Anda di halaman 1dari 4

Diselamatkan untuk Pekerjaan Baik

Oleh: GI. Yunus Septifan Harefa


(Rohaniwan GKR Teluk Gong, Jakarta)

“Semua agama sama saja kok”. Kita sering mendengar pandangan seperti ini dan
menjadi salah satu pandangan yang populer di tengah konteks kemajemukan agama di
Indonesia. Banyak orang berpikir bahwa meskipun jalan keselamatan yang diajarkan
masing-masing agama tampak berbeda, tetapi ujungnya tetap sama, yaitu sorga.

Namun, apakah benar kalau semua agama sama? Tentu saja jawabannya, tidak.
Meski ada praktik-praktik moralitas yang serupa dari masing-masing agama, -misalnya
menolong orang yang terkena musibah, membantu orang miksin, dsb.- tetapi perbedaan
tiap-tiap agama jauh lebih fondasional. Malahan, setiap agama bukan hanya berbeda
tetapi juga bertentangan. Misalnya keyakinan kita akan keilahian Kristus,
keTritunggalan Allah, keselamatan, dan sebagainya, banyak bertentangan dengan
agama lain. Oleh karenanya, perbedaan yang ada di masing-masing agama sangat
fundamental, sehingga tidak mungkin untuk disamakan.

Di antara berbagai perbedaan yang ada, salah satu hal utama yang membedakan
sekaligus menjadi keunikan Kristen dibanding dengan agama lain, yakni tentang konsep
keselamatan. Jika di dalam kepercayaan lain, keselamatan didapatkan dengan
perbuatan baik, maka di dalam kekristenan bukan seperti itu. Keselamatan sepenuhnya
anugerah, sebuah pemberian yang tidak sepantasnya didapatkan oleh manusia, namun
diberikan secara cuma-cuma oleh Allah.

Konsep seperti ini pun, banyak ditanggapi secara sinis oleh orang yang beragama
lain. “Enak banget ya, jadi orang Kristen, gak perlu bersusah-susah untuk masuk sorga,
cukup percaya langsung dapat tiket masuk sorga. Buat dosa aja tetap masuk sorga kok.”
Tanggapan sinis seperti ini berulang kali saya dengar, seolah-olah keselamatan yang
diperoleh karena anugerah, dianggap murahan, dan orang Kristen tidak perlu
melakukan perbuatan baik, setelah mendapatkannya.

Tentu saja, ini tanggapan yang keliru, dan tidak sesuai dengan apa yang Alkitab
katakan. Konsep keselamatan adalah anugerah, sama sekali tidak mengabaikan
perbuatan baik. Di dalam kekristenan, keselamatan dan perbuatan baik adalah dua hal
yang tidak terpisahkan. Ada dua kaitan erat antara keselamatan dan perbuatan baik,
yang dikatakan di dalam Alkitab.

Pertama, kita diselamatkan karena anugerah, bukan karena


perbuatan baik

Di dalam Efesus 2:8-9, firman Tuhan berkata “Sebab karena kasih karunia  kamu
diselamatkan oleh iman;  itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan
hasil pekerjaanmu:  jangan ada orang yang memegahkan diri. Bagian ini dengan jelas
menyatakan bahwa keselamatan merupakan kasih karunia Allah atau anugerah Allah
atau pemberian Allah, dan sama sekali bukan karena hasil usaha dan perbuatan baik
manusia. Allah tahu bahwa manusia tidak akan pernah dapat menyelamatkan dirinya,
sekalipun dengan perbuatan baik. Karena itulah Allah menganugerahkan keselamatan.

Pertanyaannya, “Mengapa kita tidak dapat menyelamatkan diri kita sendiri?”


Jawabannya, karena kita semua adalah pendosa. Di dalam Roma 3:23 dikatakan dengan
lugas bahwa, “semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah.”
Semua orang dan bukan sebagian orang. Artinya, tanpa terkecuali termasuk kita telah
berbuat dosa. Karena kita semua orang berdosa maka konsekuensinya sudah jelas,
seperti yang tertulis di dalam Roma 6:23 bahwa “upah dosa adalah maut”.

Pernah ada yang bertanya kepada saya, “Bagaimana dengan bayi yang baru lahir,
kan tidak melakukan perbuatan dosa?” Pertanyaannya saya balik, “Apakah benar bahwa
bayi tidak berdosa?” Memang, sebagai seorang bayi, belum bisa melakukan perbuatan
jahat. Bayi belum bisa mencuri, berbohong, berkata-kata kotor, dsb. Namun, hal yang
perlu kita pahami bahwa, “tidak melakukan perbuatan dosa, tidak menjadi landasan
untuk mengatakan bahwa kita tidak berdosa.”

Gambarannya seperti seekor binatang buas, misalnya harimau. Harimau adalah


binatang buas, baik harimau yang baru lahir atau yang sudah dewasa, keduanya sama-
sama binatang buas. Kebuasan harimau bukan saat memangsa binatang lain, tetapi saat
harimau diam dan tidak memangsa sekalipun, harimau tetaplah binatang buas. Dengan
kata lain, kebuasan harimau itu sudah melekat di dalam dirinya, baik ketika melakukan
atau tidak melakukan sesuatu.

Demikian halnya dengan kita, sebagai orang berdosa. Meskipun kita tidak
melakukan perbuatan dosa, kita tetaplah orang berdosa. Hal ini seperti yang ditegaskan
di dalam Roma 5:12, “Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu
orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua
orang, karena semua orang telah berbuat dosa.” Kejatuhan manusia pertama, Adam dan
Hawa di dalam dosa, telah mengakibatkan semua manusia beroleh hukuman maut. Dosa
Adam dan Hawa telah menjalar kepada semua keturunan mereka, termasuk kita sampai
saat ini. Oleh karena itu, tidak ada yang dapat kita lakukan untuk menghindari hukuman
akibat dosa, termasuk dengan berbuat baik.

Perbuatan baik sama sekali tidak dapat menyelamatkan karena telah tercemar
oleh dosa. Nabi Yesaya pernah menyatakan bahwa “segala kesalehan kita pun seperti
kain kotor” (Yesaya 64:6). Dalam bagian ini, sang nabi tidak berkata, sebagian atau
separoh kesalehan, tetapi yang dikatakannya ialah “segala kesalehan”. Artinya, segala
kesalehan atau segala perbuatan baik kita, sebaik apapun itu, merupakan perbuatan baik
yang sudah tercemar oleh dosa dan disamakan dengan kain kotor (di dalam bahasa
aslinya, kain kotor berarti kain pembalut wanita pada saat haid). Dengan demikian, sudah
jelas bahwa perbuatan baik sama sekali tidak dapat menyelamatkan. Keselamatan kita
hanya karena anugerah dan bukan karena perbuatan baik.

Kedua, kita diselamatkan untuk perbuatan baik, bukan melalui


perbuatan baik

Di dalam Efesus 2:10 dikatakan “Karena kita ini buatan  Allah, diciptakan  dalam
Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik,  yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia
mau, supaya kita hidup di dalamnya.” Kalau kita perhatikan lebih detil, maka kita
mendapati bahwa kemunculan frasa “untuk melakukan pekerjaan baik” adalah setelah
frasa “diciptakan di dalam Kristus Yesus”. Artinya, kita berbuat baik karena sudah
diselamatkan oleh Kristus, bukan supaya diselamatkan. Dengan kata lain perbuatan baik
kita merupakan respons syukur atas anugerah keselamatan yang sudah kita terima dari
Allah. Sebaliknya, tanpa keselamatan di dalam Yesus, perbuatan baik adalah
kemustahilan. Manusia yang belum kenal Tuhan atau berada di luar Kristus, bisa 
melakukan banyak sekali kebaikan tetapi kebaikan itu bukanlah kebaikan yang
berkenan di hadapan Allah.

Menurut Katekismus Heidelberg, pertanyaan 91 tentang perbuatan baik,


dikatakan bahwa, “perbuatan baik adalah a) Perbuatan yang timbul dari iman yang
sungguh-sungguh; b) seturut hukum Taurat Allah; c) untuk memuliakan Dia; d) bukan
perbuatan yang berdasarkan kemauan kita atau aturan manusia sendiri.” Dengan
demikian, kalau ada orang berbuat baik, tapi hanya memenuhi satu unsur saja, maka
kebaikan itu tidak berkenan kepada Allah. Misalnya, orang yang melakukan perbuatan
baik supaya dipuji orang, bukanlah kebaikan sejati. Contoh lain, seseorang yang belum
percaya kepada Yesus, menyumbang sejumlah makanan untuk orang-orang kelaparan.
Tentu saja, ini adalah perbuatan yang baik, tetapi kebaikan itu bukan kebaikan sejati di
hadapan Allah, karena perbuatan itu tidak didasari pada iman yang sungguh kepada
Kristus.

Jika ada yang keberatan dengan konsep seperti ini dan bertanya “Bagaimana
mungkin perbuatan baik orang yang belum percaya kepada Kristus tidak diperhitungkan
oleh Allah?” Di dalam Yohanes 3:3, Yesus pernah berkata seperti ini, "Aku berkata
kepadamu, sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan kembali,    ia tidak dapat melihat
Kerajaan Allah."  Kelahiran baru adalah anugerah dari Allah, jika tanpa anugerah itu,
maka siapapun tidak dapat menikmati dan melihat kerajaan Allah. Oleh karenanya,
kebaikan orang-orang yang belum lahir baru, adalah kebaikan yang tidak berkenan di
hadapan Allah.

Namun, yang menjadi refleksi bagi kita, jika di luar sana kita bertemu dengan
orang yang belum lahir baru, yang perbuatannya jauh lebih baik dari kita, tanyakan
pada diri kita sendiri, “Mengapa orang belum percaya kepada Yesus hidupnya jauh lebih
baik daripada saya yang sudah percaya kepada Yesus?” Mari kita mengoreksi diri kita
masing-masing, “Apakah kita kita telah bersungguh-sungguh merespons anugerah
keselamatan yang telah kita dapatkan dari Allah, dengan mengerjakan pekerjaan baik
yang sesuai dengan rencana yang dikehendaki-Nya?”

Anda mungkin juga menyukai