Anda di halaman 1dari 3

KEMERDEKAAN BERAGAMA

Kemerdekaan beragama adalah Hak Asasi Manusia yang bersifat Fundamental, tidak
dapat diganggu gugat. Melekat secara otonom pada manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Kuasa. Oleh karena itu pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945 perlu dijabarkan dalam suatu
Undang Undang berikut peraturan pemerintahnya. Dialog antar umat beragama harus
dikembang suburkan, termasuk penyuluhan hukum, dalam kerangka membangun kesadaran
hukum. Sehingga warga masyarakat merasakan adanya keadilan dan kepastian hukum
kemerdekaan Beragama di Indonesia.
Setiap manusia mempunyai hak yang melekat pada dirinya karena ia adalah seorang
manusia. Hak tersebut dikenal sebagai hak asasi manusia. Karena memiliki hak asasi, setiap
manusia bebas untuk menentukan hidupnya sendiri, tidak ada satupun orang yang berhak
menghalangi atau membatasi. Kebebasan tersebut salah satunya mencakup kebebasan untuk
menentukan agama dan kepercayaan yang hendak dianut. Sebagai negara hukum, sudah
menjadi kewajiban Indonesia untuk menjamin perlindungan terhadap hak asasi yang dimiliki
oleh setiap penduduknya, termasuk menjamin perlindungan kebebasan beragama dan
berkepercayaan.

Dilansir dari buku Kewarganegaraan (2020), dijelaskan bahwa kemerdekaan beragama


dan berkepercayaan di Indonesia telah diatur dalam pasal 28E ayat 1 dan 2 serta pasal 28 I UUD
Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pasal 28E ayat 1 berbunyi, sebagai berikut :
“Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih Pendidikan
dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di
wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak Kembali.”
Pasal 28E ayat 2 berbunyi, yaitu : “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan,
menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.”
Sementara itu pasal 28 I menjelaskan bahwa hak beragama dan hak berkepercayaan
merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Hal tersebut
mengisyaratkan bahwa hak kebebasan beragama dan berkepercayaan memiliki kedudukan
atau status yang tinggi didalam hierarki hak asasi manusia. Oleh sebab itu, setiap orang wajib
menghormati hak asasi manusia orang lain, diatur dalam pasal 28J ayat 1 UUD NRI tahun 1945.
Berdasarkan penjelasan pasal diatas, terdapat dua komponen dalam kebebasan
beragama dan berkepercayaan. Dua komponen tersebut ialah : kebebasan internal dan
kebebasan eksternal.
 Kebebasan Internal
Kebebasan internal adalah kebebasan yang dimiliki oleh setiap orang untuk meyakini,
berpikir, memilih agama yang diyakininya, dan meyakini doktrin-doktrin keagamaan
yang menurut dia benar. Kebebasan internal ini harus dijamin dan tidak bisa dihalangi
atau diintervensi oleh orang lain, sekalipun itu negara.
 Kebebasan Eksternal
Kebebasan eksternal adalah kebebasan seseorang untuk mengekspresikan agama
yang diyakininya itu melalui dakwah, Pendidikan, dan melalui sarana-sarana yang
lain. Sama seperti kebebasan internal, kebebasan eksternal ini harus dijamin dan
tidak bisa dihalangi atau diintervensi oleh orang lain, sekalipun itu negara. Khusus
kebebasan eksternal ini diterapkan beberapa pembatasan. Pembatasan yang
diperbolehkan yaitu dari segi keamanan masyarakat, ketertiban masyarakat,
Kesehatan atau moralitas masyarakat, serta hak dan kebebasan orang lain.
Pembatasannya pun dinyatakan melalui hukum, jadi bukan didasarkan pada
kesepakatan.

Kemerdekaan beragama di Indonesia menyebabkan Indonesia mempunyai agama yang


beranekaragam. Keanekaragaman itu tidak boleh dijadikan hambatan. Justru sudah seharusnya
menjadi pengokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Cara mewujudkannnya adalah dengan
membangun kerukunan umat beragama. Kerukunan umat beragama adalah sikap mental umat
beragama dalam rangka mewujudkan kehidupan yang serasi dengan tidak meembedakan
keyakinan, pangkat, kedudukan sosial dan tingkat kekayaan, dan tentunya agama itu sendiri.
Kerukunan umat beragama ditunjukkan agar terbina dan terpelihara hubungan baik dalam
pergaulan antara warga yang seagama maupun yang berbeda agama.
Bentuk-bentuk kerukunan beragama :
1. Kerukunan antar umat seagama
2. Kerukunan antar umat berbeda agama
3. Kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah.
Berikut adalah pemaparan dari masing-masing bentuk kerukunan beragama.
 Kerukunan antar umat seagama
Kerukunan antar umat seagama adalah adanya kesepahaman dan kesatuan untuk
melakukan amalan dan ajaran agama yang dipeluk dengan menghormati adanya
perbedaan yang masih bisa ditolerir. Artinya, sesama umat seagama tidak
diperkenankan untuk saling bermusuhan, saling menghina, saling menjatuhkan, tetap
harus mengembangkan sikap saling menghargai, menghormati dan toleransi apabila
terdapat perbedaan, asalkan perbedaan tersebut tidak menyimpang dari ajaran agama
yang dianut.
 Kerukunan antar umat berbeda agama
Kerukunan antar umat berbeda agama maksudnya adalah cara atau sarana untuk
mempersatukan dan mempererat hubungan antara orang-orang yang tidak seagama
dalam proses pergaulan pergaulan dimasyarakat, tetapi bukan ditunjukkan untuk
mencampuradukkan ajaran agama. Ini perlu dilakukan untuk menghindari terbentuknya
fanatisme ekstrem yang membahayakan keamanan, dan ketertiban umum.
Contoh nyata yang bisa dilakukan adalah dengan adanya dialog antar umat beragama
yang didalamnya bukan membahas perbedaan,dan perdamaian hidup dalam
bermasyarakat. Intinya adalah bahwa masing-masing agama mengajarkan manusia
untuk hidup dalam kedamaian dan ketentraman. Tidak mencampuradukkan agama
namun tidak mempermasalahkan perbedaannya.
 Kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah
Kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah berarti dalam hidup beragama,
masyarakat tidak lepas dari adanya aturan dalam agamanya masing-masing, akan tetapi
juga harus menaati hukum yang berlaku di negara Indonesia.
Contohnya : Merayakan hari besar yang ditetapkan pemerintah, Ikut dalam mendukung
peraturan yang dibuat pemerintah mengenai keagamaan, patuh dan tunduk pada
peraturan keagamaan yang sudah dibuat dan ditetapkan pemerintah.

KELOMPOK 3

Anda mungkin juga menyukai