Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

“DISKRIMINASI ANTAR AGAMA”

OLEH KELOMPOK 1: 1 . JEREMI SINAGA (192101085 )

2. RIO PURBA (222101025 s)

3. PUTRI RISKI MARIANA SITUMORANG (222101038


)

4. MELPA NAIBAHO (222101034)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


FAKULTAS VOKASI
DIII-KEUANGAN
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
BAB I
1.1 LATAR BELAKANG..............................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH.........................................................................2

BAB II
KASUS
2.1 Tak Ada Gereja di Cilegon: Diskriminasi di Balik Topeng Pluralisme..........................6
2.2 Kasus Aice: dilema buruh perempuan di Indonesia dan pentingnya kesetaraan gender
di lingkungan kerja.................................................................................................................................. 7

2.3Kasus Kerusuhan Mei 1998.......................................................................................................... ………8


2.4"Setelah 35 Tahun, Umat Kristen Malaysia Akhirnya Boleh Gunakan Kata Allah",………9

2.5Diskriminasi Menghambat Pendidikan Anak-Anak dari Agama Minoritas................…..10

2.6Kasus Penolakan Warga Nonmuslim di Sleman, Setara Insitute: Hentikan Eksklusi atas
Minorita........................................................................................................................................................ ……..12

2.7 Kasus di Sambas-Kalimantan Barat Tahun 1998-1999…………………………………………….13

2.8 Vonis kasus diskriminasi warga Kristen…………………………………………………………………..13

2.9 DISKRIMINASI TERHADAP AGAMA MINORITAS: KASUS DI BANDA ACEH…………………14


3.0 Izin Mendirikan Tempat Ibadat Dipersulit, Bentuk Diskriminasi Agama di
Yogyakarta…………………………………………………………………………………………………………………15

BAB III
TINJAUAN TEOLOGIS
3.1 menumbuhkan rasa saling menghargai,menghormati dan mengasihi sesama

3.2 menyatukan perbedaan diantara manusia

BAB IV
4.1 KESIMPULAN............................................................................................
4.2 SARAN..........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Diskriminasi merupakan pembedaan untuk mendapatkan hak dan pelayanan pada
masyarakat dengan didasarkan pada warna kulit, golongan, suku, etnis, agama,
bangsa, jenis kelamin, dan lain sebagainya . Diskriminasi biasanya didapatkan oleh
seorang yang berbeda dengan mayoritas orang-orang kebanyakan. Diskriminasi
tercipta karena munculnya prasangka seorang terhadap orang lain. Prasangka
tersebut kemudian menjurus menjadi pembedaan. Pembedaan tersebut tercipta
karena kita sebagai makhluk sosial yang secara alamiah selalu ingin berkumpul
dengan orang yang sama dengan diri kita sendiri. Prasangka seringkali didasari
pada ketidakpahaman, ketidakpedulian, pada kelompok diluar kelompoknya atau
ketakutan atas perbedaan. Prasangka makin diperparah dengan cap buruk
(stigma/stereotip). Cap buruk ini lebih didasarkan pada berbagai fakta yang
menjurus pada kesamaan pola, sehingga kemudian kita sering men-generalisasi
seseorang atas dasar kelompoknya. Cap buruk ini dipelajari oleh seseorang dari
pengaruh sosial seperti masyarakat, tetangga, keluarga, orang tua, sekolah,media,
dan sebagainya. diskriminasi terjadi ketika keyakinan atas cap buruk dan prasangka
itu sudah berubah menjadi aksi.

Kriminalitas merupakan suatu tindakan kejahatan yang dapat melanggar nilai dan
norma hukum serta perilaku tersebut dapat meresahkan dan merugikan banyak
pihak baik dirinya sendiri sebagai pelaku terlebih lagi orang lain yang menjadi
korban dari tindakan tersebut. Kriminalitas dapat dilakukan oleh individu,
kelompok maupun komunitas.
Hingga saat ini mungkin sudah tidak terhitung berapa jumlah tindak kriminalitas
yang terjadi di Indonesia. Berbagai tindak pidana pun dilakukan mulai dari
pemerkosaan, pencurian motor, perampokkan, ranjau paku, pencurian. Para pelaku
pun tak merasa bersalah dengan apa yang meraka lakaukan kepada orang lain.
Betapa kejamnya hati mereka yang mementingkan dirinya sendiri.
Pidana atau tindak kriminal segala sesuatu yang melanggar hukum atau sebuah
tindak kejahatan. Pelaku kriminalitas disebut seorang kriminal. Biasanya yang
dianggap kriminal adalah seorang pencuri, pembunuh, perampok, teroris. Walaupun
begitu kategori terakhir teroris, agak berbeda dari kriminal karena melakukan
tindak kejahatannya berdasarkan motif politik atau paham.
Tingkah laku manusia yang jahat, immoral dan anti sosial banyak menimbulkan
reaksi kejengkelan dan kemarahan dikalangan masyarakat, dan jelas sangat
merugikan umum. Karena itu, kejahatan tersebut harus diberantas atau tidak boleh
dibiarkan berkembang, demi ketertiban, keamanan dan keselamatan masyarakat.
Maka warga masyarakat secara keseluruhan, bersama-sama dengan lembaga-
lembaga resmi yang berwenang kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga
pemasyarakatan, dan lain-lain wajib menanggulangi kejahatan sejauh mungkin.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa pengertian diskriminasi?
2. Apa penyebab dan dampak diskriminasi dan di masyarakat?
3. Bagaimana cara mengatasi diskriminasi di masyarakat?
BAB II
KASUS
2.1 Tak Ada Gereja di Cilegon: Diskriminasi di Balik Topeng Pluralisme
Kota Cilegon menjadi sorotan beberapa pekan belakangan, bukan karena PT Krakatau
Steel, bukan pula karena PLTU Suralaya apalagi Pelabuhan Merak. Bukan. Namun karena
isu penolakan pendirian rumah ibadah yang Kembali lagi terjadi di Kota yang dikenal
sebagai Kota Industri Baja ini.

Rencana pembangunan gereja di tanah milik Huria Kristen Batak Protestan (HKBP)
Maranatha di lingkungan Cikuasa, Kelurahan Gerem, Kec. Grogol, Kota Cilegon
mendapatkan penolakan dari sejumlah elemen masyarakat hingga perangkat Daerah Kota
Cilegon. Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas bahkan menegaskan jika Kota Cilegon
bersikukuh tak mengeluarkan izin, maka dirinya akan secara langsung mendatangi
Walikota Cilegon.

Catatan sejarah merekam bukan kali ini saja penolakan pendirian tempat ibadah agama
selain Islam terjadi di Cilegon. Garis terjauh yang bisa digali terjadi pada tahun 1994.
Menurut makalah Masykur dari IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten, terjadi tindakan
anarkis terhadap tempat ibadah umat Kristen. Setidaknya ada dua kejadian, pertama
pengerusakan bangunan milik warga jemaat HKBP di kompleks perumahan PCI (Cilegon
State Indah) Cilegon, yang dipakai untuk Sekolah Minggu anak-anak pada tanggal 10 April.
Kedua, pembongkaran gereja Advent di kota Cilegon.

Hingga kini, tidak ada satupun tempat ibadah umat non Islam berdiri di Cilegon. Data resmi
negara tahun 2019 mencatat ada 382 masjid dan 287 musalla di Cilegon, tanpa ada satu
pun gereja, pura, maupun vihara tercatat. Padahal, jumlah warga non-Muslim di tahun yang
sama bukannya sedikit: 6.740 warga Kristen, 1.743 warga Katolik, 215 warga Hindu, 215
warga Buddha, dan 7 warga Konghucu. Dan mereka semua tentu butuh tempat ibadah. 

Kota Cilegon selalu masuk deretan peringkat anjlok dalam riset Indeks Kota Toleran yang
diterbitkan oleh Setara Institute selama lima kali: nomor 15 dari bawah pada 2015, nomor
empat dari bawah pada 2017 dan 2018, nomor delapan dari bawah pada 2020, dan nomor
tiga dari bawah pada 2021 lalu. Riset tersebut digarap berbasis kebijakan pemerintah dan
ucapan pejabat setempat untuk menjadi tolok ukur toleran atau tidaknya sebuah kota.
2.2 Siswa Ditolak Sekolah karena Diskriminasi Agama

Yohana mengatakan, diskriminasi berujung penolakan siswa tersebut menjadi dinamika yang
mengemuka tahun ini. Menurutnya, banyak laporan sejenis masuk ke pihaknya sejak isu radikalisme
marak di Indonesia.
ia menegaskan, berdasarkan ratifikasi Konvensi Hak Anak dan Undang-Undang Dasar 1945, semua
orang termasuk anak-anak dijamin seluruh haknya tanpa diskriminasi termasuk kebebasan
bersekolah. "Berhak bersekolah, bermain, berkreatif, dan memenuhi tumbuh kembang dan
dilindungi dari kekerasan," tuturnya.

Dia menyatakan, penolakan sekolah termasuk di Banyuwangi merupakan bentuk pelanggaran UUD
1945. Sebelumnya, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas marah menyikapi hal ini. Dia langsung
meminta kepala dinas pendidikan daerah setempat membatalkan aturan wajib berjilbab yang
diterapkan berdasarkan inisiatif pimpinan SMPN 3 Genteng itu. Anas juga meminta pihak dinas
pendidikan mengevaluasi dan memberikan sanksi kepada kepala sekolah itu. Menurutnya, aturan
yang mengharuskan seluruh siswi mengenakan jilbab tanpa memandang latar belakang agama
merupakan langkah serampangan dan berpotensi meningkatkan diskriminasi

2.3Kasus Kerusuhan Mei 1998


Kerusuhan Mei 1998 adalah kerusuhan rasial terhadap etnis Tionghoa yang terjadi
di Indonesia pada 13 Mei–15 Mei 1998, khususnya di Ibu Kota Jakarta namun juga terjadi
di beberapa daerah lain. Kerusuhan ini diawali oleh krisis finansial Asia dan dipicu
oleh tragedi Trisakti di mana empat mahasiswa Universitas Trisakti ditembak dan
terbunuh dalam demonstrasi 12 Mei 1998. Hal inipun mengakibatkan penurunan jabatan
Presiden Soeharto, serta pelantikan B. J. Habibie

Mal Ratu Luwes di Surakarta yang terbakar. Surakarta menjadi salah satu kota yang
terdampak besar. Banyak bangunan bisnis dan pertokoan yang dibakar massa.

Kerusuhan Mei 1998 adalah kerusuhan rasial terhadap etnis Tionghoa yang terjadi
di Indonesia pada 13 Mei–15 Mei 1998, khususnya di Ibu Kota Jakarta namun juga
terjadi di beberapa daerah lain. Kerusuhan ini diawali oleh krisis finansial Asia dan
dipicu oleh tragedi Trisakti di mana empat mahasiswa Universitas
Trisakti ditembak dan terbunuh dalam demonstrasi 12 Mei 1998. Hal inipun
mengakibatkan penurunan jabatan Presiden Soeharto, serta pelantikan B. J. Habibie.

Kerusuhan[sunting | sunting sumber]

Pada kerusuhan ini banyak toko dan perusahaan dihancurkan oleh amuk massa—terutama
milik warga Indonesia keturunan Tionghoa.[1] Konsentrasi kerusuhan terbesar terjadi
di Jakarta, Medan dan Surakarta. Dalam kerusuhan tersebut, banyak warga Indonesia
keturunan Tionghoa yang meninggalkan Indonesia. Tak hanya itu, seorang aktivis relawan
kemanusiaan yang bergerak di bawah Romo Sandyawan, bernama Ita Martadinata
Haryono, yang masih seorang siswi SMU berusia 18 tahun, juga diperkosa, disiksa, dan
dibunuh karena aktivitasnya. Ini menjadi suatu indikasi bahwa kasus pemerkosaan dalam
Kerusuhan ini digerakkan secara sistematis, tak hanya sporadis. [2]
Amuk massa ini membuat para pemilik toko di kedua kota tersebut ketakutan dan menulisi
muka toko mereka dengan tulisan "Milik pribumi" atau "Pro-reformasi" karena penyerang
hanya fokus ke orang-orang Tionghoa. Beberapa dari mereka tidak ketahuan, tetapi ada
juga yang ketahuan bukan milik pribumi. Sebagian masyarakat mengasosiasikan peristiwa
ini dengan peristiwa Kristallnacht di Jerman pada tanggal 9 November 1938 yang menjadi
titik awal penganiayaan terhadap orang-orang Yahudi dan berpuncak pada pembunuhan
massal yang sistematis atas mereka di hampir seluruh benua Eropa oleh
pemerintahan Jerman Nazi.[3]
Sampai bertahun-tahun berikutnya Pemerintah Indonesia belum mengambil tindakan
apapun terhadap nama-nama yang dianggap kunci dari peristiwa kerusuhan Mei 1998.
Pemerintah mengeluarkan pernyataan yang menyebutkan bahwa bukti-bukti konkret tidak
dapat ditemukan atas kasus-kasus pemerkosaan tersebut, tetapi pernyataan ini dibantah
oleh banyak pihak.[2]
Sebab dan alasan kerusuhan ini masih banyak diliputi ketidakjelasan dan kontroversi
sampai hari ini. Namun umumnya masyarakat Indonesia secara keseluruhan setuju bahwa
peristiwa ini merupakan sebuah lembaran hitam sejarah Indonesia, sementara beberapa
pihak, terutama pihak Tionghoa, berpendapat ini merupakan tindakan pembasmian
(genosida) terhadap orang Tionghoa, walaupun masih menjadi kontroversi apakah
kejadian ini merupakan sebuah peristiwa yang disusun secara sistematis oleh pemerintah
atau perkembangan provokasi di kalangan tertentu hingga menyebar ke masyaraka

2.4 Setelah 35 Tahun, Umat Kristen Malaysia Akhirnya Boleh Gunakan Kata
Allah"

Pengadilan memutuskan bahwa pemerintah Malaysia telah keliru dalam mengeluarkan larangan
penggunaan kata "Allah" pada 1986 bagi non-Muslim. Pengadilan yang sama memutuskan bahwa
seorang wanita Kristen Melanau berhak menggunakan kata "Allah" untuk tujuan keagamaan dan
pendidikan. Ariffin membuat keputusan setelah mengizinkan pernyataan yang dibuat oleh
seorang wanita Melanau dari Sarawak, Jill Ireland Lawrence Bill bahwa hak konstitusionalnya
untuk menjalankan agamanya dibatasi oleh pembatasan atau larangan impor materi pendidikan.
Ariffin mengatakan pengadilan mengizinkan deklarasi dalam mempraktikkan kebebasan
beragama yang dilindungi dalam Pasal 3,8,11 dan 12 Konstitusi Federal. Pada tanggal 11 Mei
2008 CD berjudul "Bagaimana Hidup di Kerajaan Allah", "Hidup Sejati di Kerajaan Allah" dan
"Ibadah Sejati di Kerajaan Allah" disita dari Jill Irlandia segera setelah dia tiba di Low Cost Carrier
Terminal (LCCT) KLIA Sepang. Perempuan Melanau itu kemudian mengajukan permohonan uji
materi pada 20 Agustus 2008 untuk menuntut pengembalian CD yang disita beserta ganti rugi.
engadilan Banding pada 23 Juni 2015 menguatkan keputusan Pengadilan Tinggi Kuala Lumpur
untuk mengembalikan CD tersebut ke Irlandia. Pengadilan juga memerintahkan agar deklarasi
yang diajukan oleh Irlandia tentang penggunaan kata 'Allah' didengarkan Kembali.

2.5Diskriminasi Menghambat Pendidikan Anak-Anak dari Agama


Minoritas
Sudah tiga tahun Maria tidak naik dari kelas lima. Hal ini dikarenakan para gurunya tak
mau mengizinkan Maria naik kelas. Alasannya? Karena Maria dan keluarganya
merupakan penganut Saksi Yehuwa.

Saksi Yehuwa memiliki pandangan yang spesifik soal isu-isu utama teologis Nasrani
yang membuat mereka tidak disenangi di kalangan anggota lembaga kristiani di
Indonesia dan di seluruh dunia. Saksi Yehuwa dilarang di Indonesia pada 1976 sampai
2001. Pada 2002, Kementerian Agama mengizinkan mereka untuk dicatat di Indonesia.

Pada November 2021, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan


bahwa Maria dan dua adik laki-lakinya di SDN 51 di Tarakan ditolak untuk naik kelas
sejak 2019 meski catatan akademis mereka sangat baik. Kepada saya, Ayub
menyampaikan bahwa ia, istri serta anak-anak mereka yaitu Maria, Yosua (kelas 4), dan
Yonatan (kelas 2) telah berpindah agama dan menjadi Saksi Yehuwa pada November
2018. Perpindahan agama tersebut tampak sederhana, namun guru-guru di sekolah
setempat tidak setuju, dan mengatakan bahwa anak-anak itu telah “menyimpang dari
ajaran Nasrani.” Pada 2019, sekolah mengeluarkan ketiga kakak-beradik karena mereka
menolak untuk menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Ketiga anak itu
mengikuti upacara bendera dan berdiri untuk memberi penghormatan namun menolak
menyanyikan lagu kebangsaan dan memberi hormat pada bendera Indonesia, sesuai
kepercayaan Saksi Yehuwa. Ayub menggugat pihak sekolah ke Pengadilan Tata Usaha
Negara (PTUN) Samarinda, dan menyatakan bahwa anak-anaknya hanya “memuliakan
Tuhan” tetapi tidak serta-merta melecehkan lagu atau bendera kebangsaan. Pada
September 2020, PTUN Samarinda mengabulkan gugatan anak-anak tersebut, dan
mengizinkan mereka untuk melanjutkan pendidikan setelah berbulan-bulan. Ketiga
kakak-beradik belum naik kelas sejak 2020. Menurut kepala sekolah, FX Hasto Budi,
SDN 051 memiliki 158 siswa Muslim, dua siswa Katolik dan empat siswa Protestan,
termasuk Maria, Yosua, dan Yonatan. Sekolah mempekerjakan guru paruh waktu untuk
mengajar kelas-kelas Kristen, dan Ayub telah sepakat untuk memasukkan anak-
anaknya ke dalam kelas tersebut. Di Indonesia, siswa-siswi wajib mengikuti pelajaran
agama sesuai dengan keyakinan masing-masing. Pasal Penodaan Agama (UU 1 / PNPS /
1965) di Indonesia “mengakui” hanya enam agama: Islam, Protestan, Katolik, Hindu,
Buddha, dan Konghucu. Budi mengatakan pihaknya akan mengizinkan anak-anak
tersebut naik kelas jika pemerintah sudah mengubah pasal tersebut dan lantas
mengakui Saksi Yehuwa. Jika Saksi Yehuwa mengklaim berada dalam naungan
Kristiani, mereka perlu mengikuti pedoman dari Gereja Kristen,” ujarnya. “Kementerian
Agama memiliki penjelasan hukum terkait pendidikan agama Kristen.” Namun hal ini
merupakan pembaaan yang keliru terhadap pasal penodaan agama. Penjelasan yang
melekat pada pasal tersebut menyatakan bahwa meski “melindungi” enam agama dari
pencemaran, Indonesia masih mengizinkan warga negaranya menjalankan agama dan
keyakinan lain di tanah air. Presiden Sukarno, yang merumuskan undang-undang
tersebut pada Januari 1965, secara eksplisit menyebutkan bahwa “Yahudi, Zarasustrian,
Shinto, Taoisme dan lain-lain” dapat dijalankan. Ario Sulistiono dari kantor Saksi
Yehuwa di Jakarta menyampaikan pada saya bahwa secara keseluruhan ada 22 anak
pernah menghadapi masalah serupa di berbagai tempat di Indonesia sejak 2016. Dalam
sebagian besar kasus, orang tua mereka memutuskan untuk memindahkan mereka ke
sekolah lain yang tidak mendiskriminasi mereka dengan cara ini. Tetapi ini merupakan
ongkos tak masuk akal yang harus dibayar demi keyakinan seseorang. Pihak berwenang
di Tarakan seyogianya mengarahkan kepala sekolah tersebut di atas untuk segera
menempatkan ketiga kakak-beradik di kelas yang semestinya. Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi seharusnya mengeluarkan instruksi nasional yang
melarang tindakan-tindakan diskriminatif semacam itu. Sesaat sebelum kami menyudahi
percakapan via video, Maria bertanya pada saya apa yang sebaiknya ia pelajari sementara waktu;
ia memiliki banyak waktu luang karena mengulang kelas. Saya menyarankan agar ia belajar
Bahasa Inggris, karena bahasa tersebut akan membuka pintu dunia informasi dan gagasan.
2.6Kasus Penolakan Warga Nonmuslim di Sleman, Setara Insitute: Hentikan Eksklusi atas
Minorita

Atas terulangnya kembali kasus diskriminasi yang melibatkan agama tersebut, Halili
mendorong pemerintah untuk melakukan upaya menghentikan eksklusi atas minoritas dengan
melakukan tindakan yang progresif untuk mengatasi regulasi lokal yang diskriminatif.
"Aturan yang diskriminatif di tingkat lokal bukanlah fenomena tunggal di Pleret. Begitu banyak
kebijakan negara yang diskriminatif mulai dari tingkat provinsi, kabupaten/kota, hingga tingkat
RT," kata Halili
Ketentuan-ketentuan demikian, lanjut Halili, nyata-nyata mendorong eksklusi sosial,
melegalisasi intoleransi, melanggar hak dan mengakibatkan luka moral atas minoritas,
khususnya minoritas keagamaan. Selanjutnya, belajar dari kasus Pleret Bantul, menurut Halili,
pemerintah juga harus memberikan perhatian terhadap pemukiman-pemukiman eksklusif yang
menciptakan segregasi sosial berdasarkan agama seperti di Dusun Karet. Dia menjelaskan,
dalam perkembangan kontemporer, banyak sekali pemukinan yang eksklusif dalam bentuk
perumahan-perumahan berdasarkan agama tertentu. Di dalam iklim kemerdekaan, perumahan
eksklusif berdasarkan agama tertentu merupakan kemunduran peradaban yang memuat kontra
narasi atas kemajemukan. Fenomena ini akan menutup ruang perjumpaan antar identitas yang
berbeda dan menebalkan kekhawatiran, kecurigaan, ketakutan dan keterancaman dalam
melihat identitas yang berbeda. "Pemerintah harus segera mengikis terjadinya segregasi sosial
semacam itu dengan menolak perizinan perumahan yang eksklusif berdasarkan identitas
agama sebab berpotensi merusak kebinekaan Indonesia," kata Halili.
2.7 Kasus di Sambas-Kalimantan Barat Tahun 1998-1999
Kerusuhan di Sambas adalah pecahnya kerusuhan antar-etnis di wilayah Kabupaten
Sambas dan sekitarnya. Kerusuhan Sambas terjadi akibat kejengkelan Melayu terhadap
oknum pendatang dari Madura.Pekerjaan yang dilakukan warga Madura tidak berbeda
jauh dengan warga Melayu yaitu petani dan buruh. Oleh karena itu, terjadi kasus perebutan
sumber daya ekonomi terutama tanah pertanian.

Akibat kerusuhan Sambas, sebanyak 1.189 orang tewas, 168 luka berat, 34 luka ringan,
3.833 rumah, 12 mobil, dan 9 motor rusak.Selain itu, 58.544 warga Madura mengungsi dari
Kabupaten Sambas ke Pontianak.Pemerintah Kabupaten Sambas memutuskan untuk
memindahkan warga Madura dari Sambas ke Kota Pontianak untuk meredakan konflik
antara kedua suku. Latar belakangAwal peristiwa dilatar belakangi kasus pencurian ayam
oleh seorang warga suku Madura yang ditangkap dan dianiaya oleh warga masyarakat
suku Melayu. Dengan latar belakang:

 Peristiwa berkembang dengan bergabungnya ratusan warga suku Madura dan


menyerang beberapa warga suku Melayu yang berakibat 3 orang suku Melayu
meninggal dunia dan 2 orang luka-luka.
 Selain itu terjadi pula kasus perkelahian antara kenek angkot warga suku
Melayu dengan penumpang angkot warga suku Madura yang tidak mau
membayar ongkos.
 Akibatnya terjadi saling balas membalas antara warga lokal yakni suku Melayu
dan suku Dayak menghadapi warga suku Madura dalam bentuk perkelahian,
penganiayaan dan pengrusakan.
 Peristiwa berkembang dengan terjadinya kerusuhan, pembakaran, pengrusakan,
perkelahian, penganiayaan dan pembunuhan antara warga suku Melayu dan
warga suku Dayak menghadapi warga suku Madura, yang meluas sampai ke
daerah sekitarnya.
 Telah terjadi pengungsian warga suku Madura secara besar-besaran. Kemudian
isu ini dieksploitir oleh kelompok-kelompok tertentu untuk kepentingannya.
 Peristiwa ini adalah kejadian yang kesepuluh sejak tahun 1970 dan juga pernah
terjadi terhadap etnis yang lain

Pada tanggal 17 Januari 1999 pukul 01.30 WIB telah ditangkap dan dianiaya pelaku
pencurian ayam warga suku Madura oleh warga suku Melayu. Pada tanggal 19 Januari
1999 sekitar 200 orang suku madura dari suatu desa menyerang warga suku Melayu
desa lainnya. Hari berikutnya terjadi perkelahian antara warga suku Madura dan warga
suku Melayu karena tidak membayar ongkos angkot. Kejadian ini berkembang menjadi
perkelahian antara kelompok dan antara desa yang disertai pembakaran, pengrusakan
dan tindak kekerasan lainnya. Warga suku Melayu dan suku Dayak melakukan
penyerangan, pembakaran, pengrusakan, penganiayaan dan pembunuhan terhadap
warga suku Madura dan selanjutnya saling membalas. Peristiwa berkembang dengan
terjadinya pengungsian warga Madura dalam jumlah besar menuju Singkawang dan
Pontianak. Tindakan aparat keamanan antara lain:
o Melokalisir dan mencegah meluasnya kejadian,
o Membantu mengevakuasi para pengungsi, melakukan pencarian dan
penyelamatan suku Madura yang melarikan diri kehutan,
o Membantu para pengungsi ditempat penampungan,
o Mengadakan dialog dengan tokoh masyarakat dan pemuka agama, serta
o Melakukan upaya penegakan hukum terhadap para pelaku kriminal.

2.8 Vonis kasus diskriminasi warga Kristen


Mahkamah hak asasi manusia Eropa hari ini akan memutuskan kasus gugatan empat orang
pemeluk Kristen di Inggris yang mengaku kehilangan pekerjaan akibat diskriminasi
terhadap kepercayaan mereka di tempat kerja. Di antara mereka ada seorang pegawai
maskapai penerbangan yang berhenti mengenakan salib dan seorang pencatat pernikahan
yang menolak menikahkan pasangan gay. Para penggugat terdiri dari seorang
petugas check-in British Airways, Nadia Eweida, perawat Shirley Chaplin, penasihat
hubungan Gary McFarlene dan pencatat pernikahan Lilian Ladele. Eweida, seorang
pemeluk Kristen Pantekosta dari Twickenham, di barat daya London, dirumahkan oleh
perusahaannya British Airways pada 2006 setelah ia menolak mencopot kalung salibnya.
Sedangkan Chaplin, seorang perawat di Devon, dipindahkan ke tata usaha oleh RS Kerajaan
Devon and Exeter NHS karena alasan serupa. McFarlene, seorang penasihat dari Bristol,
dipecat oleh Relate setelah mengatakan dalam pelatihan ia mungkin akan keberatan jika
harus memberikan terapi seksual pada pasangan gay. Ladele diberikan sanksi disipliner
setelah ia menolak bertugas pada pernikahan pasangan gay di London utara.
Ditolak kelompok sekuler
Setiap individu mengajukan gugatan terpisah ke pengadilan, tetapi sidang kasus ini
disatukan. Dokumen pengadilan menjelaskan bahwa Eweida dan Chaplin yakin hukum
Inggris telah "gagal melindungi hak mereka untuk menjalankan agama" yang bertentangan
dengan Pasal 9 Konvensi HAM Eropa. Pasal itu menjanjikan kebebasan agama, termasuk
untuk beribadah, mengajarkan, menerapkan dan menjalankan elemen-elemen keyakinan
mereka. Mereka juga mengklaim bahwa keputusan pengadilan sebelumnya melanggar
Pasal 14 konvensi yang mengatakan diskriminasi agama adalah sebuah pelanggaran.
Mereka akhirnya membawa kasus dugaan diskriminasi agama ini ke Mahkamah HAM
Eropa, setelah mereka kalah di pengadilan Inggris. Kelompok-kelompok sekuler di Inggris
mengkhawatirkan, apabila putusan empat warga Kristen ini dikabulkan, dapat
menggoyahkan undang-undang persamaan hak yang diberlakukan di Inggris.
Di mata kelompok sekuler ini, empat orang warga Kristen ini ingin mendapatkan status
istimewa.
Namun demikian, warga Kristen Inggris yang mendukung langkah empat orang ini
menyatakan, peraturan hukum yang berlaku harus diubah demi nilai-nilai kebebasan
beragama dan hati nurani.

2.9 DISKRIMINASI TERHADAP AGAMA MINORITAS: KASUS DI


BANDA ACEH

Diskriminasi adalah perlakuan yang tidak adil dan tidak seimbang yang dilakukan untuk
membedakan individu atau kelompok, berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat kategorikal
atau atribut-atribut khusus seperti, ras, suku, agama, dan kelas-kelas sosial. Mayoritas
penduduk di Aceh merupakan pemeluk agama Islam (99,21%). Penelitian ini berfokus
pada analisa gambaran diskriminasi pada masyarakat minoritas khususnya pada kelompok
dengan perbedaan keyakinan beragama. Data diperoleh melalui hasil wawancara semi
terstruktur pada tiga orang partisipan yang beragama Kristen Protestan yang berada di
Banda Aceh. Desain penelitian yang digunakan adalah studi kasus dan analisa deskriptif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masyarakat minoritas mendapatkan pembatasan
atau hambatan dalam mengekspresikan diri pada ruang publik. Hal yang menyebabkan
munculnya diskriminasi adalah adanya prasangka mengenai upaya kristenisasi yang
dilakukan oleh kelompok agama minoritas dan adanya regulasi-regulasi (tertulis maupun
tidak tertulis) yang dianggap membatasi kesempatan, ruang gerak, dan keberpihakan pada
kelompok agama minoritas di ruang publik.
3.0 Izin Mendirikan Tempat Ibadat Dipersulit, Bentuk Diskriminasi
Agama di Yogyakarta
Penduduk Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) cukup beragam karena terdapat umat dari
berbagai agama dan aliran kepercayaan. Berdasarkan data dari Biro Tata Pemerintahan
Provinsi DIY Tahun 2021, Yogyakarta merupakan daerah yang heterogen dalam konteks
agama dan kepercayaan. Akan tetapi, di balik keberagaman agama dan kepercayaan,
Yogyakarta tak lepas dari permasalahan intoleransi dan diskriminasi antar umat beragama.
Berangkat dari realitas tersebut, pada Jumat (23-09) pukul 14.00 WIB, Lembaga Bantuan
Hukum (LBH) Yogyakarta menyelenggarakan diskusi daring yang bertajuk “Diskusi Publik
Diseminasi Policy Brief: Pemajuan dan Perlindungan Umat Beragama dan Kepercayaan
DIY”. Diskusi diselenggarakan dengan tujuan memahami dan mendorong regulasi
intoleransi dan perlindungan umat beragama, serta membuka ruang dialog dan
perjumpaan untuk memperkuat hubungan lintas iman.

Diskusi dibuka dengan pemaparan policy brief oleh Heronimus Heron selaku salah satu
penulisnya. Pertama-tama, Heron menyatakan bahwa sebenarnya Yogyakarta merupakan
daerah yang sangat heterogen dalam konteks agama dan kepercayaan. Ia lantas
memaparkan data dari biro tata pemerintahan DIY bahwa terdapat tujuh agama yang
dianut oleh penduduk Yogyakarta, yaitu Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Buddha, Konghucu,
dan aliran kepercayaan.
Meskipun demikian, menurut Heron, di balik keberagaman agama dan keyakinan di
Yogyakarta, masih terdapat pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB).
“Sepanjang 2018-2021, terdapat banyak kasus KBB, seperti pemotongan salib, pencabutan
izin mendirikan bangunan gereja Immanuel Sedayu, hingga penolakan upacara odalan di
Dusun Mangir Lor,” papar Heron. Ia menambahkan, aktor dari pelanggaran KBB dilakukan
oleh negara dan nonnegara. Lebih lanjut, menurut Heron, negara melakukan pelanggaran
berupa pembiaran pelanggaran KBB, pencabutan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), hingga
pembatasan aktivitas keagamaan. Sementara itu, bentuk pelanggaran oleh aktor
nonnegara, menurut Heron, berupa pembatasan aktivitas keagamaan, pengusiran, hingga
serangan fisik.

Senada dengan Heron, Mathius dari Gereja Al Masih (GIA) menyatakan bahwa pelanggaran
KBB di Yogyakarta merupakan suatu hal yang nyata dan serius. Ia kemudian menceritakan
pengalamannya dalam mengikuti Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang dinilai
sangat buruk. Ia menyebutkan bahwa dirinya dan GIA disuruh berjuang sendiri untuk
menerbitkan IMB. Menurutnya, FKUB seharusnya membantu umat beragama dalam
pembuatan IMB dan sosialisasinya.

Terkait FKUB, Kharisma dari LBH Yogyakarta mengatakan bahwa FKUB di Yogyakarta
tidak berfungsi dengan baik karena bernuansa politis. Ia menganggap bahwa FKUB tidak
melakukan fungsinya sebagai wadah kerukunan umat beragama. Ia mencontohkan bahwa
peran yang ditekankan pada FKUB hanyalah urusan administratif saja, seperti pemberian
izin untuk mendirikan tempat ibadat. Selain itu, menurutnya, FKUB hanya diisi oleh
perwakilan-perwakilan dari agama mayoritas yang tidak mewakili suara-suara kelompok
minoritas. “Kurangnya keterlibatan organisasi-organisasi keagamaan minoritas
menyebabkan keberagamannya dan peran untuk mewadahi kerukunan umat itu sangat
kurang,” cetusnya.

Lebih lanjut, Kharisma juga menjabarkan beberapa kasus perizinan tempat ibadat
minoritas. Pertama, permasalahan di GIA yang berkonflik sejak sejak tahun 2012, tetapi
IMB baru diterbitkan pada tahun 2020. Kedua, konflik dengan GKJ Klasis mengenai
pendirian Kantor Klasis yang baru dikeluarkan IMBnya setelah tahun 2017 bahkan
sudah incrush sampai di Pengadilan Tinggi tata Usaha Negara, tetapi baru diterbitkan tahun
2020. Ketiga, konflik dengan DPDI Immanuel Sedayu sejak tahun 2019 dan baru di akhir
2020 diterbitkan IMB di tempat baru.
Pada akhir diskusi, Matius berpendapat bahwa dengan mengintensifkan ruang-ruang
dialog baik internal maupun antar umat beragama akan sangat membantu mengatasi
konflik KBB. Matius bercerita mengenai pengalaman membuka ruang dialog dengan
masyarakat ketika pembangunan gereja. Sejak Juli 2014; pihak gereja, jemaat, dan
masyarakat sekitar sudah tidak ada komunikasi dan terjadi intimidasi sehingga
pembangunan suatu dialog cukup sulit. Menurutnya, memang awalnya tidak nyaman
seperti didiamkan saja, tetapi setelah satu bulan kemudian masyarakat sekitar mulai
terbuka, mulai berdialog. “Masyarakat sebenarnya tidak masalah dengan kehadiran gereja,
tetapi provokasi-provokasi dari aktor-aktor lokal menyebabkan terjadi permasalahan yang
terjadi di tahun 2014 itu”.
BAB III

TINJAUAN TEOLOGIS

Semua manusia memiliki karakteristik fisik yang sama dengan sedikit variasi,semua
manusia sama-sama diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kejadian 1: 26-27).
Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini sehingga Dia telah mengutus Yesus untuk
menyerahkan nyawa-Nya bagi kita (Yohanes 3:16).Dunia jelas mencakup semua kelompok
etnis.Allah tidak memihak kelompok tertentu atau pilih kasih dan kita juga tidak
seharusnya pilih kasih atau memihak kelompok tertentu. Yakobus 2: 4 menjelaskan orang-
orang yang mendiskriminasi sebagai "hakim dengan pikiran jahat." Sebaliknya, kita harus
mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri (Yakobus 2: 8).Yesus memerintahkan kita
untuk saling mengasihi seperti Dia telah mengasihi kita (Yohanes 13:34). Jika Allah tidak
memihak dan mengasihi kita dengan tidak memihak, maka kita perlu mengasihi orang lain
dengan standar tinggi yang sama. Yesus mengajarkan dalam Matius 25 bahwa apapun yang
kita lakukan terhadap saudara-Nya yang paling rendah, kita melakukan hal itu kepada Dia.
Jika kita menghina, menganiaya atau memperlakukan semena-mena seseorang yang
diciptakan menurut gambar Allah; maka kita menyakiti seseorang yang dikasihi Allah dan
yang bagi siapa Yesus telah mati.

Yesus memerintahkan kita untuk mengasihi satu dengan yang lain, sebagaimana Dia
mengasihi kita (Yohanes 13:34). Kalau Allah tidak memandang bulu dan mengasihi
manusia tanpa pandang bulu, artinya kita perlu mengasihi orang-orang lain dengan standar
setinggi seperti itu juga. Pada bagian akhir Matius pasal 25, Yesus mengajarkan bahwa apa
yang diperbuat terhadap yang terkecil dari saudara-saudaranya, kita melakukan itu untuk
Dia. Jika kita menghina dan meremehkan seseorang, kita memperlakukan seseorang yang
diciptakan dalam gambar Allah dengan cara yang tidak benar; kita melukai seseorang yang
dikasihi Allah dan baginya Yesus bersedia mati. Rasisme, dalam berbagai bentuk dan
tingkatan, merupakan bencana yang melanda umat manusia selama ribuan tahun. Saudara
dan saudari dari semua etnis: hal ini tidak seharusnya demikian. Kepada korban rasisme,
prasangka dan diskriminasi – Saudara perlu mengampuni. Efesus 4:32 berkata, “Tetapi
hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling
mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.” Mereka yang
bersikap rasis memang tidak layak mendapatkan pengampunan, namun kita juga lebih
tidak layak menerima pengampunan Allah. Kejadian 1:26, Berfirmanlah Allah : "Baiklah
kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa kita, supaya mereka berkuasa atas
ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan
atas segala binatang melata yang merayap di bumi." Jelas sekali tertulis dalam Alkitab
bahwa setiap manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah dan kita semua adalah
keturunan Adam dan Hawa yang artinya kita bersaudara. Yohanes 13:34, "Aku
memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama
seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi." Allah
mengasihi kita tanpa pandang bulu begitu juga kita harus mengasihi sesama manusia tanpa
pandang bulu seperti yang Yesus ajarkan. Jika kita menghina dan merendahkan seseorang,
ingatlah bahwa kita sedang melukai seseorang yang dikasihi Tuhan dan baginya Yesus
bersedia mati.Kepada pelaku rasisme dan diskriminasi, Alkitab mencatat dalam Roma 6:13
"Dan janganlah kamu menyerahkan anggota-anggota tubuhmu kepada dosa untuk dipakai
sebagai senjata kelaliman, tetapi serahkanlah dirimu kepada Allah sebagai orang-orang,
yang dahulu mati, tetapi yang sekarang hidup. Dan serahkanlah anggota-anggota tubuhmu
kepada Allah untuk menjadi senjata-senjata kebenaran."Efesus 4:32, ”Tetapi hendaklah
kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni,
sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.” Alkitab mengajarkan bahwa
setiap manusia, apapun suku, agama, warna kulit, bahasa, ras, dan status sosialnya tidak
ada yang lebih tinggi atau lebih rendah di hadapan Tuhan. Semua manusia diciptakan
berdasarkan gambar dan rupa Allah yang artinya semua manusia sama dan sederajat.
BAB IV

4.1KESIMPULAN
Diskriminasi merupakan pembedaan untuk mendapatkan hak dan pelayanan pada
masyarakat dengan didasarkan pada warna kulit, golongan, suku, etnis, agama,
bangsa, jenis kelamin, dan lain sebagainya . Diskriminasi biasanya didapatkan oleh
seorang yang berbeda dengan mayoritas orang-orang kebanyakan. Diskriminasi
tercipta karena munculnya prasangka seorang terhadap orang lain. Prasangka
tersebut kemudian menjurus menjadi pembedaan. Pembedaan tersebut tercipta
karena kita sebagai makhluk sosial yang secara alamiah selalu ingin berkumpul
dengan orang yang sama dengan diri kita sendiri. Prasangka seringkali didasari
pada ketidakpahaman, ketidakpedulian, pada kelompok diluar kelompoknya atau
ketakutan atas perbedaan. Prasangka makin diperparah dengan cap buruk
(stigma/stereotip). Cap buruk ini lebih didasarkan pada berbagai fakta yang
menjurus pada kesamaan pola, sehingga kemudian kita sering men-generalisasi
seseorang atas dasar kelompoknya. Cap buruk ini dipelajari oleh seseorang dari
pengaruh sosial seperti masyarakat, tetangga, keluarga, orang tua, sekolah,media,
dan sebagainya. diskriminasi terjadi ketika keyakinan atas cap buruk dan prasangka
itu sudah berubah menjadi aksi.
Tindakan diskriminasi yang terjadi dalam masyarakat umum disebabkan oleh dua hal, yaitu:
Prasangka Prasangka merupakan perasaan negatif terhadap seseorang atau kelompok
semata-mata berdasar pada keanggotaan dalam sebuah kelompok tertentu. Prasangka dari
suatu kelompok terhadap kelompok lain muncul karena agresi. Sebuah kelompok akan
melakukan agresi apabila usahanya untuk memperoleh kekuasaan terhalang. Apabila agresi
terhalang oleh kelompok lain, maka agresi akan dialihkan dengan mengkambinghitamkan
kelompok lain tersebut. Tindakan ini akan berkembang menjadi prasangka yang dianut oleh
anggota kelompok yang melancarkan agresi. Stereotip Stereotip merupakan citra kaku
tentang kelompok ras atau budaya lain tanpa memerhatikan kebenaran dari citra tersebut.
Contoh stereotip adalah pandangan terhadap lapisan bawah masyarakat yang dinilai bersifat
malas bodoh, tidak berambisi, dan lain-lain.
Hidup tanpa diskriminasi dari pihak manapun menjadi hak asasi setiap manusia. Namun,
terkadang bisa ditemui perbuatan diskriminasi terhadap kaum atau pihak tertentu. Akibatnya
kehidupan masyarakat menjadi kurang harmonis, aman dan nyaman.
Cara menghindari diskriminasi yaitu dengan berlaku seperti: Menghormati dan menghargai
setiap perbedaan yang ada. Menyadari jika setiap manusia memiliki hak asasi manusianya
masing-masing, termasuk bisa menjalani hidup tanpa perlakukan diskriminatif. Mempelajari
kebudayaan dan bahasa daerah lainnya, agar lebih mudah memahami betapa indahnya
hidup aman dan tentram tanpa diskriminasi. Membiasakan diri untuk tidak mudah mengejek,
menghina atau membenci hanya karena berbeda suku, agama, ras, status sosial ataupun
kebudayaannya. Menumbuhkan semangat dan jiwa nasionalisme. Menjalin komunikasi dan
membina hubungan yang baik dengan teman atau keluarga yang berbeda suku, agama, ras
dan budayanya. Membiasakan diri untuk tidak mudah menilai orang lain dari penampilan
luaranya saja.

4.2 SARAN

Diskriminasi merupakan salah atu masalah social yang sangat tinggi di masyarakat hingga sampai
sekarang ini. Banyak kasus kasus diskriminasi dari berbagai daerah di Indonesia bahkan sampai di
dunia mulai dari pelecehan,perbedaan pendapat, membedakan hingga mengacu kepada kekerasan.
Diskriminasi paling banyak terjadi dengan mengacu kepada ras,etnis,dan gander. Namun dalam hal
ini makalah ini membahas mengenai diskriminasi antar agama dimana banyak agama di indonnesia
yang tidak saling menghargai satu sama lain. Tidak menghormati,tidak saling mengertin dengan
agama yang dianut oleh setiap individu.hal tersebut yang membuat diskriminasi muncul.diskriminsi
tidak boleh semakin merajalela di masyarakat baik lokal maupun global. Dalam umat kristiani
diskriminasi sangat bertentangan dengan agama. Karena hal tersebut sangat bertentangan dengaan
alkitab dan ajaran agama krtisten. Diskriminasi bisa mencipkan kehancuran dalam
lingkungan,masyarakat bahkan negara. Dapat membuat neraka bagi setiap individu maupun
kelompok. Jika perlakuan yang membeda bedaakan terus terjadi di lingkungan,masyarkat dan
negara maka tidak ada lagi yang nama nya saling menghargai,saling menghormati,saling mengasihi
antar sesame,antar agama. Padahal negara kita dimkenal dengan negara yang sangat kaya dengan
ras dan kebudaya serta suku-suku.

Beragam nya cara atau metodesisai ibadah antar agama seta lagu puji-pujian setiap agama hal
tersebut dapat berjalan dengan lancer Ketika sesorang dapat saling menghargai satu sama lain
menghormati satu sama lain sehingga semua berjalan balace.

Oleh sebab itu diskriminasi harus di hapuskan dengan cara yaitu yang pertama mendekatkan diri
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan kita mendekatkan diri kepada tuhan kita bisa
beribadah,bernyanyi lagu pujian yang membuat hati Nurani kita mersa dan bisa mersakan apa yang
umat yang Bergama lain bisa beribadah seperti yang kita lakukan membaca alkitab sehingga kitaa
mengerti,paham serta mersa terpanggil untuk melakukan yang baik dan benar. Kemudian yang
kedua, menunbuhan rasa saling mengasihi,menghormati, dan menghargai satu sama lain ini juga
menjadi bagian yang penting karena hal tersebut menjadi peran utama dalam menghapuskan
diskriminasi di lingkungan sekitar bahkan di negara. Tidak mumgkin ada perbedaan perlaakuan jika
pada dasarnya sudah saling mengerti saling menghargai saling memaafkan sehingga suatu pikiran
murka pun muncul. Yang ketiga adalah mempelajari dan mau ingin tau budaya yang lain sehingga
dari hal bisa lebih mudah untuk memahami betapa indah nya hidup indah, indah nya hidup damai
indah nya hidup amamn dan tentram tanpa diskriminasi.
DAFTAR PUSTAKA

1.1 https://www.balairungpress.com/2022/09/izin-mendirikan-tempat-ibadat-dipersulit-
bentuk-diskriminasi-agama-di-yogyakarta/

1.2 https://www.bbc.com/indonesia/majalah/
2016/10/161005_majalah_tanah_yogyakarta.amp

1.3 https://www.researchgate.net/publication/
348670026_DISKRIMINASI_TERHADAP_AGAMA_MINORITAS_STUDI_KASUS_DI_BAND
A_ACEH

1.4 https://amp.kompas.com/nasional/read/2022/06/03/02000031/contoh-diskriminasi-
ras-dan-etnis-di-indonesia

1.5 https://amp.kompas.com/nasional/read/2022/06/03/02000031/contoh-diskriminasi-
ras-dan-etnis-di-indonesia

1.6 http://ejournal.uki.ac.id/index.php/shan/article/download/1768/1354/

1.7 https://www.researchgate.net/publication/
348670026_DISKRIMINASI_TERHADAP_AGAMA_MINORITAS_STUDI_KASUS_DI_BAND
A_ACEH

1.8 https://www.bbc.com/indonesia/majalah/
2013/01/130115_warga_kristen_inggris_diskriminasi
1.9 https://www.balairungpress.com/2022/09/izin-mendirikan-tempat-ibadat-dipersulit-
bentuk-diskriminasi-agama-di-yogyakarta/

1.10 https://www.bbc.com/indonesia/majalah/
2016/10/161005_majalah_tanah_yogyakarta.amp

Anda mungkin juga menyukai