Pembagian Kekuasaan Dalam Negara
Pembagian Kekuasaan Dalam Negara
MUHAMMAD AFFAN
STISIPOL PAHLAWAN 12
SUNGAILIAT – BANGKA
2009
SEBUAH PENGANTAR
Penerapan kekuasaan ke dalam ranah negara dapat
dipahami melalui dua asas, yaitu pemisahan kekuasaan
(separation of powers) dan pembagian kekuasaan (division
of powers).
Konsep separation of powers diperkenalkan oleh John
Locke dalam bukunya “Two treaties on civil government”.
Kekuasaan negara menurut John Locke terdiri dari
kekuasaan eksekutif, legislatif, dan federatif.
Konsep diivision of powers diperkenalkan oleh
Montesquieu melalui bukunya yang berjudul L’Esprit des
lois (the spirit the of laws). Kekuasaan negara menurut
Montesquieu terdiri dari eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
SUDUT PANDANG DALAM MELIHAT
PEMBAGIAN KEKUASAAN
Perspektif vertikal, yaitu pembagian kekuasaan
antara beberapa tingkat pemerintahan. Carl J.
Friedrich menggunakan istilah pembagian
kekuasaan secara teritorial. Contohnya: negara
kesatuan, negara federal, serta konfederasi.
Perspektif horizontal, pembagian kekuasaan menurut
fungsinya secara horizontal. Pembagian kekuasaan
dalam perspektif horizontal ini yang kemudian
dikenal luas sebagai konsep Trias Politica, yaitu
kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
Pemahaman atas Negara Kesatuan
C.F. Strong:
Cara bagaimana kekuasaan dibagi diantara pemerintah
federal dan pemerintah negara-negara bagian.
Badan mana yang mempunyai wewenang untuk
menyelesaikan perselisihan yang timbul diantara
pemerintah federal dan pemerintah negara bagian.
Pemahaman atas Konfederasi
L. Oppenheimer:
Konfederasi terdiri dari beberapa negara yang berdaulat
penuh yang untuk mempertahankan kemerdekaan intern
dan ekstern, bersatu atas dasar perjanjian internasional yang
diakui dengan menyelenggarakan beberapa alat
kelengkapan tersendiri yang mempunyai kekuasaan tertentu
terhadap negara anggota konfederasi, tetapi tidak terhadap
warga negara dari negara-negara tersebut.
Negara-negara yang tergabung dalam konfederasi tetap
merdeka dan berdaulat.
Keanggotaan suatu negara dalam suatu konfederasi
tidaklah menghilangkan ataupun mengurangi
kedaulatannya sebagai anggota konfederasi itu.
Contoh: Perserikatan Amerika Utara (1776-1778).
Perbedaan Federal dan
Konfederasi?
George Jellinek: pada konfederasi, kedaulatan terletak
pada masing-masing negara anggota konfederasi.
Sementara pada negara federal, kedaulatan itu terletak
pada federasi itu sendiri.
Edward M. Sait: negara-negara yang menjadi anggota
suatu konfederasi tetap merdeka sepenuhnya atau
berdaulat, sementara negara-negara yang tergabung
dalam federasi kehilangan kedaulatannya.
R. Kranenburg: perbedaan federasi dan konfederasi
terletak pada apakah warga negara dari negara
bagian itu langsung terikat dengan atau tidak oleh
peraturan- peraturan organ pusat/pemerintahan
pusat. Jika “ya” maka ia termasuk federasi, demikian
sebaliknya.
Perbedaan Negara Kesatuan
dan
Federasi/Federal
Kekuasaan membentuk UUD sendiri.
Sumber kekuasaan dan kepemilikan atas kedaulatan.
Hans Kelsen:
Perbedaan antara negara federal dan kesatuan
yang didesentralisasi itu hanya perbedaan dalam
tingkat desentralisasi.
A.V. Dicey:
apabila federalisme itu berjalan dengan baik, maka
umumnya merupakan tahap ke arah terbentuknya
negara kesatuan.
Diantara pemisahan dan
pembagian kekuasaan
Trias politica merupakan suatu prinsip normatif
bahwa kekuasaan-kekuasaan sebaiknya tidak
diserahkan kepada orang yang sama untuk mencegah
penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa.
John Locke:
Kekuasaan yudikatif terangkum dalam kekuasaan
pelaksanaan UU.
Kekuasaan federatif adalah kekuasaan yang meliputi
segala tindakan untuk menjaga keamanan negara dalam
hubungan dengan negara lain (hub. luar negeri).
Pemisahan kekuasaan bermakna, kekuasaan
dibedakan menurut sifatnya, diserahkan kepada
lembaga yang berbeda, dan tidak ada kerja sama
diantara fungsi-fungsi tersebut. Contoh: Amerika
Serikat.
Pembagian kekuasaan bermakna hanya fungsi
pokok yang dibeda-bedakan menurut sifatnya serta
diserahkan kepada badan yang berbeda. Tetapi untuk
selebihnya kerjasama diantara fungsi-fungsi tersebut
tetap diperlukan untuk kelancaran organisasi. Contoh:
Indonesia.