Anda di halaman 1dari 25

BAB II

ETIKA BISNIS ISLAM DAN CORPORATE SOCIAL


RESPONSIBILTY (CSR)

A. Etika Bisnis Islam


1. Definisi Etika Bisnis Islam
Etika sebagai ajaran baik-buruk, benar-salah, atau ajaran tentang moral
khususnya dalam perilaku dan tindakan-tindakan ekonomi, bersumber terutama
dari ajaran agama.1
Persoalan etika adalah persoalan yang berhubungan dengan eksistensi
manusia, dalam segala aspeknya, baik individu maupun masyarakat, baik dalam
hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan sesama manusia, maupun dengan
alam disekitarnya, baik dengan kaitannya dengan eksistensi manusia dibidang
sosial, ekonomi, politik, budaya maupun agama.2
Secara harfiah, etika bisnis Islam terdiri dari tiga kata yang memiliki
pengertian masing-masing : yaitu kata „etika‟, „bisnis‟, dan „Islam‟. Masing-
masing maknanya akan dijelaskan sebagai berikut :
a. Etika (Akhlaq)
Kata “Akhlaq” berasal dari bahasa Arab yang diartikan perangai atau
kesopanan. Kata ‫ اخالق‬adalah jama‟ taksir dari kata ‫خلق‬. Secara etimologis adalah
budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.3
Secara terminologis, para ulama Ilmu Akhlaq merumuskan pengertian
akhlaq dengan berbeda-beda tinjauan yang dikemukakan yaitu menurut
Muhammad bin „Ilaan Ash-Shadiqy, Akhlaq adalah suatu pembawaan dalam diri
manusia yang dapat menimbulkan perbuatan baik, dengan cara yang mudah
(tanpa dorongan dari orang lain). Sedangkan Imam al-Ghazali mengemukakan
bahwa Akhlaq adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa manusia yang dapat

1
Veithzal Rivai & Andi Buchari, Islamic Economic (Ekonomi Syari‟ah Bukan Opsi, tetapi
Solusi) (Jakarta : Bumi Aksara, 2009), 233. Selanjunya ditulis Veithzal Rivai & Andi Buchari,
Islamic Economic.
2
Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, 21.
3
Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, 21.

18
19

melahirkan suatu perbuatan yang gampang dilakukan tanpa melalui maksud untuk
memikirkan (lebih lama). Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan yang
terpuji menurut ketentuan akal dan norma agama, di-namakan akhlaq yang baik.
Tapi manakala ia melahirkan tindakan yang jahat, maka dinamakan akhlaq yang
buruk.4
Menurut Yunahar Ilyas sebagaimana dikutip oleh Abdul Aziz bahwa
Kelima definisi tersebut diatas sepakat menyatakan bahwa akhlaq atau khuluq itu
adalah sifat yang tertanam dalam jiwa manusia, sehingga dia akan muncul secara
sepontan bilamana diperlukan, tanpa perlu pemikiran atau pertimbangan lebih
dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar. Disamping istilah akhlaq, juga
dikenal istilah etika dan moral. Ketiga istilah itu sama-sama menentukan nilai
baik dan buruk sikap dan perbuatan manusia. Perbedaannya pada standar masing-
masing. Bagi akhlaq adalah standarnya al-Qur‟an dan Sunnah, bagi etika
standarnya pertimbangan akal pikiran dan bagi moral standarnya adat kebiasaan
yang umum berlaku dimasyarakat.5 Etika diartikan sebagai suatu perbuatan
standar (standard of conduct) yang memimpin individu dalam membuat
keputusan. Etik ialah suatu studi mengenai perbuatan yang salah dan benar dan
pilihan moral yang dilakukan oleh seseorang. Keputusan etik ialah suatu hal yang
benar mengenai perilaku standar. Jadi perilaku yang etis itu ialah perilaku yang
mengikuti perintah Allah dan menjauhi laranganNYA. 6
Menurut Sen sebagaimana dikutip oleh Sofyan bahwa Perilaku manusia
biasanya dipengaruhi oleh pertimbangan etika dan yang mempengaruhi tindak-
tanduk manusia adalah aspek terpenting dalam etika. Ini berarti semua
pertimbangan pribadi, termasuk kesejahteraan ekonomi, masuk dalam faktor yang
mempengaruhi perilaku manusia. Menurut Bertens sebagaimana dikutip oleh
Sofyan secara sederhana, etika adalah ilmu tentang apa yang dapat dilakukan atau

4
Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, 22.
5
Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, 22-23. Lihat juga, Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak
(Yogyakarta : LPPI UMY, 1999)
6
Buchari Alma, Dasar-Dasar Etika Bisnis Islam (Bandung : CV Alfabeta, 2003), 52. Selanjutnya
ditulis Buchari Alma, Dasar-Dasar Etika Bisnis Islam.
20

ilmu tentang adat kebiasaan. Namun, karena kata ini banyak digunakan dalam
berbagai nuansa, minimal ada tiga arti etika.7
Pertama, nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya; kedua kumpulan asas
atau nilai moral; ketiga, ilmu tentang yang baik atau buruk. Sementara itu,
menurut Bertens, moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai
yang berkenaan dengan baik dan buruk.
Satyanugraha sebagaimana dikutip oleh Sofyan mendefinisikan etika
sebagai nilai-nilai dan norma moral dalam suatu masyarakat. Etika sebagai ilmu
juga dapat diartikan pemikiran moral yang mempelajari tentang apa yang harus
dilakukan atau yang tidak boleh dilakukan.8
DeGeorge sebagaimana dikutip oleh Sofyan membagi etika dalam tiga
kelompok, yaitu :
1) Etika deskriptif (descriptive ethics), mencoba melihat secara kritis dan
rasional fakta tentang sikap dan pola perilaku manusia yang sudah
membudaya, serta apa yang ingin dicapainya dalam hidup ini sebagai
sesuatu yang bernilai bagi dirinya.
2) Etika normatif (normative ethics), mencoba menetapkan berbagai sikap dan
pola perilaku yang ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia untuk
menuntun dan mencapai kehidupan yang bernilai bagi hidupnya.
3) Etika meta (meta ethics), atau disebut juga analytical ethics, merupakan
bidang yang mempelajari lebih dalam tentang asumsi dan investigasi
terhadap kebenaran dan ketidakbenaran menurut ukuran moral.9

b. Bisnis (perdagangan)
Kata “bisnis” dalam Bahasa Indonesia diserap dari kata “business” dari
Bahasa Inggris yang berarti kesibukan. Kesibukan secara khusus berhubungan
dengan orientasi profit/keuntungan. Menurut Buchari Alma sebagaimana dikutip

7
Sofyan S. Harahap, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam (Jakarta : Salemba Empat, 2011), 17.
Selanjutnya ditulis Sofyan, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam.
8
Sofyan, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam, 17.
9
Sofyan, Etika Bisnis dalam Perspektif Islam, 24.
21

Abdul Aziz pengertian Bisnis ditujukan pada sebuah kegiatan berorientasi profit
yang memproduksi barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Secara Etimologi, bisnis berarti keadaan dimana seseorang atau sekelompok orang
sibuk melakukan pekerjaan yang menghasilkan keuntungan. Kata “bisnis” sendiri
memiliki tiga penggunaan, tergantung skupnya- penggunanan singular kata bisnis
dapat merujuk pada badan usaha, yaitu kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan
ekonomis yang bertujuan mencari laba atau keuntungan. 10
Bisnis dalam Islam merupakan unsur penting dalam perdagangan. Sejarah
telah mencatat bahwa penyebaran agama Islam diantaranya melalui perdagangann
(bisnis). Konon, masuknya Islam ke Indonesia, dilakukan oleh para pedagang
Muslim yang mengadakan hubungan yang sangat baik dengan masyarakat dan
para tokoh setempat.
Menurut Muhammad Iqbal sebagaimana dikutip oleh Abdul Aziz
menjelaskan pengertian berdagang (bisnis) dari dua sudut pandang, yaitu menurut
mufasir dan ilmu fiqh.
1) Menurut para mufasir, perdagangan (bisnis) adalah pengelolaan modal
untuk mendapatkan keuntungan.
2) Menurut Ahli fiqh, memandang bahwa perdagangan ialah saling
menukarkan harta dengan harta secara suka sama suka, atau pemindahan
hak milik dengan adanya penggantian menurut yang dibolehkan.

Bisnis merupakan segala bentuk kegiatan yang dilakukan dalam produksi,


menyalurkan, memasarkan barang dan jasa yang diperlukan oleh manusia baik
dengan cara berdagang maupun bentuk lain dan tidak hanya mengejar laba (profit
oriented - social oriented).11
Orang yang suka memperbanyak harta, tanpa diiringi dengan keinginan
beramal dengan hartanya itu, akan mengalami kerusakan, baik berupa moral,
maupun kerusakan fisik hartanya.12

10
Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, 28. Lihat juga, Buchari Alma, Pengantar Bisnis
(Bandung : Alfabeta, 1999).
11
Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, 3.
12
Buchari Alma, Dasar-dasar Etika Bisnis Islam, 96.
22

Dari hasil penjualan barang dan jasa, bisnis memperoleh laba. Dan tidak
dibenarkan mencari laba sebesar-besarnya tanpa memperhatikan kepentingan
masyarakat.13

c. Islam
Kata Islam itu berasal dari bahasa Arab al-Islam. Secara lafzhiyyah, Islam
dimaknai sebagai “inqiyad” (tunduk), dalam arti tunduk dan menyerahkan diri
kepada siapa saja yang memerintah.
Biasanya juga kata Islam dipakai untuk dua macam arti, yaitu :
1) Mengandung penderita dengan sendirinya, “muta‟adi bi nafsihi”, yang
berarti “menyerahkan”.
2) Yang tidak bermaksud kepada penderita “al-lazim”, yang berarti
“Selamat”.14

Objek penyerahan diri ini adalah pencipta seluruh alam semesta, yakni
Allah SWT. Dengan demikian, Islam berarti penyerahan diri kepada Allah SWT.
Islam dalam konteks ini adalah suatu ajaran yang bersifat penyerahan; tunduk dan
patuh, terhadap perintah-perintah (hukum-hukum Tuhan) untuk dilaksanakan oleh
setiap manusia. Islam adalah tunduk dan menyerah diri sepenuhnya kepada Allah
lahir maupun batin dengan melaksanakan perintah-perintahNya dan menjauhi
larangan-laranganNya. Ia merupakan agama yang berisi ajaran tentang cara hidup
yang diturunkan Allah kepada umat manusia melalui para rasulNya. 15
Bahwa al-Islam adalah nama suatu ad-din (jalan hidup) yang ada di sisi
Allah maknanya adalah al-millah atau ash-shirath atau jalan hidup, Ia merupakan
berupa bentuk keyakinan (al-aqidah) dan perbuatan (al-„amal).
Seperti yang dapat dipahami dari al-Qur‟an surat Ali Imran (3) ayat 19 yang
berbunyi :

13
Buchari Alma, Dasar-dasar Etika Bisnis Islam, 101
14
Abdul Aziz, Manajemen Investasi Syari‟ah (Bandung : Alfabeta, 2010), 3. Selanjutnya ditulis
Abdul Aziz, Manajemen Investasi Syari‟ah.
15
Abdul Aziz, Manajemen Investasi Syari‟ah, 4
23

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. Tiada


berselisih orang-orang yang telah diberi Al-kitab kecuali sesudah datang
pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) diantara
mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka
sesungguhnya Allah sangat cepat hisabNya.” (QS Ali-Imran [3] : 19).

Menurut Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah, kata (‫ ) دين‬mempunyai


banyak arti, antara lain ketundukan, ketaatan, perhitungan, balasan. Juga berarti
agama, karena dengan agama seseorang bersikap tunduk dan taat, serta akan
diperhitungkan seluruh amalnya, yang atas itu ia memperoleh balasan dan
ganjaran.16
Kata Islam sebagai ajaran biasanya diidentikan dengan kata syariat,
sebagaimana dalam pemaknaan kata Ekonomi Islam dan Ekonomi Syari‟ah.
Secara bahasa Syariat (asy-syari‟ah), berarti sumber air minum (mawrid al-ma‟li
al-istisqa) atau jalan lurus (atthariq al-mustaqim). Sedangkan secara istilah,
Syariah sepadan dengan makna perundang-undangan yang diturunkan Allah SWT
melalui Rasulullah Muhammad SAW untuk seluruh umat manusia baik yang
menyangkut masalah ibadah, akhlak, makanan, minuman, pakaian maupun
muamalah guna meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Menurut Syafi‟i
Antonio sebagaimana dikutip oleh Abdul Aziz, syari‟ah mempunyai keunikan
tersendiri, syari‟ah tidak saja komprehensif, tetapi juga universal. Universal
bermakna bahwa syari‟ah dapat diterapkan setiap waktu dan tempat oleh setiap
manusia. bahwa bisnis syari‟ah adalah bisnis yang santun, bisnis yang penuh
kebersamaan dan penghormatan atas hak-hak masing-masing.17

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbᾱ h ( Jakarta : Lentera Hati, 2007), 40. Selanjutnya ditulis
16

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbᾱ h.


17
Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, 34. Lihat juga, Muhammad Syafi‟i Antonio,
Syari‟ah Marketing, 169
24

d. Etika Bisnis Islam


Setelah mengetahui makna atau pengertian satu persatu dari kata “etika”,
“bisnis”, “Islam” atau juga dikenal sebagai “Syariat”, maka dapat digabungkan
makna ketiganya adalah bahwa etika bisnis Islam merupakan Suatu proses dan
upaya untuk mengetahui hal-hal yang benar dan yang salah yang selanjutnya tentu
melakukan hal yang benar berkenaan dengan produk, pelayanan perusahaan
dengan pihak yang berkepentingan dengan tuntunan perusahaan.
Etika bisnis adalah pemikiran atau refleksi tentang moralitas dalam ekonomi
dan bisnis. Moralitas berarti aspek baik atau buruk, terpuji dan tercela, dan
karenanya diperbolehkan atau tidak, dari perilaku manusia.18
Dalam membicarakan etika bisnis adalah menyangkut “business firm” atau
“business person” yang mempunyai arti yang bervariasi. Berbisnis berarti suatu
usaha yang menguntungkan. Jadi etika bisnis Islam adalah studi tentang seseorang
atau organisasi melakukan usaha atau kontak bisnis yang saling menguntungkan
sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Karakteristik standar moral bisnis, lanjutnya harus: tingkah laku yang
diperhatikan dari konsekuensi serius untuk kesejahteraan manusia,
memperhatikan validitas yang cukup tinggi dari bantuan atau keadilan. Etika
untuk berbisnis secara baik dan fair dengan menegakkan hukum dan keadilan
secara konsisten dan konsekuen setia pada prinsip-prinsip kebenaran, keadaban
dan bermartabat.
1) Karena bisnis tidak hanya bertujuan untuk profit melainkan perlu
mempertimbangkan nilai-nilai manusiawi, apabila tidak akan
mengkorbankan hidup banyak orang, sehingga masyarakat pun
berkepentingan agar bisnis dilaksanakan secara etis.
2) Bisnis dilakukan antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya,
sehingga membutuhkan etika sebagai pedoman dan orientasi bagi
pengambilan keputusan, kegiatan, dan tindak tanduk manusia dalam
berhubungan (bisnis) satu dengan lainnya.

18
K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis (Yogyakarta: Kanisius, 2000), 5. Selanjutnya ditulis K.
Bertens, Pengantar Etika Bisnis.
25

3) Bisnis saat ini dilakukan dalam persaingan yang sangat ketat, maka dalam
persaingan bisnis tersebut, orang yang bersaing dengan tetap
memperhatikan norma-norma etis pada iklim yang semakin profesional
justru akan menang.19

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengertian etika bisnis Islam


tersebut selanjutnya dijadikan sebagai kerangka praktis yang secara fungsional
akan membentuk suatu kesadaran beragama dalam melakukan setiap kegiatan
ekonomi (religiousness economy practical guidance).20

2. Nilai-Nilai Etika Islam


Berikut ini akan diungkapkan nilai-nilai etika Islam yang dapat mendorong
bertumbuhnya dan suksesnya bisnis, yaitu :
a. Konsep Ihsan
Ihsan adalah suatu usaha individu untuk sungguh-sungguh bekerja, tanpa
kenal menyerah dengan dedikasi penuh menuju pada optimalisasi sehingga
memperoleh hasil maksimal.
b. Itqan
Itqan adalah membuat sesuatu dengan teliti dan teratur, jadi harus bisa
menjaga kualitas produk yang dihasilkan, adakan penelitian dan pengawasan
kualitas sehingga hasilnya maksimal.
c. Konsep hemat
Sejak abad 14 lalu, konsep ini telah diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada
umatnya. Kita harus hemat jangan boros, pekerjaan memboros-boroskan harta
adalah teman syaitan. Harus hemat dengan harta tapi tidak kikir dan tidak
menggunakannya kecuali untuk sesuatu yang benar-benar bermanfaat. Dengan
berhemat ini, maka dapat menghemat sumber-sumber alam, menyimpan dan
menabung. Dana tabungan ini akan dapat digunakan sebagi sumber investasi lebih
lanjut, yang pada gilirannya digunakan untuk produksi. Lingkaran ini akan

19
Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, 36
20
Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, 36
26

menghasilkan tambahan harta bagi seseorang. Dengan harta sangat berguna bagi
dukungan ketaqwaan kepada Allah dan mengarahkan kekehidupan bergama yang
lebih bermakna.
d. Kejujuran dan Keadilan
Ini adalah konsep yang membuat ketenangan hati bagi orang yang
melaksanakannya, kejujuran yang ada pada diri seseorang membuat orang lain
senang berteman dan berhubungan. Didalam bisnis merupakan pemupukan relasi
sangat mutlak diperlukan, sebab relasi ini akan sangat membantu kemajuan bisnis
dalam jangka panjang.
Sedangkan keadilan menurut Islam, adil merupakan norma paling utama
dalam seluruh aspek. Hal ini dapat ditangkap dalam al-Qur‟an yang menjadikan
adil sebagai tujuan agama samawi. Bahkan adil adalah salah satu asma Allah.
Kebalikan sifat adil adalah zalim, yaitu sifat yang dilarang Allah pada diriNya. 21
e. Kerja Keras
Rasulullah sangat terkenal dengan pelaksanaan konsep ini. Kita mengetahui
bagaimana Rasulullah pada masa kecilnya telah mulai bekerja keras
menggembalakan domba-domba orang-orang Mekkah, dan beliau menerima upah
dari gembalaan itu. Sangat dianjurkan kerja keras itu dilakukan sejak pagi hari
setelah shalat subuh, janganlah kalian tidur, tapi carilah rizki dari Rabmu. Simbol
“tali dan tampak” adalah lambang kerja keras, yang dicontohkan oleh Rasulullah
dalam menyuruh umatnya bekerja keras, jangan hanya berpangku tangan dan
minta belas kasihan orang.22

3. Prinsip-Prinsip Etika Bisnis Islam


Prinsip-prinsip etika bisnis Islam harus mencakup :
a. Kesatuan (Unity)
Kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang memadukan
keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik,
sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep
21
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam (Jakarta : Gema Insani press, 2000), 182.
Selanjutnya ditulis Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam.
22
Buchari Alma, Dasar-dasar Etika Bisnis Islam, 58-59.
27

konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh. Dari konsep ini maka Islam
menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan.
Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal
maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam
sistem Islam.
b. Keseimbangan (Equilibirium)
Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk
berbuat adil, tidak terkecuali pada pihak yang tidak disukai.
c. Kehendak bebas (free will)
Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis Islam, tetapi
kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan Individu dibuka
lebar. Tidak adaya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk
aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.
d. Tanggung jawab (Responsibility)
Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh
manusia karena tidak menuntut adanya pertanggung jawaban dan akuntabilitas
untuk memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertanggung
jawabkan tindakannya. Secara logis prinsip ini berhubungan erat dengan
kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa yang bebas dilakukan oleh
manusia dengan bertanggung jawab atas semua yang dilakukannya.
e. Kebenaran : Kebajikan dan kejujuran
Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudukan sebagai niat, sikap dan
perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau
memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau
menetapkan keuntungan. Dalam prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam
sangat menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian
salah satu pihak yang melakukan transaksi, kerja sama atau perjanjian dalam
bisnis. 23

23
Abdul Aziz, Etika Bisnis Perspektif Islam, 45-47.
28

B. Corporate Social Responsibility (CSR)


1. Definisi Corporate Social Responsibility (CSR)
Perbedaan perspektif di dalam memandang CSR telah mengakibatkan
munculnya berbagai rumusan CSR saat ini dan berbagai element atau program
yang terkandung dalam aktivitas CSR, sesuai dengan perspektif masing-masing
pihak sebagai berikut :
Business for Social Responsibility/BSR sebagaimana dikutip oleh Dwi
Kartini, mendefinisikan “Business practices that strengthen accountability,
respecting ethical values in the interest of all stakeholders.”
BSR juga menyatakan bahwa pelaku bisnis yang bertanggung jawab
menghormati dan memelihara lingkungan hidup serta membantu meningkatkan
kualitas hidup melalui pemberdayaan masyarakat dan melakukan investasi di
dalam masyarakat di manapun perusahaan beroperasi.24
Kemudian World Business Council for Sustainable development/ WBCSD
sebagaimana dikutip oleh Poerwanto, secara khusus mengarahkan tanggung jawab
sosial lebih difokuskan pada pembangunan ekonomi. WBCSD menggambarkan
tanggung jawab sosial sebagai berikut : “Business comitment to contribute to
sustainable economic development, working with employees, their families, that
local community, and society at large to improve their quality of live” Definisi
tersebut menunjukan bahwa setiap perusahaan harus bertanggung jawab secara
ekonomi terhadap karyawan dan keluarganya, masyarakat sekitar lokasi
perusahaan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Karyawan
dalam hal ini menjadi bagian pokok dari proses produksi. Pemahaman tersebut
dapat diartikan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan yang utama adalah
karyawan. Karyawan yang berkualitas akan mendukung produk yang berkualitas
pula. Kualitas karyawan mencakup kondisi fisik kerja, upah serta balas jasa lain.25
Menurut C. Ferrel, George Hirt dan Linda Ferrel, sebagaimana dikutip oleh
Poerwanto mendefinisikan tanggung jawab sosial sebagai kewajiban para pelaku

24
Dwi Kartini, Corporate Social Responsibility Transformasi, 2.
25
Poerwanto, Corporate Social Responsibility, 18.
29

bisnis untuk memaksimalkan dampak positif dan meminimalkan dampak negatif


pada masyarakat.26
Dalam tanggung jawab sosial untuk setiap jenis organisasi, pemerintah
adalah pihak penting. Di bawah dukungan pemerintah, perusahaan-perusahaan
dapat memiliki ijin untuk menjalankan bisnis. 27 Lebih jauh lagi, di Indonesia,
bahwa adanya CSR semakin menguat setelah dinyatakan tegas dalam UU
Perseroan Terbatas ( UU PT) Nomor 40 tahun 2007, khususnya pasal 74 antara
lain menyebutkan:
(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan
lingkungan.
(2) Tanggung jawab sosial dan lingkungan merupakan kewajiban perseroan
yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang
pelaksanaannya dilakukan dengan memperhitungkan kepatutan dan
kewajaran.
(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan
diatur dengan peraturan Pemerintah.28

Definisi tanggung jawab sosial dan lingkungan menurut Pasal 1 butir 3 UU


No. 40 / 2007 tentang PT (Perseroan Terbatas) adalah komitmen perseroan untuk
berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan
kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri,
komunitas setempat maupun masyarakat pada umumnya.29

26
Poerwanto, Corporate Social Responsibility, 19. Lihat juga, C. Farrel, George Hirt and Linda
Ferrel, Business: A Changing World (New York : McGraw-Hill, 2006).
27
R. Wayne Mondy, Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta : Erlangga, 2008), 43.
Selanjutnya ditulis Mondy, Manajemen Sumber Daya Manusia.
28
Anggota IKAPI, Undang-undang Perseroan Terbatas (Bandung : Fokus Media, 2010), 44.
Selanjutnya ditulis Anggota IKAPI, Undang-undang Perseroan Terbatas.
29
Anggota IKAPI, Undang-undang Perseroan Terbatas, 3.
30

Tanggung jawab sosial atau CSR merupakan pangakuan bahwa organisasi


menimbulkan pengaruh signifikan terhadap sistem sosial dan pengaruh ini harus
dipertimbangkan dan diseimbangkan dengan tepat dalam semua tindakan
organisasi.30
Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan konsep yang
menyeimbangkan perusahaan dalam mendapatkan keuntungan dengan aspek
sosial dan lingkungan.31
Konsep CSR lahir dari perubahan model perusahaan yang dominan
ekonomis ke model sosio – ekonomis yang lebih luas. Model ekonomis terutama
menekankan produksi, eksploitasi sumber daya, kepentingan individual, sedikit
peranan pemerintah, dan pandangan umum perusahaan sebagai sistem yang
tertutup, sebaliknya model sosio-ekonomis menekankan kualitas-kehidupan
keseluruhannya, kelestarian sumber-daya, kepentingan masyarakat, keterlibatan
aktif pemerintah, dan pandangan sistem terbuka dari perusahaan.32
Dimasa lampau hampir seluruh organisasi menggunakan model sosio-
ekonomi, baik organisasi bisnis atau pemerintahan, mengambil keputusan atas
dasar nilai ekonomi dan teknis. Penekanan baru dalam ketanggapan sosial telah
mengarah pada model pengambilan keputusan sosio-ekonomi dimana dalam
pengambilan keputusan juga turut dipertimbangkan faktor kerugian dan
kemaslahatan bagi masyarakat. Organisasi sekarang memandang sistem sosial dan
saling bergantungannya secara luas. Belajar untuk lebih manusiawi dan beroperasi
secara lebih harmonis dengan lingkungan dan bertanggung jawab secara sosial.33

30
Keith Davis dan John W. Newstrom, Perilaku Organisasi (Jakarta:Penerbit Erlangga,1994) ,
49. Selanjutnya ditulis Keith dan John, Perilaku Organisasi.
31
M. Suyanto, Strategic Management (Global Most Admired Companies) (Yogyakarta : Andi
Offset, 2007), 36. Selanjutnya ditulis M. Suyanto, Strategic Management
32
Fremont E.Kast, James E. Rosenzweig, Organisasi dan Manajemen, Penerjemah A.Hasyim
Ali (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), 214-215. Selanjutnya ditulis Fremont, Organisasi dan
Manajemen.
33
Keith dan John, Perilaku Organisasi, 50.
31

Menurut Carroll sebagaimana dikutip oleh Dwi kartini, Konsep CSR


memuat komponen-komponen sebagai berikut34 :
a. Economic responsibilities
Tanggung jawab sosial utama perusahaan adalah tanggung jawab ekonomi,
karena lembaga bisnis terdiri dari aktivitas ekonomi yang menghasilkan barang
dan jasa bagi masyarakat secara menguntungkan.
b. Legal responsibilities
Masyarakat berharap bisnis dijalankan dengan mentaati hukum dan
peraturan yang berlaku yang pada hakikatnya dibuat oleh masyarakat melalui
lembaga legislatif.
c. Ethical responsibilities
Masyarakat berharap perusahaan menjalankan bisnis secara etis. Menurut
Epstein sebagaimana dikutip oleh Dwi Kartini35 bahwa etika bisnis menunjukan
refleksi moral yang dilakukan oleh pelaku bisnis secara perorangan maupun
secara kelembagaan (organisasi) untuk menilai suatu isu di mana penilaian ini
merupakan pilihan terhadap nilai tersebut, individu atau organisasi akan
memberikan panilaian apakah sesuatu yang dilakukan itu benar atau salah, adil
atau tidak serta memiliki kegunaan (utilitas) atau tidak.
d. Discretionary responsibilities
Masyarakat mengharapkan keberadaan perusahaan dapat memberikan
manfaat bagi mereka. Ekspektasi masyarakat tersebut dipenuhi oleh perusahaan
malalui berbagai program yang bersifat filantropis. Dalam kaitan ini perusahaan
juga ingin dipandang sebagai warga negara yang baik (good citizen) di mana
kontribusi yang mereka berikan kepada masyarakat akan mempengaruhi reputasi
perusahaan.

34
Dwi Kartini, Corporate Social Responsibility Transformasi, 14. Lihat juga, Archie B. Carrol,
A Three Dimensional Conceptual Model of Corporate Performance, The Academy of Management
Review, 1997.
35
Dwi Kartini, Corporate Social responsibility transformasi, 14. Lihat juga Edwin Epstein,
Business Ethics, Corporate Good Citizenship and The Corporate Social Policy Process : A view
from the United States, (Journal of Business Ethics, 1989), 584-585.
32

Secara konseptual terdapat tiga pendekatan dalam pembentukan tanggung


jawab sosial36, yaitu :
a. Pendekatan moral
Pendekatan moral yaitu kebijakan atau tindakan yang didasarkan pada
prinsip kesantunan dan nilai-nilai positif yang berlaku, dengan pengertian bahwa
apa yang dilakukan tidak melanggar atau merugikan pihak lain.
b. Pendekatan kepentingan bersama
Menyatakan bahwa kebijakan-kebijakan moral harus didasarkan pada
standar kebersamaan, kewajaran, keterbukaan dan kebebasan.
c. Pendekatan manfaat
Konsep tanggung jawab sosial yang didasarkan pada nilai-nilai bahwa apa
yang dilakukan oleh organisasi harus dapat menghasilkan manfaat besar bagi
pihak-pihak berkepentingan secara adil.

Perusahaan harus mementingkan berbagai pihak yang berkepentingan


terhadap suatu perusahaan maka dari itu dapat dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu :
a. Kelompok dalam (insiders) adalah orang atau kelompok yang merupakan
pemegang saham atau karyawan perusahaan.
b. Kelompok luar (outsiders) adalah semua orang atau kelompok lain yang
terkena dampak tindak-tanduk perusahaan. Kelompok luar ini yang sangat
besar dan mengharapkan perusahaan bertanggung jawab secara sosial.37

Adapun menurut Buchari Alma, bahwa kegiatan social responsibility yang


harus diperhatikan perusahaan38, adalah :
a. Bertanggung jawab terhadap Masyarakat dan Lingkungan
Ini menyangkut masalah polusi, kontaminasi zat-zat berbahaya yang
merusak udara, air dan tanah. Ini disebabkan oleh gas buangan knalpot mobil,

36
Poerwanto, Corporate Social Responsibility, 20.
37
John A. Pearce dan Richard Robinson, JR, Manajemen Strategi (Jakarta : Binarupa Aksara,
1997), 77. Selanjutnya ditulis John dan Richard, Manajemen Strategi.
38
Buchari Alma, Pengantar Bisnis, 183.
33

motor, industri, semua ini dapat mengotori udara dan menyebabkan hujan asam,
yang dapat merusak hutan.
b. Bertanggung jawab terhadap konsumen
Hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan hak-hak konsumen seperti
the right to be safe, right to be informed, the right to choose, and the right to be
heard. Dengan memperhatikan hak-hak konsumen ini, maka akan dapat dicegah
munculnya gejala consumerism, yaitu gejala action, demonstrasi, perusakan, yang
akan dilancarkan oleh konsumen, karena perlakuan produsen yang tidak baik
terhadap konsumen.
c. Bertanggung jawab terhadap Investor
Para investor juga memperhatikan masalah etika dan tanggung jawab dari
perusahaan dimana mereka melakukan investasi. Investor pasti tidak senang jika
pimpinan perusahaan melakukan manipulasi dalam pembukuan bisnis sehingga
merugikan pihak investor.
d. Bertanggung jawab terhadap karyawan
Para pengusaha mulai hati-hati dalam merekrut karyawan, melatih dan
menaikkan pangkat karyawan, perilaku, tanggung jawab, etika yang dijalankan
oleh perusahaan. Tidak dikehendaki adanya diskriminasi. Sebuah perusahaan
mungkin melakukan berbagai aktivitas tanggung jawab sosial yang lain, seperti
penyediaan pelatihan karyawan yang menyeluruh, bimbingan dan pendirian
program bantuan karyawan.39

2. Tujuan dan Manfaat Penerapan Corporate Social Responsibility (CSR)


Menurut J.David Hunger dan Thomas L.Wheelen40, tujuan perusahaan
untuk melakukan tanggung jawab sosial dalam bisnisnya, yaitu :
a. Moralitas
Perusahaan harus bertanggung jawab kepada banyak pihak yang
berkepentingan karena hal ini merupakan hal benar yang harus dilakukan.
Terutama berdasarkan pada nilai-nilai keagamaan atau beberapa tanda moral yang
39
James L. Gibson, James H. Donnely, John M. Ivancevich, Manajemen (Jakarta : Erlangga,
1996), 112. Selanjutnya ditulis James, Manajemen.
40
David dan Wheelen, Manajemen Strategis, 97-98.
34

diyakini secara personal, suatu tindakan dinilai berdasarkan pada apa yang
dianggap baik oleh masyarakat secara umum. Pemikiran tersebut bersifat altruistik
(hanya memikirkan kepentingan orang lain), dan tujuan dari penerapan CSR
dalam moralitas yaitu tidak ada harapan untuk menerima balasan jasa dari apa
yang dilakukan.
b. Pemurnian Kepentingan
Perusahaan harus bertanggung jawab terhadap pihak-pihak yang
berkepentingan karena pertimbangan kompensasi kadang-kadang dicerminkan
dalam istilah “apa yang ditabur, itulah yang akan dituai”. Alasan ini menunjukkan
bahwa perusahaan kemungkinan besar akan dihargai karena tindakan-tindakan
tanggung jawab mereka, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
c. Investasi
Perusahaan harus bertanggung jawab terhadap stakeholder perusahaan
karena tindakan itu akan dicerminkan dalam tingkat laba yang lebih tinggi dan
dalam harga persediaan perusahaan. Kenyataan ini menunjukkan hubungan
langsung antara tindakan tanggung jawab sosial dan kinerja keuangan perusahaan.
d. Mempertahankan Otonomi
Perusahaan harus bertanggung jawab terhadap stakeholders untuk
menghindari campur tangan kelompok-kelompok yang ada dalam lingkungan
kerja dalam pengambilan keputusan manajerial.

Manfaat penerapan Corporate Social Responsibilty (CSR) bagi perusahaan


adalah41 :
a. Mempertahankan dan mendongkrak reputasi serta citra perusahaan.
b. Mendapatkan lisensi untuk beroperasi secara sosial.
c. Mereduksi risiko bisnis perusahaan.
d. Melebarkan akses sumber daya bagi operasional usaha.
e. Membuka peluang pasar yang lebih luas.
f. Mereduksi biaya, misalnya terkait dampak pembuangan limbah.

41
Irham Fahmi, Etika Bisnis Teori, Kasus, dan Solusi (Bandung : Alfabeta, 2013), 83. Selanjutnya
ditulis Irham Fahmi, Etika Bisnis Teori, Kasus, dan Solusi.
35

g. Memperbaiki hubungan dengan stakeholders.


h. Memperbaiki hubungan dengan regulator.
i. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan dan Peluang
mendapatkan penghargaan.

Pada dasarnya tanggung jawab sosial akan memberikan manfaat dalam


jangka panjang bagi semua pihak yaitu42 :
a. Manfaat bagi Perusahaan
Manfaat yang jelas bagi Perusahaan yaitu munculnya citra positif dari
masyarakat akan kehadiran perusahaan di lingkungannya.
b. Manfaat bagi Masyarakat
Terciptanya hubungan kemitraan dalam membangun masyarakat lingkungan
yang lebih baik, tidak hanya di sektor perekonomian, tetapi juga dalam sektor
sosial, pembangunan dan lain-lain.
c. Manfaat bagi Pemerintah
Pemerintah tidak hanya berfungsi sebagai wasiat yang menetapkan aturan
main dalam hubungan masyarakat dengan dunia bisnis, dan memberikan sanksi
bagi pihak yang melanggarnya dan mendapat legitimasi untuk mengubah tatanan
masyarakat ke arah yang lebih baik dalam mewujudkan tatanan masyarakat
tersebut.

3. Kebijakan dan Pedoman Penerapan Program Corporate Social


Responsibility (CSR)
Perusahaan yang mengambil sikap untuk menanggapi tuntutan sosial sesuai
dengan kepentingan perusahaan tentu saja akan menetapkan kebijakan/ strategi
pelaksaannya. Adapun kebijakan penerapan program CSR 43 yaitu :
a. Untuk mempertimbangkan tanggung jawab sosialnya dengan seksama.

42
Ernie Tisnawati Sule & Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen (Jakarta : Kencana
Pernada Media Group, 2008), 81 – 82. Selanjutnya ditulis Ernie dan Kurniawan, Pengantar
Manajemen.
43
George A. Steiner & John B. Miner, Kebijakan dan Strategi Manajemen (Jakarta : Erlangga,
1997), 60-61. Selanjutnya ditulis George & John, Kebijakan dan Strategi Manajemen.
36

b. Benar-benar memanfaatkan keringanan pajak melalui kontribusi, apabila


margin laba memungkinkan hal itu. Kebijakan ini hanya memanfaatkan
undang-undang perpajakan tetapi tidak mengikat perusahaan diluar
kedermawanan minimum yang diperlihatkan pada saat sekarang kecuali
apabila perusahaan merasa bahwa margin laba yang diperoleh cukup tinggi
untuk memberi lebih banyak.
c. Untuk memikul biaya sosial dalam operasi perusahaan apabila mungkin
melakukan hal itu tanpa mengorbankan posisi kompetisi atau keuangannya.
d. Untuk memusatkan program sosialnya pada tujuan terbatas.
e. Untuk memusatkan program sosial pada sejumlah bidang yang secara
strategis berkaitan dengan fungsi perusahan pada saat sekarang dan dimasa
datang.
f. Untuk mengkaji kebutuhan sosial yang perlu ditanggapi perusahaan,
kontribusi yang dapat diberikan, risiko yang mungkin timbul, dan
kemungkinan manfaatnya bagi perusahaan dan masyarakat.

Menurut Sawyer sebagaimana dikutip oleh Jhon dan Richard44 pedoman


bagi perusahaan yang melakukan tanggung jawab sosial, yaitu:
a. Tujuan usaha adalah menghasilkan laba, para manajernya harus berusaha
mengejar laba optimal yang dapat dicapai dalam kurun waktu panjang.
b. Laba sejati tidak dapat diperoleh sebelum semua biaya usaha dibayarkan
termasuk semua biaya sosial, seperti ditentukan oleh analisis rinci mengenai
keseimbangan sosial antara perusahaan dan masyarakat.
c. Jika ada biaya sosial di bidang-bidang yang standar objektif untuk
koreksinya belum tersedia, manajer haruslah mengembangkan standar
korektif. Standar ini haruslah didasarkan pada pertimbangan manajer
mengenai apa yang seyogyanya ada dan sekaligus harus mendorong
keterlibatan individual dari para warga perusahaan dalam mengembangkan
standar sosial yang perlu.

44
John dan Richard, Manajemen Strategi, 83.
37

d. Bila desakkan persaingan menghalangi dilakukannya tindakan yang


bertanggung jawab secara sosial, perusahaan harus menyadari bahwa
operasinya ini menggunakan model sosial dan karenanya merupakan
kerugian. Perusahaan harus memulihkan operasi yang mampu menghasilkan
laba melalui manajemen yang lebih baik, jika masalahnya bersumber dari
dalam atau dengan menyerukan perubahan peraturan, jika masyarakat
dirugikan oleh aturan main persaingan dalam bisnis yang bersangkutan.

4. Jenis-jenis Program Corporate Social Responsibility (CSR)


Kotler dan Lee sebagaimana dikutip oleh Dwi Kartini45 menyebutkan enam
kategori aktivitas CSR atau program CSR, yaitu :
a. Promosi kegiatan sosial (cause promotions)
Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan menyediakan dana atau sumber daya
lainnya yang dimiliki perusahaan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
terhadap suatu kegiatan sosial atau untuk mendukung pengumpulan dana,
pastisipasi dari masyarakat atau perekrutan tenaga sukarela untuk suatu kegiatan
tertentu.
b. Pemasaran terkait kegiatan sosial (cause related marketing)
Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan memiliki komitmen untuk
menyumbangkan persentase tertentu dari penghasilannya untuk suatu kegiatan
sosial berdasarkan besarnya penjualan produk. Kegiatan ini biasanya didasarkan
pada penjualan produk tertentu. Untuk jangka waktu tertentu serta untuk aktivitas
tertentu.46
c. Pemasaran kemasyarakatan korporat (corporate societal marketing)
Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan mengembangkan dan melaksanakan
kampanye untuk mengubah perilaku masyarakat dengan tujuan meningkatkan
kesehatan dan keselamatan publik, menjaga kelestarian lingkungan hidup serta
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

45
Dwi Kartini, Corporate Social Responsibility Transformasi, 63. Lihat juga, Philip Kotler and
Lee Nancy, Corporate Social Responsibilty : Doing The Most Good for Your Company and Your
Cause, 2007.
46
Dwi Kartini, Corporate Social Responsibility Transformasi, 66-67.
38

d. Kegiatan filantropi perusahaan (corporate philanthropy)


Dalam aktivitas ini, perusahaan memberikan sumbangan langsung dalam
bentuk derma untuk kalangan masyarakat tertentu. Sumbangan tersebut biasanya
berbentuk pemberian uang secara tunai. Bingkisan/paket bantuan atau pelayan
secara cuma-cuma.
e. Pekerja Sosial kemasyarakatan secara sukarela
Dalam aktivitas CSR ini, perusahaan mendukung serta mendorong para
karyawan, rekan pedagang eceran, atau pemegang franchise agar menyisihkan
waktu mereka secara sukarela guna membantu organisasi-organisasi masyarakat
lokal maupun masyarakat yang menjadi sasaran program.
f. Paktik bisnis yang memiliki tanggung jawab sosial (socially responsible
business practice)
Perusahaan sangat mendukung kegiatan sosial dengan tujuan meningkatkan
kesejahteraan komunitas dan memelihara lingkungan hidup. Komunitas yaitu
karyawan perusahaan, pemasok, distributor, organisasi-organisasi nirlaba yang
menjadi mitra perusahaan serta masyarakat secara umum. Sedangkan yang
dimaksud kesejahteraan yaitu kesehatan, keselamatan, kebutuhan pemenuhan
psikologis dan emosional.

5. CSR dan Etika Organisasi


Tanggung jawab sosial organisasi mencakup hubungannya dengan
lingkungan luas sehingga keberadaan organisasi diterima dalam kehidupan
masyarakat. Sebaliknya, etika organisasi mencakup hubungan antara faktor-faktor
internal dengan lingkungan tanggung jawab organisasi. 47 Tanggung jawab sosial
berkaitan erat dengan peran keuntungan dan prestasi sosial seperti dapat
dijelaskan berikut ini :
a. Peran Keuntungan
Sebelum perusahaan mampu menggunakan sumberdaya untuk kepentingan
sosial, perusahaan harus mendapatkan keuntungan yang cukup sehingga cukup
memadai untuk mempertahankan kepercayaan dan dukungan dari pemegang

47
Yayat, Dasar-Dasar Manajemen, 61.
39

saham dan kreditur (pemberi pinjaman). Pelayanan sosial bagi perusahaan


dimaksudkan untuk mencegah timbulnya pertikaian antara lingkungan eksternal
dengan perusahaan. Pengaruh biaya sosial yang harus dipikul oleh perusahaan
dapat diperiksa dengan empat cara, seperti peningkatan efisiensi, kenaikan harga,
penurunan upah atau pengurangan keuntungan perusahaan tertentu dan mampu
menyediakan lapangan kerja (aspek sosial). Meningkatkan efisiensi tanpa (harus)
mengurangi keuntungan.
b. Prestasi Sosial Organisasi
Mendefinisikan prestasi sosial organisasi sama sulitnya dengan
mendefinisikan keefektifan organisasi pada umumnya. Salah satu kesulitan dalam
kedua kasus adalah banyak pihak yang memiliki tuntutan dan kepentingan yang
berbeda terhadap perusahaan.
Menurut Dody Prayogo sebagaimana dikutip oleh Irham Fahmi 48 ada empat
indikator keberhasilan CSR yang dapat dilihat, yaitu :
1) Secara umum, keberhasilan CSR dapat dilihat dari capaian nilai etika yang
dikandungnya yaitu turut menegakkan social justice, sustainability dan
equity.
2) Secara sosial, keberhasilan CSR dapat dinilai dari tinggi rendahnya
legitimasi sosial korporasi di hadapan stakeholder sosialnya.
3) Secara bisnis, keberhasilan CSR dapat dinilai dari meningkatnya nilai
saham akibat peningkatan corporate social image.
4) Secara teknis, keberhasilan CSR dapat dilihat dari capaian program hasil
evaluasi teknis lapangan.

Reward bagi corporate yang melaksanakan CSR


1) Reward finansial bagi perusahaan49
Dalam menerapkan CSR pada perusahaan, maka perusahaan mendapatkan
reward finansial diantaranya : menurunkan biaya operasional perusahaan,

48
Irham Fahmi, Etika Bisnis Teori, kasus, dan Solusi, 85. Lihat juga, Dody Prayogo, Socially
Responsible Corporation : Peta Tanggung Jawab Sosial dan Pembangunan komunitas pada
Industri Tambang dan Migas (Jakarta : UI-Press, 2011), 196
49
Dwi Kartini, Corporate Social Responsibility Transformasi, 83
40

meningkatkan volume penjualan dan pangsa pasar, menarik calon investor,


pertumbuhan nilai saham yang signifikan, membuat kesejahteraan karyawan lebih
baik, mencegah risiko dari dampak sosial, mencegah risiko dari dampak alam.
2) Reward non finansial bagi perusahaan50
Reward non finansial yang diberikan kepada perusahaan yaitu berupa :
kepercayaan, kredibilitas, responsibility, akuntabilitas serta mengelola risiko
bisnis secara lebih tanggap dan terperinci.

Menurut penulis, bagi perusahaan yang telah melaksanakan program CSR,


berhak mendapatkan penghargaan baik itu berupa finansial maupun berupa
penghargaan kepercayaan. Oleh karena itu, masyarakat dapat menilai sendiri
apakah perusahaan tersebut baik atau buruk terhadap masyarakat sekitar.

6. Pro dan Kontra CSR


Argumen yang mendukung / Pro terhadap CSR yaitu :
a. Situasi persaingan murni itu tidak ada dan lingkungan ekonomi sekarang
tidak otomatis menjamin alokasi optimal sumber daya. Tidak ada jaminan
efisiensi dan persamaan.
b. Perusahaan itu bukan instrumen ekonomi saja. Aktivitasnya mempunyai
pengaruh sosial yang besar. Laba saja bukanlah satu-satunya indikator
prestasi (performance = penyelenggaraan) sosial.
c. Para Manajer biasanya memang tidak dilatih untuk menghadapi CSR, tetapi
dampak sosial dari tindakan mereka tidak dapat diletakkan. Banyak
perseroan memiliki sumber-daya yang sangat besar, sebagian dari pada
sumber-daya itu hendaknya disalurkan ke dalam aktivitas yang berhubungan
dengan kesejahteraan sosial.
d. CSR tidak mesti merugikan persero. Dalam jangka panjang, pertimbangan
terhadap tanggung jawab sosial akan meningkatkan kepentingan persero.

50
Dwi Kartini, Corporate Social Responsibility Transformasi, 89
41

e. Masyarakat yang bertambah baik akan memberikan kesempatan untuk


keadaan masa depan yang lebih baik. Investasi dalam perbaikan jaringan
sosial akan memberikan iklim usaha yang menguntungkan.
f. Perusahaan yang bersifat lebih tanggap itu akan mengecilkan hari
(discourge) kelompok-kelompok lain seperti serikat buruh dan pemerintah
untuk melangkah masuk mengisi kekosongan tersebut, sehingga akhirnya
dapat dihindari kerusakan yang disebabkan oleh persaingan dan sistem
“perusahaan yang bebas”. Dalam arti luas terjun dalam tindakan-tindakan
yang bertanggung jawab sosial ini adalah untuk kepentingan terbaik bagi
perseroan itu sendiri.51

Argumen yang menentang CSR / Kontra terhadap CSR meliputi :


a. Sistem pasar yang kompetitif hanya dapat bekerja efektif jika perseroan
memusatkan perhatiannya pada penyelenggaraan ekonomis dan
mengutamakan kepentingan para persero. Model ini menjamin pemakaian
yang optimal dari sumber-daya masyarakat.
b. Sebagai lembaga ekonomi, perseroan itu hendaklah menspesialisasikan diri
dalam bidang terbaik yang dapat mereka laksanakan –produksi barang dan
jasa-jasa yang efisien. Laba adalah imbalan untuk penyelenggara sosial
yang efektif.
c. Perusahaan bukan dibutuhkan untuk mengejar sasaran-sasaran sosial.
Fungsi ini hendaklah diserahkan kepada lembaga-lembaga lain dalam
masyarakat.
d. Perusahaan menjalankan kekuatan ekonomi yang besar. CSR akan
menyebabkan perseroan memiliki pengaruh yang tidak semestinya terhadap
banyak kegiatan yang lain.
e. Perusahaan yang mengutamakan tanggung jawab sosial akan lemah
bersaingan dengan perusahaan yang tidak. Ini terutama merugikan dalam
persaingan Internasional.52

51
Fremont, Organisasi dan Manajemen, 219.
52
Fremont, Organisasi dan Manajemen, 218-219.
42

C. CSR dalam Perspektif Islam


CSR dalam perspektif Islam merupakan konsekuensi inheren dari ajaran
Islam itu sendiri. Tujuan dari syariat Islam adalah maslahah sehingga bisnis
adalah upaya untuk menciptakan maslahah, bukan sekedar mencari keuntungan.
Program CSR merupakan investasi bagi perusahaan untuk mendorong
pertumbuhan berkelanjutan. CSR bukan sebagai sentra biaya, melainkan sebagai
sentra laba (profit centre) dimasa yang akan datang.
Dalam pandangan Islam, CSR merupakan kewajiban pengusaha yang
dikeluarkan dari pendapatan yang jatuh pada kewajiban zakat, infaq ataupun
sedekah. Dalam pandangan Islam kewajiban melaksanakan CSR bukan hanya
menyangkut pemenuhan kewajiban secara hukum dan moral, tetapi juga strategi
agar perusahaan dan masyarakat tetap survive dalam jangka panjang.
Definisi CSR secara Syari‟ah 53 :

Amal
Pemberian
Perusahaan

CSI
CSR (Corporate Social Kedermawanan
Investment) sosial

Relasi
Kemasyarakatan
Perusahaan
Pemberdayaan

Pengembangan
Masyarakat

Gambar 2.1
CSR secara Syari‟ah

53
Irham Fahmi, Etika Bisnis Teori, kasus, dan Solusi, 85. Lihat juga, Edi Suharto, Pekerjaan
Sosial di Dunia Indsutri : Memperkuat CSR (Corporate Social Responsibility) (Bandung :
Alfabeta) 103

Anda mungkin juga menyukai