Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Fakultas : FBIS
Program studi : Akuntansi
Tatap Muka
03
Kode Matakuliah : W1219009
meliputi :
1. SPT Masa PPh;
2. SPT Masa PPN; dan
3. SPT Masa Pemungut PPN
“Setiap WP wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa
Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah,
dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor DJP tempat WP terdaftar atau
dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak”.
Yang dimaksud dengan benar, lengkap, dan jelas dalam mengisi SPT adalah :
SPT berbentuk formulir kertas (hardcopy) dapat diambil secara langsung di tempat
yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.
SPT berbentuk e-SPT dapat diambil secara langsung oleh WP dengan cara
mengunduh format SPT atau aplikasi e-SPT dari situs DJP.
4. Penandatangan SPT.
Ketentuan mengenai orang yang tidak tercantum namanya dalam akte pendirian
beserta perubahannya yang dianggap sebagai pengurus tepat diberlakukan bagi
kewajiban perpajakan
lainnya seperti misalnya untuk kepentingan penagihan pajak.
SPT yang disampaikan wajib ditandatangani oleh WP atau Kuasa WP. Dalam
hal WP menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk mengisi dan
menanda tangani SPT, surat kuasa khusus tersebut harus dilampirkan pada SPT.
(Pasal 4 ayat 3 UU KUP). Penandatanganan SPT oleh WP / Kuasa WP dapat dilakukan
secara biasa, tanda tangan stempel, atau tanda tangan elektronik atau digital, yang
semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan biasa.
Tanda tangan elektronik atau tanda tangan digital adalah informasi elektronik
yang dilekatkan, memiliki hubungan langsung atau terasosiasi pada suatu informasi
elektronik lain termasuk sarana administrasi perpajakan yang ditujukan oleh WP atau
kuasanya untuk menunjukan identitas dan status yang bersangkutan. (PMK No.
181/PMK.03/2007)
Batas waktu penyampaian SPT pada pasal 3 ayat 3 UU KUP diatur sbb :
a) SPT Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak;
b) SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi, paling lama 3 bulan setelah akhir Tahun
Pajak; atau
c) SPT Tahunan PPh WP Badan, paling lama 4 bulan setelah akhir Tahun Pajak.
Mengenai dokumen yang harus dilampirkan pada SPT dalam PMK No.
181/PMK.03/2007 tentang .Bentuk dan Isi SPT, serta Tata Cara Pengambilan,
Pengisian, Penandatanganan, dan Penyampaian SPT. dinyatakan bahwa :
SPT terdiri dari SPT Induk dan Lampiran, merupakan satu kesatuan yg tidak
terpisahkan;
SPT harus dilampiri dgn keterangan dan/atau dokumen sesuai dengan UU Pajak;
Ketentuan mengenai dokumen yg harus dilampirkan dlm SPT diatur dgn Peraturan
DJP;
Dalam UU KUP yang pasti harus dilampirkan dalam SPT adalah sbb:
a. SPT Tahunan PPh WP yg wajib menyelenggarakan pembukuan harus dilampiri
dgn laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan lain
yg diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak. {Ps. 4 ayat
(4)}.
b. Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik tetapi tidak dilampirkan
pada SPT, SPT dianggap tidak lengkap dan tidak jelas, sehingga SPT dianggap
tidak disampaikan. {Pasal 4 ayat (4b) UU KUP}
c. Dalam hal WP menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk
mengisi dan menandatangani SPT, surat kuasa khusus tersebut harus
dilampirkan pada SPT. (Pasal 4 angka 3 UU KUP)
8. WP dgn Kriteria Tertentu yg dpt melaporkan Beberapa Masa Pajak dalam Satu
SPT Masa.
Dalam Pasal 3 ayat (3a) dan (3b) ditetapkan bahwa WP dengan criteria tertentu
dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1 (satu) SPT Masa. WP dengan kriteria
tertentu dan tata cara pelaporan diatur dengan atau berdasarkan PMK No.
182/PMK.03/2007 sbb :
1) WP dengan kriteria tertentu dapat menyampaikan 1 (satu) SPT Masa untuk
beberapa Masa Pajak sekaligus, yang meliputi:
a. WP usaha kecil; terdiri dari:
1> WP Orang Pribadi yang menjalankan kegiatan usaha atau melakukan pekerjaan
bebas, yang harus memenuhi criteria sbb :
a> WP Orang Pribadi dalam negeri; dan
b> menerima atau memperoleh peredaran usaha dari kegiatan usaha atau
penerimaan bruto dari pekerjaan bebas dalam Tahun Pajak sebelumnya tidak
lebih dari Rp.600.000.000,- (enam ratus juta rupiah); atau
Apabila SPT tidak disampaikan sesuai batas waktu yang ditentukan atau batas
waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan, dapat diterbitkan Surat Teguran
(Pasal 3 ayat 5a UU KUP). Penerbitan Surat Teguran, disamping merupakan bentuk
pembinaan terhadap WP, juga merupakan syarat bagi dikenainya WP yang
bersangkutan dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat 1 huruf b dan Pasal 13 ayat 3 UU KUP.
Pasal 7 ayat (1) UU KUP menyatakan apabila SPT tidak disampaikan dalam
jangka waktunya atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT, dikenai sanksi
administrasi berupa denda sebesar:
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk SPT Masa PPN,
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Masa lainnya,
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk SPT Tahunan PPh WP Badan
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi.
Ayat (2) menyatakan bahwa .sanksi administrasi berupa denda diatas tidak dilakukan
terhadap.:
a. WP Orang Pribadi yang telah meninggal dunia;
b. WP Orang Pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas;
c. WP Orang Pribadi yg berstatus sebagai W N A yg tidak tinggal lagi di Indonesia;
d. BUT yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
e. WP Badan yg tidak melakukan usaha lagi tetapi belum bubar sesuai dgn
ketentuannya
f. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
g. WP yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Per.Menkeu; atau
h. WP lain yg diatur dengan atau berdasarkan PMK. Yg dimaksud dgn WP lain
tersebut pada huruf h berdasarkan PMK No. 186/PMK.03/2007 adalah WP yg
tidak dapat menyampaikan SPT dalam jangka waktu yg telah ditentukan karena
keadaan antara lain : a. kerusuhan massal; b. kebakaran; c. ledakan bom atau
aksi terorisme; d. perang antar suku; atau e. kegagalan sistem komputer
administrasi penerimaan negara atau perpajakan. Penetapan WP tersebut
dilakukan dengan Keputusan Dirjen Pajak.
Pasal 39 ayat 1 huruf c dan d UU KUP menyatakan .Setiap orang yang dengan
sengaja: c. tidak menyampaikan SPT; d. menyampaikan SPT dan/atau keterangan
yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, terkena sanksi pidana antara 6 bulan s/d 6
tahun dan denda antara 2 s/d 4 kali.
B. Membetulkan SPT.
Contoh : PT ABC membetulkan sendiri SPT Masa PPN Masa Januari 2008 pada
tanggal 20 November 2008, semula menyatakan jumlah Pajak Keluaran yg harus
dipungut sendiri sebesar Rp.100juta dan kredit pajak Rp.80juta, dibetulkan menjadi
jumlah Pajak Keluaran yg seharusnya dipungut sebesar Rp.130juta dan kredit pajak
tetap. Kekurangan pembayar an pajak Rp.30juta dibayar pada tanggal 18 November
2008. Akibatnya PT ABC dikenai bunga 10 bulan (16 Februari 2008 s/d 18 Nopember
2008) atau sebesar : 2% x 10 x Rp30.000.000,00 =
Rp.6.000.000,00
Pembetulan SPT karena Kompensasi Kerugian.
PP Nomor 80 Tahun 2007 menjelaskan lebih lanjut Pasal 8 ayat (4) UU KUP sbb
:
a) Laporan tersendiri dimaksud harus ditandatangani oleh WP dan dilampiri dengan :
Penghitungan pajak yang kurang dibayar sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya dalam format SPT;
SSP bukti pelunasan pajak yang kurang dibayar; dan
SSP bukti pembayaran sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50
%.
b) Untuk membuktikan kebenaran pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT, pe
meriksaan tetap dilanjutkan dan dari hasil pemeriksaan diterbitkan SKP dgn mem
pertimbangkan laporan tersendiri tsb. Beserta pelunasan pajak yang telah dibayar.
c) Dalam hal hasil pemeriksaan membuktikan bahwa pengungkapan ketidak benaran
pengisian SPT yang dilakukan oleh WP ternyata tidak mencerminkan keadaan yang
sebenarnya, SKP diterbitkan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya tersebut.
d) Apabila hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti dgn penerbitan SKP KB, SSP bukti
pelunasan pajak dan pelunasan sanksi tidak dihitung sebagai kredit pajak.
e) Pelunasan pajak yang kurang dibayar dan sanksi administrasi berupa kenaikan di
atas dapat diperhitungkan sebagai pembayaran atas surat ketetapan pajak hasil
pemeriksaan berdasarkan permohonan WP.
PEMBUKUAN DAN PENCATATAN
DASAR HUKUM
Data Historis
Laporan keuangan didasarkan dari fakta catatan akuntansi yang bersifat
historis sehingga harta, utang dan modal dinyatakan dalam harga pada saat
terjadinya peristiwa tanpa memperhitungkan terjadinya perubahan nilai mata
uang.
1. Bersifat histories, sehingga mungkin sudah tidak relevan lagi dengan keadan
sekarang.
2. Bersifat umum dan bukan untuk tiap-tiap pemakai
4. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan uang dan perubahan nilai uang tidak
tercermin dalam laporan keuangan
Wajib Pajak dalam rangka Penanaman Modal Asing [PMA], yaitu wajib pajak yaitu
wajib pajak yang beroperasi berdasarkan ketentuan Undang-undang yang
mengatur mengenai PMA.
Wajib Pajak dalam rangka kontrak karya, yaitu wajib pajak yang beroperasi
berdasarkan kontrak dengan pemerintah Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang yang mengatur mengenai pertambangan.
Wajib Pajak dalam rangka kontrak bagi hasil, yaitu wajib pajak yang beroperasi
berdasarkan Undang-undang yang mengatur mengenai pertambangan minyak
dan gas bumi.
Bentuk Usaha Tetap [BUT], yaitu bentuk usaha sebagaimana di maksud dalam
pasal 2 ayat [5] UU No. 17 Tahun 2000, atau menurut Perjanjian Penghindaran
Pajak Berganda [P3B] yang terkait.
Wajib Pajak yang mendaftarkan emisi sahamnya, baik sebagian maupun
seluruhnya di bursa efek luar negeri.
Wajib Pajak yang berafiliasi langsung dengan perusahaan induk diluar negeri,
yaitu perusahaan anak yang dimiliki dan atau dikuasai oleh perusahaan induk
diluar negeri dalam hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam pasal 18
ayat [4] huruf a dan b UU No. 17 Tahun 2000
Kontrak Investasi Kolektif yang menerbitkan reksadana dalam denominasi mata
uang US Dollar
Perubahan dari pembukuan Rupiah ke pembukuan us dollar bertitik tolak dari Neraca
akhir tahun buku sebelumnya [dalam rupiah] yang dikonversikan ke mata uang us dollar
dengan menggunakan kurs:
Untuk harga perolehan harta berwujud dan harta tidak berwujud yang mempunyai
masa manfaat lebih dari 1 tahun menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku
pada saat perolehan harta tersebut;
Untuk akumulasi penyusutan dan amortisasi harta tersebut menggunakan kurs
yang sebenarnya berlaku pada saat perolehan harta tersebut;
Untuk harta lainnya dan kewajiban menggunakan kurs yang sebenarnya belaku
untuk akhir tahun buku sebelumnya, berdasarkan sistem pembukuan yang di anut
yng dilakukan secara taat asas;
Apabila terjadi revaluasi aktiva tetap, disamping menggunakan nilai historis, atas
nilai selisih lebih dikonversi kedalam mata uang us dollar dengan menggunakan
kurs yang sebenarnya berlaku pada saat dilakukannya revaluasi;
Untuk laba ditahan atau sisa kerugian dalam mata uang rupiah dari tahun-tahun
sebelumnya, dikonversi kedalam mata uang us dollar dengan menggunakan kurs
sebenarnya berlaku pada akhir tahun buku sebelumnya, berdasarkan sistem
pembukuan yamg di anut yang dilakukan secara taat asas;
Untuk modal saham dan ekuitas lainnya menggunakan kurs yang sebenarnya
berlaku pada saat terjadinya transaksi;
Dalam hal terdapat selisih laba atau rugi sebagai akibat konversi dari mata uang
rupiah ke mata uang us dollar, maka selisih laba atau rugi tersebut dibebankan
pada rekening laba ditahan;
Sisa kerugian fiskal dalam mata uang rupiah dari tahun-tahun sebelumnya yang
dapat dikompensasikan ke tahun pajak di mulainya pembukuan dalam bahasa
inggris dan mata uang us dollar, dikonversi ke dalam mata uang us dollar dengan
menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang
berlaku pada akhir tahun buku pada saat kerugian fiskal tersebut terjadi.
PENGGUNAAN KURS PADA TAHUN BERJALAN
SANKSI
Contoh 1:
PT. ABC merupakan Wajib Pajak Badan yang menyelenggarakan pembukuan
dengan menggunakan bahasa indonesia dan mata uang Rupiah dengan tahun
buku/ tahun pajak 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Pada tanggal 1 Januari
1995 membeli sebuah aktiva tetap dengan harga perolehan sebesar $1.000.000
dengan kurs Rp. 2.000 per USD yang termasuk dalam harta berwujud bukan
bangunan kelompok III dengan masa manfaat 16 Tahun. Metode penyusutan yang
digunakan adalah metode garis lurus. Penghitungan akumulasi penyusutan untuk
tahun 1995 sampai dengan tahun 2001 dan nilai sisa buku awal tahun 2002
adalah sebagai berikut:
Dasar Penyusutan
($ 1.000.000 x Rp. 2.000/ USD = Rp. 2.000.000.000
Akumulasi Penyusutan Tahun 1995 s/d 2001
7 x (6,25% x Rp. 2.000.000.000) = (Rp. 875.000.000)
Nilai sisa buku awal tahun 2002 = Rp. 1.125.000.000
Nilai sisa buku awal tahun 2008 yang dikonversi ke dalam mata mata uang
rupiah
BUKU:
Basri, Hasan. “Modul Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan”, BPPK, Widyaiswara
Pusdiklat Pajak
Direktorat Penyuluhan Pelayanan dan Humas, “Undang-Undang KUP No. 16 Tahun
2009” Direktorat Jenderal Pajak
Wirawan, “Hukum Pajak”, Salemba Empat
Waluyo,(2011).Perpajakan Indonesia: Buku 1 dan Buku 2.Jakarta: Salemba Empat
Wardoyo, Teguh Hadi dan Sapto Windi Argo.(2010). Pajak Terapan A dan B. Jakarta: TaxSys
INTERNET:
www.pajak.go.id
www.ortax.org