Anda di halaman 1dari 15

Membangun kemandirian

Pengembangan dan kedaulatan


Inovasi Pertanian pangan
4(2), 2011: ...
103-117 103

MEMBANGUN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN


PANGAN UNTUK MENGENTASKAN PETANI
DARI KEMISKINAN1)
Dewa Ketut Sadra Swastika
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
Jalan Ahmad Yani No. 70, Bogor 16161
Telp. (0251) 8333964, Faks. (0251) 8314496
e-mail: pse@litbang.deptan.go.id

Diajukan: 18 Maret 2011; Disetujui: 5 Mei 2011

ABSTRAK

Setelah lebih dari 60 tahun merdeka, Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan pangan dari produksi
sendiri sehingga masih bergantung pada impor. Untuk keluar dari ketergantungan pada pangan impor,
Indonesia harus membangun kedaulatan pangan. Ketergantungan pada pangan impor, terutama beras,
akan membahayakan ketahanan pangan nasional karena pasar beras internasional cukup tipis dan tidak
stabil. Sebagian besar produksi beras dikonsumsi oleh negara-negara produsen, hanya 4% yang dijual ke
pasar internasional. Kini saatnya Indonesia membangun kedaulatan pangan sebagai strategi untuk
mencegah krisis pangan. Membangun kedaulatan pangan dapat dilakukan melalui peningkatan produksi
pangan dan pengurangan konsumsi, disertai pembangunan perdesaan terpadu. Mengingat penyebab
utama rendahnya produksi dan efisiensi produksi pangan adalah kecilnya skala usaha, janji pemerintah
untuk menyediakan lahan pertanian abadi 15 juta ha disertai dengan reformasi agraria merupakan
kebijakan yang strategis. Saat ini 30,67 juta ha lahan yang sesuai dan tersedia untuk pertanian dapat
digunakan untuk memperluas lahan usaha tani tanaman pangan, khususnya padi. Upaya tersebut
merupakan elemen kunci dalam meningkatkan produksi pangan. Dengan hasil padi nasional rata-rata
5 t/ha, pemanfaatan 15 juta ha lahan untuk padi dengan indeks tanam 1,5 akan menghasilkan sekitar
112 juta ton padi atau 70 juta ton beras. Jumlah ini tidak hanya akan memperkuat ketahanan pangan
nasional, tetapi Indonesia juga dapat memainkan peran penting dalam pasar beras internasional sebagai
eksportir beras. Meningkatkan skala usaha tani juga merupakan elemen kunci dalam memperbaiki
pendapatan usaha tani untuk mengentaskan petani dari kemiskinan.

Kata kunci: Kedaulatan pangan, ketahanan pangan, kemiskinan, masyarakat pedesaan

ABSTRACT

Developing Food Sovereignty and Food Security to Alleviate Rural Poverty

After more than 60 years of independence, Indonesia has not been able to meet food requirements
from own production, so it is still dependent upon imports. To get out from the dependency on food
imports, Indonesia should develop a food sovereignty. Dependency on food imports, especially rice,

1)
Naskah diperbaharui dan dikembangkan dari bahan Orasi Profesor Riset yang disampaikan pada
tanggal 29 November 2010 di Bogor.
104 Dewa Ketut Sadra Swastika

would jeopardize the performance of national food security because the international rice market is
thin and unstable. Most of the rice production is consumed by the producing countries. Only about 4%
is sold into international market. It is the time for Indonesia to develop food sovereignty. Developing
food sovereignty is a good strategy to prevent the people from a food crisis. Food sovereignty could be
developed through increasing food production and reducing total consumption, accompanied by the
integrated rural development. Given the major cause of low production and low efficiency is the small
scale of farm size, the government’s promise to provide a perpetual agricultural land of 15 million ha
accompanied by agrarian reform, is a strategic policy. There is currently about 30.67 million ha of
suitable land available for agriculture that can be used to expand area planted to food crops,
especially rice. Those above efforts are the key elements in increasing food production. By using the
current national rice yield of 5 t/ha, when Indonesia uses 15 million ha for rice, with the cropping
index of 1.5, it will produce about 112 million tons of paddy or about 70 million tons of milled rice.
It will not only strengthen the national food security, but Indonesia could also play an important role
in international rice market as a rice exporting country. Increasing farm size is also a key element to
improve farm income and then alleviate rural poverty.

Keywords: Food sovereignty, food security, poverty, rural population

PENDAHULUAN gurem. Data BPS menunjukkan, jumlah


petani gurem di Indonesia terus meningkat,
Setelah lebih dari 60 tahun merdeka, dari 10,80 juta orang pada tahun 1993
Indonesia belum berhasil mencukupi menjadi 13,66 juta orang pada tahun 2003
kebutuhan pangan dari produksi sendiri. dan 15,60 juta orang pada tahun 2008.
Swasembada beras hanya dapat dicapai Bahkan Indonesia merupakan negara
pada tahun 1984 dan 2008. Di luar tahun- agraris dengan penguasaan lahan ter-
tahun tersebut, pemenuhan kebutuhan sempit di dunia, dengan land-man ratio
pangan sebagian masih bergantung pada 362 m2/kapita pada tahun 2003 dan 354 m2/
impor. kapita pada tahun 2008 (Adnyana 2005;
Net impor beras mencapai puncak- SPI 2010). Jumlah petani gurem yang
nya sebesar 4,74 juta ton pada tahun 1999 makin banyak mencerminkan makin
(BPS 1955-2008). Net impor jagung sejak banyaknya petani yang terperangkap
1976 juga terus meningkat dan mencapai dalam kemiskinan.
puncaknya sebesar 1,80 juta ton pada Untuk dapat keluar dari ketergan-
tahun 2006 (BPS 1955-2008; Swastika et al. tungan pada pangan impor dan mengen-
2000; Swastika 2002; Swastika et al. 2005). taskan petani dari kemiskinan, sudah
Hal serupa terjadi pada kedelai, dengan saatnya Indonesia membangun keman-
puncak net impor 2,81 juta ton pada tahun dirian dan kedaulatan pangan, dengan
2007. Selama 2000-2006, produksi kedelai memanfaatkan keberagaman sumber daya
nasional hanya mampu memenuhi 40% dari hayati, mengembalikan keberagaman pa-
kebutuhan dalam negeri (Swastika 1997, ngan lokal, dan membangun industri ber-
2007; Sudaryanto dan Swastika 2007). basis pertanian di perdesaan. Membangun
Sebagian besar kebutuhan bahan pa- kemandirian dan kedaulatan pangan
ngan utama (beras, jagung, dan kedelai) di merupakan instrumen strategis dalam
Indonesia dihasilkan oleh petani dengan upaya mengentaskan petani dari kemis-
usaha skala kecil (<0,5 ha), disebut petani kinan.
Membangun kemandirian dan kedaulatan pangan ... 105

DINAMIKA KETERSEDIAAN pada tahun 1950 dan 956 ribu ton pada
PANGAN NASIONAL tahun 1970 (BPS 1955-2008) (Tabel 1).

Dinamika ketersediaan pangan di Indo-


nesia dapat dipilah menurut era pemba- Era Revolusi Hijau
ngunan pertanian, yaitu era prarevolusi
hijau, era revolusi hijau, pascarevolusi Revolusi hijau di Indonesia dimulai pada
hijau, dan era otonomi daerah. akhir tahun 1960-an dengan diluncur-
kannya program Bimas (1968-1970),
Bimas yang Disempurnakan (1971-1977),
Era Pra-Revolusi Hijau Intensifikasi Khusus (Insus) pada tahun
1979, dan Supra Insus pada tahun 1987,
Pada era prarevolusi hijau, ditempuh ber- dengan tujuan meningkatkan produksi
bagai program intensifikasi, seperti Prog- pangan terutama beras (Suryana dan
ram Kasimo pada tahun 1952, Padi Sentra Swastika 1997). Revolusi hijau berhasil
tahun 1959, dan program penyuluhan meningkatkan produksi padi rata-rata
massal pada tahun 1963, guna mening- 4,34%/tahun sehingga Indonesia mencapai
katkan produksi pangan nasional, terutama swasembada beras pada tahun 1984. Na-
beras (Mears dan Moeljono 1986; Sur- mun, swasembada beras tidak bertahan
yana dan Swastika 1997). Pada era ini, lama. Pada tahun 1990, Indonesia menga-
produksi padi, jagung, dan kedelai me- lami defisit beras 48 ribu ton (Suryana dan
ningkat rata-rata 2,60%, 2,98%, dan Swastika 1997; Sudaryanto et al. 2006;
4,55%/tahun. Namun pada periode yang Sudaryanto dan Swastika 2008).
sama, konsumsi beras masih melampaui Produksi jagung juga meningkat rata-
produksi dalam negeri sehingga Indonesia rata 4,44%/tahun. Namun, laju pertum-
mengalami defisit beras 940 ribu ton buhan permintaan jagung melampaui

Tabel 1. Perkembangan produksi dan konsumsi pangan nasional pada era prarevolusi hijau,
1950-1970.

Komoditas Tahun Produksi Konsumsi Surplus/defisit


(000 t) (000 t) (000 t)

Beras 1950 6.561 7.501 -940


1970 10.961 11.917 -956
Pertumbuhan (%) 2,60 2,34

Jagung 1950 1.570 1.480 90


1970 2.820 2.450 370
Pertumbuhan (%) 2,98 2,55

Kedelai 1950 210 190 20


1970 498 494 4
Pertumbuhan (%) 4,55 4,89
106 Dewa Ketut Sadra Swastika

pertumbuhan produksi, baik karena per- Ketergantungan kebutuhan kedelai


tumbuhan penduduk maupun pesatnya pada impor lebih tinggi lagi. Defisit kedelai
perkembangan industri pangan dan pa- meningkat dari 54 ribu ton pada tahun 1990
kan (Swastika 2002, 2005a, 2005b). Untuk menjadi 1,28 juta ton pada tahun 2000
kedelai, neraca produksi dan konsumsi (Sudaryanto dan Swastika 2007).
yang pada tahun 1970 surplus 4 ribu ton
berbalik menjadi defisit 54 ribu ton pada
tahun 1990 (Swastika 1997; Damardjati et Era Otonomi Daerah
al. 2005; Sudaryanto dan Swastika 2007;
Swastika 2007; Swastika et al. 2007a) Sejak tahun 2000, Indonesia memasuki era
(Tabel 2). desentralisasi, yaitu era otonomi daerah.
Laju pertumbuhan produksi padi, jagung,
dan kedelai dalam era ini masing-masing
Pasca-Revolusi Hijau 0,80%, 3,08%, dan -5,01%/tahun selama
2000-2006. Penurunan laju pertumbuhan
Setelah tahun 1990, produksi padi masih produksi mencerminkan makin jenuhnya
meningkat dengan laju pertumbuhan tingkat penerapan teknologi sehingga
yang makin lambat, rata-rata 1,40%/tahun sulit mengharapkan pertumbuhan pro-
selama periode 1990-2000. Di sisi lain, per- duksi sebaik pada era revolusi hijau
mintaan beras masih melampaui produksi (Sudaryanto dan Swastika 2008).
dalam negeri sehingga sebagian kebu- Dalam dua tahun terakhir, data BPS
tuhan dipenuhi dari impor (Swastika et al. menunjukkan lonjakan produksi padi
2007a, 2007b; Sudaryanto dan Swastika yang spektakuler, masing-masing 4,96%
2008). Produksi dan konsumsi jagung yang pada tahun 2007 dan 5,46% pada tahun
pada tahun 1990 surplus 0,13 juta ton, 2008 (BPS 1955-2008). Pertumbuhan
berbalik menjadi defisit 1,24 juta ton pada produksi yang tinggi ini selain didukung
tahun 2000 (Swastika 2005a, 2006). oleh iklim yang kondusif pada tahun

Tabel 2. Perkembangan produksi dan konsumsi pangan nasional pada era revolusi hijau,
1970-1990.

Komoditas Tahun Produksi Konsumsi Surplus/defisit


(000 t) (000 t) (000 t)

Beras 1970 10.961 11.917 -956


1990 25.617 25.665 -48
Pertumbuhan (%) 4,34 3,91

Jagung 1970 2.820 2.450 370


1990 6.730 6.597 133
Pertumbuhan (%) 4,44 5,29

Kedelai 1970 498 494 4


1990 1.487 1.541 -54
Pertumbuhan (%) 5,62 5,85
Membangun kemandirian dan kedaulatan pangan ... 107

2006-2008, juga dinilai sebagai hasil mencapai swasembada jagung dengan


program peningkatan produksi beras surplus produksi 2,34 juta ton (BPS 1955-
nasional (P2BN) yang ditopang oleh pene- 2008). Net impor kedelai terus meningkat
rapan teknologi pengelolaan tanaman dan dari 1,28 juta ton pada tahun 2000 men-
sumber daya terpadu (PTT) padi. Pada jadi 1,36 juta ton pada tahun 2002 dan
tahun 2008, Indonesia kembali berswa- puncaknya mencapai 2,81 juta ton pada
sembada beras, dengan surplus produksi tahun 2007 (Swastika 2005c, 2007; Swastika
986 ribu ton (Tabel 3). Namun demikian, et al. 2007a). Kenyataan ini mencermin-
pada kondisi teknologi yang hampir jenuh kan bahwa selama enam dekade terakhir,
dan konversi lahan yang sulit dibendung, Indonesia hampir selalu menjadi negara
disertai perubahan iklim yang cenderung net importir beras, jagung, dan kedelai.
memburuk, pertumbuhan produksi yang Ke depan, kondisi defisit yang fluk-
spektakuler di masa mendatang akan sa- tuatif ini harus diantisipasi. Ketergan-
ngat sulit dicapai. tungan pada pangan impor akan memper-
Defisit jagung mencapai puncaknya buruk posisi ekonomi, sosial, dan politik
sebesar 1,80 juta ton pada tahun 2006. Indonesia di dunia internasional. Oleh
Selanjutnya, pada tahun 2008 Indonesia karena itu, perlu upaya meningkatkan

Tabel 3. Perkembangan produksi dan konsumsi pangan nasional pada era pascarevolusi hijau dan
otonomi daerah, 1990-2008.

Produksi Konsumsi Surplus/defisit


Komoditas Tahun
(000 t) (000 t) (000 t)

Beras 1990 25.617 25.665 -48


2000 29.426 30.780 -1.354
2006 30.875 31.313 -438
2008 34.205 33.219 986
Pertumbuhan 1990-2000 (%) 1,40 1,83
Pertumbuhan 2000-2006 (%) 0,80 0,29
Pertumbuhan 2006-2008 (%) 5,25 3,00

Jagung 1990 6.730 6.597 133


2000 9.677 10.913 -1.236
2006 11.609 13.411 -1.802
2008 16.317 13.980 2.337
Pertumbuhan 1990-2000 (%) 3,70 4,75
Pertumbuhan 2000-2006 (%) 3,08 3,49
Pertumbuhan 2006-2008 (%) 18,55 2,10

Kedelai 1990 1.487 1.541 -54


2000 1.018 2.295 -1.277
2006 748 1.874 -1.126
2008 776 1.752 -976
Pertumbuhan 1990-2000 (%) -3,72 4,06
Pertumbuhan 2000-2006 (%) -5,01 -3,32
Pertumbuhan 2006-2008 (%) 1,88 -3,31
108 Dewa Ketut Sadra Swastika

produksi dengan mengoptimalkan sumber Kemandirian Pangan


pertumbuhan produksi melalui peman-
faatan sumber daya lokal, disertai indus- Ketidakberhasilan dalam penerapan stra-
trialisasi pertanian di perdesaan. tegi ketahanan pangan menjadi inspirasi
munculnya strategi alternatif, yaitu ke-
mandirian dan kedaulatan pangan. Ke-
mandirian pangan (food independence)
MEMBANGUN KEMANDIRIAN DAN didefinisikan sebagai kemampuan suatu
KEDAULATAN PANGAN bangsa untuk menjamin seluruh pendu-
duknya memperoleh pangan yang cukup,
Ketahanan Pangan bermutu baik, aman, dan halal, yang di-
dasarkan pada optimalisasi pemanfaatan
Paham dan strategi yang selama ini dianut dan berbasis sumber daya lokal (Soekar-
dalam pembangunan pertanian adalah tawi 2008; Kivirist 2009). Lima komponen
membangun ketahanan pangan (food dalam mewujudkan kemandirian pangan
security). Ketahanan pangan didefinisi- yaitu ketersediaan yang cukup, stabilitas
kan sebagai akses fisik dan ekonomi semua ketersediaan, keterjangkauan, mutu/ke-
orang terhadap pangan secara cukup, amanan pangan yang baik, dan tidak ada
aman, dan bergizi pada setiap waktu ketergantungan pada pihak luar. Dengan
untuk hidup aktif, sehat, dan produktif. lima komponen tersebut, kemandirian
Dalam pelaksanaan program ketahanan pangan menciptakan daya tahan yang
pangan, pemenuhan kebutuhan pangan tinggi terhadap perkembangan dan gejolak
masih bergantung pada perdagangan ekonomi dunia (Darajati 2008; Soekartawi
internasional. Dengan berbagai kendala 2008).
diplomasi internasional dan posis tawar Membangun kemandirian pangan
(bargaining position) yang belum mema- merupakan strategi terbaik untuk keluar
dai, Indonesia belum mampu secara optimal dari krisis pangan. Sebagai negara agraris
melindungi petani dari serbuan pangan dengan keberagaman sumber daya hayati
impor dari negara lain. Bahkan kecen- (biodiversity), Indonesia berpotensi besar
derungan yang terjadi adalah makin ting- untuk memproduksi pangan dalam jum-
ginya ketergantungan Indonesia pada lah yang cukup. Selain itu, Indonesia
pangan impor, terutama kedelai (Ikhwan mempunyai aneka pangan lokal untuk
2006; Saliem et al. 2008). mendukung diversifikasi pangan nasional.
Khusus untuk beras, ketergantungan Oleh karena itu, tidak ada alasan mengapa
pada impor akan membahayakan kinerja Indonesia belum mampu membangun
pemenuhan pangan nasional karena keter- kemandirian pangan.
sediaan beras di pasar dunia cukup tipis
(thin market) dan tidak stabil. Sebagian
besar produksi beras dunia dikonsumsi Kedaulatan Pangan
oleh negara-negara produsen. Hanya se-
kitar 4% yang dipasarkan ke pasar inter- Defisit yang mengarah pada krisis pangan
nasional (Tsujii 1995; Amang dan Sapuan merupakan masalah klasik. Untuk keluar
2000). dari krisis pangan, Indonesia harus mem-
Membangun kemandirian dan kedaulatan pangan ... 109

punyai rencana induk (grand design) akan menyebabkan pasokan pangan di


untuk menuju kedaulatan pangan. pasar dunia menurun sehingga harganya
Pada tahun 1996, organisasi buruh tani naik dan berpotensi menyebabkan krisis
dan petani kecil dunia La Via Campesina pangan.
mendeklarasikan konsep “kedaulatan Membangun kemandirian dan keda-
pangan” (food sovereignty). Kedaulatan ulatan pangan merupakan strategi untuk
pangan didefinisikan sebagai hak setiap mencegah krisis pangan dan mengen-
orang, masyarakat, dan negara untuk me- taskan masyarakat tani dari kemiskinan.
nentukan kebijakan pangannya sendiri Indonesia dapat memetik pelajaran ber-
dengan memprioritaskan produk pangan harga dari keberhasilan Kuba membangun
lokal untuk kebutuhan sendiri, serta kedaulatan pangan. Tidak meniru Uni So-
melarang praktik perdagangan pangan viet yang gagal mempertahankan keda-
dengan cara dumping (Pramono 2005). ulatan negaranya. Uni Soviet terpecah
Dalam paradigma ini, tiap negara berhak belah karena tidak memanfaatkan sumber
menentukan dan mengendalikan sistem dayanya untuk membangun kemandirian
produksi, distribusi, dan konsumsi pangan dan kedaulatan pangan. Akibatnya, begitu
sendiri, sesuai dengan kondisi ekologis, Amerika Serikat melakukan embargo
sosial, ekonomi, dan budaya lokal, serta pangan, Uni Soviet runtuh dan terpecah
tidak ada campur tangan negara lain. belah menjadi beberapa negara kecil.
Konsep dan strategi kedaulatan pangan Pentingnya kemandirian dan kedau-
ini sudah diterapkan oleh beberapa ne- latan pangan sudah sejak lama dikuman-
gara, seperti Kuba, Mali, Mozambik, Vene- dangkan para negarawan dunia. Jawa-
zuela, dan Bolivia (Sulistyowati 2003). harlal Nehru, pemimpin Gerakan Non-Blok
Kuba adalah salah satu negara yang ber- dan Perdana Menteri pertama India, misal-
hasil menerapkan kedaulatan pangan. nya, dalam peringatan hari kemerdekaan
Untuk menerapkan kedaulatan pangan, India mengungkapkan: “everything can
Kuba melakukan reformasi kebijakan wait, except agriculture. Obviously, we
pertanian yang mencakup tiga bidang, must have food and enough food”.
yaitu kebijakan teknologi, produksi, dan Pemimpin Gerakan Non-Blok lainnya
distribusi (Sulistyowati 2003). Dengan yang juga Presiden RI pertama Soekarno,
sumber daya hayati yang beragam dan pada saat peletakan batu pertama pemba-
dukungan teknologi yang memadai, In- ngunan gedung Fakultas Pertanian, Uni-
donesia akan mampu menjadi produsen versitas Indonesia pada tahun 1952 di
pangan halal, sehat, dan dapat bersaing Bogor, secara tegas dan revolusioner me-
dengan Thailand, Malaysia, dan Vietnam. ngungkapkan (Adnyana 2005; Suryana
2007; Juliantono 2008; Marwan 2009):
“........... apa jang hendak saja katakan itu
Upaya Membangun Kemandirian adalah sangat penting, bahkan mengenai
dan Kedaulatan Pangan soal mati-hidupnja bangsa kita di
kemudian hari....... Oleh karena soal jang
Saat ini banyak negara mengurangi ekspor hendak saja bitjarakan itu mengenai soal
pangannya untuk berbagai kepentingan, persediaan makanan rakjat”. Selanjutnya,
antara lain untuk bahan bakar nabati (bio- beliau menungkapkan bahwa: ..........
fuel). Konversi pangan menjadi bio-fuel “Rakjat Indonesia akan mengalami
110 Dewa Ketut Sadra Swastika

tjelaka, bentjana, malapetaka dalam Mengingat kemandirian dan kedaulatan


waktu dekat kalau soal makanan rakjat pangan merupakan jati diri dan martabat
tidak segera dipetjahkan, sedangkan bangsa, tidak ada alasan bagi Indonesia
soal persediaan makanan rakjat ini, bagi untuk menunda upaya pencapaian ke-
kita adalah soal hidup atau mati” mandirian dan kedaulatan pangan.
Putri J. Nehru yang menjadi Perdana
Menteri kedua India, Indira Gandhi, juga
memandang kecukupan pangan sebagai
kebanggaan nasional suatu bangsa. Ia MENGENTASKAN PETANI
mengungkapkan bahwa suatu bangsa tidak DARI KEMISKINAN
akan memiliki kebanggan apapun apabila
tidak mempunyai kemampuan memberi Penuntasan kemiskinan petani berkaitan
makan penduduknya. dengan faktor pembentuk perangkap
Ungkapan yang sangat filosofis dari kemiskinan, prevalensi kemiskinan, dan
para negarawan tersebut mempunyai upaya pengentasan petani dari kemis-
makna betapa pentingnya ketersediaan kinan.
pangan yang cukup, di atas segalanya,
bagi suatu bangsa. Ungkapan-ungkapan
tersebut masih sangat relevan dengan Faktor Pembentuk Perangkap
kondisi banyak negara berkembang saat Kemiskinan
ini yang mengalami krisis pangan karena
tidak memiliki kemandirian dan kedau- Kemiskinan diartikan sebagai ketidak-
latan pangan. mampuan rumah tangga untuk memenuhi
Indonesia memiliki keberagaman sum- kebutuhan pokok minimum untuk bisa
ber daya hayati dan pangan lokal, serta hidup dan bekerja secara normal. Faktor-
teknologi pertanian yang cukup maju di faktor pembentuk perangkap kemiskinan
Asia. Indonesia juga memiliki keunggulan petani antara lain adalah: (1) alih fungsi
absolut (komparatif dan kompetitif) dalam lahan; (2) fragmentasi lahan karena sistem
membangun kemandirian dan kedaulatan warisan; (3) degradasi sumber daya alam;
pangan. Potensi ini dicirikan oleh: (1) ne- (4) tekanan jumlah penduduk; (5) tekan-
gara tropis dengan intensitas cahaya mata- an ekonomi; dan (6) kebijakan yang belum
hari yang sangat kondusif bagi produksi sepenuhnya berpihak kepada petani.
pertanian; (2) lahan dan air bukan faktor Semua faktor tersebut diperburuk oleh
pembatas yang mengkhawatirkan; (3) makin jauhnya sumber-sumber permodalan
sumber daya hayati disertai keaneka- bagi petani di perdesaan. Akibatnya, pe-
ragaman pangan lokal; (4) teknologi pro- tani memanfaatkan kredit informal dari
duksi pangan termasuk yang berkembang pelepas uang yang mengenakan bunga
di Asia; dan (5) adanya pencanangan tinggi. Dari sisi pemasaran hasil, impor
lahan pertanian abadi 15 juta ha dari pangan yang tidak terkendali mengaki-
pemerintah yang sampai sekarang belum batkan jatuhnya harga komoditas pangan
terlaksana. Badan Litbang Pertanian telah yang dihasilkan oleh petani sehingga
mengidentifikasi 30,67 juta ha lahan posisi mereka makin lemah dan makin
potensial yang sesuai dan tersedia untuk terjerembab ke dalam perangkap kemis-
perluasan areal pertanian di Indonesia. kinan.
Membangun kemandirian dan kedaulatan pangan ... 111

Kemandirian dan kedaulatan pangan, perdesaan. Untuk mengentaskan masya-


yang sistem produksinya ditopang oleh rakat tani dari kemiskinan, perdesaan
industri pertanian di perdesaan, akan harus dibangun secara terpadu, dimulai
menciptakan nilai tambah dan tambahan sektor pertanian yang ditopang oleh
lapangan kerja bagi petani. Dengan demi- industri pertanian, disertai pembangunan
kian, mereka dapat memperoleh tambahan infrastruktur pendukungnya (Swastika et
pendapatan sehingga mampu melepaskan al. 2007c).
diri dari perangkap kemiskinan.

Upaya Mengentaskan Petani


Prevalensi Kemiskinan dari Kemiskinan

Upaya pengentasan masyarakat dari ke- Berbagai langkah strategis dapat dila-
miskinan semula berhasil menurunkan kukan untuk melepaskan petani dari pe-
angka kemiskinan dari 54,2 juta orang rangkap kemiskinan. Langkah-langkah
pada tahun 1976 menjadi 22,5 juta orang strategis tersebut antara lain: (1) mening-
pada 1996 (Swastika 2005d; Swastika et katkan luas penguasaan lahan melalui
al. 2008; Swastika dan Supriatna 2008). realisasi program lahan pertanian abadi 15
Namun, krisis ekonomi yang melanda juta ha; (2) meningkatkan produktivitas
Indonesia sejak tahun 1997 menyebabkan melalui penerapan teknologi maju, seperti
angka kemiskinan melonjak lagi menjadi pengelolaan tanaman dan sumber daya
49,5 juta orang pada tahun 1998. Selama terpadu (PTT) dan sistem integrasi ta-
periode pemulihan krisis, jumlah penduduk naman ternak bebas limbah (SITT-BL); (3)
miskin menurun menjadi 35,1 juta orang membuka seluas-luasnya akses terhadap
pada tahun 2005. Namun kenaikan harga sumber modal usaha bagi petani; (4)
BBM pada awal tahun 2006 menyebabkan melakukan konsolidasi manajemen usaha
jumlah penduduk miskin meningkat tani dari individu yang berskala kecil men-
menjadi 39,05 juta orang pada tahun 2006, jadi usaha tani korporasi untuk mening-
dan turun lagi menjadi 34,96 juta orang katkan posisi tawar petani; (5) membangun
pada tahun 2008. kemitraan usaha antara petani dan pe-
Berbagai program pengentasan kemis- ngusaha industri pertanian untuk men-
kinan di perdesaan selama ini umumnya jamin ketersediaan sarana produksi dan
bersifat parsial, subsektoral, kuratif, dan pemasaran produk pangan primer; dan (6)
tidak berkelanjutan karena tidak ter- memberikan perlindungan kepada petani
integrasi. Akibatnya, program tidak ber- dalam bentuk subsidi sarana produksi dan
sinergi sehingga tidak mampu mening- kebijakan harga pembelian pemerintah
katkan kesejahteraan masyarakat perde- (Swastika 2007).
saan yang sebagian besar petani kecil
(Rusastra et al. 2008; Swastika et al. 2008).
Sekitar 67% penduduk miskin ber- ARAH, SASARAN, DAN
domisili di perdesaan, dengan mata pen- STRATEGI
caharian utama sebagai petani. Oleh
karena itu, pembangunan ekonomi sudah Membangun kemandirian dan kedaulatan
saatnya direorientasi dari perkotaan ke pangan yang mampu mengentaskan petani
112 Dewa Ketut Sadra Swastika

dari kemiskinan memerlukan arah, sasaran, sasaran pendapatan US$1.500/KK/tahun


dan strategi kebijakan yang tepat. dibutuhkan lahan 3,6 ha dengan usaha tani
terpadu tanaman perkebunan, tanaman
pangan, dan ternak.
Arah

Membangun kemandirian dan kedaulatan Strategi


pangan di Indonesia diarahkan untuk: (1)
mewujudkan kemandirian dan kedaulatan Strategi yang dapat ditempuh untuk me-
negara dan rakyat dalam menentukan kebi- wujudkan kemandirian dan kedaulatan
jakan produksi, distribusi, dan konsumsi pangan adalah pendekatan produksi dan
pangan berdasarkan pemanfaatan sumber konsumsi pangan yang terintegrasi de-
daya lokal, tanpa pengaruh pihak luar; (2) ngan pembangunan perdesaan terpadu.
mengurangi ketergantungan pada pangan Sistem produksi yang ditopang oleh in-
impor; (3) memanfaatkan keragaman dustri pertanian di perdesaan akan me-
sumber daya hayati untuk memproduksi ningkatkan nilai tambah produk pertanian.
berbagai komoditas pangan nonberas; (4) Selain itu, industri pertanian juga men-
menciptakan lapangan kerja pada industri ciptakan lapangan kerja sehingga dapat
pertanian di perdesaan; dan (5) membe- meningkatkan pendapatan dan kesejah-
baskan petani tanaman pangan dari pe- teraan petani dan keluarganya.
rangkap kemiskinan sehingga mampu
menyongsong masa depan yang lebih
sejahtera dan bermartabat. Produksi

Untuk meningkatkan produksi pangan,


Sasaran Indonesia perlu: (1) memanfaatkan secara
optimal sumber-sumber pertumbuhan
Dalam Pelita III dan IV, Indonesia menar- produksi dengan menerapkan teknologi
getkan pendapatan keluarga tani US$1.500/ tepat guna, tanpa mengabaikan kearifan
tahun agar bisa hidup sejahtera. Sampai lokal dan kelestarian lingkungan; (2)
saat ini, sasaran pendapatan dalam Pelita memanfaatkan keragaman sumber daya
III dan IV tersebut masih sangat relevan hayati dan agroekosistem dengan perwi-
dengan sasaran pembangunan milenium layahan komoditas serta aneka pangan
(MDGs) yaitu minimal US$1.460/KK/tahun. lokal; (3) memanfaatkan sumber daya lokal
Sasaran pendapatan tersebut akan secara in-situ untuk mengurangi penggu-
dicapai pada usaha tani padi sawah seluas naan sumber daya eksternal; (4) melakukan
1,5 ha/keluarga, dengan IP-200 (Sudar- konsolidasi manajemen usaha tani bagi
yanto et al. 2006). Lahan seluas itu hanya petani kecil dalam suatu korporasi atau
dapat dipenuhi dari realisasi program lahan asosiasi; (5) membangun kemitraan yang
pertanian abadi 15 juta ha, disertai dengan saling menguntungkan antara petani skala
pelaksanaan reforma agraria. Pada lahan kecil dan perusahaan industri pertanian;
kering, hasil penelitian Sudana (1988) di (6) merealisasikan program lahan pertanian
Pematang Panggang, Sumatera Selatan, abadi 15 juta ha disertai dengan reforma
menunjukkan bahwa untuk mencapai agraria; dan (7) menerapkan kebijakan
Membangun kemandirian dan kedaulatan pangan ... 113

penyediaan kredit lunak dengan adminis- perdesaan terpadu, termasuk sistem usaha
trasi sederhana. Sumber-sumber pertum- tani. Di tingkat usaha tani, upaya yang
buhan produksi meliputi: (1) pengurangan dapat dilakukan antara lain adalah: (1)
senjang hasil; (2) peningkatan IP; (3) per- meningkatkan produktivitas tanaman
luasan lahan (ekstensifikasi); (4) pengu- pangan melalui PTT; (2) menerapkan SITT-
rangan kehilangan hasil pada saat panen BL; (3) mengembangkan usaha agribisnis
dan pascapanen; dan (5) peningkatan perdesaan (PUAP) untuk meningkatkan
stabilitas hasil. pendapatan petani kecil melalui penguatan
modal kerja; dan (4) mengolah hasil per-
tanian melalui agroindustri di perdesaan.
Konsumsi Penerapan PTT padi terbukti dapat
meningkatkan produktivitas dan penda-
Dari sisi konsumsi, dua hal penting yang patan petani 30-122% dibandingkan de-
harus dibangun adalah menurunkan per- ngan teknologi petani (Adnyana et al.
tumbuhan penduduk melalui revitalisasi 2003). Hasil penelitian lain menunjukkan
keluarga berencana (KB) dan promosi bahwa integrasi tanaman dan ternak mem-
diversifikasi pangan. Promosi KB perlu berikan pendapatan 38% lebih tinggi dari-
diintensifkan, misalnya dengan memberi pada usaha tanaman dan ternak secara
penghargaan kepada peserta KB. Promosi terpisah (Swastika et al. 2006, 2007c).
diversifikasi pangan juga harus diting- Dalam membangun perdesaan terpadu,
katkan, antara lain melalui pengolahan industri berbasis pertanian harus dire-
bahan pangan lokal untuk mengangkat orientasi dari perkotaan ke perdesaan. Saat
derajatnya. Juga promosi produk pangan ini, investor swasta belum tertarik untuk
olahan nonberas di kalangan masyarakat berinvestasi di perdesaan. Berbagai ken-
menengah ke atas melalui berbagai media dala yang dihadapi antara lain: (1) belum
dengan melibatkan tokoh publik. Promosi adanya sistem insentif bagi investor untuk
kebiasaan makan pangan lokal oleh tokoh berinvestasi dalam bidang agroindustri di
publik cenderung ditiru oleh masyarakat, perdesaan; (2) adanya praktik birokrasi
terutama generasi muda. biaya tinggi; (3) tingginya impor produk
Diversifikasi pangan merupakan stra- pangan; (4) rendahnya akses petani ter-
tegi jangka pendek dalam mengatasi krisis hadap lembaga keuangan mikro; dan (5)
pangan (Yudohusodo 2002). Jika upaya ini belum memadainya infrastruktur (jaringan
berhasil akan mengurangi ketergantungan irigasi, jalan usaha tani, jalan umum,
pada impor beras. Selain itu, pemanfaatan jembatan, listrik, dan sarana komunikasi).
pangan lokal akan memperkokoh keman-
dirian dan kedaulatan pangan.
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
KEBIJAKAN
Pembangunan Perdesaan Terpadu
Kesimpulan
Untuk meningkatkan produksi pangan
dan sekaligus mengentaskan petani dari Selama enam dekade terakhir, Indonesia
kemiskinan, pembangunan pertanian harus belum mampu berswasembada pangan,
dilakukan dalam konteks pembangunan terutama beras, jagung, dan kedelai,
114 Dewa Ketut Sadra Swastika

sehingga masih bergantung pada impor. usaha dari birokrasi biaya tinggi; (2) me-
Penerapan program ketahanan pangan ningkatkan akses petani terhadap kredit
yang masih bergantung pada pangan im- bank dan keuangan mikro di perdesaan;
por belum berhasil meningkatkan kese- (3) membangun dan merehabilitasi infra-
jahteraan petani dan keluarganya sehing- struktur di perdesaan; dan (4) memper-
ga mereka belum mampu keluar dari pe- ketat impor pangan dengan peraturan
rangkap kemiskinan. pemerintah.
Strategi alternatif yang prospektif ada- Mengingat faktor utama penyebab
lah membangun kemandirian dan keda- kemiskinan adalah sempitnya lahan usaha,
ulatan pangan, dengan memanfaatkan realisasi penyediaan lahan pertanian abadi
sumber daya lokal yang ditopang oleh 15 juta ha disertai dengan reforma agraria
industri berbasis pertanian, skim kredit merupakan langkah strategis untuk me-
lunak, dan pembangunan infrastruktur di nyeimbangkan distribusi penguasaan
perdesaan. Kehadiran industri pertanian di lahan. Lahan potensial seluas 30,67 juta
perdesaan akan menciptakan pasar bagi ha yang sesuai dan tersedia untuk perta-
produk pertanian primer dan lapangan nian, hendaknya segera diupayakan pe-
kerja baru di perdesaan. manfaatannya. Upaya ini merupakan kunci
utama dalam meningkatkan produksi dan
diversifikasi pangan, sekaligus mening-
Implikasi Kebijakan katkan pendapatan dan kesejahteraan
petani dan keluarganya.
Untuk menerapkan strategi tersebut diper-
lukan berbagai kebijakan operasional,
antara lain: (1) meningkatkan produksi DAFTAR PUSTAKA
melalui pemanfaatan secara optimal
sumber pertumbuhan produksi; (2) me- Adnyana, M.O., K. Kariyasa, dan T.
manfaatkan keragaman sumber daya hayati Suprapto. 2003. Pengkajian dan sintesis
dan agroekosistem untuk memproduksi kebijakan pengembangan peningkat-
berbagai komoditas unggulan daerah; (3) an produktivitas padi dan ternak (P3T)
mengurangi ketergantungan pada sumber ke depan. Laporan Hasil Penelitian.
daya eksternal; (4) membangun sistem Pusat Penelitian dan Pengembangan
pertanian korporasi dan kemitraan petani Tanaman Pangan, Bogor.
dengan perusahaan industri pertanian; (5) Adnyana, M.O. 2005. Lintasan dan Marka
menekan konsumsi beras melalui program Jalan Menuju Ketahanan Pangan Ter-
KB dan diversifikasi pangan; (6) memberi lanjutkan dalam Era Perdagangan
perlindungan kepada petani melalui kredit Bebas. Orasi Pengukuhan Ahli Peneliti
lunak, subsidi input, dan kebijakan harga. Utama Bidang Ekonomi Pertanian,
Pembangunan perdesaan terpadu Bogor, 31 Agustus 2005. Badan Pene-
perlu didorong melalui berbagai kebijakan litian dan Pengembangan Pertanian,
operasional, antara lain: (1) melakukan Jakarta.
reorientasi pembangunan industri ber- Amang, B. and N. Sapuan. 2000. Can
basis pertanian dari perkotaan ke perde- Indonesia feed itself? p. 91-105. In B.
saan, disertai dengan pemberian insentif Arifin and H.S. Dillon (Eds.). Asian
bagi investor dan membersihkan dunia agriculture facing the 21 st century.
Membangun kemandirian dan kedaulatan pangan ... 115

Proceeding The 2nd Conference of Mears, L.A. dan S. Moeljono. 1986.


Asian Society of Agricultural Eco- Kebijaksanaan pangan. hlm. 29-77.
nomists (ASAE). Jakarta. Dalam Booth dan McCawley (Eds.).
BPS (Badan Pusat Statistik). 1955-2008. Ekonomi Orde Baru. Lembaga Pene-
Statistik Indonesia. BPS, Jakarta. litian Pendidikan dan Penerangan
Damardjati, D.S., Marwoto, D.K.S. Ekonomi dan Sosial (LP3ES), Jakarta.
Swastika, D.M. Arsyad, dan Y. Hilman. Pramono, T. 2005. Saatnya Menerapkan
2005. Prospek dan Arah Pengembang- Kebijakan Kedaulatan Pangan (Mem-
an Agribisnis Kedelai. Badan Penelitian peringati Hari Pangan Sedunia 16
dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. Oktober). http://www.fspi.or.id/index.
26 hlm. php?option=com_content&task=
Darajati, W. 2008. Membangun kedaulatan view&id=43Itemid=38. [7 Januari
pangan nasional. Makalah disam- 2010].
paikan dalam Dialog Alumni dengan Rusastra, I W., G. Thompson, and J.W.T.
Almamater pada Dies Natalis ke-62 Bottema. 2008. Food security, poverty,
Fakultas Pertanian Universitas Gadjah and the complexity of rural develop-
Mada, Yogyakarta, 24 Agustus 2008. ment in Indonesia - Achievement and
Ikhwan, M. 2006. Waktunya untuk Kedau- policy direction. In I W. Rusastra, G.
latan Pangan. http://indoprogress. Thompson, and R. Baldwin (Eds.).
blogspot.com/2006/08/waktunya- Food Security and Poverty in the Era
untuk-kedaulatan-pangan.html. [7 of Decentralization in Indonesia.
Januari 2010]. CAPSA Working Paper No. 102: 73-130.
Juliantono, F.J. 2008. Penguatan Strategi Saliem, H.P., Supriyati, E.M. Lokollo, and
Ketahanan Pangan Nasional. http:// K.S. Indraningsih. 2008. Food security
webcache.googleusercontent.com/ in the era of decentralization in Indo-
search?q=cache:968YvMQpSJEJ: nesia. In I W. Rusastra, G. Thompson,
w w w. s c r i b d . c o m / P r e s e n t a s i - and R. Baldwin (Eds.). Food Security
Ketahanan-Pangan-DTI-Ferry- and Poverty in the Era of Decentra-
Julianto/d/2252907+Soekarno-952 lization in Indonesia. CAPSA Working
+Soal+persediaan+makanan+rakjat Paper No. 102: 13-72.
&cd=2&hl=id&ct=clnk&gl=id. [2 Mei Soekartawi. 2008. Mewujudkan Keman-
2010]. dirian Pangan. Koran Jakarta, 31
Kivirist, L. 2009. Declare Your Food Oktober 2008. hlm. 4. http://www.prof.
Independence This July 4th. http:// soekartawi.net/index.php?pilih=
w w w. c o n s u m e r / f e e d o m . c o m / publikasi&mod=yes&aksi=lihat
article_detail. cfm/a/178-declaration- &id=1189. [10 Desember 2009].
of-food-independence. [13 February SPI (Serikat Petani Indonesia). 2010. Re-
2010]. forma Agraria Jangan Jadi Janji Politik
Marwan, I.N. 2009. Pelatihan SIM. Ikang Belaka. http://www.spi.or.id/?p=1834.
Tani Pritinubaya, Lana Ikang Praja. Sudana, W. 1988. Alokasi Sumberdaya
http://ikamaja.bbpplembang.info/ di Daerah Transmigrasi Pematang
index.php? option=com_content& Panggang, Sumatera Selatan. Tesis
task=view&id=134&Itemid=40. [2 Mei Magister Sains, Fakultas Pascasarjana
2010]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
116 Dewa Ketut Sadra Swastika

Sudaryanto, T., D.K.S. Swastika, B. Sayaka, Forum Penelitian Agro Ekonomi 15(1
and S. Bahri. 2006. Financial and & 2): 57-66.
economic profitability of rice farming Swastika, D.K.S., M.O. Adnyana, N. Ilham,
across production environments in R. Kustiari, B. Winarso, dan Soeprapto.
Indonesia. Proceeding of International 2000. Analisis penawaran dan per-
Rice Congress on Science, Technology, mintaan komoditas pertanian utama
and Trade for Peace and Prosperity, at di Indonesia. Laporan Hasil Penelitian.
National Academy of Agricultural Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Perta-
Sciences, New Delhi, India, October nian, Bogor. 183 hlm.
2006. International Rice Research Swastika, D.K.S. 2002. Corn self-suffi-
Institute, Los Banos, the Philippines. ciency in Indonesia: The past 30 years
Sudaryanto, T. dan D.K.S. Swastika. 2007. and future prospects. Jurnal Penelitian
Ekonomi kedelai di Indonesia. hlm. 1- dan Pengembangan Pertanian 21(3):
27. Dalam Kedelai: Teknik Produksi dan 57-83.
Pengembangan. Pusat Penelitian dan Swastika, D.K.S. 2005a. The structural
Pengembangan Tanaman Pangan, change of maize consumption in Indo-
Bogor. nesia. J. Soc. Econ. Agric. Agribusi-
Sudaryanto, T. and D.K.S. Swastika. 2008. ness 5(2): 236-240.
Development and policy issues in In- Swastika, D.K.S. 2005b. The production
donesian rice industry. Paper pre- leveling-off versus exploding de-
sented at the Rice Policy Forum, mand for maize in Indonesia. p. 107-
International Rice Research Institute, 111. Proceeding of The 9th Asian Regi-
Los Banos, the Philippines, 18-19 onal Maize Workshop, Beijing, China,
February 2008. 5-9 September 2005. Jointly organized
Sulistyowati, A. 2003. Membangun Keda- by Chinese Academy of Agricultural
ulatan Pangan Berkelanjutan: Penga- Science and CIMMYT. China Agri-
laman Kuba. Wacana ELSPPAT. http:// cultural Science and Technology
www.elsppat.or.id/download/PDF/ Press, Beijing, China.
wacana/ w27.pdf. [7 Januari 2010]. Swastika, D.K.S. 2005c. The frontier of
Suryana, A. dan D.K.S. Swastika. 1997. soybean development policy. Ana-
Kinerja dan prospek ketahanan pa- lisis Kebijakan Pertanian 3(2): 133-
ngan pokok. hlm. 176-212. Dalam 30 140.
Tahun Peran Bulog dalam Ketahanan Swastika, D.K.S. 2005d. Historical profile
Pangan. Bulog, Jakarta. of poverty alleviation in Indonesia.
Suryana, A. 2007. Menelisik Ketahanan Short Article. CGPRT-Flash 3(6) June
Pangan, Kebijakan Pangan, dan Swa- 2005.
sembada Beras. Orasi Pengukuhan Swastika, D.K.S., M.O.A. Manikmas, B.
Profesor Riset Bidang Sosial Ekonomi Sayaka, and K. Kariyasa. 2005. The
Pertanian, Bogor, 20 Agustus 2007. Status and Prospect of Feed Crops in
Badan Penelitian dan Pengembangan Indonesia. CAPSA Working Paper No.
Pertanian, Jakarta. 81. UNESCAP, Bogor.
Swastika, D.K.S. 1997. Swasembada ke- Swastika, D.K.S. 2006. The four decades
delai: Antara harapan dan kenyataan. journey and future prospect of Indo-
Membangun kemandirian dan kedaulatan pangan ... 117

nesia to meet its demand for maize. J. sawah di Indonesia. Analisis Kebi-
Econ. Fin. Indones. 54(1): 25-48. jakan Pertanian 5(1): 36-52.
Swastika, D.K.S., H. Supriadi, K.S. Indra- Swastika, D.K.S., R. Elizabeth, dan J.
ningsih, J. Hestina, dan R. Elizabeth. Hestina. 2007c. Analisis keberagaman
2006. Analisis pengembangan multi- usaha rumah tangga pertanian di lahan
usaha rumah tangga pertanian pada marginal. Agro Ekonomi 14(1): 1-16.
berbagai agro ekosistem. Laporan Ha- Swastika, D.K.S. and Y. Supriatna. 2008.
sil Penelitian. Pusat Analisis Sosial The characteristics of poverty and its
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, alleviation in Indonesia. Forum Agro
Bogor. Ekonomi 26(2): 103-115.
Swastika, D.K.S. 2007. The impact of Swastika, D.K.S., G.S. Hardono, Y. Supri-
market support in developed countries atna, and T. Bastuti. 2008. Poverty in
on the competitiveness of Indonesian the era of decentralization in Indonesia.
soybean. J. Econ. Fin. Indones. 55(2): In I W. Rusastra, G. Thompson, and R.
201-216. Baldwin (Eds.). Food Security and
Swastika, D.K.S, J. Wargiono, B. Sayaka, Poverty in the Era of Decentralization
A. Agustian, dan V. Darwis. 2007a. Ki- in Indonesia. CAPSA Working Paper
nerja dan masa depan pembangunan No. 102: 73-130.
pertanian tanaman pangan. hlm. 1-22. Tsujii, H. 1995. Characteristics of and the
Dalam K. Suradisastra, Y. Yusdja, dan trade conflict in the international rice
P.U. Hadi (Ed.). Prosiding Kinerja dan market. A case against free trade
Prospek Pembangunan Pertanian. postulate. Nat. Res. Econ. Rev. 1: 119-
Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan 135.
Kebijakan Pertanian, Bogor. Yudohusodo, S. 2002. Diversifikasi untuk
Swastika, D.K.S., J. Wargiono, Soejitno, Atasi Krisis Pangan. http://www.gizi.
dan A. Hasanudin. 2007b. Analisis net/cgibin/berita/fullnews.cgi?
kebijakan peningkatan produksi padi newsid1011854499,866.
melalui efisiensi pemanfaatan lahan

Anda mungkin juga menyukai