dalam suatu kehidupan

bersama yang mengatur mengenai tingkah laku dimana dalam pelaksanaannya dapat dipaksakan

dengan hadirnya suatu sanksi.1 Hukum mengatur hubungan hukum yang terdiri dari ikatan-ikatan

antara individu dan masyarakat dan antara individu itu sendiri yang mana tercermin dalam hak

dan kewajiban. Dalam usahanya mengatur, hukum menyesuaikan kepentingan perorangan dengan

kepentingan masyarakat dengan sebaik-baiknya. Mengingat bahwa masyarakat itu sendiri dari

individu-individu yang menyebabkan terjadinya interaksi, maka akan selalu terjadi konflik atau

ketegangan antara kepentingan perorangan dan kepentingan perorangan dengan kepentingan

masyarakat. Hukum berusaha menampung ketegangan atau konflik itu sebaik-baiknya.2

Hukum yang dituangkan dalam bentuk norma dibuat untuk dipatuhi, sehingga jika suatu

norma dilanggar maka akan dikenakan sanksi. Konsekuensi yang timbul dari pemberlakuan

sanksi ini ialah jaminan dari pemerintah ataupun pihak yang berwajib untuk memberikan rasa

aman bagi warga negara sehingga jika terdapat warga negara yang merasa dirinya berada dalam

keadaan yang tidak aman maka pemerintah ataupun pihak yang berwajib harus memberikan

perlindungan hukum yang adil bagi warga negara tersebut. John Rawls menyatakan bahwa hukum

menjadi adil bila benar-benar dalam penerapannya sesuai dengan jiwa dari tata hukum positif.

Sebab yang menjadi tujuan yang hendak dicapai dari hukum ialah keadilan.3

B. Rumusan Masalah
- Apa yang di maksud dengan Hukum?
C. Tujuan Penelitian
- Untuk Mengetahui Pengertian Hukum

1 C.S.T. Kansil,1989, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, hal.
38.

2 Sudikno Mertokusumo, 1985, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta: Balai Pustaka, hal.
41.

3 Abdussalam, 2006, Prospek Hukum Pidana Indonesia: Dalam Mewujudkan Rasa Keadilan
Masyarakat, Jakarta: Restu Agung, hal. 16.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hukum

1. Pengertian Hukum

Hukum banyak sekali seginya dan luas sekali cakupannya karena hukum

mengatur semua bidang kehidupan masyarakat, tidak hanya masyarakat suatu

bangsa tetapi juga masyarakat dunia yang selalu mengalami perkembangan dan

perubahan terus menerus. Perkembangan sejarah kehidupan umat manusia

senantiasa menyebabkan terjadinya perubahan tentang apa yang di maksud

dengan hukum dari masa kemasa, sebelum manusia mengenal Undang-Undang

hukum identik dengan kebiasaan dan tradisi yang menjadi pedoman dalam

kehidupan. 1 Pertanyaan tentang apa itu hukum merupakan pertanyaan yang

memiliki jawaban yang lebih dari satu sesuai dengan pendekatan apa yang

dipakai oleh karna itu hukum pada hakekatnya bersifat abstrak. 2

Terlepas dari penyebab intern, yaitu keabstrakan hukum dan keinginan hukum

untuk mengatur hampir seluruh kehidupan manusia, kesulitan pendefinisian juga

bisa timbul dari faktor eksteren hukum, yaitu faktor bahasa itu sendiri. Jangankan

hukum yang memang bersifat abstrak sesuatu yang konkritpun sering sulit untuk

di defenisikan.

1 Ahmad Ali, 2008, Menguak Tabir Hukum, Jakarta, Ghalia Indonesia, Hlm. 12.

2 Ibid.
Hukum dapat didefenisikan dengan memilih satu dari 5 kemungkinan di bawah ini yaitu:3

a. Sesuai sifat-sifatnya yang mendasar, logis, relijius, atau pun etis.

b. Menurut sumbernya, yaitu Undang-Undang.

c. Menurut efeknya di dalam kehidupan masyarakat.

d. Menurut metode pernyataan formalnya atau pelaksanaan otoritasnya.

e. Menurut tujuan yang ingin di capainya.

Berikut akan disebutkan beberapa defenisi hukum menurut para pakar:4

a. Ceorg Frenzel yang berpaham sosiologi, “hukum hanya merupakan suatu rechtgewohnheiten.”

b. Holmes yang berpaham realis, hukum adalah apa yang diramalkan akan diputuskan oleh

pengadilan.

c. Paul Bohannan yang berpaham antropologis, hukum merupakan himpunan kewajiban yang telah di

lembagakan dalam pranata hukum.

d. Karl Von Savigni yang berpaham Historis, keseluruhan hukum sungguhsungguh terbentuk melalui

kebiasaan dan perasaan kerakyatan yaitu melalui pengoperasian kekuasaan secara diam-diam.

e. Emmanuel Kant yang berpaham hukum alam, hukum adalah keseluruhan kondisi-kondisi dimana

terjadi kombinasi antara keinginan pribadi

3Riduan Syahrani, 2009, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Bandung, Citra


Aditya Bakti, hlm 18.

4Ibid.
seseorang dengan keinginan pribadi orang lain sesuai dengan hukum umum
tentang kemerdekaan.

f. Hans Kelsen yang berpaham positivis, hukum adalah suatu perintah memaksa

terhadap tingkah laku manusia.

Dengan demikian beberapa rumusan defenisi diatas yang dibuat oleh para ahli

untuk melukiskan apa yang dimaksud dengan hukum. Selain itu masih banyak

lagi defenisi-defenisi hukum yang berbeda beda akan tetapi kalau diperhatikan

defenisi-defenisi atau pengertian-pengertian hukum tersebut, satu hal adalah pasti

bahwa hukum itu berhubungan dengan manusia dalam masyarakat. 5

2. Tujuan Hukum

Dalam merumuskan apa yang menjadi tujuan hukum, para ahli mengemukakan

pendapat yang berbeda beda, yang akan diuraikan beberapa di antaranya di

bawah ini:6

a. Menurut teori etis, hukum hanya semata mata bertujuan mewujudkan

keadilan. Teori ini pertama kali dikemukakan oleh filosof Yunani,

Aristoteles dalam karyanya Ethica Nicomachea dan Rhetorika yang

menyatakan bahwa hukum mempunyai tugas yang suci yaitu memberi

kepada setiap orang yang ia berhak menerimanya.

5 Ibid.

6 Salim, 2010, Pengembangan Teori dalam Ilmu Hukum, Jakarta, Raja Grafindo

Persada, hlm 46.


b. Menurut teori utilities, teori ini diajarkan oleh Jeremy Bentham bahwa

hukum bertujuan mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah saja.

Pendapat ini di titikberatkan pada hal-hal yang berfaedah bagi orang

banyak dan bersifat umum tanpa memperhatikan soal keadilan. Menurut

Bentham hakikat kebahagian adalah kenikmatan dan kehidupan yang

bebas dari kesengsaraan, karenanya maksud manusia melakukan tindakan

adalah untuk mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan

mengurangi penderitaan. Baik buruknya tindakan diukur dari baik

buruknya akibat yang di hasilkan tindakan itu. Suatu tindakan dinilai baik

jika tindakan itu menghasilkan kebaikan sebaliknya, dinilai buruk jika

mengakibatkan keburukan (kerugiaan).

c. Teori yuridis dogmatik adalah teori yang bersumber dari pemikiran

positivitis di dunia hukum yang cenderung melihat hukum sebagai sesuatu

yang otonom dan mandiri karena hukum tak lain hanya kumpulan aturan.

Bagi penganut aliran ini, hanyalah sekedar menjamin terwujudnya

kepastian hukum, kepastian hukum itu di wujudkan oleh hukum dengan

sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum. Menurut penganut teori

ini, meskipun aturan hukum atau penerapan hukum terasa tidak adil dan

tidak memberikan manfaat yang besar bagi mayoritas anggota masyarakat,

hal itu tidak menjadi soal, asalkan kepastian hukum dapat terwujud.
3. Sistem Hukum

Berbicara tentang hukum sebagai sebuah sistem, diawali dengan pembicaraan

tentang sistem itu sendiri. Pemahaman yang umum mengenai sistem mengatakan

bahwa suatu sistem adalah suatu kesatuan yang bersifat kompleks, yang terdiri

dari bagian-bagian yang berhubungan satu sama lain.

Smith dan Taylor mendefinisikan sistem sebagai suatu kumpulan komponen-

komponen yang berinteraksi dan bereaksi antar atribut komponen-komponen

untuk mencapai suatu akhir yang logis sedangkan John Burch mendefenisikan

sistem sebagai suatu kumpulan dari objek-objek yang saling berhubungan dan di

perintahkan untuk mencapai sasaran atau tujuan bersama.7

Menurut Sudikno Mertokusumo, berpendapat bahwa “sistem hukum merupakan

satu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang mempunyai interaksi satu sama

lain dan bekerja sama untuk mencapai tujuan kesatuan tersebut.”8

Menurut Lawrence Meir Friedman komponen sistem hukum terdiri atas kultur

hukum, substansi hukum, dan struktur hukum, kultur hukum adalah budaya

hukum masyarakat, substansi hukum artinya materi hukum yang

7 Sudikno Mertokusumo, 1986, Mengenal Hukum, Yogyakarta, Liberty, hlm. 20.

8 Ibid.
termuat dalam perundang-undangan dan struktur hukum berarti lembaga

pelaksana hukum.9.

Fuller meletakkan ukuran apakah kita suatu saat dapat berbicara mengenai

adanya suatu sistem hukum dalam delapan asas yang dinamakannya principles of

legality yaitu:10

1. Suatu sistem hukum harus mengandung peraturan-peraturan.

2. Peraturan-peraturan yang telah dibuat itu harus diumumkan.

3. Tidak boleh ada aturan yang berlaku surut, oleh karena apabila yang

demikian itu ditolak, maka peraturan itu tidak bisa dipakai untuk menjadi

pedoman tingkah laku.

4. Peraturan-peraturan harus disusun dalam rumusan yang bisa di mengerti.

5. Suatu sistem tidak boleh mengandung peraturan-peraturan yang

bertentangan satu sama lain.

6. Peraturan-peraturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa

yang dapat dilakukan.

7. Tidak boleh ada kebiasaan untuk sering mengubah peraturan sehingga

menyebabkan seorang akan kehilangan orientasi.

9Lawrence Meir Freidmen , American Law an Introduction/Pengantar Hukum Amerika


(terjemahan Wisnhu Basuki), 2001, Jakarta, Tata Nusa Jakarta, hlm. 43.

10 Ibid, hlm. 45.

8. Harus ada kecocokan antara peraturan yang di Undangkan dengan pelaksanaanya sehari-

hari.

Fuller sendiri mengatakan, bahwa kedelapan asas yang di ajukannya itu sebetulnya lebih dari

sekadar persyaratan bagi adanya suatu sistem hukum, melainkan memberikan pengkualifikasian

terhadap sistem hukum sebagai sistem hukum yang mengandung suatu moralitas tertentu.
BAB III

PENUTUP

A. Saran

Penulis berharap makalah ini dapat menambah wawasan bagi seluruh mahasiswa khususnya

para pembaca agar tergugah untuk terus dapat meningkatkan pemikiran dan

pengetahuan bagi rekan-rekan mahasiswa demi menyempurnakan makalah ini kami

mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif.

Anda mungkin juga menyukai