Anda di halaman 1dari 8

PERSESPSI SISWA TERHADAP BUSANA ADAT GAGRAK

NGAYOGYAKARTA DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN MA’ARIF


2 SLEMAN YOGYAKARTA

Anis Ratih Purnasari


aniezt.ratih@yahoo.com
Pendidikan Kesejahteraan Keluarga
Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
Jl. Batikan UH III/1043 Yogyakarta

Abstract

The purpose of this study was to determine student' perceptions of the gagrak ngayogyakarta
traditional clothing in the vocational high school ma'arif 2 Sleman Yogyakarta in the 2018/2019
academic year viewed from four dimensions namely motifs, models, accessories, and the use of
traditional clothing. The perception of the traditional culture of gagrak ngayogyakarta is a
process that stars from the vision to forming respons regarding traditional clothiong to determine
the motifs, models, accessoriesand the use of traditional clothing. The clothing of traditional
clothing during Thursday Pahing. The methods of data collection using questionnaires and
documentation. The validity test results using product moment correlation analysis obtained 1
item statement declared null and reliability test using the Alpha Cronbach formula obtained
Alpha value = 0.825. Data analysis techniques used descriptive analysis by looking for Mean,
Median, Mode, Standard Deviation, and Percentage values. The results showed that students'
perceptions of the gagrak ngayogyakarta traditional clothing in terms of dimensions of motifs,
models, accessories and the use of traditional clothing were in the sufficient category with a
relative frequency of 72.09%.

Keywords: Perception, Gagrak Ngayogyakarta

PENDAHULUAN nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa,


Indonesia merupakan salah satu peralatan hidup, organisasi sosial, religi,
negara yang memiliki berbagai macam seni, dan lain-lain. Semuanya ditunjukan
keragaman budaya. Dilihat dari banyaknya untuk membantu manusia dalam
melangsungkan kehidupan bermasyarakat
keragaman budaya yang tercipta,
[1]. Perwujudan kebudayaan tersebut
Indonesia mempunyai potret kebudayaan adalah busana adat, hal ini juga ditunjukan
yang lengkap dan bervariasi. Keragaman untuk membantu manusia dalam
budaya mempunyai ciri khas masing- berbusana sesuai dengan ciri khas
masing daerah yang terlukiskan baik daerahnya. Perwujudan busana adat
bahasa daerah, busana daerah, lagu daerah, tersebut juga melukiskan keragaman
dan lain sebagainnya. Keragaman budaya simbol-simbol tertentu yang masing-
masing memiliki makna tersendiri.
dari zaman dahulu sampai sekarang masih
Penggunaan busana adat diharapkan
banyak yang terjaga dan dilestarikan. akan meningkatkan kecintaan pada
Perwujudan kebudayaan adalah kebudayaan Indonesia. Daerah di
benda-benda yang diciptakan oleh manusia Indonesia terutama di kota-kota besar,
sebagai makhluk yang berbudaya, berupa banyak masyarakatnya yang sudah jarang
perilaku dan benda-benda yang bersifat sekali menggunakan busana adat, baik

78
dalam kehidupan sehari-hari maupun digunakan pada setiap kamis pahing dan
dalam suatu acara tertentu, hal ini pada saat hari ulang tahun kota
dikarenakan pengaruh trend fashion barat Yogyakarta. Peraturan tersebut merupakan
yang masuk ke dalam negeri. Model gagasan dari Walikota Haryadi Suyuti.
pakaian daerah-daerah tertentu masih ada Tujuan dari pemakaian busana adat
yang menggunakan busana adat, baik gagrak ngayogyakarta sebagaimana
dalam kehidupan sehari-hari ataupun pernyataan [3] yang dituliskan melalui
dalam acara-acara tertentu, seperti: acara salah satu media online Kumparan.com
pernikahan, acara adat, dan acara-acara bahwa: a) Memperkenalkan dan
lainnya. mengingatkan pakaian adat Jawa. b)
Pemerintah Kota Yogyakarta Melestarikan kebudayaan yang kita
membuat dan mengesahkan Peraturan miliki. c) Mengajarkan berpakaian yang
Walikota Nomor 173 tahun 2014 tentang sopan dan santun berdasarkan adat jawa.
Penggunaan Pakaian Dinas Tradisional d) Agar tidak diklaim oleh negara
Gagrak Ngayogyakarta Di Lingkungan tetangga. e) Menunjukan jati diri orang
Pemerintah Kota Jogjakarta, dalam rangka jawa, khususnya orang Yogyakarta. f)
pelestarian pakaian daerah gagrak (khas) Membentuk kepribadian sesuai dengan
Yogyakarta dan untuk melestarikan leluhur terdahulu. g) Menumbuhkan
budaya khas daerah. Sebutan hari Kamis kecintaan terhadap kebudayaan
pahing merujuk pada penanggalan atau Yogyakarta dan segala sesuatu yang
kalender Jawa. Kamis pahing ini hanya berkaitan dengan Yogyakarta.
terjadi selapan sekali (35 hari) sekali. Bagi seorang wanita Jawa
Alasan kenapa harus Kamis pahing adalah Yogyakarta busana gagrak kebaya bukan
karena Kamis pahing merupakan weton hanya sebatas pakaian. Lebih dari itu
berdirinya Keraton Yogyakarta, yaitu kebaya menyimpan sebuah filosofi
semenjak perpindahannya dari tersendiri. Sebuah filosofi pakaian adat
Pesanggrahan Ambarketawang (di sisi jawa yang mengandung nilai-nilai
barat Kota Yogyakarta) menuju lokasi kehidupan. Nilai filosofi dari kebaya
Keraton Yogyakarta yang sekarang ini adalah kepatuhan, kehalusan, dan tindak
(alas Beringan). tanduk wanita yang harus serba lembut.
Peraturan walikota telah disahkan Busana adat untuk pria juga memiliki
dan dikeluarkan tentang penggunaan filosofi yaitu pakaian surjan mempunyai
busana adat tetapi belum berjalan lancar makna di bagian leher memiliki enam
dikarenakan masih banyaknya pelajar buah kancing menggambarkan rukun
dibeberapa sekolah yang ada di Kota imam, dua buah kancing baju yang berada
Yogyakarta tidak mengunakan busana adat di dada kiri dan kanan menyimbolkan dua
pada Kamis pahing. Hal tersebut kalimat syahadat.
disebabkan karena sekolah tidak Peserta didik merupakan anggota
mengaplikasikan peraturan walikota masyarakat yang mengembangkan dirinya
tersebut. melalui proses pendidikan dan
Busana adat merupakan busana pembelajaran pada jalur jenjang dan jenis
resmi suatu daerah [2]. Busana adat pendidikan tertentu. Peserta didik
gagrak ngayogyakarta adalah busana adat merupakan sumber daya utama dan
dinas tradisional Yogyakarta yang terpenting dalam proses pendidikan formal
ditujukan kepada para pegawai di [4] .Peserta didik bisa belajar tanpa guru
lingkungan pemerintahan kota Yogyakarta sebaliknya guru tidak bisa mengajar tanpa
dan seluruh peserta didik yang ada di peserta didik.
wilayah Yogyakarta. Busana adat ini Peserta didik merupakan individu
menjadi ciri warisan leluhur bumi yang memiliki sejumlah karakteristik [5]
Mataram. Saat ini busana adat tersebut diantaranya: a) Peserta didik adalah

79
individu yang memiliki potensi fisik dan ditangkap oleh organ-organ bantunya
psikis yang khas, sehingga ia merupakan yang kemudian masuk ke dalam otak.
insan yang unik. Potensi-potensi khas yang Proses terjadinya persepsi diperlukan
dimilikinya ini perlu dikembangkan dan beberapa tahapan. Terdapat tiga tahapan
diaktualisasikan sehingga mampu dalam pembentukan persepsi, yaitu:
mencapai taraf perkembangan yang proses kealaman atau proses fisik, proses
optimal. b) Peserta didik adalah individu fisiologis, dan proses psikologis [9] .
yang sedang berkembang. Artinya, peserta Faktor-faktor yang berperan dalam
didik tengah mengalami perubahan- pembentukan persepsi ada tiga [9],
perubahan dalam dirinya secara wajar, diantaranya: a) Objek yang dipersepsi.
baik yang ditujukan kepada diri sendiri Objek menimbulkan stimulus yang
maupun yang diarahkan pada penyesuaian mengenai alat indra atau resptor. b) Alat
dengan lingkungannya. indra, syaraf dan pusat susunan syaraf
Persepsi merupakan salah satu (syaraf fisiologis). Alat indra atau reseptor
landasan berpikir bagi seseorang merupakan alat untuk penerima stimulus.
khususnya peserta didik dalam belajar c) Perhatian. Perhatian adalah langkah
[6].Hal ini dikarenakan persepsi dalam pertama sebagai suatu persiapan dalam
belajar tersebut dapat berpengaruh mengadakan persepsi.
terhadap tiga faktor yaitu: daya ingat, Hasil observasi di sekolah SMK
pembentukan sikap, dan pembinaan sikap. Ma’arif 2 Sleman menunjukan bahwa
Persepsi dalam arti sempit adalah mereka senang menggunakan busana adat
penglihatan atau bagamiana cara gagrak ngayogyakarta, tetapi beberapa
seseorang melihat sesuatu, sedangkan siswa mengatakan bahwa penggunaan
dalam arti luas adalah pandangan busana adat gagrak ngayogyakarta ini
seseorang mengenai bagaimana ia ribet (tidak nyaman) dan tidak praktis,
mengartikan dan menilai sesuatu [7]. masih ada siswa yang memakai busana
Persepsi adalah kemampuan otak dalam adat gagrak ngayogyakarta yang tidak
menerjamahkan stimulus atau proses sesuai dengan peraturanya. Mereka
untuk menerjemahkan stimulus yang menggunakan busana adat gagrak
masuk ke dalam amat indra manusia [8]. ngayogyakarta masih asal-asalan, untuk
Persepsi merupakan suatu proses busana adat pria mereka tidak memakai
pengindraan, yaitu merupakan proses asesoris keris, masih ada juga yang
diterimanya stimulus oleh individu memakai celana, serta mereka juga masih
melalui alat indera atau juga disebut memakai alas kaki sepatu kets dan untuk
proses sensoris [9]. Persepsi merupakan busana adat putri mereka juga tidak
sebuah istilah yang sangat familiar menggunakan aksesoris dalam pemakaian
didengar dalam percakapan sehari-hari, busana adat gagrak ngayogyakarta serta
istilah persepsi itu sendiri berasal dari mereka juga masih ada yang memakai alas
bahasa Inggris perception yang diambil kaki sepatu kets. Para guru di SMK
dari bahasa latin perceptio, yang berarti Ma’arif 2 Sleman juga memakai busana
menerima atau mengambil, sedangkan jika adat ketika mengajar.
dilihat dalam Kamus Inggris Indonesia, Penelitian ini dilaksanakan di SMK
kata perception diartikan dengan Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta, karena
penglihatan atau tanggapan [5]. sekolah tersebut adalah salah satu sekolah
Pandangan lain menyatakan persepsi yang antusias menyambut Peraturan
secara umum merupakan proses Walikota tentang Penggunaan Busana adat
perolehan, penafsiran, pemilihan, dan dan langsung menerapkan kebijakan
pengaturan informasi indrawi [10]. tersebut terhadap tiga generasi sejak tahun
Persepsi berlangsung pada saat seseorang 2014 tepat ditahun yang sama sejak
menerima stimulus dari dunia luar yang diberlakukannya peraturan tersebut.

80
Penelitian tentang Persepsi Siswa validitas data angket persepsi siswa
Terhadap Penerapan Peraturan Walikota terhadap busana adat gagrak
Nomor 173 Tahun 2014 Tentang ngayogyakarta diperoleh 1 item
Penggunaan Busana Adat Gagrak dinyatakan gugur dan hasil uji reliabilitas
Ngayogyakarta Di SMK Ma’arif 2 Sleman diperoleh nilai alpha = 0,825.
nantinya diharapkan akan terurai Teknik analisis data menggunakan
bagaimana solusi alternatif penggunaan teknik analisis deskriptif. Analisis
pakaian tradisional gagrak ngayogyakarta deskriptif ini digunakan untuk
di lingkungan Pemerintah Kota menggambarkan indikator persepsi siswa,
Yogyakarta setiap Kamis pahing bagi para yaitu sensasi, pemilihan, interpretasi dan
siswa, sehingga siswa di Kota Yogyakarta kesimpulan melalui perhitungan mean
akan lebih menjaga dan melestarikan adalah teknik penjelasan kelompok yang
kebudayaan daerah serta meningkatkan didasarkan atas nilai rata-rata dari
kecintaan akan busana adat Yogyakarta. klompok tertentu, median adalah nilai dari
observasi yang membagi data menjadi dua
METODE PENELITIAN setengah data disusun berurutan mulai dari
Penelitian ini termasuk jenis yang terkecil sampai dengan yang terbesar,
penelitian deskriptif kuantitatif. Populasi modus adalah anggota data atau nilai
penelitian ini adalah siswa kelas X observasi yang paling sering muncul
kompetensi keahlian tata busana SMK dalam sekumpulan data observasi, standar
Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta yang deviasi merupakan ukuran varians yang
berjumlah 63 siswa. Penelitian ini paling banyak digunakan, karena nilainya
termasuk penelitian sampel. Teknik yang paling memenuhi kriteria statistik,
pengambilan sampel menggunakan rumus dan analisis persentase.
Slovin diperoleh sampel 43 siswa.
Metode pengumpulan data HASIL DAN PEMBAHASAN
menggunakan metode angket dan Deskripsi data variabel persepsi
dokumentasi. Uji coba instrumen siswa terhadap busana adat gagrak
dilakukan pada 30 siswa kelas X SMK ngayogyakarta kelas X Jurusan Tata
Karya Rini. Data diuji validitas Busana Sekolah Menengah Kejuruan
menggunakan rumus korelasi Product Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta Tahun
Moment dan reliabilitas menggunakan Pelajaran 2018/2019 dapat dilihat pada
rumus Alpha Cronbach’s. Hasil uji tabel 1.

Tabel 1. Rangkuman Data Penelitian


Dimensi Skor Observasi Skor Ideal Me Mo
Variabel Skor Skor Skor Skor
Mean SD Mean SD
Max Min Max Min
persepsi 75 44 60,1 7,7 76 19 47,5 9,5 60 59
terhadap 20 12 16,2 4,0 20 5 12,5 2,5 17 17
busana Motif
adat Model 16 8 12,4 3,5 16 4 10 2 14 14
gagrak Aksesoris 20 11 15,9 3,9 20 5 12,5 2,5 16 16
ngayogya 20 11 15,5 3,9 20 5 12,5 2,5 15 15
Pemakaian
karta
(Sumber: data penelitian diolah)

Rangkuman hasil perhitungan kategori


variabel persepsi siswa terhadap busana
adat gagrak ngayogyakarta selengkapnya
dapat dilihat pada tabel 2.

81
Tabel 2. Kategori persepsi siswa terhadap Hasil perhitungan dapat dilihat pada
busana adat gagrak ngayogyakarta tabel 3, 9 responden dalam kategori tinggi
No Kategori
Interval Freku Relatif dengan frekuensi relatif 20,93%, 28
Skor ensi (%) responden termasuk dalam kategori cukup
1 Tinggi 44 – 54 9 20,93% dengan frekuensi relatif 65,12%, dan 6
responden termasuk dalam kategori rendah
2 Cukup 55 – 64 31 72,09% dengan frekuensi relatif 13,95%. Analisis
data pada tabel 3, kematangan dalam
3 Rendah 65 – 75 3 6,98%
kompetensi kategori cukup dengan
Total 43 100% frekuensi relatif 65,12%.
Hasil kategori persepsi siswa
(Sumber: data penelitian diolah)
terhadap model busana adat gagrak
ngayogyakarta selengkapnya dapat dilihat
Tabel 2 menjelaskan bahwa 9 siswa pada tabel 4.
dalam kategori tinggi dengan frekuensi
relatif 20,93%, 31 siswa dalam kategori Tabel 4. Kategori persepsi siswa terhadap
cukup dengan frekuensi relatif 72,09%, model busana adat gagrak ngayogyakarta
dan 3 siswa dalam kategori rendah dengan Interval Freku Relatif
frekuensi 6,98%. Berdasarkan analisis data No Kategori
Skor ensi (%)
pada tabel2, dapat dijelaskan0 bahwa
persepsi siswa terhadap busana adat 1 Tinggi 8 – 10 16 37,20%
gagrak ngayogyakarta dalam kategori 2 Cukup 11 – 13 18 41,86%
cukup dengan nilai rata-rata 60,1. Angka
tersebut berada pada interval 55 – 64. 3 Rendah 14 – 16 9 20,94%
Variabel persepsi siswa terhadap busana
Total 43 100%
adat gagrak ngayogyakarta memiliki
empat dimensi, yaitu persepsi siswa (sumber: data penelitian diolah)
terhadap motif busana adat gagrak
ngayogyakarta, persepsi siswa terhadap Hasil perhitungan pada tabel 4, 16
model busana adat gagrak ngayogyakarta, responden dalam kategori tinggi dengan
persepsi siswa terhadap aksesoris busana frekuensi relatif 37,20%, 18 responden
adat gagrak ngayogyakarta, dan persepsi termasuk dalam kategori cukup dengan
siswa terhadap pemakaian busana adat frekuensi relatif 41,86%, dan 9 responden
gagrak ngayogyakarta dengan penjelasan termasuk dalam kategori rendah dengan
sebagai berikut. frekuensi relatif 20,94%. Berdasarkan
Hasil kategori persepsi siswa analisis data pada tabel 4, persepsi siswa
terhadap motif busana adat gagrak terhadap model busana adat gagrak
ngayogyakarta selengkapnya dapat dilihat ngayogyakarta pada kategori cukup
pada tabel 3. dengan nilai mean 12,4, angka tersebut
berada dalam interval 11 – 13 frekuensi
Tabel 3. Kategori persepsi siswa terhadap relatif 41,86%.
motif busana adat gagrak ngayogyakarta Hasil kategori persepsi siswa
No Kategori
Interval Freku Relatif terhadap aksesoris busana adat gagrak
Skor ensi (%) ngayogyakarta selengkapnya dapat dilihat
1 Tinggi 12 – 14 9 20,93% pada tabel 5.

2 Cukup 15 – 17 28 65,12%

3 Rendah 18 – 20 6 13,95%

Total 43 100%

82
Tabel 5. Kategori persepsi siswa terhadap Tabel 6. Kategori persepsi siswa terhadap
aksesoris busana adat gagrak pemakaian busana adat gagrak
ngayogyakarta ngayogyakarta
Interval Freku Relatif Interval Freku Relatif
No Kategori No Kategori
Skor ensi (%) Skor ensi (%)

1 Tinggi 11 – 13 15 34,89% 1 Tinggi 11 – 13 14 32,57%

2 Cukup 14 – 16 22 51,16% 2 Cukup 14 – 16 23 53,48%

3 Rendah 17 – 20 6 13,95% 3 Rendah 17 – 20 6 13,95%

Total 43 100% Total 43 100%

(sumber: data penelitian diolah) (sumber: data penelitian diolah)

Hasil perhitungan pada tabel 5, 15 Berdasarkan analisis data yang telah


responden dalam kategori tinggi dengan diuraikan, dapat dijelaskan bahwa persepsi
frekuensi relatif 34,89%, 22 responden siswa terhadap busana adat gagrak
termasuk dalam kategori cukup dengan ngayogyakarta dalam kategori cukup
frekuensi relatif 51,16%, dan 6 responden dengan persentase frekuensi relatif
termasuk dalam kategori rendah dengan 72,09%. Kategori cukup dikarenakan
frekuensi relatif 13,95%. Berdasarkan siswa cukup mengetahui, menafsirkan
analisis data pada tabel 5, persepsi siswa serta mengorganisasikan busana adat
terhadap aksesoris busana adat gagrak secara positif untuk dipakai pada hari
ngayogyakarta memiliki kategori cukup tertentu yang ditetapkan sekolah sebagai
dengan nilai mean 15,9, angka tersebut bentuk pelestarian budaya daerah. Hal
berada dalam interval 14 – 16 frekuensi tersebut terlihat pada pemakaian busana
relatif 51,16%. adat gagrak ngayogyakarta saat kamis
Hasil kategori persepsi siswa pahing dengan memperhatikan motif,
terhadap pemakaian busana adat gagrak model, aksesoris dan pemakaian.
ngayogyakarta selengkapnya dapat dilihat Pemilihan busana adat yang tepat disertai
pada tabel 6. Hasil perhitungan pada tabel pelengkap busana adat yang sesuai
6, 14 responden dalam kategori tinggi mempunyai arti besar dalam penampilan
dengan frekuensi relatif 32,57%, 23 siswa.Variabel persespsi siswa terhadap
responden termasuk dalam kategori cukup busana adat gagrak ngayogyakarta
dengan frekuensi relatif 53,48%, dan 6 memiliki empat dimensi yang dilihat dari
responden termasuk dalam kategori rendah aspek motif, model, aksesoris, dan
dengan frekuensi relatif 13,95%. pemakaian yang menggambarkan persepsi
Berdasarkan analisis data persepsi siswa siswa terhadap busana adat gagrak
terhadap pemakaian busana adat gagrak ngayogyakarta.
ngayogyakarta pada tabel 6, kategori Hasil analisis deskriptif
cukup dengan nilai mean 15,5, angka menunjukkan kategori cukup dengan nilai
tersebut berada dalam interval 14-16 mean 16,2, angka tersebut berada dalam
frekuensi relatif 53,48%. interval 15 – 17 frekuensi relatif 65,12%,
Hasil analisis deskriptif dikatakan dalam kategori cukup karena
menunjukkan bahwa 9 siswa dalam motif kain batik yang dikenakan biasanya
kategori tinggi dengan frekuensi relatif dipilih motif kain batik berlatar warna
20,93%, 31 siswa dalam kategori cukup hitam atau putih baik cap atau tulis serta
dengan frekuensi relatif 72,09%, dan 3 ciri kain batik tersebut memiliki sered
siswa dalam kategori rendah dengan berwarna putih dan diwiru kemudian
frekuensi relatif 6,98%. dililitkan dari arah kanan ke kiri, bagian
dalamnya juga diwiru sesuai dengan sisi

83
kainnya. Jika menggunakan kain motif Hal ini menyebabkan pemakian busana
parang kecil, motif lereknya harus adat terlihat apa adanya tanpa
berlawanan arah. Hal ini sesuai dengan memperhatikan motif, model dan aksesoris
peraturan walikota yang berlaku, yaitu pendukungnya [2].
motif kain batik yang sesuai adalah motif
kain batik parang. Kenyataannya beberapa SIMPULAN DAN SARAN
siswa masih memakai busana adat dengan
motif batik bunga-bunga, motif daun-daun Berdasarkan hasil analisis pada
dan sebagainya. pembahasan sebelumnya, dapat ditarik
Hasil analisis deskriptif kesimpulan bahwa persepsi siswa terhadap
menunjukkan kategori cukup dengan nilai motif busana adat gagrak ngayogyakarta
mean 12,4, angka tersebut berada dalam di SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta
interval 11 – 13 frekuensi relatif 41,86%, menunjukan kategori cukup dengan
dikatakan dalam kategori cukup karena frekuensi relatif 65,12%. Persepsi siswa
pakaian adat yang digunakan untuk wanita terhadap model busana adat gagrak
adalah memakai kebaya model kutubaru. ngayogyakarta di SMK Ma’arif 2 Sleman
Pemilihan kebaya model kutubaru Yogyakarta menunjukan kategori cukup
dikarenakan modelnya sopan, bahan dengan frekuensi relatif 41,86%. Persepsi
sederhana, dan nyaman dipakai [11]. siswa terhadap aksesoris busana adat
Sedangkan peraturan walikota kebaya gagrak ngayogyakarta di SMK Ma’arif 2
yang dipakai adalah kebaya tangkepan Sleman Yogyakarta menunjukan kategori
yaitu kebaya tanpa kutu baru. Hal ini cukup dengan frekuensi relatif 51,16%.
dikarenakan siswa kurang memahami Persepsi siswa terhadap pemakaian busana
peraturan walikota, sehingga ada siswa adat gagrak ngayogyakarta di SMK
yang tidak menggunakan busana adat yang Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta menunjukan
sesuai dengan peraturan [7]. kategori cukup dengan frekuensi relatif
Hasil analisis deskriptif 53,48%.
menunjukkan kategori cukup dengan nilai Hasil penelitian, peneliti
mean 15,9, angka tersebut berada dalam menyampaikan beberapa saran yang
interval 14 – 16 frekuensi relatif 51,16%, ditujukan kepada: Bagi sekolah,
dikatakan dalam kategori cukup karena disarankan untuk memberikan bimbingan
aksesoris untuk pakaian adat itu kurang dan arahan kepada seluruh siswa tentang
penting, namun jika mengikuti peraturan pentingnya melestarikan busana adat
walikota pemakaian aksesoris itu daerah yaitu busana adat gagrak
disarankan jika pemakaian aksesorisnya ngayogyakarta supaya tidak dilupakan
memungkinkan. Kenyataanya ada oleh siswa dan memberikan sanksi ketika
beberapa siswa yang memperhatikan ada siswa yang tidak memakai busana adat
aksesoris yaitu dengan memakai bros pada gagrak ngayogyakarta pada saat kamis
kebaya. pahing. Bagi guru, disarankan untuk
Hasil analisis deskriptif memberikan pengetahuan kepada siswa
menunjukkan kategori cukup dengan nilai tentang pentingnya busana adat gagrak
mean 15,5, angka tersebut berada dalam ngayogyakarta sebagai budaya yang harus
interval 14 – 16 frekuensi relatif 53,48%, dilestarikan dan memberikan contoh cara
dikatakan dalam kategori cukup karena memakai busana adat gagrak
tidak semua siswa memahami pemakaian ngayogyakarta yang baik, agar siswa dapat
busana adat gagrak ngayogyakarta yang mencontohnya. Bagi siswa, diharapkan
sesuai dengan motif, model dan aksesoris untuk memakai busana adat gagrak
pendukungnya. Siswa memakai busana ngayogyakarta sesuai dengan peraturan
adat hanya karena mematuhi peraturan walikota dengan memperhatikan motif,
sekolah dan bukan atas kesadaran sendiri. model, dan aksesorisnya, sehingga cocok

84
digunakan pada saat kamis pahing dan sekolahan yang belum menerapakan
disarankan untuk memakai busana adat peraturan walikota ini. Bagi peneliti lain,
gagrak ngayogyakarta atas kesadaran diri yang berminat melakukan penelitian
sendiri bukan karena adanya peraturan di tentang persepsi siswa terhadap pemakian
sekolah. Bagi pemerintah Yogyakarta, busana adat gagrak ngayogyakarta di
disarankan untuk memberikan sanksi SMK Ma’arif 2 Sleman Yogyakarta
kepada sekolah yang belum menerapkan disarankan untuk menggunakan dimensi
Peraturan Walikota Nomor 173 Tahun yang berbeda, sehingga hasil penelitian
2014 Tentang Pemakaian Busana Adat lebih kuat.
Gagrak Ngayogyakarta, karena masih ada

DAFTAR PUSTAKA

[1] Koetjaningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, edisi revisi. Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
[2] Apriasti Sindari, Makna Simbolis Pakaian Adat Pengantin Suku Sasak Lombok Nusa
Tenggara Barat. Yogyakarta: Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri
Yogyakarta, 2013.
[3] Haryadi, “Wajah Ceria Pelajar Yogya dengan Seragam Pakaian Adat.”
Kumparan.com, 2017.
[4] D. Sudarwan, Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Alfabet, 2011.
[5] Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdaskarya,
2014.
[6] D. S. P. Siregar, Eveline, Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media, 2004.
[7] Robiana, “Persepsi Siswa terhadap Busana Adat Gagrak Ngayogyakarta Di Yayasan
Hari Ibu Kongres Wanita Indonesia Sekolah Menengah Kejuruan Karya Rini
Yogyakarta Tahun Ajaran 2018/2019,” Pendidik. Kesejaht. Kel., vol. 4, 2018.
[8] D. Sugihartono, Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY press, 2007.
[9] W. Bimo, Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: CV Andi Offset, 2010.
[10] S. W. Sarwono, Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010.
[11] E. W. Karyaningsih, “Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Kebaya Pada Ibu-
ibu Dan Remaja Putri,” J. Kel., vol. 1, no. 1, pp. 7–13, 2015.

85

Anda mungkin juga menyukai