Kel 1 Kedaulatan Pangan
Kel 1 Kedaulatan Pangan
ABSTRAK
Setelah lebih dari 60 tahun merdeka, Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan pangan dari produksi
sendiri sehingga masih bergantung pada impor. Untuk keluar dari ketergantungan pada pangan impor,
Indonesia harus membangun kedaulatan pangan. Ketergantungan pada pangan impor, terutama beras,
akan membahayakan ketahanan pangan nasional karena pasar beras internasional cukup tipis dan tidak
stabil. Sebagian besar produksi beras dikonsumsi oleh negara-negara produsen, hanya 4% yang dijual ke
pasar internasional. Kini saatnya Indonesia membangun kedaulatan pangan sebagai strategi untuk
mencegah krisis pangan. Membangun kedaulatan pangan dapat dilakukan melalui peningkatan produksi
pangan dan pengurangan konsumsi, disertai pembangunan perdesaan terpadu. Mengingat penyebab
utama rendahnya produksi dan efisiensi produksi pangan adalah kecilnya skala usaha, janji pemerintah
untuk menyediakan lahan pertanian abadi 15 juta ha disertai dengan reformasi agraria merupakan
kebijakan yang strategis. Saat ini 30,67 juta ha lahan yang sesuai dan tersedia untuk pertanian dapat
digunakan untuk memperluas lahan usaha tani tanaman pangan, khususnya padi. Upaya tersebut
merupakan elemen kunci dalam meningkatkan produksi pangan. Dengan hasil padi nasional rata-rata
5 t/ha, pemanfaatan 15 juta ha lahan untuk padi dengan indeks tanam 1,5 akan menghasilkan sekitar
112 juta ton padi atau 70 juta ton beras. Jumlah ini tidak hanya akan memperkuat ketahanan pangan
nasional, tetapi Indonesia juga dapat memainkan peran penting dalam pasar beras internasional sebagai
eksportir beras. Meningkatkan skala usaha tani juga merupakan elemen kunci dalam memperbaiki
pendapatan usaha tani untuk mengentaskan petani dari kemiskinan.
ABSTRACT
After more than 60 years of independence, Indonesia has not been able to meet food requirements
from own production, so it is still dependent upon imports. To get out from the dependency on food
imports, Indonesia should develop a food sovereignty. Dependency on food imports, especially rice,
1)
Naskah diperbaharui dan dikembangkan dari bahan Orasi Profesor Riset yang disampaikan pada
tanggal 29 November 2010 di Bogor.
104 Dewa Ketut Sadra Swastika
would jeopardize the performance of national food security because the international rice market is
thin and unstable. Most of the rice production is consumed by the producing countries. Only about 4%
is sold into international market. It is the time for Indonesia to develop food sovereignty. Developing
food sovereignty is a good strategy to prevent the people from a food crisis. Food sovereignty could be
developed through increasing food production and reducing total consumption, accompanied by the
integrated rural development. Given the major cause of low production and low efficiency is the small
scale of farm size, the government’s promise to provide a perpetual agricultural land of 15 million ha
accompanied by agrarian reform, is a strategic policy. There is currently about 30.67 million ha of
suitable land available for agriculture that can be used to expand area planted to food crops,
especially rice. Those above efforts are the key elements in increasing food production. By using the
current national rice yield of 5 t/ha, when Indonesia uses 15 million ha for rice, with the cropping
index of 1.5, it will produce about 112 million tons of paddy or about 70 million tons of milled rice.
It will not only strengthen the national food security, but Indonesia could also play an important role
in international rice market as a rice exporting country. Increasing farm size is also a key element to
improve farm income and then alleviate rural poverty.
DINAMIKA KETERSEDIAAN pada tahun 1950 dan 956 ribu ton pada
PANGAN NASIONAL tahun 1970 (BPS 1955-2008) (Tabel 1).
Tabel 1. Perkembangan produksi dan konsumsi pangan nasional pada era prarevolusi hijau,
1950-1970.
Tabel 2. Perkembangan produksi dan konsumsi pangan nasional pada era revolusi hijau,
1970-1990.
Tabel 3. Perkembangan produksi dan konsumsi pangan nasional pada era pascarevolusi hijau dan
otonomi daerah, 1990-2008.
Upaya pengentasan masyarakat dari ke- Berbagai langkah strategis dapat dila-
miskinan semula berhasil menurunkan kukan untuk melepaskan petani dari pe-
angka kemiskinan dari 54,2 juta orang rangkap kemiskinan. Langkah-langkah
pada tahun 1976 menjadi 22,5 juta orang strategis tersebut antara lain: (1) mening-
pada 1996 (Swastika 2005d; Swastika et katkan luas penguasaan lahan melalui
al. 2008; Swastika dan Supriatna 2008). realisasi program lahan pertanian abadi 15
Namun, krisis ekonomi yang melanda juta ha; (2) meningkatkan produktivitas
Indonesia sejak tahun 1997 menyebabkan melalui penerapan teknologi maju, seperti
angka kemiskinan melonjak lagi menjadi pengelolaan tanaman dan sumber daya
49,5 juta orang pada tahun 1998. Selama terpadu (PTT) dan sistem integrasi ta-
periode pemulihan krisis, jumlah penduduk naman ternak bebas limbah (SITT-BL); (3)
miskin menurun menjadi 35,1 juta orang membuka seluas-luasnya akses terhadap
pada tahun 2005. Namun kenaikan harga sumber modal usaha bagi petani; (4)
BBM pada awal tahun 2006 menyebabkan melakukan konsolidasi manajemen usaha
jumlah penduduk miskin meningkat tani dari individu yang berskala kecil men-
menjadi 39,05 juta orang pada tahun 2006, jadi usaha tani korporasi untuk mening-
dan turun lagi menjadi 34,96 juta orang katkan posisi tawar petani; (5) membangun
pada tahun 2008. kemitraan usaha antara petani dan pe-
Berbagai program pengentasan kemis- ngusaha industri pertanian untuk men-
kinan di perdesaan selama ini umumnya jamin ketersediaan sarana produksi dan
bersifat parsial, subsektoral, kuratif, dan pemasaran produk pangan primer; dan (6)
tidak berkelanjutan karena tidak ter- memberikan perlindungan kepada petani
integrasi. Akibatnya, program tidak ber- dalam bentuk subsidi sarana produksi dan
sinergi sehingga tidak mampu mening- kebijakan harga pembelian pemerintah
katkan kesejahteraan masyarakat perde- (Swastika 2007).
saan yang sebagian besar petani kecil
(Rusastra et al. 2008; Swastika et al. 2008).
Sekitar 67% penduduk miskin ber- ARAH, SASARAN, DAN
domisili di perdesaan, dengan mata pen- STRATEGI
caharian utama sebagai petani. Oleh
karena itu, pembangunan ekonomi sudah Membangun kemandirian dan kedaulatan
saatnya direorientasi dari perkotaan ke pangan yang mampu mengentaskan petani
112 Dewa Ketut Sadra Swastika
penyediaan kredit lunak dengan adminis- perdesaan terpadu, termasuk sistem usaha
trasi sederhana. Sumber-sumber pertum- tani. Di tingkat usaha tani, upaya yang
buhan produksi meliputi: (1) pengurangan dapat dilakukan antara lain adalah: (1)
senjang hasil; (2) peningkatan IP; (3) per- meningkatkan produktivitas tanaman
luasan lahan (ekstensifikasi); (4) pengu- pangan melalui PTT; (2) menerapkan SITT-
rangan kehilangan hasil pada saat panen BL; (3) mengembangkan usaha agribisnis
dan pascapanen; dan (5) peningkatan perdesaan (PUAP) untuk meningkatkan
stabilitas hasil. pendapatan petani kecil melalui penguatan
modal kerja; dan (4) mengolah hasil per-
tanian melalui agroindustri di perdesaan.
Konsumsi Penerapan PTT padi terbukti dapat
meningkatkan produktivitas dan penda-
Dari sisi konsumsi, dua hal penting yang patan petani 30-122% dibandingkan de-
harus dibangun adalah menurunkan per- ngan teknologi petani (Adnyana et al.
tumbuhan penduduk melalui revitalisasi 2003). Hasil penelitian lain menunjukkan
keluarga berencana (KB) dan promosi bahwa integrasi tanaman dan ternak mem-
diversifikasi pangan. Promosi KB perlu berikan pendapatan 38% lebih tinggi dari-
diintensifkan, misalnya dengan memberi pada usaha tanaman dan ternak secara
penghargaan kepada peserta KB. Promosi terpisah (Swastika et al. 2006, 2007c).
diversifikasi pangan juga harus diting- Dalam membangun perdesaan terpadu,
katkan, antara lain melalui pengolahan industri berbasis pertanian harus dire-
bahan pangan lokal untuk mengangkat orientasi dari perkotaan ke perdesaan. Saat
derajatnya. Juga promosi produk pangan ini, investor swasta belum tertarik untuk
olahan nonberas di kalangan masyarakat berinvestasi di perdesaan. Berbagai ken-
menengah ke atas melalui berbagai media dala yang dihadapi antara lain: (1) belum
dengan melibatkan tokoh publik. Promosi adanya sistem insentif bagi investor untuk
kebiasaan makan pangan lokal oleh tokoh berinvestasi dalam bidang agroindustri di
publik cenderung ditiru oleh masyarakat, perdesaan; (2) adanya praktik birokrasi
terutama generasi muda. biaya tinggi; (3) tingginya impor produk
Diversifikasi pangan merupakan stra- pangan; (4) rendahnya akses petani ter-
tegi jangka pendek dalam mengatasi krisis hadap lembaga keuangan mikro; dan (5)
pangan (Yudohusodo 2002). Jika upaya ini belum memadainya infrastruktur (jaringan
berhasil akan mengurangi ketergantungan irigasi, jalan usaha tani, jalan umum,
pada impor beras. Selain itu, pemanfaatan jembatan, listrik, dan sarana komunikasi).
pangan lokal akan memperkokoh keman-
dirian dan kedaulatan pangan.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
KEBIJAKAN
Pembangunan Perdesaan Terpadu
Kesimpulan
Untuk meningkatkan produksi pangan
dan sekaligus mengentaskan petani dari Selama enam dekade terakhir, Indonesia
kemiskinan, pembangunan pertanian harus belum mampu berswasembada pangan,
dilakukan dalam konteks pembangunan terutama beras, jagung, dan kedelai,
114 Dewa Ketut Sadra Swastika
sehingga masih bergantung pada impor. usaha dari birokrasi biaya tinggi; (2) me-
Penerapan program ketahanan pangan ningkatkan akses petani terhadap kredit
yang masih bergantung pada pangan im- bank dan keuangan mikro di perdesaan;
por belum berhasil meningkatkan kese- (3) membangun dan merehabilitasi infra-
jahteraan petani dan keluarganya sehing- struktur di perdesaan; dan (4) memper-
ga mereka belum mampu keluar dari pe- ketat impor pangan dengan peraturan
rangkap kemiskinan. pemerintah.
Strategi alternatif yang prospektif ada- Mengingat faktor utama penyebab
lah membangun kemandirian dan keda- kemiskinan adalah sempitnya lahan usaha,
ulatan pangan, dengan memanfaatkan realisasi penyediaan lahan pertanian abadi
sumber daya lokal yang ditopang oleh 15 juta ha disertai dengan reforma agraria
industri berbasis pertanian, skim kredit merupakan langkah strategis untuk me-
lunak, dan pembangunan infrastruktur di nyeimbangkan distribusi penguasaan
perdesaan. Kehadiran industri pertanian di lahan. Lahan potensial seluas 30,67 juta
perdesaan akan menciptakan pasar bagi ha yang sesuai dan tersedia untuk perta-
produk pertanian primer dan lapangan nian, hendaknya segera diupayakan pe-
kerja baru di perdesaan. manfaatannya. Upaya ini merupakan kunci
utama dalam meningkatkan produksi dan
diversifikasi pangan, sekaligus mening-
Implikasi Kebijakan katkan pendapatan dan kesejahteraan
petani dan keluarganya.
Untuk menerapkan strategi tersebut diper-
lukan berbagai kebijakan operasional,
antara lain: (1) meningkatkan produksi DAFTAR PUSTAKA
melalui pemanfaatan secara optimal
sumber pertumbuhan produksi; (2) me- Adnyana, M.O., K. Kariyasa, dan T.
manfaatkan keragaman sumber daya hayati Suprapto. 2003. Pengkajian dan sintesis
dan agroekosistem untuk memproduksi kebijakan pengembangan peningkat-
berbagai komoditas unggulan daerah; (3) an produktivitas padi dan ternak (P3T)
mengurangi ketergantungan pada sumber ke depan. Laporan Hasil Penelitian.
daya eksternal; (4) membangun sistem Pusat Penelitian dan Pengembangan
pertanian korporasi dan kemitraan petani Tanaman Pangan, Bogor.
dengan perusahaan industri pertanian; (5) Adnyana, M.O. 2005. Lintasan dan Marka
menekan konsumsi beras melalui program Jalan Menuju Ketahanan Pangan Ter-
KB dan diversifikasi pangan; (6) memberi lanjutkan dalam Era Perdagangan
perlindungan kepada petani melalui kredit Bebas. Orasi Pengukuhan Ahli Peneliti
lunak, subsidi input, dan kebijakan harga. Utama Bidang Ekonomi Pertanian,
Pembangunan perdesaan terpadu Bogor, 31 Agustus 2005. Badan Pene-
perlu didorong melalui berbagai kebijakan litian dan Pengembangan Pertanian,
operasional, antara lain: (1) melakukan Jakarta.
reorientasi pembangunan industri ber- Amang, B. and N. Sapuan. 2000. Can
basis pertanian dari perkotaan ke perde- Indonesia feed itself? p. 91-105. In B.
saan, disertai dengan pemberian insentif Arifin and H.S. Dillon (Eds.). Asian
bagi investor dan membersihkan dunia agriculture facing the 21 st century.
Membangun kemandirian dan kedaulatan pangan ... 115
Sudaryanto, T., D.K.S. Swastika, B. Sayaka, Forum Penelitian Agro Ekonomi 15(1
and S. Bahri. 2006. Financial and & 2): 57-66.
economic profitability of rice farming Swastika, D.K.S., M.O. Adnyana, N. Ilham,
across production environments in R. Kustiari, B. Winarso, dan Soeprapto.
Indonesia. Proceeding of International 2000. Analisis penawaran dan per-
Rice Congress on Science, Technology, mintaan komoditas pertanian utama
and Trade for Peace and Prosperity, at di Indonesia. Laporan Hasil Penelitian.
National Academy of Agricultural Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Perta-
Sciences, New Delhi, India, October nian, Bogor. 183 hlm.
2006. International Rice Research Swastika, D.K.S. 2002. Corn self-suffi-
Institute, Los Banos, the Philippines. ciency in Indonesia: The past 30 years
Sudaryanto, T. dan D.K.S. Swastika. 2007. and future prospects. Jurnal Penelitian
Ekonomi kedelai di Indonesia. hlm. 1- dan Pengembangan Pertanian 21(3):
27. Dalam Kedelai: Teknik Produksi dan 57-83.
Pengembangan. Pusat Penelitian dan Swastika, D.K.S. 2005a. The structural
Pengembangan Tanaman Pangan, change of maize consumption in Indo-
Bogor. nesia. J. Soc. Econ. Agric. Agribusi-
Sudaryanto, T. and D.K.S. Swastika. 2008. ness 5(2): 236-240.
Development and policy issues in In- Swastika, D.K.S. 2005b. The production
donesian rice industry. Paper pre- leveling-off versus exploding de-
sented at the Rice Policy Forum, mand for maize in Indonesia. p. 107-
International Rice Research Institute, 111. Proceeding of The 9th Asian Regi-
Los Banos, the Philippines, 18-19 onal Maize Workshop, Beijing, China,
February 2008. 5-9 September 2005. Jointly organized
Sulistyowati, A. 2003. Membangun Keda- by Chinese Academy of Agricultural
ulatan Pangan Berkelanjutan: Penga- Science and CIMMYT. China Agri-
laman Kuba. Wacana ELSPPAT. http:// cultural Science and Technology
www.elsppat.or.id/download/PDF/ Press, Beijing, China.
wacana/ w27.pdf. [7 Januari 2010]. Swastika, D.K.S. 2005c. The frontier of
Suryana, A. dan D.K.S. Swastika. 1997. soybean development policy. Ana-
Kinerja dan prospek ketahanan pa- lisis Kebijakan Pertanian 3(2): 133-
ngan pokok. hlm. 176-212. Dalam 30 140.
Tahun Peran Bulog dalam Ketahanan Swastika, D.K.S. 2005d. Historical profile
Pangan. Bulog, Jakarta. of poverty alleviation in Indonesia.
Suryana, A. 2007. Menelisik Ketahanan Short Article. CGPRT-Flash 3(6) June
Pangan, Kebijakan Pangan, dan Swa- 2005.
sembada Beras. Orasi Pengukuhan Swastika, D.K.S., M.O.A. Manikmas, B.
Profesor Riset Bidang Sosial Ekonomi Sayaka, and K. Kariyasa. 2005. The
Pertanian, Bogor, 20 Agustus 2007. Status and Prospect of Feed Crops in
Badan Penelitian dan Pengembangan Indonesia. CAPSA Working Paper No.
Pertanian, Jakarta. 81. UNESCAP, Bogor.
Swastika, D.K.S. 1997. Swasembada ke- Swastika, D.K.S. 2006. The four decades
delai: Antara harapan dan kenyataan. journey and future prospect of Indo-
Membangun kemandirian dan kedaulatan pangan ... 117
nesia to meet its demand for maize. J. sawah di Indonesia. Analisis Kebi-
Econ. Fin. Indones. 54(1): 25-48. jakan Pertanian 5(1): 36-52.
Swastika, D.K.S., H. Supriadi, K.S. Indra- Swastika, D.K.S., R. Elizabeth, dan J.
ningsih, J. Hestina, dan R. Elizabeth. Hestina. 2007c. Analisis keberagaman
2006. Analisis pengembangan multi- usaha rumah tangga pertanian di lahan
usaha rumah tangga pertanian pada marginal. Agro Ekonomi 14(1): 1-16.
berbagai agro ekosistem. Laporan Ha- Swastika, D.K.S. and Y. Supriatna. 2008.
sil Penelitian. Pusat Analisis Sosial The characteristics of poverty and its
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, alleviation in Indonesia. Forum Agro
Bogor. Ekonomi 26(2): 103-115.
Swastika, D.K.S. 2007. The impact of Swastika, D.K.S., G.S. Hardono, Y. Supri-
market support in developed countries atna, and T. Bastuti. 2008. Poverty in
on the competitiveness of Indonesian the era of decentralization in Indonesia.
soybean. J. Econ. Fin. Indones. 55(2): In I W. Rusastra, G. Thompson, and R.
201-216. Baldwin (Eds.). Food Security and
Swastika, D.K.S, J. Wargiono, B. Sayaka, Poverty in the Era of Decentralization
A. Agustian, dan V. Darwis. 2007a. Ki- in Indonesia. CAPSA Working Paper
nerja dan masa depan pembangunan No. 102: 73-130.
pertanian tanaman pangan. hlm. 1-22. Tsujii, H. 1995. Characteristics of and the
Dalam K. Suradisastra, Y. Yusdja, dan trade conflict in the international rice
P.U. Hadi (Ed.). Prosiding Kinerja dan market. A case against free trade
Prospek Pembangunan Pertanian. postulate. Nat. Res. Econ. Rev. 1: 119-
Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan 135.
Kebijakan Pertanian, Bogor. Yudohusodo, S. 2002. Diversifikasi untuk
Swastika, D.K.S., J. Wargiono, Soejitno, Atasi Krisis Pangan. http://www.gizi.
dan A. Hasanudin. 2007b. Analisis net/cgibin/berita/fullnews.cgi?
kebijakan peningkatan produksi padi newsid1011854499,866.
melalui efisiensi pemanfaatan lahan