Anda di halaman 1dari 5

Dampak Mendalami Peran Dalam Film Terhadap Kesehatan Aktor

Dalam memainkan sebuah peran dalam film, aktor dituntut untuk selalu
totalitas. Tak jarang pula kasus seorang aktor yang terbawa oleh sifat ataupun
karakteristik peran yang mereka mainkan, bahkan dalam kasus terburuknya ada
aktor yang meregang nyawa karena kehilangan jati dirinya pasca memerankan
suatu karakter.

Mendalami sebuah peran terdengar seperti sesuatu yang remeh dan ringan,
namun dalam prakteknya dapat menguras kondisi mental maupun fisik sang
pelakon. Hal ini menjadikan dunia seni peran dan dedikasi para aktor sebagai hal
yang menarik untuk dibahas karena pada dasarnya manusia adalah mahluk sosial
yang dapat berubah dan beradaptasi dengan lingkungan dan juga sugesti
sekitarnya.

Pada akhirnya, dunia seni peran terus menemukan cara-cara baru untuk
menghidupkan dan membangkitkan suatu karakter yang lebih ‘baru’ dan juga
‘segar’ untuk menarik para penonton. Tak jarang pula karakter-karakter ini terlalu
bertolak belakang dengan aktor yang adalah pelakonnya. Maka dari itu dalam
penelitian ini akan dipaparkan bagaimana pengaruh karakter-karakter fiksional ini
terhadap kepribadian asli pemerannya

Seorang seniman peran asal Rusia, Konstantin Stanislavky telah


melakukan pengamatan terhadap beberapa pertunjukan teater yang telah ia
saksikan semasa hidupnya. Hasil pengamatan itu ia tuangkan dalam bukunya yang
berjudul “Membangun Tokoh”. Isi dari buku ini membagi aktor menjadi enam
jenis, diantaranya: aktor “pesona” dan “rasa”; aktor kodian; aktor palsu; aktor
over-acting dan klise; aktor dengan pengamatan tajam; dan aktor yang
tercerahkan.

Maka, berdasarkan dari pembagian tersebut, jenis yang menunjukan


indikasi berlebih terhadap kedalaman seorang aktor mendalami peran terdapat
pada karakteristik aktor yang tercerahkan. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan
Konstantin Stanislavky yang dalam bukunya menyatakan bahwa jenis aktor
tersebut merupakan bentuk yang paripurna dari seorang aktor. Aktor yang
dimaksud memiliki teknik yang memumpuni, detail, serta terperinci. Contoh yang
disuguhkan oleh seniman tersebut dalam bukunya ialah pada saat seseorang
mendapat peran seorang bangsawan, setelah mengetahui detail dari tampilan fisik,
psikologis, gerak-gerik, karakter, hingga cara bicaranya, maka aktor ini akan
melatih semua otot dan saraf tubuhnya. Ia menghabiskan waktu setidaknya
berbulan-bulan untuk menjadikan semua gerakan dan ciri dari karakter yang
dibangunnya menjadi seperti kebiasaannya sendiri.

Menurut Julia Grieshofer, seorang dosen dan aktor terlatih, industri seni
peran masih didominasi oleh ketidakseimbangan kekuasaan yang berdampak pada
pekerjaan dan kehidupan pribadi para aktor. Industri ini terus didominasi
segelintir orang kuat dengan ekspetasi tinggi terhadap para aktor karena tingkat
persaingan yang tinggi. Tuntutan itu memanglah sangat kejam, namun untuk
mengatakan tidak sepertinya sangat sulit mengingat status pekerjaan yang sedang
dipertaruhkan. Ketidakseimbangan keuangan para aktor seringkali menjadi faktor
kegagalan dalam mencapai tonggak sosial biasa, seperti memulai sebuah keluarga
dan kehidupan yang stabil. Tetapi akal sehat bahwa para aktor memiliki sebuah
privilege untuk mengejar impiannya mungkin menghalangi mereka untuk mencari
bantuan dikala mereka membutuhkannya. Ide-ide seperti ‘saya memilih pekerjaan
ini, saya tidak bisa mengeluh tentang itu’, adalah hal yang dianggap lumrah oleh
mereka.

Sekitar 40% aktor mengalami kesulitan dalam bersantai atau ‘melepaskan’


setelah melakukan peran yang menguras baik secara emosional maupun fisik,
seringkali menjadi akibat dari pertunjukan langsung. Lebih dari sepertiga aktor
melaporkan bahwa mereka mengonsumsi alkohol sebagai akibat dari masalah
yang berkaitan dengan pekerjaan mereka sebagai seorang seniman. Aktor pria dan
wanita menggunakan alkohol pada tingkat yang jauh di atas pedoman konsumsi
sehat WHO, bahkan 80% diantara aktor-aktor tersebut adalah pengguna aktif
obat-obatan legal atau terlarang.
Salah satu kasus aktor yang mendalami peran hingga menyebabkan ia
meninggal yakni aktor bernama Heath Ledger yang memerankan Joker dalam film
The Dark Knight (2008). Beberapa bulan setelah ia menyelesaikan peran Joker
tepatnya pada tanggal 22 Januari 2008 Heath Ledger meninggal karena overdosis
kombinasi beberapa obat, yakni kombinasi antara oxycodone, hydrocodone,
diazepam, temazepam, alprazolam, doxylamine. Depresi berlebihan akibat terlalu
mendalami peran Joker membuat ia mengalami overdosis. Demi menghayati
peran tersebut ia rela mengisolasi diri sendiri di sebuah kamar hotel.

Contoh lainnya dari dampak negatif pendalaman peran dalam sebuah film
ada Joaquin Phoenix yang memerankan film Joker (2019). Di balik
kesuksesannya dalam memerankan tokoh Arthur Fleck dalam film Joker, Joaquin
Phoenix rela melakoni banyak hal yang ternyata berbahaya untuk kesehatan fisik
maupun mentalnya. Mulai dari menurunkan berat badannya sebanyak 23
kilogram, melakukan adegan berbahaya tanpa pemeran pengganti, hingga berdiam
diri di rumah sakit jiwa  untuk mengamati perilaku pasien di sana. Semua itu
dilakukan Phoenix demi tidak mengecewakan Todd Phillips selaku sutradara dan
penggemar fanatik Joker yang menyangsikan kemampuan aktingnya.

Dampak negatif lainnya ada Adrien Brody yang memerakan film The
Pianist (2002). Untuk memerankan tokoh Wladyslaw Szpilman, seorang penyintas
Holocaust, Brody tidak keberatan untuk menurunkan berat badannya sebanyak 30
pound atau 14 kilogram. Brody bahkan sampai belajar memainkan piano dan
berlatih 4 jam setiap harinya. Merasa masih kurang mendalami sosok Szpilman,
Adrien menjual apartemen, mobil, dan ponselnya. Adrien juga mengemasi
pakaiannya dan keyboard yang ia pakai untuk belajar piano untuk pindah ke
daratan Eropa. Tidak heran jika pacarnya saat itu langsung memutuskannya.

Dalam prakteknya, pendalaman peran tidak bisa lepas dari fakta bahwa
menggunakan banyak sekali kemampuan emosi manusia. Hal ini menjadikan
pendalaman peran sebuah kegiatan yang mempengaruhi kondisi psikologis
pelakunya, dan hal ini memicu berbagai pendapat di antara para psikolog dan para
ahli dalam bidang yang bersangkutan.
Alison Robb, pemimpin sebuah studi yang dirilis oleh University of
Adelaide mengatakan bahwa para aktor rentan mengalami trauma dari
pengalaman akting mereka, dan jika sudah terlalu terikat dengan karakternya
secara emosional dan fisik, maka peran mereka di film bisa terbawa dan sulit
dihilangkan saat aktor harus menghadapi dunia nyata.

Melihat fenomena aktor yang sulit berpisah dari perannya, psikolog


Charlotte Armitage menyarankan agar aktor mencari terapi setelah menjalani
peran yang menguras fisik dan psikisnya. Seorang aktor tentunya butuh orang lain
untuk membantunya lepas dari peran yang begitu melekat padanya.

Mendalami sebuah peran dalam film tidak hanya berisi dampak negatif
saja. Mendalami sebuah peran dalam film juga memberikan manfaat kepada si
aktor. Dimulai dari membangun percaya diri, mendapatkan pengalaman, hingga
bisa mendapatkan tubuh idaman karena mendalami sebuah peran dalam film.

Christian Bale (Batman Begins) Christian Bale merupakan salah satu aktor
Hollywood yang enggak pernah ragu untuk menurunkan atau menaikkan berat
badannya demi sebuah peran. Dalam film Batman Begins (2005) Christian Bale
tentunya dituntut untuk memiliki badan yang bugar dan berotot untuk peran
Batman. Untuk mencapai tubuh yang sesuai untuk Batman, Bale memulainya
dengan mengonsumsi berbagai makanan berkalori tinggi agar berat badannya
naik. Begitu berat badannya mulai naik, Bale memulai proses latihan fisik yang
keras.

Deny Sumargo Aktor dan pebasket Denny Sumargo mengakui bahwa film
A Man Called Ahok membangkitkan rasa percaya dirinya bermain film. Denny
Sumargo memulai karier di dunia seni peran lewat film 5 cm. “Gue mengawali
dengan film 5 cm. Di situ, gue masuk ke suatu dunia yang gue enggak pernah
pengin. Jadi gue ngerasa 5 cm itu adalah beban saat itu,” kata Denny Sumargo,
dikutip dari kanal YouTube Qiss You TV, Rabu (10/11/2021). “Tapi A Man
Called Ahok adalah batas keikhlasan gue bermain film. Di situ, gue merasa
keaktoran gue dijadikan, padahal gue belum dapat piala apa-apa saat itu,”. Dalam
film A Man Called Ahok, Denny Sumargo memerankan sosok Tjung Kim Nam,
yakni ayah dari Ahok. Aktor berusia 40 tahun itu tidak menyangka diganjar
penghargaan dari Indonesian Box Office Movie Awards (IBOMA) 2019.

Anda mungkin juga menyukai