Amalia Shadrina
1806262354
Tahap 3B
Pembimbing:
Prof. Dr. dr. TZ Jacoeb, SpOG(K)
Anamnesis:
Keluhan utama: Ingin program hamil
Riwayat menstruasi:
Sep Okt Nov
16 23 13 20 11 18
Status Generalis:
TD 110/63 mmHg, Nadi 82x/menit
Nafas 20x/menit, 36.2OC
Mata: Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Jantung: BJ I-II normal reguler, murmur/gallop (-)
Paru: Vesikuler, ronkhi/wheezing (-/-)
Abdomen: supel, BU (+) N, massa (-), nyeri tekan (-)
Extremitas: Akral hangat, CRT <2”, edema (-)
Status Ginekologi:
I: vulva-uretra tenang, perdarahan aktif (-)
Io: dinding vagina licin, porsio licin, ostium tertutup, fluksus (-), fluor (-)
RVT: CUT tidak teraba membesar, teraba massa adneksa kiri sebesar sekitar 4 cm,
parametrium elmas. TSA baik, ampulla tidak kolaps.
Lab (05/12/21)
DPL 13.4/38.6/6800/308000/83.5/29/34.7
PT/aPTT 0,9x/0,8x
CRP 0,6; PCT 0,03
Na/K/C 138/3,8/103; GDS 82
Ur 18,7/0,5 (133,1); OT/PT 36/58
AMH 4.1
SA Suami (22/06/21)
Normozoospermia
Diagnosis
Kista endometriosis
Infertilitas primer 2 tahun
Definisi
Endometriosis merupakan sindrom klinis kompleks yang didefinisikan sebagai
pertumbuhan jaringan—yang terdiri atas kelenjar dan stroma—abnormal mirip
endometrium di luar uterus. Jaringan abnormal ini dapat memicu reaksi inflamasi
kronik yang dipengaruhi oleh estrogen. Penyakit ini dapat ditegakkan secara
histologis dengan keberadaan endometrium di lokasi yang bukan tempatnya (ektopik).
Jaringan endometrium abnormal ini turut tumbuh dan meluruh selayaknya
endometrium normal, yang merespons stimulasi hormon dan menyebabkan terjadi
akumulasi darah.1-3
Endometriosis umum dikaitkan dengan nyeri haid, dispareunia, dan nyeri
panggul. Sekitar 70% penderita mengeluhkan nyeri kronik yang terasa saat haid,
berhubungan seksual, buang air kecil, maupun buang air besar. Walaupun demikian,
penyakit ini juga dapat bersifat asimtomatik sehingga tidak terdeteksi sampai pasien
mengeluhkan tidak kunjung hamil. Endometriosis dapat ditemukan pada 35% wanita
yang mengalami subfertilitas.3-5
Endometriosis sering ditemukan di dalam ovarium, tuba, dan kavum Douglas.
Selain lokasi-lokasi tersebut, organ peritoneum dan luar panggul juga dapat menjadi
tempat tumbuhnya jaringan endometrium ektopik.4,5
Prevalensi
Secara umum, WHO melaporkan prevalensi endometriosis sebanyak 10%—atau
190 juta—wanita dan perempuan usia reproduksi. Prevalensi penyakit ini adalah 30-
47% pada wanita dengan infertilitas. Adapun sekitar 60% wanita dengan kasus nyeri
panggul kronik merupakan pasien endometriosis. Di Indonesia sendiri, belum ada data
prevalensi endometriosis pada populasi umum. Pada populasi wanita dengan
infertilitas di tahun 1998, prevalensi endometriosis di RSUPN Cipto Mangunkusumo
adalah sebanyak 69,5%.6,7,8
Tanda dan Gejala
Pasien endometriosis dapat menunjukkan gejala yang memberat, gejala ringan,
atau bahkan tidak mengeluhkan gejala sama sekali. Beberapa gejala yang umum
dikeluhkan oleh pasien endometriosis adalah nyeri panggul kronik, dispareunia,
dismenorea, disuria, dischezia, gangguan fertilitas, dan nyeri punggung bagian bawah.
Gejala dapat dirasakan secara bersamaan pada satu waktu maupun dapat didominasi
oleh satu gejala saja.6,9
Nyeri panggul kronik yang dikeluhkan 70-90% pasien merupakan nyeri
panggul yang berlangsung sekurang-kurangnya 6 bulan. Rasa nyeri ini dapat terjadi
secara hilang timbul dan tidak dapat diprediksi. Pasien sering menggambarkan nyeri
ini dengan nyeri tumpul ataupun nyeri tajam yang memberat saat melakukan aktivitas
fisik. Nyeri haid dikeluhkan pada 50-90% pasien dengan ciri khusus nyeri pada awal
periode dengan skala VAS di atas 5. Adapun nyeri selepas berhubngan seksual
digambarkan sebagai nyeri tusuk saat koitus. Pada pasien dengan keluhan dischezia,
keberadaan jaringan endometrial ektopik di perianal atau saluran pencernaan harus
dicurigai. Perempuan infertilitas berisiko menderita endometriosis 6-8 kali lebih besar
dibandingkan perempuan yang fertil. Infertilitas kerap menjadi alasan pasien
endometriosis datang berobat.6,9
Patofisiologi
Sampai saat ini, beragam teori dan hipotesis acap kali diajukan untuk
menjelaskan proses patogenesis dan patofisiologi endometriosis. Adapun teori yang
paling umum diterima adalah teori implantasi yang terjadi melalui proses menstruasi
retrograde. Menstruasi retrograde dapat terjadi akibat adanya implantasi sel
endometrium yang meluruh saat menstruasi. Kemudian, jaringan tersebut menyebar
dan berikatan dengan peritoneum atau organ panggul lainnya dan bertumbuh besar
dengan pengaruh estrogen. Mekanisme menstruasi retrograde dideskripsikan melalui
Gambar 1 di bawah, dan dilanjutkan dengan gambaran invasi stroma endometrium
pada lapisan mesotelium pada Gambar 2. Namun, dari sekian banyak wanita yang
mengalami aliran menstruasi retrograde, hanya 10% yang mengalami endometriosis.
Oleh karena itu, timbul teori-teori lain seperti teori sel punca, perubahan imunitas,
serta metaplasia dan penyebaran metastastik, sampai faktor genetik.3,9,10
Gambar 1. Mekanisme menstruasi retrograde dalam endometriosis9
Diagnosis
Dari manifestasi klinis, endometriosis dapat bersifat asimtomatik hingga nyeri
panggul kronik dan infertilitas. Nyeri panggul kronik juga dapat bermanifestasi
sebagai dismenorea maupun dispareunia. Diagnosis endometriosis ditegakkan pada
satu dari tiga wanita dengan gejala utama nyeri panggul kronik. Selain itu, perdarahan
abnormal juga ditemukan pada 15-20% pasien endometriosis. Jika tidak diterapi,
kejadian aborsi pada trimester pertama dapat meningkat.9
Temuan klasik yang dapat diidentifikasi dalam pemeriksaan fisik adalah uterus
retrofleksi dengan jaringan parut dan nyeri pada uterus posterior. Adapun ligamen
uterosakral dan adneksa yang nodular dapat dipalpasi pada pemeriksaan rektovaginal.
Penyempitan forniks vagina juga dapat ditemui pada tahap yang berat. Pembesaran
ovarium yang disertai nyeri dapat ditemukan. Selain itu, pemeriksaan spekulum dapat
membantu visualisasi area endometriosis pada serviks dan vagina atas.9
Pemeriksaan penunjang yang menjadi pemeriksaan pencitraan lini pertama
diagnosis endometriosis adalah ultrasonografi transvaginal. USG transvaginal
mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang cukup tajam untuk menegakkan
diagnosis endometriosis—dengan sensitivitas 84% dan spesifisitas 91%. USG
transvaginal akna menunjukkan gambaran yang ditunjukkan oleh Gambar 3. Selain
USG transvaginal, magnetic resonance imaging (MRI) juga memiliki peran dalam
diagnosis endometriosis. MRI dapat dipilih untuk mengidentifikasi endometriosis
infiltrative dalam pada Douglas pouch, vagina, forniks posterior, ligamen uterosacral,
serta septum rektovaginal.9
Tata Laksana
Tata laksana pada pasien endometriosis harus bertujuan untuk menegakkan
diagnosis dini dan mencegah komlikasi penyakit. Selain itu, peningkatan kualitas
hidup pasien perlu turut menjadi fokus. Setelah diagnosis endometriosis tegak, terapi
harus dimulai. Adapun Gambar 4 menunjukkan alur tata laksana endometriosis yang
dapat diikuti.12,13
Terapi Bedah
Manajemen bedah merupakan terapi utama pada pasien endometriosis. Terapi
operatif diklasifikasikan menjadi dua, terapi bedah konservatif dan bedah definitif.
Pembedahan konservatif meliputi tindakan reseksi atau destruksi implant
endometrium, lisis adhesi, serta mengupayakan anatomi panggul kembali normal.
Sementara itu, pembedahan definitif melibatkan pengangkatan uterus, kedua ovarium,
serta lokasi jaringan endometrium ektopik yang terlihat.12
Kesimpulan
Endometriosis merupakan sindrom klinis kompleks yang dicirikan dengan nyeri
dan infertilitas—yang dapat menurunkan kualitas hidup dan kesehatan pasien secara
signifikan jika tidak diterapi dengan tepat. Pasien endometriosis harus ditangani
dengan tata laksana medikamentosa maupun bedah dan perlu diedukasi mengenai
komplikasi yang mungkin timbul, seperti infertilitas.
PEMBAHASAN KASUS