Anda di halaman 1dari 35

PERPAJAKAN

Ketentuan Umum Perpajakan


SPT Tahunan
Pembukuan

Fakultas : FBIS
Program studi : Akuntansi

Tatap Muka

03
Kode Matakuliah : W1219009

Disusun oleh : Islamiah Kamil, SE., M.Ak, CAPM, CAPF


ABSTRAK TUJUAN
SPT adalah surat yang oleh Setelah membaca modul ini, mahasiswa
WP digunakan untuk diharapkan mampu untuk :s
melaporkan penghitungan
dan/atau pembayaran pajak, Kemampuan berpartisipasi dalam diskusi
dan sistematika penyusunan tugas
objek pajak dan/atau bukan berkaitan dengan SPT
objek pajak, dan/atau harta
dan kewajiban sesuai dengan
ketentuan per-UU-an Pajak.
SURAT PEMBERITAHUAN (SPT).

1. Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT).


SPT adalah surat yang oleh WP digunakan untuk melaporkan penghitungan
dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta
dan kewajiban sesuai dengan ketentuan per-UU-an Pajak.

SPT terdiri dari :


a. SPT Tahunan PPh;
b. SPT Masa yang

meliputi :
1. SPT Masa PPh;
2. SPT Masa PPN; dan
3. SPT Masa Pemungut PPN

SPT tersebut berbentuk: a. formulir kertas (hardcopy); atau b. e-SPT.


E-SPT adalah data SPT WP dalam bentuk elektronik yang dibuat oleh WP dengan
menggunakan aplikasi e-SPT yang disediakan oleh DJP. Aplikasi e-SPT adalah aplikasi
dari DJP yang dapat digunakan WP untuk membuat e-SPT.

2. Kewajiban menyampaikan SPT.


Kewajban melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak
dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan dalam SPT tercantum dalam Pasal 3 ayat 1
UU KUP yang berbunyi sbb :

“Setiap WP wajib mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa
Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah,
dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor DJP tempat WP terdaftar atau
dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak”.

Yang dimaksud dengan benar, lengkap, dan jelas dalam mengisi SPT adalah :

a. benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam penerapan


ketentuan peraturan UU Pajak, dalam penulisan, dan sesuai dengan
keadaanyang sebenarnya;
b. lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak
dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT; dan
c. jelas melaporkan asal-usul / sumber objek pajak dan unsur lain yg hrs diisikan
dlm SPT.
d. SPT yg telah diisi dgn benar, lengkap, dan jelas tersebut wajib disampaikan ke
kantor DJP tempat WP terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang
ditetapkan oleh DJP, dan kewajiban penyampaian SPT oleh Pemotong atau
Pemungut Pajak dilakukan untuk setiap Masa Pajak.

3. Tempat dan cara pengambilan SPT.

Pasal 3 ayat (2) UU KUP menyatakan, WP mengambil sendiri SPT ditempat yg


ditetapkan oleh Dirjen (pada kantor DJP atau tempat lain yg diperkirakan mudah
terjangkau oleh WP) atau mengambil dgn cara lain yg tata cara pelaksanaannya diatur
dgn atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Dalam PMK No.
181/PMK.03/2007 tgl 28-12- 2007 diatur :

SPT berbentuk formulir kertas (hardcopy) dapat diambil secara langsung di tempat
yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.
SPT berbentuk e-SPT dapat diambil secara langsung oleh WP dengan cara
mengunduh format SPT atau aplikasi e-SPT dari situs DJP.

4. Penandatangan SPT.

Mengenai kewajiban WP menandatangani SPT, selain diatur dalam Pasal 3 ayat


1 UU KUP, juga disebut dalam Pasal 4 ayat 1 yang berbunyi bahwa:.WP wajib mengisi
dan menyampaikan SPT dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya..
Bagi WP Badan yang berhak menandatangani SPT tersebut adalah pengurus
atau direksi (Pasal 4 ayat 2 UU KUP). Meskipun yang dimaksud dengan pengurus
sebagaimana diuraikan dalam penjelasan Pasal 32 ayat 4 UU KUP adalah termasuk
orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang dalam menentukan kebijaksanaan
dan/atau mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan perusahaan,
misalnya berwenang menandatangani kontrak dengan pihak ketiga, menandatangani
cek, dan sebagainya walaupun orang tersebut tidak tercantum namanya dalam
susunan pengurus yang tertera dalam akte pendirian maupun akte perubahan, dan
termasuk pula bagi komisaris dan pemegang saham mayoritas atau pengendali, namun
untuk penandatangan SPT sebaiknya tetap orang yang namanya tercantum dalam
susunan pengurus yang tertera dalam akte pendirian maupun akte perubahan.

Ketentuan mengenai orang yang tidak tercantum namanya dalam akte pendirian
beserta perubahannya yang dianggap sebagai pengurus tepat diberlakukan bagi
kewajiban perpajakan
lainnya seperti misalnya untuk kepentingan penagihan pajak.
SPT yang disampaikan wajib ditandatangani oleh WP atau Kuasa WP. Dalam
hal WP menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk mengisi dan
menanda tangani SPT, surat kuasa khusus tersebut harus dilampirkan pada SPT.
(Pasal 4 ayat 3 UU KUP). Penandatanganan SPT oleh WP / Kuasa WP dapat dilakukan
secara biasa, tanda tangan stempel, atau tanda tangan elektronik atau digital, yang
semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan biasa.

Tanda tangan elektronik atau tanda tangan digital adalah informasi elektronik
yang dilekatkan, memiliki hubungan langsung atau terasosiasi pada suatu informasi
elektronik lain termasuk sarana administrasi perpajakan yang ditujukan oleh WP atau
kuasanya untuk menunjukan identitas dan status yang bersangkutan. (PMK No.
181/PMK.03/2007)

5. Cara penyampaian SPT.

Penyampaian SPT oleh WP dapat dilakukan :


a. secara langsung dan diberikan tanda penerimaan sirat;
b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat; atau
c. dengan cara lain seperti:
melalui perusahaan jasa ekspedisi/kurir dengan bukti pengiriman surat; atau
e-Filing melalui ASP (Penyedia Jasa Aplikasi) dan diberikan Bukti Penerimaan
Elektronik.
E-Filing adalah cara penyampaian SPT / Perpanjangan SPT Tahunan yg dilakukan
secara on-line dan real time melalui Application Service Provider (ASP). (PMK No.
181/PMK.03/2007)

6. Batas waktu penyampaian SPT.

Batas waktu penyampaian SPT pada pasal 3 ayat 3 UU KUP diatur sbb :
a) SPT Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak;
b) SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi, paling lama 3 bulan setelah akhir Tahun
Pajak; atau
c) SPT Tahunan PPh WP Badan, paling lama 4 bulan setelah akhir Tahun Pajak.

7. SPT dianggap Tidak Disampaikan.

Dalam Pasal 3 ayat 7 UU KUP dinyatakan bahwa, SPT dianggap tidak


disampaikan apabila:
a. SPT tidak ditandatangani;
b. SPT tidak dilampiri keterangan dan/atau dokumen sesuai dengan Per. Menkeu;
c. SPT lebih bayar disampaikan telah lewat 3 tahun sesudah berakhirnya Masa
Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dan WP telah ditegur secara
tertulis; atau
d. SPT disampaikan setelah Dirjen Pajak melakukan pemeriksaan / menerbitkan
SKP. Apabila SPT dianggap tidak disampaikan, Dirjen Pajak wajib
memberitahukan kepada WP (Pasal 3 ayat 7a UU KUP). SPT tersebut
selanjutnya dianggap sebagai data perpajakan.

Mengenai dokumen yang harus dilampirkan pada SPT dalam PMK No.
181/PMK.03/2007 tentang .Bentuk dan Isi SPT, serta Tata Cara Pengambilan,
Pengisian, Penandatanganan, dan Penyampaian SPT. dinyatakan bahwa :
 SPT terdiri dari SPT Induk dan Lampiran, merupakan satu kesatuan yg tidak
terpisahkan;
 SPT harus dilampiri dgn keterangan dan/atau dokumen sesuai dengan UU Pajak;
 Ketentuan mengenai dokumen yg harus dilampirkan dlm SPT diatur dgn Peraturan
DJP;

Dalam UU KUP yang pasti harus dilampirkan dalam SPT adalah sbb:
a. SPT Tahunan PPh WP yg wajib menyelenggarakan pembukuan harus dilampiri
dgn laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan lain
yg diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak. {Ps. 4 ayat
(4)}.
b. Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik tetapi tidak dilampirkan
pada SPT, SPT dianggap tidak lengkap dan tidak jelas, sehingga SPT dianggap
tidak disampaikan. {Pasal 4 ayat (4b) UU KUP}
c. Dalam hal WP menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk
mengisi dan menandatangani SPT, surat kuasa khusus tersebut harus
dilampirkan pada SPT. (Pasal 4 angka 3 UU KUP)

8. WP dgn Kriteria Tertentu yg dpt melaporkan Beberapa Masa Pajak dalam Satu
SPT Masa.

Dalam Pasal 3 ayat (3a) dan (3b) ditetapkan bahwa WP dengan criteria tertentu
dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1 (satu) SPT Masa. WP dengan kriteria
tertentu dan tata cara pelaporan diatur dengan atau berdasarkan PMK No.
182/PMK.03/2007 sbb :
1) WP dengan kriteria tertentu dapat menyampaikan 1 (satu) SPT Masa untuk
beberapa Masa Pajak sekaligus, yang meliputi:
a. WP usaha kecil; terdiri dari:

1> WP Orang Pribadi yang menjalankan kegiatan usaha atau melakukan pekerjaan
bebas, yang harus memenuhi criteria sbb :
a> WP Orang Pribadi dalam negeri; dan
b> menerima atau memperoleh peredaran usaha dari kegiatan usaha atau
penerimaan bruto dari pekerjaan bebas dalam Tahun Pajak sebelumnya tidak
lebih dari Rp.600.000.000,- (enam ratus juta rupiah); atau

2> WP Badan yang harus memenuhi kriteria sebagai berikut :


a> modal WP 100% (seratus persen) dimiliki oleh W N I;
b> menerima atau memperoleh peredaran usaha dalam Tahun Pajak
sebelumnya tidak lebih dari Rp.900.000.000,-; atau

b. WP di daerah tertentu, adalah WP yg tempat tinggal/kedudukan/kegiatan usahanya


berlokasi di daerah tertentu yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.

2) Tata Cara Pelaporan


a> WP yang termasuk dalam kriteria tertentu yang bermaksud melaporkan
beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa harus menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis kepada Dirjen Pajak paling lambat 2 (dua) bulan
sebelum dimulainya masa pajak pertama yang oleh WP akan disampaikan
dalam SPT Masa yang meliputi beberapa Masa sekaligus;
b> Terhadap pemberitahuan secara tertulis dilakukan penelitian;
c> Apabila berdasarkan penelitian WP tidak memenuhi kriteria, Dirjen Pajak
memberitahukan secara tertulis kepada WP.

9. WP PPh tertentu yang dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT.

Berdasarkan PMK No. 183/PMK.03/2007 yang dikecualikan dari kewajiban


menyampaikan SPT dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 dan SPT
Tahunan PPh Orang Pribadi yaitu WP Orang Pribadi yang dalam satu Tahun
Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak melebihi PTKP
sebagaimana dimaksud dalam UU PPh.
2. Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 yaitu WP
Orang Pribadi yang tidak menjalankan kegiatan usaha atau tidak melakukan
pekerjaan bebas.

10. Sanksi karena tidak menyampaikan SPT.


Sanksi bagi WP yang tidak menyampaikan SPT, dapat berupa sanksi
administrasi ataupun sanksi pidana. Sanksi administrasi dapat berupa denda
sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU KUP atau berupa kenaikan sebagaimana diatur
dalam Pasal 13 ayat 3 UU KUP. Sanksi pidana dapat berupa kurungan atas tindak
pidana kealpaan sebagaimana diatur dalam Pasal 38 UU KUP ataupun penjara atas
tindak pidana kesengajaan sebagaimana diatur dalam Pasal 39 UU KUP.

A. Surat Teguran atas SPT yang tidak disampaikan.

Apabila SPT tidak disampaikan sesuai batas waktu yang ditentukan atau batas
waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan, dapat diterbitkan Surat Teguran
(Pasal 3 ayat 5a UU KUP). Penerbitan Surat Teguran, disamping merupakan bentuk
pembinaan terhadap WP, juga merupakan syarat bagi dikenainya WP yang
bersangkutan dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat 1 huruf b dan Pasal 13 ayat 3 UU KUP.

B. Sanksi administrasi berupa denda.

Pasal 7 ayat (1) UU KUP menyatakan apabila SPT tidak disampaikan dalam
jangka waktunya atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT, dikenai sanksi
administrasi berupa denda sebesar:
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk SPT Masa PPN,
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Masa lainnya,
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk SPT Tahunan PPh WP Badan
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi.

Ayat (2) menyatakan bahwa .sanksi administrasi berupa denda diatas tidak dilakukan
terhadap.:
a. WP Orang Pribadi yang telah meninggal dunia;
b. WP Orang Pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas;
c. WP Orang Pribadi yg berstatus sebagai W N A yg tidak tinggal lagi di Indonesia;
d. BUT yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
e. WP Badan yg tidak melakukan usaha lagi tetapi belum bubar sesuai dgn
ketentuannya
f. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
g. WP yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Per.Menkeu; atau
h. WP lain yg diatur dengan atau berdasarkan PMK. Yg dimaksud dgn WP lain
tersebut pada huruf h berdasarkan PMK No. 186/PMK.03/2007 adalah WP yg
tidak dapat menyampaikan SPT dalam jangka waktu yg telah ditentukan karena
keadaan antara lain : a. kerusuhan massal; b. kebakaran; c. ledakan bom atau
aksi terorisme; d. perang antar suku; atau e. kegagalan sistem komputer
administrasi penerimaan negara atau perpajakan. Penetapan WP tersebut
dilakukan dengan Keputusan Dirjen Pajak.

C. Sanksi administrasi berupa kenaikan.

Sanksi administrasi berupa kenaikan dapat dikenakan melaui penerbitan SKPKB


apabila PT tidak disampaikan dalam jangka waktunya dan setelah ditegur secara
tertulis, tetap tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat
Teguran (Pasal 13 ayat 1 huruf b UU KUP). Dari Jumlah pajak dalam SKP KB yang
diterbitkan ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sesuai dengan Pasal
13 ayat 3 UU KUP.

D. Sanksi pidana kurungan.

Pidana kurungan dalam Pasal 38 UU KUP dikenakan terhadap setiap orang


yang karena kealpaannya tidak menyampaian SPT. Pasal 38 UU KUP tersebut
berbunyi:. Setiap orang yang karena kealpaannya: a. tidak menyampaikan SPT; atau b.
menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan
keterangan yg isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan
yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A, didenda paling sedikit 1
kali jumlah pajak terutang yg tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 kali jumlah
pajak terutang yg tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3
bulan atau paling lama 1 tahun..

Yang dimaksud dengan perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 13A adalah .WP yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT atau
menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan
keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali
dilakukan oleh WP dan WP tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah
pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200 % dari
jumlah pajak yg kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan SKPKB..

E. Sanksi pidana penjara.

Pasal 39 ayat 1 huruf c dan d UU KUP menyatakan .Setiap orang yang dengan
sengaja: c. tidak menyampaikan SPT; d. menyampaikan SPT dan/atau keterangan
yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, terkena sanksi pidana antara 6 bulan s/d 6
tahun dan denda antara 2 s/d 4 kali.

11. Hak WP berkaitan dengan penyampaian SPT.

Berkaitan dengan kewajiban melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran


pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan melalui SPT, WP
mempunyai hak-hak sbb :
1. Memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan
2. Membetulkan SPT
3. Mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT

A. Memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT.

Hak WP untuk memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan


dinyatakan dalam Pasal 3 ayat 4 UU KUP yg berbunyi: .WP dapat memperpanjang
jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
untuk paling lama 2 (dua) bulan dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara
tertulis atau dgn cara lain kepada Dirjen Pajak yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan PMK.

Ketentuan sebelumnya melalui prosedur permohonan. Hak ini diperlukan apabila


WP baik Orang Pribadi maupun Badan ternyata tidak dapat menyampaikan SPT dalam
jangka waktunya karena luasnya kegiatan usaha dan masalah-masalah teknis
penyusunan laporan keuangan, atau sebab lainnya sehingga sulit untuk memenuhi
batas waktu penyelesaian dan memerlukan kelonggaran dari batas waktu yang telah
ditentukan. Hak memperpanjang jangkawaktu penyampaian SPT Tahunan ini berguna
bagi WP untuk menghindari sanksi administrasi karena melakukan pelanggaran
terlambat menyampaikan SPT Tahunan.

Dalam PMK No. 181/PMK.03/2007 hal ini diatur sbb :


1. Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan disampaikan dalam bentuk formulir
kertas (hardcopy) atau dalam bentuk data elektronik (dari aplikasi yang dibuat
oleh Dirjen Pajak);
2. Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan dibuat secara tertulis dan
disampaikan ke KPP, sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan
berakhir, dengan dilampiri :
penghitungan sementara pajak terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak yang
batas waktu penyampaiannya diperpanjang;
laporan keuangan sementara; dan SSP sebagai bukti pelunasan
kekurangan pembayaran pajak yang terutang.
3. Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan wajib ditandatangani oleh WP atau
Kuasa WP.
4. Cara penyampaian Pemberitahuan Perpanjangan SPT sama dgn cara
penyampaian SPT dan diberikan tanda penerimaan surat atau Bukti Penerimaan
Elektronik.
5. Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan yg tidak memenuhi syarat, bukan
Pemberitahu an Perpanjangan SPT, dan Dirjen Pajak wajib memberitahukannya
kepada WP ybs.

Akibat administratif penundaan penyampaian SPT Tahunan.

Pasal 19 ayat 3 UU KUP menyebutkan.Dalam hal WP diperbolehkan menunda


penyampaian SPT Tahunan dan ternyata penghitungan sementara pajak yang terutang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) kurang dari jumlah pajak yang
sebenarnya terutang, atas kekurangan pembayaran pajak tersebut dikenai bunga
sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari saat berakhirnya batas waktu
penyampaian SPT Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b dan
huruf c sampai dengan tanggal dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut dan
bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.

Contoh : PT ABC setelah menyampaikan pemberitahuan tertulis menunda jangka waktu


penyampaian SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2008 (Tahun Takwim) sampai dengan
tanggal 30 Juni 2009 dengan perhitungan sementara pajak terutang sebesar Rp100juta
dan kredit pajak Rp80juta. Kekurangan pajak (PPh Pasal 29) sebesar Rp20juta dilunasi
pada tanggal 25 April 2009. PT ABC menyampaikan SPT sesungguhnya pada tanggal
30 Juni 2009 dengan jumlah pajak yang terutang sebesar Rp120juta. Kekurangan
pembayaran dilunasi tanggal 28 Juni 2004.
Dari kasus ini PT ABC dikenakan bunga selama 2 bulan (1 Mei 2009 s/d 28 Juni 2009)
atau sebesar : 2% x 2 x Rp.20.000.000,00 = Rp.800.000,00

B. Membetulkan SPT.

Pembetulan SPT merupakan hak WP dalam hal terdapat kekeliruan pengisian


SPT yang sudah disampaikan, dengan syarat belum dilakukan pemeriksaan.

Pembetulan dilakukan antara lain untuk menghindari sanksi administrasi berupa


bunga karena pemeriksaan pajak. Kekeliruan pengisian SPT bisa juga disebabkan
karena kekeliruan kompensasi kerugian sebagai akibat diterbitkannya SKP, SK
Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.

1. Ketentuan mengenai Pembetulan SPT.

Pasal 8 ayat 1 UU KUP menyatakan bahwa:.WP dengan kemauan sendiri dapat


membetulkan SPT yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis,
dengan syarat Dirjen Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.. Pasal 8 ayat 1a
UU KUP menyatakan:.Dalam hal pembetulan SPT sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) menyatakan rugi atau lebih bayar, pembetulan SPT harus disampaikan paling lama
2 (dua) tahun sebelum daluwarsa penetapan..

Penjelasan dari ayat tersebut dapat diuraikan sbb:


Pernyataan tertulis dalam Pembetulan SPT dilakukan dengan cara memberi tanda
pada tempat yang telah disediakan dalam SPT yang menyatakan bahwa WP yang
bersangkutan membetulkan SPT (PP Nomor 80 Tahun 2007);
Yang dimaksud dengan .mulai melakukan tindakan pemeriksaan. adalah pada saat
Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak (SP3) disampaikan kepada WP, wakil, kuasa,
pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari WP.
Yg dimaksud dengan daluwarsa penetapan adalah 5 tahun setelah saat terutangnya
pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak.

2. Sanksi Administratif akibat Pembetulan SPT Tahunan.

Pasal 8 ayat 2 UU KUP menyebutkan .Dalam hal WP membetulkan sendiri SPT


Tahunan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak
yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT berakhir sampai dengan
tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan..

3. Sanksi Administrasi akibat Pembetulan SPT Masa.

Pasal 8 ayat 2a UU KUP menyatakan .Dalam hal WP membetulkan sendiri SPT


Masa yg mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar, kepadanya dikenai sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang
kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal
pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan..

Contoh : PT ABC membetulkan sendiri SPT Masa PPN Masa Januari 2008 pada
tanggal 20 November 2008, semula menyatakan jumlah Pajak Keluaran yg harus
dipungut sendiri sebesar Rp.100juta dan kredit pajak Rp.80juta, dibetulkan menjadi
jumlah Pajak Keluaran yg seharusnya dipungut sebesar Rp.130juta dan kredit pajak
tetap. Kekurangan pembayar an pajak Rp.30juta dibayar pada tanggal 18 November
2008. Akibatnya PT ABC dikenai bunga 10 bulan (16 Februari 2008 s/d 18 Nopember
2008) atau sebesar : 2% x 10 x Rp30.000.000,00 =
Rp.6.000.000,00
Pembetulan SPT karena Kompensasi Kerugian.

Pasal 8 ayat 6 UU KUP menyatakan bahwa:.WP dapat membetulkan SPT


Tahunan yang telah disampaikan, dalam hal WP menerima SKP, SK Keberatan, SK
Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali Tahun Pajak
sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal
yang berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam SPT Tahunan
yang akan dibetulkan tersebut, dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah menerima
SKP, SK Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan
Kembali, dengan syarat Dirjen belum melakukan tindakan pemeriksaan..

Penjelasan atas ketentuan tersebut dinyatakan dalam PP Nomor 80 Tahun 2007,


sebagai berikut :
 Pembetulan harus dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan setelah menerima SKP,
SK Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan
Kembali;
 Jangka waktu 3 bulan untuk melakukan pembetulan SPT Tahunan dihitung sejak
stempel pos pengiriman, atau dalam hal diterima secara langsung, jangka waktu
3 (tiga) bulan dihitung sejak tanggal diterimanya SKP, SK Keberatan, SK
Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali oleh WP;
 Dalam hal WP tidak membetulkan SPT Tahunan dimaksud, Dirjen Pajak
memperhitungkan rugi fiskal menurut SKP, SK Keberatan, SK Pembetulan,
Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali dalam penerbitan SKP;
 Apabila WP tidak membetulkan SPT Tahunan dalam jangka waktu 3 (tiga)
bulan sebagaimana dimaksud, Dirjen Pajak menghitung kembali kompensasi
kerugian dalam SPT Tahunan secara jabatan berdasarkan rugi fiskal sesuai
dengan SKP, SK Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan
Peninjauan Kembali.

Contoh : PT A menyampaikan SPT Tahunan PPh tahun 2008 yang menyatakan:


Penghasilan Neto sebesar Rp.200.000.000,00, Kompensasi kerugian berdasarkan SPT
Tahunan PPh tahun 2007sebesar Rp.150.000.000,00 (-) Penghasilan Kena Pajak Rp.
50.000.000,00 Terhadap SPT Tahunan PPh thn 2007 dilakukan pemeriksaan, dan pada
tgl 6 Januari 2010 diterbit kan SKP yang menyatakan rugi Rp.70juta.
Berdasarkan SKP tsb Dirjen Pajak akan mengubah perhitungan Penghasilan Kena
Pajak thn 2008 menjadi sbb:
Penghasilan Neto sebesar Rp.200.000.000,00, Rugi menurut SKP tahun 2007 sebesar
Rp. 70.000.000,00 (-) Penghasilan Kena Pajak Rp.130.000.000,00 Dengan demikian
penghasilan kena pajak dari SPT yang semula Rp.50juta (Rp.200juta . Rp.150juta)
setelah pembetulan menjadi Rp.130juta (Rp.200juta . Rp.70juta)

C. Mengungkapkan Keidakbenaran Pengisian SPT.

Mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT adalah hak WP, untuk


menghindar dari kemungkinan dikenai sanksi/hukuman pidana pajak.

1. Mengungkapkan Ketidakbenaran Pengisian SPT karena Kealpaan.

Pasal 8 ayat 3 menyatakan bahwa:.Walaupun telah dilakukan tindakan


pemeriksa an, tetapi belum dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya
ketidakbenaran yang dilakukan WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, terhadap
ketidak benaran perbuatan WP tersebut tidak akan dilakukan penyidikan, apabila WP
dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut
dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya
terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 150% (seratus lima puluh
persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar.. Ketentuan ini dijelaskan oleh PP No. 80
Tahun 2007 sbb :
a. Ketidakbenaran yang dilakukan WP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38
adalah .Setiap orang yang karena kealpaannya: a. tidak menyampaikan SPT;
atau b. menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau
melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan
setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A,
didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling
lama 1 (satu) tahun..
b. Pernyataan tertulis harus ditandatangani oleh WP dan dilampiri dengan :
Penghitungan kekurangan pembayaran pajak yg benar, dgn format SPT;
SSP bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak; dan
SSP bukti pembayaran sanksi administrasi denda sebesar 150 %.
c. Terhadap WP yg telah mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya dan
sekaligus melunasi kekuranganpembayaran pajak yang sebenarnya terutang
beserta sanksi administrasinya tidak akan dilakukan penyidikan, sepanjang tidak
ditemukan data yang menyatakan lain dari pengungkapan ketidakbenaran
perbuatan tersebut.
d. Apabila telah dilakukan tindakan penyidikan dan mulainya penyidikan tersebut
diberitahukan kepada Penuntut Umum, kesempatan untuk membetulkan sendiri
sudah tertutup bagi WP yang bersangkutan.

2. Mengungkapkan kesalahan pengisian SPT setelah dilakukan pemeriksaan.

Pasal 8 ayat 4 UU KUP menyatakan bahwa:.Walaupun Dirjen Pajak telah


melakukan pemeriksaan, dengan syarat Dirjen Pajak belum menerbitkan SKP, WP
dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang
ketidak benaran pengisian SPT yang telah disampaikan sesuai keadaan yang
sebenarnya, yang dapat mengakibatkan:
a. pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besaratau lebih kecil;
b. rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil atau lebih besar;
c. jumlah harta menjadi lebih besar atau lebih kecil; atau
d. jumlah modal menjadi lebih besar atau lebih kecil dan proses pemeriksaan tetap
dilanjutkan..

Mengenai sanksinya diatur dalam Pasal 8 ayat 5 yang menyatakan bahwa:.Pajak


yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan ketidakbenaran
pengisian SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) beserta sanksi administrasi
berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang kurang dibayar,
harus dilunasi oleh WP sebelum laporan tersendiri dimaksud disampaikan..

PP Nomor 80 Tahun 2007 menjelaskan lebih lanjut Pasal 8 ayat (4) UU KUP sbb
:
a) Laporan tersendiri dimaksud harus ditandatangani oleh WP dan dilampiri dengan :
 Penghitungan pajak yang kurang dibayar sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya dalam format SPT;
 SSP bukti pelunasan pajak yang kurang dibayar; dan
 SSP bukti pembayaran sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50
%.
b) Untuk membuktikan kebenaran pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT, pe
meriksaan tetap dilanjutkan dan dari hasil pemeriksaan diterbitkan SKP dgn mem
pertimbangkan laporan tersendiri tsb. Beserta pelunasan pajak yang telah dibayar.
c) Dalam hal hasil pemeriksaan membuktikan bahwa pengungkapan ketidak benaran
pengisian SPT yang dilakukan oleh WP ternyata tidak mencerminkan keadaan yang
sebenarnya, SKP diterbitkan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya tersebut.
d) Apabila hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti dgn penerbitan SKP KB, SSP bukti
pelunasan pajak dan pelunasan sanksi tidak dihitung sebagai kredit pajak.
e) Pelunasan pajak yang kurang dibayar dan sanksi administrasi berupa kenaikan di
atas dapat diperhitungkan sebagai pembayaran atas surat ketetapan pajak hasil
pemeriksaan berdasarkan permohonan WP.
PEMBUKUAN DAN PENCATATAN

DASAR HUKUM

Pasal 28 ayat [8] KUP


Pembukuan dengan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat
diselenggarakan oleh WP setelah mendapat izin Menteri Keuangan.
Keputusan MKRI No. 533/ KMK. 04/ 2000
Penyelenggaraan pembukuan dalam bahasa asing [bahasa inggris] dan mata uang
selain Rupiah [Dollar amerika serikat] serta penyampaian SPT Tahunan.

1. Pentingnya Pembukuan Untuk Perpajakan


Mengacu Pasal 28 ayat 1 dan 2 UU No.28 Tahun 2007 tentang KUP, Informasi
pembukuan diperlukan untuk menghitung pajak terhutang dan verifikasi, serta
pemeriksaan dan investigasi terhadap kebenaran penghitungan jumlah utang
pajak tersebut. Antara lain pentingnya pembukuan untuk perpajakan sebagai
berikut:
• Mempermudah Wajib Pajak (WP) mengisi SPT.
• Mempermudah perhitungan pengahsilan kena pajak.
• Penyajian informasi tentang posisi financial dan hasil usaha untuk bahan analisis
atau pengambilan keputusan ekonomi perusahaan.
2. Persyaratan Pembukuan
• Diselenggarakan dengan itikad baik dan mencerminkan keadaan yang
sebenarnya
• Sekurang-kurangnya terdiri dari catatan tentang harta, kewajiban, utang, modal,
penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian
• Ditutup setiap akhir tahun dengan membuat Neraca dan Laporan L/R
berdasarkan prinsip pembukuan yang taat azas (konsisten) dengan tahun
sebelumnya.
• Diselenggarakan dengan huruf latin, angka Arab, dengan bahasa Indonesia dan
satuan mata uang rupiah (atau dengan bahasa Inggris dan mata uang US$
dengan ijin Menteri Keuangan.
• Pembukuan dan dokumen yang menjadi dasarnya serta dokumen lain yang
berhubungan dengan kegiatan usaha (pekerjaan bebas) harus disimpan selama
10 tahun.

3. Sanksi Tidak Diselenggarakannya Pembukuan


WP yang sudah mampu melakukan pembukuan untuk tujuan Pajak, namun tidak
melakukannya : penghasilan netonya dihitung berdasar norma perhitungan, pajak
yang kurang dibayar dari hasil penerapan norma perhitungan akan dikenai sanksi
berupa kenaikan pajak 50% atau 100% dari pajak yang kurang dibayar (pasal 13
ayat 3) UU KUP.
4. Hubungan Akuntansi Pajak Dengan Akuntansi Komersial
• Tujuan Akuntansi
 Komersial
Menyediakan laporan & informasi keuangan serta info lain kepada pihak
pengambil keputusan.
 Pajak
Menyajikan laporan ekuangan & informasi lain (tax compliance) kepada
administrasi pajak.
 UU Pajak memiliki prioritas untuk dipatuhi di atas praktek dan kelaziman
akuntansi
5. Lembaga Pembuat Ketentuan
Metode, prosedur dan teknik akuntansi dipengaruhi hukum pajak berdasarkan :
 UU Perpajakan
 Peraturan pemerintah
 Keputusan Presiden
 Keputusan Menteri
 Keputusan Direktorat Jenderal Pajak
Keputusan pengadilan pajak merujuk kepada ketentuan akuntansi perpajakan
seperti :Majelis pertimbangan pajak, peradilan tata usaha negara, peradilan pidana,
dan lembaga peradilan lainnya.
6. Konsep Dasar Dan Tujuan Akuntansi Pajak
• Konsep Dasar Akuntansi Perpajakan
 Tujuan Kebijakan Perpajakan :
a. Aspek Alokasi
Tax policy diarahkan pada sikap netral (tidak/cenderung pengaruhi alokasi &
diserahkan pada mekanisme pasar).
b. Aspek Distribusi
Diarahkan untuk pengaruhi penyebaran pemilikan atau penguasaan faktor-2
produksi dan pemerataan hasil pembangunan.
c. Aspek Stabilisasi
dilakukan melalui politik perpajakan, dimana pemerintah melakukan stabilitas
ekonomi dengan tingkat pendayagunaan tertentu, SDM, stabilitas harga dan
tingkat inflasi.
 Konsep dasar akuntansi berlaku umum Laporan Keuangan Fiskal dan Komersial
meliputi :
a. Accrual Basis : pengakuan transaksi saat terjadi, dilaporkan pada periode tsb.
b. Going Concern : mengasumsikan aktivitas perusahaan akan tetap berlangsung
terus.
7. Tujuan pelaporan keuangan perpajakan
Menyajikan informasi sebagai bahan menghitung Penghasilan Kena Pajak,
terutama dalam sistem self assesment sebagai laporan pertangungjawaban atas
kepercayaan menghitung pajak terhutang bagi setiap WP.
8. Ciri kualitatif pelaporan keuangan perpajakan :
Sama dengan ciri kualitatif pelaporan akuntansi komersial meliputi :
• Relevan
• Dapat dimengerti
• Keandalan
• Dapat diperbandingkan
9. Sifat dan keterbatasan pelaporan keuangan fiskal
• Laporan Keuangan bersifat historis
• Proses penyusunan laporan keuangan tidak luput dari penggunaanestimasi dan
berbagai pertimbangan
• Lebih mengutamakan hal yang material (tanpa mengurangi kelengkapan materi)
• Laporan keuangan terutama menekankan makna ekonomis (substansi) setiap
transaksi (tanpa, dalam kondisi tertentu, memperhatikan bentuk yuridis
formalnya).
• Terdapatnya alternatif yang dapat digunakan mengakibatkan variasi dalam
pengukuran sumber ekonomis dan tingkat kesuksesan antar WP.
• Informasi kualitatif, sedangkan fakta (yang tidak mendasar) yang tidak dapat
dikuantifikasikan umumnya dikesampingkan.
10. Konsep Dasar Lap. Keuangan

a. Definisi Dan Kegunaan Laporan Keuangan


Laporan keuangan merupakan suatu daftar financial suatu entitas ekonomi yang
disusun secara sistematis oleh akuntan pada akhir periode; atau catatan yang
memberikan informasi keuangan suatu perusahan yang telah menjalankan
perusahaan selama satu priode (biasanya satu tahun).
Laporan keuangan mempunyai beberapa kegunaan, yaitu:
a. Sebagai pertanggungjawaban manajemen kepada pemilik perusahaan.
b. Alat komunikasi antara aktivitas perusahan dengan pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap perusahan, seperti para kreditur/calon kreditur,
investor/calon investor, bankers, pemerintah dan lain-lain.
c. Sebagai alat perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan yang
efektif bagi manajemen, misalnya:
· Mengukur tingkat biaya dari kegiatan perusahaan.
· Untuk mengukur efisiensi poses produksi dan tingkat keuntungan yang
dicapai
· Untuk menentukan perlu tindaknya kebijakan atau prosedur baru untuk
mencapai hasil yang lebih baik.
b. Sifat dan Keterbatasan Laporan Keuangan
1. Pelaporan bersifat Tentative
Artinya bahwa laporan keuangan bersifat sementara. Hal ini disebabkan
karena umur perusahaan tidak terbatas sehingga perlu dibuat laporan secara
periodik untuk mengukur perkembangan perusahaan tersebut.
2. Kebenaran bersifat relative
Artinya bahwa laporan keuangan tidak menunjukan kebenaran yang mutlak
tentang nilai harta, utang atau modal.Hal ini disebabkan karena:

Data Historis
Laporan keuangan didasarkan dari fakta catatan akuntansi yang bersifat
historis sehingga harta, utang dan modal dinyatakan dalam harga pada saat
terjadinya peristiwa tanpa memperhitungkan terjadinya perubahan nilai mata
uang.

Prinsip-prinsip dan Kebiasaan Dalam Akuntansi


Laporan keuangan disusun berdasarkan pada prosedur maupun anggapan-
anggapan tertentu yang merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang lazim
(generally accepted ccounting principles).

Tujuan penggunaan prinsip tersebut adalah:


a. Untuk memudahkan dalam pencatatan
b. Untuk keseragaman laporan keuangan

Pendapat Pribadi (personal judgment)


Laporan keuangan tidak terlepas dari pendapat pribadi yang penggunaanya
tergantung dari akuntan dan manajemen perusahaan.

Keterbatasan laporan keuangan diantaranya adalah:

1. Bersifat histories, sehingga mungkin sudah tidak relevan lagi dengan keadan
sekarang.
2. Bersifat umum dan bukan untuk tiap-tiap pemakai

3. Didasarkan atas perkiraan kebutuhan pemakai.

4. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan uang dan perubahan nilai uang tidak
tercermin dalam laporan keuangan

5. Memakai konsep konservatisme dalam menghadapi ketidakpastian sehingga tidak


terlepas dari pemakaian pertimbangan dan taksiran-taksiran.

c. Prinsip-prinsip Laporan Keuangan


Terdapat beberapa prinsip yang mendasari setiap sifat dan ciri dari laporan
keuangan, yaitu:
* Entitas
* Materialitas
* Kontinuitas usaha
* Harga pertukaran
* Pengukuran
* Accrual basis
* Periode laporan
* Penaksiran
* Unit moneter
* Pertimbangan
* Tujuan umum
* Laporaan terkait
WP YANG DAPAT MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN DALAM BAHASA
INGGRIS DAN MATA UANG US DOLLAR

 Wajib Pajak dalam rangka Penanaman Modal Asing [PMA], yaitu wajib pajak yaitu
wajib pajak yang beroperasi berdasarkan ketentuan Undang-undang yang
mengatur mengenai PMA.
 Wajib Pajak dalam rangka kontrak karya, yaitu wajib pajak yang beroperasi
berdasarkan kontrak dengan pemerintah Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang yang mengatur mengenai pertambangan.
 Wajib Pajak dalam rangka kontrak bagi hasil, yaitu wajib pajak yang beroperasi
berdasarkan Undang-undang yang mengatur mengenai pertambangan minyak
dan gas bumi.
 Bentuk Usaha Tetap [BUT], yaitu bentuk usaha sebagaimana di maksud dalam
pasal 2 ayat [5] UU No. 17 Tahun 2000, atau menurut Perjanjian Penghindaran
Pajak Berganda [P3B] yang terkait.
 Wajib Pajak yang mendaftarkan emisi sahamnya, baik sebagian maupun
seluruhnya di bursa efek luar negeri.
 Wajib Pajak yang berafiliasi langsung dengan perusahaan induk diluar negeri,
yaitu perusahaan anak yang dimiliki dan atau dikuasai oleh perusahaan induk
diluar negeri dalam hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam pasal 18
ayat [4] huruf a dan b UU No. 17 Tahun 2000
 Kontrak Investasi Kolektif yang menerbitkan reksadana dalam denominasi mata
uang US Dollar

SYARAT PEMBUKUAN US DOLLAR BAGI WP SELAIN WP DALAM KONTRAK


KARYA ATAU KONTRAK BAGI HASIL

 Wajib Pajak mengajukan permohonan tertulis ke KPP paling lambat 3 bulan


sebelum tahun buku diselenggarakan dalam us dollar atau 3 bulan sejak tanggal
pendirian bagi WP baru.
 Dirjen Pajak [KAKANWIL] atas nama MKRI, memberikan keputusan paling lambat
30 hari sejak tanggal permohonan WP diterima. Apabila sudah lewat 30 hari belum
diterbitkan keputusan, permohonan WP dianggap diterima.
 Wajib Pajak dalam rangka kontrak kerja atau kontrak bagi hasil yang akan
menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa inggris dan mata
uang us dollar, wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis ke Kantor
Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar paling lambat 1 bulan sebelum
tahun buku yang diselenggarakan dalam bahasa inggris dan mata uang us dollar
tersebut dimulai.

PERUBAHAN DARI PEMBUKUAN RUPIAH [SELAIN US DOLLAR] KE


PEMBUKUAN US DOLLAR

Perubahan dari pembukuan Rupiah ke pembukuan us dollar bertitik tolak dari Neraca
akhir tahun buku sebelumnya [dalam rupiah] yang dikonversikan ke mata uang us dollar
dengan menggunakan kurs:
 Untuk harga perolehan harta berwujud dan harta tidak berwujud yang mempunyai
masa manfaat lebih dari 1 tahun menggunakan kurs yang sebenarnya berlaku
pada saat perolehan harta tersebut;
 Untuk akumulasi penyusutan dan amortisasi harta tersebut menggunakan kurs
yang sebenarnya berlaku pada saat perolehan harta tersebut;
 Untuk harta lainnya dan kewajiban menggunakan kurs yang sebenarnya belaku
untuk akhir tahun buku sebelumnya, berdasarkan sistem pembukuan yang di anut
yng dilakukan secara taat asas;
 Apabila terjadi revaluasi aktiva tetap, disamping menggunakan nilai historis, atas
nilai selisih lebih dikonversi kedalam mata uang us dollar dengan menggunakan
kurs yang sebenarnya berlaku pada saat dilakukannya revaluasi;
 Untuk laba ditahan atau sisa kerugian dalam mata uang rupiah dari tahun-tahun
sebelumnya, dikonversi kedalam mata uang us dollar dengan menggunakan kurs
sebenarnya berlaku pada akhir tahun buku sebelumnya, berdasarkan sistem
pembukuan yamg di anut yang dilakukan secara taat asas;
 Untuk modal saham dan ekuitas lainnya menggunakan kurs yang sebenarnya
berlaku pada saat terjadinya transaksi;
 Dalam hal terdapat selisih laba atau rugi sebagai akibat konversi dari mata uang
rupiah ke mata uang us dollar, maka selisih laba atau rugi tersebut dibebankan
pada rekening laba ditahan;
 Sisa kerugian fiskal dalam mata uang rupiah dari tahun-tahun sebelumnya yang
dapat dikompensasikan ke tahun pajak di mulainya pembukuan dalam bahasa
inggris dan mata uang us dollar, dikonversi ke dalam mata uang us dollar dengan
menggunakan kurs yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang
berlaku pada akhir tahun buku pada saat kerugian fiskal tersebut terjadi.
PENGGUNAAN KURS PADA TAHUN BERJALAN

 Untuk transaksi yang dilakukan dengan mata uang us dollar pembukuannya


dicatat sesuai dengan dokumen transaksi yang bersangkutan;
 Untuk transaksi, baik dalam negeri maupun luar negeri, yang menggunakan mata
uang selain us dollar, dikonversikan ke mata uang us dollar dengan menggunakan
kurs yang sebenarnya berlaku pada saat terjadinya transaksi, yaitu sebagai
berikut:
1. Apabila dari dokumen transaksi diketahui kurs yang berlaku, maka kurs yang
dipakai adalah kurs yang diketahui dari transaksi tersebut;
2. Apabila dari dokumen transaksi tidak diketahui kurs yang berlaku, maka kurs
yang dipakai adalah kurs yang sebenarnya berlaku berdasarkan sistem
pembukuan yang di anut yang dilakukan secara taat asas.

PEMBAYARAN PAJAK PENGHASILAN

 Besarnya pajak penghasilan pasal 25 sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat


[1], ayat [2], ayat [4] dan ayat [6] UU PPh untuk tahun pertama penyelenggaraan
pembukuan dengan menggunakan bahasa inggris dan satuan mata uang dollar
amerika serikat adalah sebesar pajak penghasilan pasal 25 dalam satuan mata
uang Rupiah yang dikonversikan dengan menggunakan kurs tengah Bank
Indonesia yang berlaku:
1. Pada akhir tahun buku sebelum dimulainya pembukuan dengan
menggunakan bahasa inggris dan satuan mata uang dollar amerika
serikat untuk konversi pajak penghasilan sebagaimana di maksud pasal 25
ayat [2] UU PPh;
2. Pada saat penyampaian atau batas waktu penyampaian SPT PPh Tahun
pajak sebelum dimulainya pembukuan dengan menggunakan bahasa inggris
dan satuan mata uang dollar amerika serikat untuk konversi pajak
penghasilan sebagaimana dimaksud pasal 25 ayat [1] UU PPh;
3. Pada saat surat ketetapan pajak diterbitkan untuk tahun pajak sebelum
dimulainya pembukuan dengan menggunakan bahasa inggris dan satuan
mata uang dollar amerika serikat untuk konversi pajak penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat [4] UU PPh dan pada saat
penetapan penghitungan besarnya angsuran pajak sebagaimana dimaksud
dalam pasal 25 ayat [6] UU PPh.
 Pembayaran PPh pasal 25 dan pasal 29 serta PPh final yang dibayar sendiri oleh
WP yang diizinkan untuk penyelenggaraan pebukuan dalam bahasa inggris dan
mata uang us dollar, dapat dilakukan dalam mata uang Rupiah;
 Dalam hal pembayaran PPh pasal 25, PPh pasal 29 dan PPh final dilakukan
dalam mata uang Rupiah, WP harus mengkonversikan pembayaran dalam mata
uang Rupiah tersebut ke mata uang us dollar dengan menggunakan kurs yang di
tetapkan dalam keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada tanggal
pembayaran.

SPT TAHUNAN WP BADAN


 WP yang diizinkan untuk menyelenggarakan pemukuan dalam bahasa inggris dan
mata uang us dollar, wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh;
 Dalam penerapan tarif pasal 17 UU No. 17 Tahun 2000, lapisan penghasilan kena
pajak dikonversi ke dalam mata uang us dollar dengan menggunakan kurs yang
ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku pada akhir tahun
pajak yang bersangkutan.
 Dalam hal terdapat bukti pembayaran atau pemotongan/ pemungutan PPh Pasal
22 dan pasal 23 dalam mata uang Rupiah yang akan dikreditkan dalam SPT
Tahunan PPh Badan harus dikonversi ke dalam mata uang us dollar dengan
menggunakan kurs yang ditetapkan dalam KMK yang berlaku pada tanggal
pembayaran atau pemotongan/ pemungutan pajak tersebut.

SANKSI

Wajib Pajak yang ternyata:


 Tidak mengajukan permohonan untuk menyelenggarakan pembukuan dalam
bahasa inggris dan mata uang us dollar, atau permohonannya ditolak, atau tidak
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis ke Kantor Pelayanan Pajak tempat
WP terdaftar, namun tetap menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa inggris
dan mata uang us dollar, terhadap WP tersebut diperlakukan sebagai WP yang
tidak menyelenggakan pembukuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 KUP.

 Telah diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa inggris dan


mata uang us dollar atau memberitahukan ke KPP tempat wajib wajib terdaftar,
namun pembukuannya tetap diselenggarakan dalam bahasa indonesia atau mata
uang rupiah, maka izin untuk menyelenggarakan pembukuan dalam bahasa
inggris dan mata uang us dollar dicabut dan WP tidak boleh lagi mengajukan
permohonan untuk penyelenggaraan embukuan dalam bahasa inggris dan
mata uang us dollar.
PENCABUTAN PEMBUKUAN DENGAN MATA UANG US DOLLAR

 Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pencabutan atas izin untuk


menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa inggris dan mata
uang Dollar Amerika Serikat dengan menggunakan alasan pencabutan.
 Permohonan tersebut harus disampaikan kepada DJP, paling lambat 3 bullan
sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan menggunakan bahasa inggris
dan mata uang Dollar Amerika Serikat tersebut berakhir.
 DJP atas nama Menteri Keuangan memberikan keputusan atas permohonan
pencabutan penyelenggaraan pembukuan dengan menggunakan bahasa inggris
dan mata uang Dollar Amerika Serikat dalam jangka waktu paling lama satu bulan
hari kerja sejak diterimanya permohonan dari WP.
 Apabila jangka waktu telah lewat dan DJP belum memberikan keputusan, maka
permohonan tersebut dianggap diterima.
 WP yang dicabut izinnya, wajib menyelenggarakan pembukuan dengan
menggunakan bahasa indonesia dan mata uang Rupiah pada awaltahun buku
berikutnya , dan tidak dapat mengajukan permohonan untuk menyelenggarakan
pembukuan dengan menggunakan bahasa inggris dan mata uang Dollar Amerika
Serikat dalam jangka waktu 5 tahun.
 Bagi WP yang izinnya untuk menyelenggarakan pembukuan dengan
menggunakan bahasa inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat dicabut,
konversi dilakukan dengan bertitik tolak dari neraca akhir tahun buku
diselenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa inggris dan mata
uang Dollar Amerika Serikat dengan menggunakan kurs yang berlaku pada
peralihan pembukuan dari mata uang Rupiah ke mata uang Dollar Amerika
Serikat.

Contoh 1:
PT. ABC merupakan Wajib Pajak Badan yang menyelenggarakan pembukuan
dengan menggunakan bahasa indonesia dan mata uang Rupiah dengan tahun
buku/ tahun pajak 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Pada tanggal 1 Januari
1995 membeli sebuah aktiva tetap dengan harga perolehan sebesar $1.000.000
dengan kurs Rp. 2.000 per USD yang termasuk dalam harta berwujud bukan
bangunan kelompok III dengan masa manfaat 16 Tahun. Metode penyusutan yang
digunakan adalah metode garis lurus. Penghitungan akumulasi penyusutan untuk
tahun 1995 sampai dengan tahun 2001 dan nilai sisa buku awal tahun 2002
adalah sebagai berikut:

 Dasar Penyusutan
($ 1.000.000 x Rp. 2.000/ USD = Rp. 2.000.000.000
 Akumulasi Penyusutan Tahun 1995 s/d 2001
7 x (6,25% x Rp. 2.000.000.000) = (Rp. 875.000.000)
 Nilai sisa buku awal tahun 2002 = Rp. 1.125.000.000

Kemudian PT. ABC diizinkan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan


menggunakan bahasa inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat untuk tahun
buku/ tahun pajak 2002 dengan menggunakan Keputusan Menteri Keuangan No.
533/ KMK. 04/ 2000, dimana dalam penghitungan konversi ke mata uang Dollar
Amerika Serikat menggunakan kurs historis (Rp. 2.000/ USD), sehingga
penghitungannya adalah sebagai berikut:

 Nilai sisa buku awal tahun 2002:


Rp. 1.125.000.000 : Rp. 2.000/ USD = USD 562.500
 Akumulasi penyusutan tahun 2002 s/d 2007:
6 x (6,25% x (Rp. 2.000.000.000:Rp. 2.000/ USD= USD 375.000
 Nilai sisa buku awal tahun 2008 = USD 187.500

Sesuai dengan permohonan WP, maka izin untuk menyelnggarakan pembukuan


dengan menggunakan bahasa inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat
dicabut dan mulai tahun buku/ tahun pajak 2008 wajib menyeleneggarakan
kembali pembukuan dengan menggunakan bahasa indonesia dan mata uang
Rupiah (Kurs yang berlaku pada akhir tahun 2007 adalah Rp. 9.412,20/ USD),
sehingga perhitungannya sebagai berikut:

 Nilai sisa buku awal tahun 2008 yang dikonversi ke dalam mata mata uang
rupiah

a. ($ 187.500 x Rp. 9.412,20/ USD) = Rp. 1.764.787.500.


DAFTAR PUSTAKA

BUKU:
Basri, Hasan. “Modul Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan”, BPPK, Widyaiswara
Pusdiklat Pajak
Direktorat Penyuluhan Pelayanan dan Humas, “Undang-Undang KUP No. 16 Tahun
2009” Direktorat Jenderal Pajak
Wirawan, “Hukum Pajak”, Salemba Empat
Waluyo,(2011).Perpajakan Indonesia: Buku 1 dan Buku 2.Jakarta: Salemba Empat
Wardoyo, Teguh Hadi dan Sapto Windi Argo.(2010). Pajak Terapan A dan B. Jakarta: TaxSys

INTERNET:

www.pajak.go.id
www.ortax.org

Anda mungkin juga menyukai