Beberapa keadaan klinis khusus pada pasien, memerlukan pemeriksaan lebih lanjut
di fasilitas pelayanan kesehatan rujukan. Misalnya ditemukan gibbus atau koksitis
TB, juga tanda bahaya TB saraf pusat, yaitu kejang, kaku kuduk, dan penurunan
kesadaran. Selain itu, juga adanya tanda kegawatan lain, misalnya sesak napas atau
pada pemeriksaan foto Rontgen polos dada atau toraks menunjukan gambaran
efusi pleura, milier, atau kavitas.
Diagnosis TB pada anak dengan sistem skoring sebaiknya ditegakkan oleh dokter.
Apabila di fasilitas pelayanan kesehatan tidak ada dokter, pelimpahan wewenang
terbatas dapat diberikan kepada petugas kesehatan lainnya. Namun demikian,
seharusnya hanya kepada petugas yang sudah dilatih tentang strategi DOTS, untuk
menegakkan diagnosis dan tatalaksana TB anak. Dalam sistem skoring ini, anak
didiagnosis TB jika jumlah skor ≥ 6, dengan skor maksimal 13.
Anak dengan skor 6 yang diperoleh dari poin kontak dengan pasien BTA positif
dan hasil uji tuberkulin positif, tetapi TANPA gejala klinis, maka pada anak
tersebut belum perlu diberikan OAT. Anak tersebut cukup dilakukan observasi
atau diberi INH profilaksis, tergantung dari umur anak.
Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang meragukan,
maka pasien tersebut dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan, untuk
evaluasi lebih lanjut . Anak dengan skor 5 yang terdiri dari poin kontak BTA
positif dan 2 gejala klinis lain, pada fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak
tersedia uji tuberkulin, maka dapat didiagnosis, diterapi ,dan dipantau sebagai TB
anak. Pemantauan dilakukan selama 2 bulan terapi awal, dan apabila terdapat
perbaikan klinis, maka terapi OAT dilanjutkan sampai selesai 6 bulan. Semua bayi
dengan reaksi cepat (<2 minggu) setelah pemberian imunisasi BCG, seharusnya
dicurigai telah terinfeksi TB, dan harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.
Untuk daerah dengan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang terbatas, yaitu tidak
tersedianya uji tuberkulin dan atau foto toraks, maka evaluasi dengan sistem
skoring tetap boleh dilakukan, dan dapat didiagnosis TB dengan syarat skor ≥ 6.
Pada anak yang pada evaluasi bulan ke-2 tidak menunjukkan perbaikan klinis
berarti, sebaiknya diperiksa lebih lanjut. Pemeriksaan lanjutan bertujuan untuk
mencari faktor penyebab lain, misalnya kesalahan diagnosis, adanya penyakit
penyerta, gizi buruk, TB-MDR, maupun masalah ketidakkepatuhan berobat pasien.
Yang dimaksud dengan perbaikan klinis adalah perbaikan dari gejala yang
ditemukan pada anak tersebut, saat diagnosis ditegakkan.
Mencegah Penyakit Tuberkulosis
Vaksin BCG terbuat dari bakteri tuberkulosis yang telah dilemahkan dan tidak akan
menyebabkan penerima vaksin menjadi sakit TB. Bakteri yang digunakan
adalah Mycobacterium bovine, yang paling mirip dengan bakteri
penyebab tuberkulosis pada manusia. Pemberian vaksin ini akan memicu sistem
imun untuk menghasilkan sel-sel yang dapat melindungi kita dari bakteri tuberkulosis.
Imunisasi BCG sangat efektif mencegah penyakit tuberkulosis, termasuk jenis yang
paling berbahaya yaitu meningitis TB pada anak.
Tuberkulosis tidak hanya berisiko menyebabkan infeksi paru-paru, tapi juga dapat
menyerang bagian tubuh lain seperti sendi, tulang, selaput otak (meningen), dan ginjal.
Tuberkulosis sangat berbahaya dan mudah menyebar melalui cipratan air liur, lewat
bersin atau batuk, yang tanpa sengaja terhirup oleh orang lain.
Meski hampir serupa dengan cara penyebaran pilek atau flu, tuberkulosis umumnya
memerlukan waktu kontak lebih lama sebelum seseorang dapat tertular. Karena itu,
anggota keluarga yang tinggal serumah dengan penderita TB memiliki peluang lebih
tinggi untuk tertular.
Demam tinggi.
Infeksi kulit.
HIV positif, dan belum mendapat penanganan.
Pengobatan kanker atau kondisi lain yang memperlemah sistem imunitas.
Diketahui mengalami reaksi anafilaktik terhadap imunisasi BCG.
Pernah terkena tuberkulosis, atau tinggal serumah dengan penderita
tuberkulosis.
Imunisasi BCG merupakan tindakan yang penting untuk melindungi kesehatan bayi.
Namun, perhatikan pula kondisi bayi sebelum melakukan imunisasi. Jika perlu,
konsultasikan dengan dokter spesialis anak untuk mendapatkan solusi terbaik.
https://www.slideshare.net/EsdrasIdialfero/penyuluhan-narkoba-bagi-pelajar-sma