Anda di halaman 1dari 4

PRISMA FISIKA, Vol. 10, No. 2 (2022), Hal.

183 - 186 ISSN : 2337-8204

Variasi Temporal Kekeringan Menggunakan Standardized


Precipitation-Evapotranspiration Index (SPEI) di Kalimantan Barat
Tika Nanda Fatehah*, Yoga Satria Putra, Riza Adriat

Prodi Geofisika, FMIPA Universitas Tanjungpura


*Email : tikafatehahh@gmail.com
(Diterima 12 Juli 2022; Disetujui 12 Agustus 2022; Dipublikasikan 31 Agustus 2022)

Abstrak
Kekeringan merupakan bencana alam hidrometeorologi yang terjadi akibat berkurangnya intensitas
curah hujan dari normalnya dalam kurun waktu yang lama dan menyebabkan kerugian di beberapa
wilayah. Standardized Precipitation-Evapotranspiration Index (SPEI) adalah salah satu indeks yang dapat
digunakan untuk mengukur serta memantau tingkat keparahan kekeringan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengkaji tingkat keparahan kekeringan berdasarkan empat skala waktu, yaitu skala waktu 1-
bulan, 3-bulan, 6-bulan dan 12-bulan menggunakan SPEI selama 32 tahun (1989-2020) di wilayah
Kalimantan Barat. SPEI dihitung menggunakan data sekunder curah hujan dan evapotranspirasi
potensial. Pada penelitian ini, evapotranspirasi potensial diperkirakan menggunakan Metode David. Hasil
penelitian ini menunjukkan kekeringan terparah terjadi di wilayah Bengkayang dengan nilai SPEI
mencapai -3,34 pada periode Juni 2004 yang teridentifikasi pada skala waktu jangka pendek.

Kata Kunci : Kekeringan, Metode David, SPEI

1. Latar Belakang namun dalam hal ini SPEI diberikan pengaruh


Fenomena kekeringan merupakan salah evapotranspirasi potensial yang memperhatikan
satu faktor penyebab terjadinya gagal panen dan suhu dan kelembapan udara[5]. Metode David
bencana kabut asap akibat kebakaran hutan dan adalah metode perhitungan evapotranspirasi
lahan di Kalimantan Barat. Sepanjang tahun potensial yang memiliki error minimum dengan
2004-2010, kekeringan telah merusak lahan hasil pengukuran langsung untuk wilayah
pesawahan seluas 1.717 hektar di Kalimantan Pontianak dan sekitarnya yang memperhatikan
Barat[1]. Sebagai wilayah beriklim tropis yang suhu dan kelembapan udara sebagai
dilintasi garis ekuator, Kalimantan Barat masukan[6,7].
memiliki kelembapan udara yang tinggi akibat Penelitian terkait kekeringan dengan
hujan yang terjadi disepanjang tahun namun menggunakan SPEI sudah banyak dilakukan,
juga rentan memiliki suhu udara yang tinggi namun belum ada yang secara khusus dilakukan
dengan diikuti penurunan intensitas curah di Kalimantan Barat[2,3,5,9]. Adapun penelitian
hujan dalam rentang waktu yang lama sehingga terkait kekeringan di Kalimantan Barat yang
menjadi pemicu terjadinya kekeringan[12]. telah dilakukan adalah menggunakan SPI yang
Pemantauan tingkat keparahan kekeringan menyatakan rata-rata kekeringan tertinggi
dapat dilakukan dengan menggunakan indeks terjadi tahun 2004[8]. Selanjutnya, penelitian
kekeringan[2]. Adapun indeks kekeringan menggunakan SPEI pernah dilakukan di Pulau
meteorologi yang digunakan oleh para peneliti Kalimantan tentang variasi temporal dan spasial
untuk menganalisis variabilitas kekeringan kekeringan yang menyimpulkan kekeringan di
spasiotemporal ialah Palmer Drought Severity Kalimantan terjadi pada Juni-September[9].
Index (PDSI), Crop Moisture Index (CMI), Tujuan dilakukannya penelitian ini ialah
Drought Area Index (DAI), Standardized untuk mengkaji tingkat keparahan kekeringan
Precipitation Index (SPI), Keetch-Byram Drought berdasarkan empat skala waktu yang berbeda,
Index (KBDI), Vegetable Health Indices (VHIs), yaitu skala waktu 1-bulan, 3-bulan, 6-bulan dan
self-calibrated PDSI (scPDSI) dan Standardized 12-bulan menggunakan SPEI selama 32 tahun
Precipitation-Evapotranspiration Index (1989-2020) di wilayah Kalimantan Barat.
(SPEI)[3,4] (Nugraha, 2015; Jiang, et al., 2014). Selanjutnya, diharapkan dapat berkontribusi
Di antara indeks di atas, SPEI dianggap sebagai terhadap pengembangan penelitian terkait
metode paling teliti dibandingkan indeks kekeringan dan dapat menjadi acuan dalam
lainnya dalam pemantauan kekeringan secara langkah mitigasi bencana kekeringan di wilayah
temporal[5]. Kalimantan Barat secara umum.
SPEI merupakan hasil pengembangan dari
metode Standardized Precipitation Index (SPI),
183
PRISMA FISIKA, Vol. 10, No. 2 (2022), Hal. 183 - 186 ISSN : 2337-8204

2. Metodologi sebagai acuan, yaitu wilayah Bengkayang, Kubu


2.1 Lokasi Penelitian Raya, Kayong Utara, Ketapang, Melawi,
Penelitian ini dilakukan di wilayah Mempawah, Sambas dan Sintang seperti yang
Kalimantan Barat secara umum dengan terlihat pada Gambar 1.
memanfaatkan delapan titik pengamatan

Gambar 1. Peta lokasi penelitian

2.2 Data penelitian


i − 0,35
Data yang digunakan pada penelitian ini Fi =
adalah data sekunder curah hujan, suhu dan N
kelembapan udara bulanan selama 32 tahun N adalah jumlah data pengamatan.
(1989-2020) dari European Centre for Medium – Menentukan probability weighted moments
range Weather Forecast (ECMWF) dengan (PWMs, simbol w)[5]:
resolusi 0,25° × 0,25° melalui laman
https://cds.climate.copernicus.eu/cdsapp#!/dat
 (1 − F ) D
1 N
=
s

aset/reanalysis-era5-pressure-levels-monthly-
ws
N i =1 i i

means?tab=form. dimana s adalah nomor PWMs.


Menentukan α, β, γ yang merupakan
2.3 Pengolahan Data parameter-parameter ukuran, bentuk, dan asal
Tahap pengolahan data dimulai dengan untuk nilai D dalam batas γ>D<∞ yang
menentukan nilai evapotranspirasi potensial mengikuti prosedur L-moment[5]:
(PET) dalam milimeter menggunakan metode
David[10]: 2w1 − w0
=
PET = 0,50(es − ed ) 6w1 − w0 − 6w2
es adalah tekanan uap jenuh pada temperatur (w0 − 2w1 )
udara tertentu dan ed adalah tekanan uap pada =
 1   1 
titik embun dengan kelembapan tertentu yang 1 + 1 − 
diperoleh dari persamaan berikut[10]:      
ed = es  RH  1+1   1−1 
 = w0 −   
RH merupakan kelembapan relatif.      
Dari hasil pendugaan PET, ditentukan nilai
Di yang merupakan selisih antara curah hujan Menentukan probability density function
(Pi) dan evapotranspirasi potensial (PETi) dalam dari distribusi log-logistik tiga parameter yang
milimeter[5]: distandarisasi[5]:
 −1
Di = Pi − PET i     
f ( x ) = 1 +   
dengan i merupakan bulan ke-1,2,3,…,dst.   x −  
Mentukan nilai analisis frekuensi (Fi) [5]:
x ialah selisih antara curah hujan dengan
evapotranspirasi potensial (mm).

184
PRISMA FISIKA, Vol. 10, No. 2 (2022), Hal. 183 - 186 ISSN : 2337-8204

Menentukan probabilitas yang nilainya Berdasarkan tingkat kekeringan terparah


melebihi nilai D[5]: SPEI skala waktu 1-bulan yang ditunjukkan oleh
Tabel 2 dapat diketahui bahwa dari 8 titik
P = 1 − f (x ) pengamatan, tingkat kekeringan terparah untuk
Menghitung indeks kekeringan SPEI[3]: semua wilayah mencapai klasifikasi amat sangat
 c0 + c1 + c 2W 2  kering dengan nilai SPEI terparah sebesar -2,81
SPEI = W − 
 yang teridentifikasi di wilayah Bengkayang pada
 1 + d1W + d 2W + d 3W
2 3
 periode Juni 2004.
dengan W = − 2 ln (P ) ; untuk P  0,5 dan Tabel 3 yang merupakan hasil perhitungan
kekeringan terparah berdasarkan SPEI skala
W = − 2 ln (1 − P ) ; untuk P > 0,5. Nilai waktu 3-bulan memberikan informasi bahwa
konstanta c0=2,515517, c1=0,802853, dari 8 titik pengamatan, tingkat kekeringan
c2=0,010328, d1=1,432788, d2=0,189269, dan terparah yang mencapai klasifikasi amat sangat
d3=0,001308. kering dengan nilai SPEI terparah masih terjadi
Hasil perhitungan SPEI tersebut kemudian di wilayah Bengkayang pada periode yang sama,
diklasifikasikan dengan memanfaatkan Tabel 1. yaitu periode Juni 2004 dengan nilai SPEI
berada pada angka -3,34.
Tabel 1. Klasifikasi nilai SPEI[11]
Nilai SPEI Kriteria Kekeringan Tabel 3. Tingkat kekeringan terparah SPEI
skala waktu 3-bulan
≥ 2,00 Amat sangat basah
Titik Kekeringan Terparah
1,50 sampai 1,99 Sangat basah
1,00 sampai 1,49 Cukup basah Pengamatan Bulan Tahun Nilai
-0,99 sampai 0,99 Normal Bengkayang Juni 2004 -3,34
-1,00 sampai -1,49 Cukup kering Kubu Raya Maret 2014 -2,15
-1,50 sampai -1,99 Sangat Kering Ketapang April 2014 -2,20
≤ −2,00 Amat sangat kering Kayong Utara Maret 2014 -2,22
Melawi Maret 2014 -2,25
3. Hasil dan Pembahasan Mempawah Juli 2009 -2,25
Tingkat keparahan kekeringan pada Sambas Juni 2004 -2,79
penelitian ini ditentukan menggunakan Sintang Mei 2019 -2,69
persamaan indeks kekeringan SPEI dengan
memanfaatkan data curah hujan dan Berbeda dengan SPEI skala pendek 1-bulan
evapotranspirasi potensial bulanan sebagai data dan 3-bulan, periode SPEI terparah pada skala
awal dalam perhitungan SPEI. Selanjutnya, hasil panjang 6-bulan dan 12-bulan justru terjadi
perhitungan SPEI dikelompokkan berdasarkan pada periode Juli 2014, seperti yang terlihat
klasifikasi nilai SPEI pada Tabel 1. Hasil pada Tabel 4 dan Tabel 5. Dari Tabel 4 dapat
perhitungan SPEI dapat dikategorikan ke dalam diketahui bahwa tingkat kekeringan terparah
klasifikasi yang menunjukkan kekeringan dari 8 titik pengamatan berdasarkan hasil
apabila nilai SPEI kurang dari sama dengan - perhitungan SPEI skala waktu 6-bulan,
1,00 (≤-1,00) yang terbagi menjadi beberapa mencapai klasifikasi amat sangat kering untuk
klasifikasi, mulai dari cukup kering, sangat setiap wilayah. Nilai SPEI terparah diperoleh
kering dan amat sangat kering. oleh wilayah Sintang dengan nilai SPEI
mencapai -2,65.
Tabel 2. Tingkat kekeringan terparah SPEI
skala waktu 1-bulan Tabel 4. Tingkat kekeringan terparah SPEI
skala waktu 6-bulan
Titik Kekeringan Terparah
Pengamatan Titik Kekeringan Terparah
Bulan Tahun Nilai Pengamatan Bulan Tahun Nilai
Bengkayang Juni 2004 -2,81
Bengkayang Juli 2004 -2,36
Kubu Raya April 2011 -2,24
Kubu Raya Februari 2014 -2,48
Ketapang Oktober 2006 -2,10
Ketapang Agustus 1997 -2,56
Kayong Utara Agustus 2004 -2,05
Kayong Utara Februari 2014 -2,20
Melawi April 1999 -2,47
Melawi Agustus 2004 -2,11
Mempawah November 2019 -2,51
Sambas Juni 2004 -2,62 Mempawah Maret 2005 -2,20
Sintang April 1999 -2,76 Sambas Desember 2002 -2,35
Sintang Juli 2014 -2,65

185
PRISMA FISIKA, Vol. 10, No. 2 (2022), Hal. 183 - 186 ISSN : 2337-8204

Kekeringan terparah berdasarkan nilai https://dibi.bnpb.go.id, diakses tanggal 10


SPEI skala waktu 12-bulan yang ditunjukkan Juni 2022.
oleh Tabel 5 memberikan informasi bahwa dari [2] Alam, N. M., Sharma, G. C., Moreira, E., Jana,
8 titik pengamatan, kekeringan terparah C., Mishra, P. K., Sharma, N. M., et al.,
mencapai klasifikasi amat sangat kering di Evaluation of drought using SPEI drought
seluruh wilayah. Wilayah Kubu Raya class transitions and log-linear models for
memperoleh nilai SPEI paling parah daripada different agro-ecological regions of India,
wilayah lainnya, yaitu dengan nilai SPEI Journal Physics and Chemistry of the Earth,
mencapai -2,83. 1-38, 2017.
[3] Nugraha, R. P., Aplikasi SPEI dan SPI
Tabel 5. Tingkat kekeringan terparah SPEI Sebagai Indeks Kekeringan Meteorologis,
skala waktu 12-bulan Skripsi, Fakultas Matematika dan
Titik Kekeringan Terparah Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Pengamatan Bulan Tahun Nilai Bogor, Bogor, 2015.
[4] Jiang, R., Xie, J., He, H., Luo, J., and Zhu, J.,
Bengkayang Maret 2005 -2,12
Use of four drought indices for evaluating
Kubu Raya Juli 2014 -2,83
drought characteristics under climate
Ketapang September 1997 -2,23
change in Shaanxi, China: 1951–2012,
Kayong Utara Juli 2014 -2,60
Journal Nat Hazards , 1-19, 2014.
Melawi September 1997 -2,22
[5] Vicente-Serrano, S. M., Begueria, S., and
Mempawah Februari 2020 -2,03
Lopez-Moreno, J. I., A Multiscalar Drought
Sambas Maret 2005 -2,25
Index Sensitive to Global Warming: The
Sintang Juli 2014 -2,25
Standardized Precipitation
Evapotranspiration Index, Journal of
Bersumber pada Tabel 2 sampai dengan
Climate , 23, 1696-1718, 2010.
Tabel 5 dapat diketahui bahwa kekeringan
[6] Wibowo, H., dan Berlian K., S., Pengaruh
paling ekstrem dari analisis SPEI skala 1-bulan,
Pemanasan Global Terhadap Metoda Yang
3-bulan, 6-bulan dan 12-bulan teridentifikasi
Paling Sesuai Untuk Analisa
pada SPEI 3-bulan (skala waktu jangka pendek)
Evapotranspirasi Potensial Berdasakan
di wilayah Kalimantan Barat, yaitu pada periode
Data Harian Stasiun BMG Supadio,
Juni 2004. Menurut BNPB[1], kejadian
Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) XXV,
kekeringan pada tahun 2004 mengakibatkan
2010.
rusaknya lahan pesawahan seluas 702 hektar di
[7] Erlisa, Pengaruh Unsur Cuaca Terhadap
wilayah Kalimantan Barat. Keparahan
Evapotranspirasi Potensial di Kota
kekeringan yang terjadi dipengaruhi oleh
Pontianak, Skripsi, Fakultas Matematika
aktivitas monsun dan fase El Niño[8,9].
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Berdasarkan teori skala waktu SPEI[5] dan hasil
Tanjungpura, Pontianak, 2009.
penelitian yang dilakukan, analisis skala waktu
[8] Qonita, I. R., Pola Distribusi Kekeringan
jangka pendek dapat digunakan untuk
Menggunakan Standardized Precipitation
mengidentifikasi dampak kekeringan terhadap
Index, Skripsi, Fakultas Matematika dan
kepentingan pertanian dan kekeringan lahan.
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Sedangkan, skala waktu jangka panjang dapat
Tanjungpura, Pontianak, 2019.
digunakan dalam kepentingan pengelolaan
[9] Wahyudi, S., Variasi Temporal dan Spasial
persediaan air, perubahan iklim dan kekeringan
Kekeringan di Kalimantan, Skripsi, Fakultas
global.
Matematika dan Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2017.
4. Kesimpulan
[10] Soewarno, Klimatologi: Pengukuran dan
Analisis SPEI pada skala waktu jangka
Pengolahan Data Curah Hujan, Contoh
pendek menunjukkan tingkat keparahan Aplikasi Hidrologi dalam Pengelolaan
kekeringan yang lebih tinggi daripada skala Sumber Daya Air (Seri Hidrologi), Graha
waktu lainnya. Nilai SPEI terparah mencapai
Ilmu, 2015.
angka -3,34 (amat sangat kering) yang [11] Hayes, M. J., Revisiting the SPI: Clarifying
teridentifikasi di wilayah Bengkayang pada the Process, Drought Network News, 12(1),
periode Juni 2004. 12-14, 2000.
[12] Rahmatsyah, Juliani, R. dan Tampubolon, T.,
Daftar Pustaka
Fisika Kelautan, Media Sains Indonesia,
2020.
[1] BNPB, Data Informasi Bencana Indonesia,
Badan Nasional Penanggulangan Bencana,

186

Anda mungkin juga menyukai