Anda di halaman 1dari 2

1.

Degradasi lahan
Kebiasaan membakar kayu dan ranting sisa pembukaan lahan biasanya
diteruskan oleh petani dengan membakar sisa tanaman. Bila pembakaran dilakukan
hanya sekali saja pada waktu pembukaan lahan, tidak akan banyak merusak tanah.
Tetapi pembakaran yang dilakukan berulang-ulang setiap musim akan cepat
menurunkan kadar bahan organik tanah yang akhirnya menurunkan produktivitas
tanah. Pembakaran sisa-sisa tanaman tiap tahun akan mempercepat proses
pencucian dan pemiskinan tanah. Merosotnya kadar bahan organik tanah akan
memperburuk sifat fisik dan kimia tanah. Struktur tanah menjadi tidak stabil.
2. Kerusakan tubuh tanah
Erosi adalah terangkutnya atau terkikisnya tanah atau bagian tanah ke tempat
lain. Peningkatan erosi dapat diakibatkan oleh hilangnya vegetasi penutup tanah
atau akibat kegiatan pertanian yang tidak mengindahkan kaidah konservasi tanah.
Erosi umumnya mengakibatkan hilangnya tanah lapisan atas yang subur dan baik
untuk pertumbuhan tanaman. Erosi dapat mengakibatkan terjadinya kemunduran
sifat-sifat fisik dan kimia tanah.
3. Dampak pemupukan yang berlebihan
Pemupukan yang berlebihan dan larut ke dalam air juga dapat menyebabkan
meningkatkan kesuburan sungai (eutrofikasi). Ganggang dan tumbuhan sungai,
misalnya eceng gondok, tumbuh dengan subur. Akibatnya hewan-hewan air akan
kekurangan oksigen sehingga mengalami kematian. Selain itu, tumbuhan air yang
makin subur dapat menyebabkan terjadi pendangkalan pada waduk dan bendungan.
4. Lahan pertanian terbatas/semakin sempit
Sehingga lahan yang dulunya sebagai lahan pertanian menjadi semakin
sempit. Selain itu, lahan pertanian di Indonesia banyak pula yang belum benar-benar
dimanfaatkan untuk pertanian karena lahan tersebut berupa lahan kritis dan gambut
yang memerlukan perlakuan dan penanganan lebih apabila dijadikan lahan untuk
pertanian. Lahan-lahan kritis, gambut, serta tanah kosong yang tidak dimanfaatkan
akhirnya dialihfungsikan menjadi daerah pemukiman maupun industri.

5. Ketergantungan petani terhadap pestisida, pupuk anorganik dan


varietas unggul
Akibat petani mengintensifkan penggunaan pestisida untuk menanggulangi
serangan hama dan penyakit pada tanaman yang dibudidayakannya, maka petani
tersebut memiliki ketergantungan terhadap pestisida. Hal ini terjadi karena minimnya
pengetahuan petani untuk menerapkan Program Pengendalian Hama Terpadu
dengan menggunakanpestisida nabati yang aman serta memanfaatkan musuh alami
sesuai program PHT. Petani pada masa Revolusi Hijau lebih mempercayakan
pestisida untuk memberantas hama dan penyakit yang menyerang tanamannya
karena pestisida tersebut bekerja efektif dan langsung ke sasarannya. Begitupula
dengan ketersediaan pupuk anorganik untuk meningkatkan produksi pertanian,
petani selalu melakukan pemupukan intensif menggunakan pupuk anorganik,
bahkan terkesan berlebihan sehingga dalam usahataninya, petani sangat
bergantung kepada ketersediaan pupuk anorganik. Varietas unggul pun diperlukan
sebagai modal untuk menghasilkan produksi yang tinggi pada masa Revolusi Hijau
sehingga tanpa varietas yang unggul, petani merasa produksinya akan menurun dan
tidak dapat menutupi biaya produksi, akibatnya petani mengalami kerugian.
6. Muncul ketahanan (resistensi) hama terhadap pestisida
Ketahanan hama terhadap pemberian pestisida akan muncul apabila
pestisida diberikan secaraterus menerus. Hal ini menjadi fenomena dan konsekuensi
ekologis yang umum dan logis. Resistensi muncul akibat reaksi evolusi menghadapi
suatu tekanan (strees). Oleh karena hama terus menerus mendapat tekanan oleh
pestisida, maka melalui proses seleksi alami, spesies hama mampu membentuk
strain baru yang lebih tahan terhadap pestisida tertentu yang digunakan petani.
7. Resurgensi hama
Musuh alami yang terhindar dan tahan terhadap penyemprotan pestisida,
sering kali mati kelaparan karena populasi mangsa untuk sementara waktu terlalu
sedikit, sehingga tidak tersedia makanan dalam jumlah cukup. Kondisi demikian
terkadang menyebabkan musuh alami beremigrasi untuk mempertahankan hidup. Di
sisi lain, serangga hama akan berada pada kondisi yang lebih baik dari sebelumnya.
Sumber makanan tersedia dalam jumlah cukup dan pengendali alami sebagai
pembatas pertumbuhan populasi menjadi tidak berfungsi. Akibatnya,populasi hama
meningkat tajam segera setelah penyemprotan.
8. Ledakan populasi hama sekunder
Peristiwa ledakan hama sekunder terjadi apabila setelah pemberian pestisida
menghasilkan penurunan populasi hama utama, tetapi kemudian terjadi peningkatan
populasi pada spesies yang sebelumnya bukan hama utama, sampai tingkat yang
merusak. Ledakan ini seringkali disebabkan oleh terbunuhnya musuh alami, akibat
penggunaan pestisida yang berspektrum luas. Pestisida tersebut tidak hanya
membunuh hama utama yang menjadi sasaran, tetapi juga membunuh serangga
berguna yang dalam keadaan normal secara alamiah efektif mengendalikan
populasi hama sekunder.

Anda mungkin juga menyukai