Anda di halaman 1dari 11

Tutorial I

Plato dan Aristoteles

(Pemikiran Politik Yunani Kuno)

DISUSUN OLEH

Nama : Jonnifer Aldin Cornelius Waruwu

NPM : 2206016983

DEPERTEMEN ILMU POLITIK


FAKULTAS ILMU SOSIALDAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2022
PENDAHULUAN

Peradaban pemikiran politik barat lahir dari Yunani kuno, tradisi keilmuan

Yunani telah memberikan kepada barat tentang metode-metode eksperimental dan

spekulatif yang peranannya sangat fundamental dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

Dalam bidang filsafat politik, para filosof seperti Plato dan Aristoteles mempengaruhi

pemikiran dan filsafat politik barat hingga perkembangan zaman saat ini. Keduanya sama-

sama berbicara tentang filosofi dari sosial politik melalui karya-karya tulis mereka. Baik

Plato maupun Aristoteles sama-sama memiliki tujuan yang serupa dalam melihat negara,

yakni menciptakan suatu negara-kota yang adil yang dapat memberikan kebahagiaan bagi

warganya.

Lahirnya konsepsi negara ideal ini tidak terlepas dari kejatuhan pemerintahan

Athena pada masa itu. Plato terutama menganggap kejatuhan menganggap kejatuhan

Athena saat itu akibat perebutan kepemimpinan di Yunani Kuno antara dua negara utama,

Athena dan Sparta, selain itu sistem demokrasi kuno saat itu dianggapnya menghambat

perkembangan suatu negara. Pemikiran Aristoteles juga dipengaruhi oleh keadaan Athena

saat itu, namun dalam beberapa pandangan tampak perbedaan dalam melihat sebuah negara

antara Plato dan Aristoteles. Kedua pemikiran ini memberikan pandangan tentang sebuah

negara ideal yang berbeda, walaupun pemikiran Aristoteles dipengaruhi oleh pemikiran

Plato yang merupakan gurunya.

Dalam makalah tutorial ini akan mengkaji kedua pemikirin besar Yunani kuno

ini khususnya dalam pandangannya tentang sebuah negara ideal. Konsep-konsep negara

ideal yang merupakan pilar perkembangan pemikiran politik barat paling awal akan dikaji

dalam makalah ini. Dalam makalah ini juga memuat teori-teori dan kritik atas relevansi teori

yang dikemukakan oleh kedua tokoh Yunani kuno tersebut dari berbagai sumber-sumber

tulisan.
PEMBAHASAN

A. PANDANGAN PLATO DAN ARISTOTELES TENTANG NEGARA

1. Plato

Pemikiran Plato sejak awal tidak terlepas dari pengaruh ajaran Sokrates yang

merupakan guru dari Plato. Pikiran-pikiran Sokrates tersebut kemudian di teruskan oleh

murid-muridnya terutama Plato. Akan tetapi, Sokrates tidak meninggalkan tulisan

tangan secara langsung sehingga membuat penelaah antara pikiran Sokrates dan Plato

agaknya susah untuk dibedakan.

Seperti diketahui, Plato merupakan seorang yang lahir dari keluarga aristokrasi

sekitar 429 SM. Ia merupakan seorang bangsawan kaya dan masih berkerabat dengan

banyak orang yang terlibat dalam pemerintahan Tiga Puluh Tiran. Sebagai murid dari

Sokrates dan juga latar belakang kehidupan sosialnya pada mulanya Plato berniat

memasuki bidang politik sebagai karirnya namun kematian gurunya akibat demokrasi

Athena saat itu membuat ia melanjutkan hidupnya sebagai seorang filosof. Kemunduran

Athena juga merupakan faktor yang mempengaruhi Plato menjadi filosof,

kemundunduran Athena ini sebagai akibat merajalela-nya ketidaktahuan dan

kepentingan diri yang dalam dalam arti demokrasi-kuno yang menempatkan seseorang

pada jabatan-jabatan publik tanpa melalui persyaratan yang ideal.

Berangkat dari persoalan diatas, Plato mencoba mencari konsep tentang

bagaimana seharusnya sebuah negara ideal. Melalui bukunya Politea (Republic) yang

salah satu pembahasannya berisi tentang negara persemakmuran ideal yang merupakan

konsep negara utopia yang paling awal. Pada dasarnya arti dari Politea Plato ini

merupakan konstitusi dalam pengertian suatu jalan atau cara bagi individu-individu

dalam berhubungan sesamanya dalam pergaulan hidup atau masyarakat.1

1
Deliar Noer, hal 7
a. Konsepsi Negara Ideal Plato

Dalam buku Politea ini, suatu negara menurut Plato memiliki analogi yang

sama dengan jiwa. Di dalam unsur jiwa setidaknya ada tiga unsur penting yaitu unsur

keinginan, unsur logos (akal), dan unsur semangat yang menyangkut soal kehormatan.

Selaras dengan hal itu, negara juga memiliki tiga kelas dengan fungsinya masing-masing

yaitu kelas penguasa (yang mengetahui segala sesuatu), kelas pejuang atau membantu

penguasa (yang penuh semangat), dan kelas pekerja (yang lebih mengutamakan

keinginan dan nafsu).2

Berdasarkan hal itu, Plato kemudian membuat sebuah konsep sebagai syarat

penguasa. Menurutnya yang berhak menjadi seorang penguasa adalah seorang fisuf (the

philosopher king) atau orang yang berpengetahuan tetapi harus berkolerasi dengan

pengetahuan.

Dalam karyanya Republik, Plato memaparkan tiga konsep dalam doktrin

Socrates “Kebajikan adalah pengetahuan” antara lain: kebenaran harus objektif dan

tidak berubah agar kita bisa mencapai pengetahuan mengenainya; kebajikan

disampaikan dengan pengetahuan, oleh karena itu orang yang berpengetahuan harus

diberi peran yang menentukan dalam urusan publik, dan terakhir; negara harus

mengambil peran aktif dalam mendidik rakyatnya.3

b. Keadilan dalam Pandangan Plato

Keadilan menjadi tema pokok dalam Politea ini akan tetapi keadilan yang

dimaksud oleh Plato ini lebih kepada nilai kejujuran, moral, dan sifat-sifat baik

2
Deliar Noer, hal 10
3
Henry J. Schmandt, hal 59
seseorang.4 Konsep keadilan dalam tulisan Deliar Noer agaknya tidak begitu di jelaskan

khusunya dalam hubungannya dalam pembagian kelas masyarakat.

Konsep keadilan Plato menurut Betrand Russel tidak sama dengan konsepsi

demokrasi yang yang dalam pemahaman kita sebagai kesetaraan. Defenisi keadilan Plato

memungkinkan terjadinya ketidaksetaraan kekuasaan dan hak istimewa tanpa harus

berarti tidak adil. Golongan pemimpin mendapatkan semua kekuasaan, sebab merekalah

anggota masyarakat yang paling bijaksana berdasarkan defenisi Plato, ketidakadilan

hadir jika ada orang-orang di dalam kelas lainnya yang ternyata lebih bijaksana

dibandingkan sejumlah pemimpin. Inilah sebabnya Plato memberi peluang pengangkatan

atau penurunan derajat warganegara, kendatipun ia berpikir bahwa keuntungan ganda

berupa garis keturunan dan Pendidikan lazimnya akan membuat anak-anak pemimpin

lebih unggul ketimbang anak-anak dari kelas lainnya.5

Dari hal ini, dapat dikatakan bahwa keadilan Plato dapat diwujudkan pada

kenyataan dimana setiap orang menjalankan tugasnya masing-masing. Tugas

warganegara dengan demikian harus ditentukan oleh keputusan negara sesuai dengan

bakat dan kemampuannya.

c. Kehidupan Sosial dalam Pandangan Plato

Dalam hal kehidupan sosial dalam yang dikemukakan oleh Plato semacam

komunisme yang melarang adanya hak milik serta kehidupan berfamili. Adanya milik

menurut Plato akan mengurangi dedikasi seseorang pada kewajibannya sebagai anggota

masyarakat. 6

Namun yang perlu diketahui bahwa komunisme Plato ini terbatas pada kelas

penguasa dan pembantu penguasa saja, untuk kelas pekerja dibenarkan mempunyai milik

4
Deliar Noer, hal 8
5
Betrand Russell, hal 154-155
6
Deliar Noer, hal 11
dan berfamili karena merekalah yang menghidupi kelas-kelas lainnya. Komunis Plato ini

juga tidak hanya terbatas pada cara kehidupan sosial tetapi menyangkut soal ekonomi

karena bagi Plato para pemimpin hendaknya menempati rumah kecil dan mengkonsumsi

makanan sederhana. Meski tidak kaya, tak ada alasan untuk tidak berbahagia, tujuan

peraturan kota adalah kemaslahatan bagi semuanya, bukan hanya kesenangan bagi kelas

tertentu. Kekayaan maupun kemelaratan adalah sesuatu yang berbahaya, dan dalam

negeri Plato keduanya tak boleh ada.7

2. Aristoteles

Aristoteles adalah murid Plato yang melanjutkan tradisi gurunya sebagai ahli

filsafat yang juga memberikan pelajaran pelajaran dengan membuka sekolah. Ia

dilahirkan di kota Stagira, sebuah Perkampungan Yunani di pantai maki dunia, pada 384

SM. Ketika berumur 18 tahun ia pergi ke Athena dan belajar pada Plato untuk kira kira

20 tahun lamanya.8

a. Konsepsi Negara Ideal Aristoteles

Pemikiran Aristoteles mengenai politik ia tuangkan dalam kitabnya berjudul

politik (Politica). Dalam bukunya Aristoteles ini lebih memperlihatkan kenyataan salah

satunya mengenai uraian mengenai asal mula negara. Iya memandang bahwa negara itu

sebagai suatu gabungan dari bagian bagian, dan bagian ini menurut urutan besarnya

adalah kampung, famili (keluarga) dan individu.9

Dalam artian ini, Aristoteles memandang bahwa negara sebagai kelanjutan

satuan famili yang merupakan Fitrah kehidupan manusia dan pada puncaknya terbentuk

lah gabungan itu menjadi sempurna yang artinya negara adalah untuk kesempurnaan

hidup, hidup yang baik. Kemunculan negara juga tidak bisa dipisahkan dari manusia.

7
Betrand Russell, hal 150
8
Deliar Noer, hal 27
9
Deliar Noer, hal 28
Manusia menurut Aristoteles adalah manusia berpolitik (zoon politicon).

Karena watak alamiahnya demikian, negara dibutuhkan sebagai sarana untuk aktualisasi

watak manusia itu.10 Dalam pandangan inilah kemudian kita bisa simpulkan bahwa

kedua pemikir ini dalam mencari makna dan arti sebuah negara memiliki perbedaan

dimana dalam pandangan Aristoteles konsepsi sebuah negara ideal bertujuan untuk

kesempurnaan manusia, dan negara terbentuk dari kumpulan-kumpulan manusia dalam

kelompok kecil. sedangkan Plato dalam pandangannya melihat negara itu seperti unsur-

unsur yang terdapat dalam jiwa.

Dalam buku politic Aristoteles, ia membuat kriteria dalam melihat bentuk

negara antara lain: Berapa jumlah orang yang memegang kekuasaan dan apa tujuan

dibentuknya negara. Dari kedua hal itu, dapat digolongkan bentuk negara dimana jika

kekuasaan terletak ditangan satu orang disebut Monarkhi. Kemudian ia menegaskan

bahwa kekuasaan yang terletak pada satu orang yang bertujuan untuk kesejahteraan

maka itu bentuk pemerintahan terbaik. Sedangkan apabila terjadi penyimpangan maka

itu merupakan bentuk negara tirani karena menggunakan kekuasaan untuk kepentingan

pribadi dan sewenang-wenang. Jika pemerintahan oleh beberapa orang dan bertujuan

demi kepentingan umum, maka bentuk negara itu adalah aristokrasi, penyimpangan

terhadap bentuk negara ini adalah oligarkhi, kekuasaan pada sedikit/beberapa orang dan

bukan untuk kesejahteraan dan kebaikan bersama. Kemudian, bila kekuasaan terletak

ditangan orang banyak/rakyat dan bertujuan demi kepentingan semua masyarakat, maka

bentuk negara itu adalah politea. Tetapi bila negara dipegang oleh banyak orang (miskin,

kurang terdidik) dan bertujuan hanya demi kepentingan mereka maka bentuk negara itu

10
Suhelmi, hal 44
adalah demokrasi.11 Sama seperti gurunya Plato, Aristoteles mamandang bahwa

demokrasi bukan merupakan bentuk pemerintahan yang baik.

Kemudian Aristoteles dalam pandangannya tentang penguasa sebuah negara

memiliki kesamaan dengan Plato dimana idealnya penguasa seorang filsuf. Atas dasar

ini kemudian Aristoteles menjadikan monarkhi sebagai negara ideal karena ia diperintah

oleh seorang penguasa yang filsuf, arif dan bijaksana, namun ia menyadari bahwa

monarkhi nyaris tidak mungkin ada dalam realitas. Karena itu kemudian, ia menyadari

bahwa aristokrasi jauh lebih realistis untuk terwujud dalam kenyataan. Dari ketiga

bentuk negara itu yang paling mungkin diwujudkan atau terwujud dalam kenyataan

adalah demokrasi atau politea (polis).

b. Keadilan dan kehidupan sosial dalam pandangan Aristoteles

Bagi Aristoteles hukum harus diletakan diatas segalanya. Menurutnya,

Konstitusi yang terbaik bagi kebanyakan negara dan kehidupan yang terbaik bagi

kebanyakan manusia, dengan tidak menganggap standar kebijakan yang berada di atas

manusia yang hebat, atau pendidikan yang dihadiahkan oleh alam dan keadaan atau

negara ideal yang hanya merupakan aspirasi semata, namun dengan mempertimbangkan

kehidupan yang disitu mayoritas bisa berbagi dan bentuk pemerintahan yang bisa

dicapai oleh negara pada umumnya.12

Hukum ini juga berlaku untuk penguasa, oleh karena seorang penguasa yang

baik adalah orang yang tahu dan bisa bersikap patuh dan tunduk. Bagi Aristoteles,

seorang warga negara yang berhak dan bergiril menempati kedudukan dalam negara

adalah seorang yang bisa kekuasaan dengan adil dan seorang yang bisa diperintah

dengan patuh.13

11
Suhelmi, hal 46-47
12
Plato Op.cit., IV, hal. 11
13
Delias Noer, hal 32
Berdasarkan hal tersebut, keadilan dalam pandangan Aristoteles merupakan

ikatan moral dan untuk itu keadilan juga merupakan nilai kebajikan. Seseorang dikatakan

adil apabila ia tidak mengambil lebih dari yang diambil oleh sesame warga negara atau

yang diambil adalah apa yang menjadi haknya. Untuk menjamin hal itu negara hadir

untuk memastikan terjadi keseimbangan dan melindungi warga negara yang haknya telah

diambil. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa keadilan dalam pandangan Aristoteles

terletak pada hak sebagai warga negara.

Dalam hal milik, Berbeda dengan Plato, Aristoteles membenarkan adanya hak

milik individu. Hak milik penting karena memberikan tanggung jawab bagi seseorang

untuk mempertahankan keberlangsungan kehidupan sosial.


KESIMPULAN

Hadirnya dua pemikir politik ini telah membuka jalan perkembangan politik

dunia saat ini. Dasar pemikiran politik ini telah memberikan kontribusi untuk menentukan

arah kelembagaan, yaitu negara. Gagasan Plato tentang sebuah negara ideal merupakan

upaya memperbaiki keadaan negara yang rusak. Menurut Plato, idealnya sebuah negara

memiliki etika sebagaimana juga dikeluarkan oleh Socrates yaitu tujuan hidup manusia

adalah hidup yang baik. Namun dapat diketahui bahwa gagasan Plato tentang sebuah negara

ideal agaknya bersifat utopis dan tidak berdasarkan pada realitas yang ada.

Berbeda dengan gurunya, Aristoteles dalam menguraikan pemikirannya ia

terlebih dahulu melihat kenyataan kehidupan manusia. Selain itu Aristoteles melakukan

penelitian (reaserch) mengenai sejumlah konstitusi sehingga dapat dikatakan bahwa hasil

pemikiran Aristoteles ini merupakan penelitian berdasarkan realitas yang ia amati. Aristoles

meninggalkan sebuah warisan untuk dunia saat ini bukan hanya dalam pemikiran politik,

tetapi ia juga mewariskan konstitusi Athena yang baru diketahui pada zaman modern ini

pada tahun 1891.


DAFTAR PUSTAKA

Noer, Deliar. 1997. Pemikiran Politik Negeri Barat. Bandung: Penerbit Mizan.

Plato. Republik (modern Library) (Terj. B. Jowett). New York: Random House.

Russell, Bertrand. 2016. Sejarah Filsafat Barat.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Schmandt, Henry. (2009) Filsafat Politik: Kajian Historis dari Zaman Yunani Kuno

Sampai Zaman Modern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Suhelmi, Ahmad.2007. Pemikiran Politik Barat. Jakarta:PT SUN.

Anda mungkin juga menyukai