Disusun oleh:
Nama : Siti Hasanatul Magfiroh
NIM : 17304241015
Kelas : Pendidikan Biologi A
A. LATAR BELAKANG
Bioteknologi modern melibatkan adanya rekayasa genetik dimana
pengaplikasiannya mengandalkan penggunaan enzim-enzim yang dapat
memotong molekul DNA pada sekuen yang spesifik dan dalam jumlah yang
terbatas. Enzim-enzim tersebut dikenal dengan enzim retriksi endonuklease.
Dengan menambahkan enzim retriksi pada suatu DNA anggrek tanah
(spathoglottis) dan bakteri asam laktat, maka akan didapatkan DNA rekombinan.
Untuk mengetahui hasil pemotongan kedua sampel DNA menggunakan
enzim retriksi perlu dilakukan visualisasi melalui proses elektroforesis pada gel
agarose. Elektroforesis dapat dikatakan sebagai uji kualitatif hasil pemotongan
DNA. Elektroforesis digunakan untuk menyediakan informasi mengenai ukuran,
konfirmasi dan muatan dari asam nukleat, serta hasil pemotongan DNA.
Elektroforesis dalam skala besar memungkinkan untuk digunakan sebagai
metode pemisahan yang dapat digunakan untuk menentukan komponen dari
protein atau asam nukleat setiap individu (Fairbanks & Andersen, 1999 : 214).
B. TUJUAN
1. Mengetahui hasil elektroforesis pemotongan DNA Bakteri Asam Laktat
menggunakan enzim retriksi EcoR1
2. Mengetahui hasil elektroforesis pemotongan DNA Anggrek Spathoglottis sp.
menggunakan enzim retriksi EcoR1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Indonesia merupakan megabiodiversitas anggrek karena hampir 1/6 spesies
anggrek tersebar di Indonesia salah satunya anggrek tanah (Spathoglottis). Anggrek
tanah memiliki siklus pembungaan tiap bulan dan mudah perawatannya. Hasil uji
isolasi genom anggrek Spathoglottis dan elektroforesis diperoleh hasil seperti
Gambar 1
Gambar 1 Uji kuantitatif DNA genom anggrek Spathoglottis. M=marker, 1= S. plicata, 2=S.
plicata poliploid, 3=S. plicata var. pink, 4=S. plicata var, pink poliploid, 5=S. kimballiana, 6=S.
kimballiana poliploid, 7= S. Sutra Ungu, 8=S. Bintang Segunung, 9=S. Kuning layung, 10=S. Bintang
IOCRI, dan 11=S. Kartika
(Setiawan, dkk, 2010: 4).
Sedangkan isolat DNA bakteri asam laktat dapat diperoleh dari produk hewani
maupun nabati. Pada hewan, bakteri laktat umumnya hidup di saluran pencernaan.
Bakteri asama laktat membutuhkan nutrisi seperti karbohidrat sebagai sumber energi
dan akan diubah menjada asam laktat, protein sebagai sumber nitrogen yang
digunakan untuk sintesis protein, asam amino, purin, pirimidin, DNA, dan RNA
(Widodo, dkk, 2015: 101).
Dalam teknologi kloning gen, gen target yang akan diklon harus diisolasi dari
DNA genome. Isolasi gen target dari DNA genome tersebut dapat dilakukan dengan
memotong DNA genom dengan enzim restriksi endonuklease. Enzim restriksi adalah
protein yang diproduksi oleh bakteri untuk menghentikan invasi oleh DNA asing.
Bakteri dapat melindungi DNA dari enzim retriksi karena pada DNAnya memiliki
gugus metil yang menginaktivasi enzim retriksi (Thieman dan Palladino, 2013: 60).
Enzim ini akan memotong DNA asing menjadi fragmen-fragmen sehingga tak bisa
melakukan replikasi. Enzim restriksi adalah enzim yang dapat memotong molekul
DNA pada bagian tertentu dengan memotong ikatan fosfodiester antar nukleotida
pada rantai DNA (Thieman dan Palladino, 2013: 60). Enzim restriksi memiliki sifat
dapat berikatan, mengenal dan memotong DNA pada sekuen tertentu yang disebut
“recognition sekuen” atau “recognition site”. Berdasarkan kofaktor enzim, sifat
sekuen DNA target, dan posisi pemotongannya pada sekuen DNA target, Enzim
Retriksi dibedakan menjadi 3 tipe, yaitu tipe I,tipe II, dan, tipe III (Suriasih, 2015:
82).
Enzim restriksi endonuklease tipe I dan III jarang digunakan, karena hasil
pemotongannya tidak tepat pada sekuens yang diinginkan, sedangkan enzim restriksi
endonuklease tipe II dapat memotong tepat atau dekat dengan sekuens yang
diinginkan. Enzim-enzim tipe I merupakan enzim yang kompleks, multisubunit,
kombinasi antara restriksi dan pemodifikasi yang memotong DNA pada area random
yang jauh dari sisi pengenalan. Enzim tipe I secara biokimia mungkin banyak
berfungsi di dalam sel, tetapi mereka kurang menguntungkan untuk digunakan dalam
percobaan di laboratorium. Enzim tipe II memotong DNA pada posisi tertentu yang
dekat atau berada di antara sekuen yang dikenalnya. Enzim tipe II menghasilkan
fragmen-fragmen tertentu dengan pola pita-pita yang spesifik pada gel agarosa.
Enzim tipe inilah yang dipakai untuk berbagai percobaan dalam analisis DNA dan
kloning gen. Enzim tipe II yang umum digunakan adalah HhaI, HindIII, EcoRI, dan
NotI, dan enzim-enzim tersebut tersedia secara komersil. Enzim tipe III juga
merupakan kombinasi restriksi dan enzim pemodifikasi. Enzim ini memotong DNA
di luar sekuen yang dikenal dan memerlukan 2 sekuen yang sama pada orientasi yang
berlawanan pada untai DNA yang sama untuk dapat memotong. Enzim-enzim ini
jarang menghasilkan potongan yang sempurna (Hirma, dkk, 2008: 71).
Enzim retriksi diberi nama sesuai dengan nama bakteri asal enzim tersebut
diisolasi. Misalnya : enzim EcoRI
E Escherichia (genus)
co coli (spesies)
R RY13 (strain)
I diidentifikasi pertama kali dari bakteri ini.
Pola pemotongan DNA genome oleh enzim restriksi berbeda-beda. Misalnya banyak
enzim restriksi yang menghasilkan potongan DNA dengan ujung DNA kohesif atau
ujung runcing (sticky end), ada juga yang menghasilkan potongan DNA dengan
ujung tumpul (blunt end). Misalnya : potongan DNA oleh enzim EcoRI
dengan ujung kohesif pada bagian 5’ pada Gambar 2
Gambar 2 Digesti DNA dengan enzim EcoR1 dengan cohesive ends pada fragmen DNA hasil
pemotongan.
(Thieman dan Palladino, 2013: 61).
Sama halnya dengan PCR, hasil pemotongan DNA dengan enzim retriksi dapat
divisualisasikan melalui elektroforesis. Elektroforesis merupakan suatu proses
pemisahan fragmen DNA pada matriks berpori yang dipengaruhi oleh medan listrik
(Novitasari,dkk, 2014: 260). Matriks berpori yang dimaksud ialah gel dari polimer
yang mana gel tersebut bekerja sebagai penapis molekuler untuk memisahkan asam
nukleat atau protein berdasarkan ukuran, muatan listrik, dan sifat-sifat fisik lainnya
(Campbell,dkk, 2010:438). Ada tiga jenis gel yang dapat digunakan dalam
elektroforesis DNA, yaitu:
1. Gel poliakrilamida denaturasi, berfungsi untuk memurnikan penanda
oligonukleotida dan menganalisis hasil ekstensi primer. Umumnya gel ini
digunakan untuk memisahkan fragmen kecil (kurang dari 200 bp).
2. Gel alkalin agarosa, berfungsi untuk memisahkan rantai DNA yang berukuran
besar.
3. Gel agarose formaldehid denaturasi, berfungsi untuk menyediakan sistem
elektroforesis yang digunakan untuk fraksi RNA pada ukuran standar.
Umumnya gel ini digunakan untuk memisahkan fragmen berukuran lebih dari
200 bp.
(Davis dkk. 1994:169).
Umumnya gel polimer yang digunakan ialah agarose (Aslinda dan Ahmad, 2016:
308). Gel agarose merupakan gel yang dibuat dari rumput laut dan dilarutkan dengan
larutan buffer. Umumnya konsentrasi gel agarose yang dibuat ialah 0,5 % hingga 2%
karena dalam konsentrasi tersebut proses pemisahan fragmen DNA sangat tepat,
molekul-molekul asam nukleat dari fragmen kecil akan bergerak lebih mudah melalui
pori pada gel dibandingkan fragmen yang besar. Konsentrasi gel agarose yang rendah
lebih tepat digunakan untuk pemecahan DNA fragmen yang besar (Thieman dan
Palladino, 2013: 75). Sedangkan viskositas gel dipengaruhi oleh kandungan sulfat,
semakin kecil kandungan sulfatnya viskositas gel agarose juga akan semakin kecil
(Aslinda dan Ahmad, 2016: 312).
Asam nukleat pada DNA memiliki gugus fosfat yang bermuatan negatif sehingga
molekul asam nukleat tersebut bergerak ke arah kutub positif dalam medan listrik.
Saat bergerak kisi-kisi serat polimer dari gel menjadikan molekul panjang lebih sulit
bergerak daripada molekul pendek, sehingga molekul -molekul terpisah berdasarkan
panjang. Dengan demikian, elektroforesis gel memisahkan campuran molekul DNA
yang lurus (biasanya fragmen-fragmen yang dihasilkan dari hasil retriksi maupun
amplifikasi PCR) menjadi pita-pita yang masing-masing terdiri atas molekul-molekul
DNA yang panjangnya sama (Campbell,dkk, 2010:438).
Selain menggunakan gel agarose proses elektroforesis yang dijalankan
menggunakan listrik dan membutuhkan larutan buffer yang akan merendam gel
agarose sehingga aliran listrik dapat mengalir ke gel agarose yang berisi sampel DNA
pada sumuran gel agarose. Sampel DNA yang dielektroforesis haruslah
ditambahakan pewarna agar dapat divisualisasikan misalnya ethidium bromide yang
akan terlihat ketika terkena sinar ultraviolet (Thieman dan Palladino, 2013: 75-76).
Hal tersebut dikarenakan ethidium bromide akan meningkatkan daya fluoresensi dari
DNA (Birren and Lai, 1993: 154). Adapun larutan buffer yang digunakan antara lain:
1. TAE (Tris-Asetat EDTA) 1X, memiliki kandungan Tris-HCl, asam asetat pekat,
dan EDTA.
2. TBE (Trisbase–Boric acid–EDTA) 1X, memiliki kandungan Tris-HCl, asam
borat, dan EDTA.
Selain larutan penyangga, sampel DNA yang akan dielektroforesis harus
dicampur dengan loading buffer (dye), yang berfungsi untuk :
1. menambah densitas, sehingga DNA berada dibagian bawah dari sumur
2. perwarna untuk memudahkan meletakkan contoh DNA kedalam sumur.
3. dapat bergerak ke arah anoda dengan laju yang dapat diperkirakan
Elektroforesis dapat diaplikasikan untuk berbagai macam kegiatan, antara lain
membandingkan gen homolog dari spesies yang berbeda, mengetahui susunan
sekuens berbagai genom, DNA finger printing, mengetahui ada atau tidaknya
gen-gen penyebab kelainan genetik atau penyakit tertentu, menentukan atau
mengidentifikasi berat molekul fragmen DNA, RNA, protein dan aktivitas enzimatik,
menganalisa fragmen DNA hasil pemotongan oleh enzim retriksi, mengidentifikasi
persamaan dan perbedaan genetik antar individu, dan menentukan jumlah fragmen
DNA yang diklon dalam rekombinan plasmid DNA (Fairbanks and Andersen, 1999:
268).
BAB III
METODE
A. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
a. Mikropipet h. Power supply
b. Tip pipet i. Parafilm
c. UV transiluminator j. Spindown
d. Microwave k. Tube
e. Cetakan (gel tray) l. Kulkas
f. Sisir (gel comb) m. Inkubator
g. Tangki elektroforesis (Gel
Chamber)
2. Bahan
a. Sampel DNA BAL (B26) asli dan hasil retriksi (5 µL)
b. Sampel DNA anggrek asli dan hasil retriksi (5 µL)
c. Enzim EcoRI
d. Buffer H
e. ddH2O
f. BSA
g. Agarose (0,25 gram)
h. TBE 0,5x (25 mL)
i. Gel red (1 mL)
j. Marker (0,5 µL) 100 bp
k. Loading dye (1 µL x 4 = 4 µL)
B. CARA KERJA
Pemotongan DNA dengan enzim retriksi melalui metode RFLP dimulai
dengan dimasukkannya enzim EcoRI ke tube sebanyak 1 µL. Kemudian
ditambahkan buffer H sebanyak 2 µL, ddH2O sebanyak 16,5 µL, DNA template
(Sampel DNA B26) sebanyak 3 µL, BSA sebanyak 1 µL secara berurutan.
Kemudian campuran tersebut dihomogenkan dengan spindown lalu diinkubasi
selama 1 malam pada suhu 37℃. Setelah itu hasil retriksi disimpan didalam
kulkas dengan suhu 4℃. Cara kerja tersebut juga berlaku pada proses retriksi
sampel DNA anggrek.
Gel agarose (1%) dibuat dengan melarutkan 0,25 gram agarose ke dalam
larutan TBE 0,5 x sebnyak 25 mL. Larutan tersebut dipanaskan hingga
homogen kurang lebih selama 1-2 menit. Apabila suhu larutan sudah menurun
ditambahkan pewarna yaitu 1 mL gel red kemudian dimasukkan pada cetakan
dan didinginkan hingga larutan berubah menjadi gel yang padat. Baki yang berisi
gel agarose dimasukkan pada tangki elektroforesis dan ditambahkan larutan
buffer TBE 0,5x hingga gel terendam seluruhnya.
Sejumlah 0,5 µL marker (DNA leader) diambil dengan mikropipet
kemudian ditambahkan 1 µL loading dye sebagai pemberat dan dihomogenkan
dengan cara up and down pada parafilm menggunakan mikropipet lalu
dimasukkan pada sumuran pertama pada gel agarose. Masing-masing sampel
(baik sampel asli DNA maupun hasil retriksi) diambil sebanyak 5 µL kemudian
ditambakan 1 µL loading dye dan dihomogenkan dengan cara up and down
pada parafilm menggunakan mikropipet lalu dimasukkan pada sumuran 2,3,4,5
gel agarose. Setelah semua sampel masuk, proses running dilakukan selama 35
menit dengan tegangan 100 volt. Hasil elektroforesis diamati di bawah sinar UV
menggunakan UV transiluminator.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Praktikum bioteknologi telah dilakukan pada hari Selasa, tanggal 3 dan 10 Maret
2020, di Laboratorium Biologi Dasar, Gedung Laboratorium Biologi FMIPA UNY.
Praktikum tersebut bertujuan untuk mengetahui hasil elektroforesis pemotongan
DNA Bakteri Asam Laktat dan DNA Anggrek Spathoglottis sp. menggunakan enzim
retriksi EcoR1. Sampel yang digunakan untuk diretriksi ialah isolat DNA Bakteri
Asam Laktat dan anggrek asli bukan hasil amplifikasi PCR. Hal tersebut dilakukan
guna meminimalisir adanya kerusakan pada DNA saat proses PCR atau menghindari
produk PCR yang gagal sehingga juga tidak berpengaruh pada proses retriksinya.
Enzim retriksi yang digunakan ialah EcoRI yang diisolasi dari Escherichia coli
pada rantai RY13. Enzim tersebut akan memotong rantai DNA pada ikatan
fosfodiester pada urutan nukleotida G-A atau A-G seperti pada Gambar 2 berikut ini:
Gambar 2 Digesti DNA dengan enzim EcoR1 dengan cohesive ends pada fragmen DNA hasil
pemotongan.
(Thieman dan Palladino, 2013: 61).
Hasil potongan DNA dengan ujung tumpul (blunt end) lebih sukar disambung
dibandingkan dengan ujung runcing (sticky end/ cohessive end) (Suriasih, 2015: 83).
Selain melibatkan enzim EcoRI, retriksi enzim juga melibatkan beberapa bahan
antara lain, buffer H, ddH2O, dan BSA. Buffer H (hi salt buffer) merupakan larutan
penyangga yang berupa NaCl 100mM. Larutan penyangga tersebut digunakan untuk
menciptakan kondisi yang optimal bagi enzim, sehingga enzim dapat berguna untuk
memotong rantai DNA sesuai situs pengenalannya. Apabila konsentrasi garam pada
larutan penyangga rendah, enzim dapat memotong pada selain situs pengenalannya
G↓AAATTC namun juga dapat memotong situs pengenalan ↓AATT yang disebut
dengan star activity (Rinehart, 2005: 584). ddH2O atau disebut juga aqua
bidestillata atau ultrapure water, adalah air yang sangat murni, lebih murni dari
aquadest atau pun air reverse osmosis karena telah melalui berbagai macam cara
pemurnian. Biasanya ddH2O tidak perlu disterilkan lagi menggunakan autoclave.
ddH2O berfungsi sebagai pelarut DNA, tetapi memiliki kecenderungan terjadinya
perubahan pH. Oleh karena itu, terkadang ddH2O diganti dengan buffer TE yang
memiliki pH sekitar 8 (Lodish, dkk, 2000: 239). Penambahan BSA (bovine serum
albumin) dilakukan untuk mencegah terjadinya agregasi dan presipitasi serta adesi
antara enzim dengan dinding tube (Pingoud, dkk, 2001: 3707).
Apabila semua bahan telah tercampur, campuran tersebut dihomogenkan
menggunakan spindown. Setelah homogen, sampel DNA retriksi diinkubasi pada
suhu 37℃ selama semalam. Suhu 37℃ merupakan suhu optimum enzim restriksi
pada umumnya. Waktu inkubasi yang cukup lama diberikan agar enzim dapat
bereaksi sempurna. Ekstrak enzim yang didapatkan masih mengandung
kontaminan
kontaminan, sehingga diperkirakan aktivitasnya tidak dapat menyamai
aktivitas enzim restriksi komersial. Bila aktivitas enzim sangat kecil, diharapkan
waktu inkubasi selama semalam dapat memberikan kesempatan pada enzim untuk
bereaksi sempurna (Rinehart, 2005: 590).
Proses retriksi dilakukan dengan metode RFLP (Restriction Fragment Length
Polymorphism) dimana pada tipe analisis ini fragmen DNA yang dihasilkan melalui
digesti molekul DNA oleh enzim retriksi dipilah-pilah dengan elektroforesis gel.
Sehingga menghasilkan pola pita yang khas untuk molekul awal dan enzim retriksi
yang digunakan (Campbell, dkk, 2010: 438-439). Pada metode ini digunakan enzim
retriksi yang secara spesifik akan mengenal urutan nukleotida tertentu sehingga
dihasilkan fragmen yang panjangnya berbeda-beda. Metode ini digunakan karena
cepat, sederhana, dan hasilnya mudah ditafsirkan (Putri, dkk, 2017 : 88). Metode ini
dapat digunakan sebagai salah satu metode untuk mengetahui polimorfisme dalam
mengkaji sejarah evolusi populasi manusia (garis keturunan/silsilah) dan untuk
mengetahui adanya mutasi (Septiasari, dkk, 2017 :211).
Uji kulitatif terhadap hasil retriksi DNA bakteri asam laktat dan anggrek tanah
dilakukan melalui elektroforesis. Elektroforesis merupakan proses migrasi DNA di
dalam gel untuk mengetahui ukuran pasang basa pada rantai DNA. DNA merupakan
molekul bermuatan negatif (memiliki gugus fosfat), sehingga apabila diletakkan di
medan listrik, DNA akan bermigrasi dari kutub negatif ke kutub positif (Suryani, dkk,
2011: 24). Elektroforesis dilakukan secara horizontal menggunakan media gel
agarose 1% sebanyak 25 mL. Konsentrasi tersebut diperoleh dari hasil optimasi. Gel
agarose dibuat sebanyak 25 mL sesuai dengan kapasitas volume cetakan. Gel agarose
dibuat menggunakan pelarut TBE 0,5x sebanyak 25 mL. Selain itu TBE 0,5x juga
digunakan sebagai larutan buffer untuk merendam gel agarose sehingga arus listrik
dapat mengalir pada gel agarose. Pada sumuran pertama dimasukkan campuran
marker (DNA leader) 0,5µL dan loading dye 1µL sebagai standar ukuran DNA
sampel. Marker yang digunakan memiliki ukuran 100 bp. Pada sumuran kedua
dimasukkan campuran sampel DNA BAL 5µL dan loading dye 1µL, sumuran ketiga
dimasukkan campuran sampel DNA BAL hasil pemotongan 5µL dan loading dye
1µL, sumuran keempat dimasukkan campuran sampel DNA anggrek 5µL dan
loading dye 1µL, sumuran kelima dimasukkan campuran sampel DNA anggrek hasil
pemotongan 5µL dan loading dye 1µL. Secara umum loading dye mengandung
bromfenol biru sebagai pewarna yang memiliki laju migrasi dalam gel agarose
0,5%-1,4% di dalam larutan penyangga 0,5x TBE sebanding dengan laju migrasi
DNA utas ganda linier sebesar 300 bp (Suryani, dkk, 2011: 25). Pada elektroforesis
yang telah dilakukan larutan penyangga yang digunakan larutan TBE karena larutan
TBE dapat digunakan pada tegangan tinggi dibandingkan dengan larutan TAE
(Suryani, dkk, 2011: 27). Proses running dilakukan selama 35 menit dengan tegangan
100 volt yang kemudian dilihat dibawah sinar UV dengan UV transiluminator.
Adapun hasilnya ialah pada Gambar 3
M BAL BAL TA TA
asli retric asli retric
3000 bp
1500bp
1000bp
900bp
800bp
700bp
600bp
500bp
400bp
300bp
200bp
100bp
Gambar 3 Elektroforegram hasil digesti enzim retriksi EcoRI
Berdasarkan visualisasi dengan marker berukuran 100 bp DNA bakteri asam
laktat sebelum dipotong dan setelah dipotong menunjukkan pita yang berbeda. Pada
sumuran pertama yang berisi DNA bakteri asam laktat tanpa enzim retriksi
menunjukkan pita yang dihasilkan tebal dan terlihat menyebar (smear) pada ukuran
<100 bp-500 bp . Terjadinya smear dapat dikarenakan oleh beberapa hal diantaranya,
DNA yang diperoleh rusak atau sudah terfragmentasi, tidak utuhnya DNA yang
terisolasi dimana fragmen-fragmen DNA dengan ukuran yang berbeda bertahan oleh
gel sesuai dengan ukurannya (Novitasari, dkk, 2014:261).
Selain itu smear dapat terjadi karena adanya DNA yang tidak terpotong dengan
sempurna atau pada ekstrak enzim restriksi masih terdapat senyawa kontaminan.
Senyawa kontaminan dapat berupa eksonuklease dan endonuklease nonspesifik.
Nuklease-nuklease tersebut ikut melakukan aktivitas digesti dalam reaksi, sehingga
menimbulkan degradasi DNA. Konsentrat makromolekul yang tidak memiliki
perbedaan ukuran atau sedikit perbedaan ukuran menyebabkan timbulnya smear pada
gel (Glick dan Pasternak, 2003: 70). Aktivitas retriksi dapat diketahui dengan
dihasilkannya lebih dari 1 pita pada satu sumur. Pita yang dihasilkan tebal terjadi
karena konsentrasi DNA yang terlalu tinggi dan DNA total dalam kondisi utuh.
Sedangkan pita DNA yang menyebar menunjukkan adanya ikatan antar molekul
yang terputus. Sedangkan pada DNA bakteri asam laktat hasil pemotongan
menunjukkan adanya pita (tidak jelas) diantara rentang 100bp-200 bp meskipun
terlihar samar-samar. DNA yang tidak terdigesti secara sempurna dapat disebabkan
karena buffer yang digunakan tidak sesuai dengan kondisi optimal suatu enzim
mampu bekerja atau jumlah DNA dalam formulasi digesti terlalu banyak, sehingga
kesetimbangan jumlah enzim dan substrat DNA belum tercapai dalam reaksi restriksi
(Putri, dkk, 2017 : 90.
Sedangkan pada DNA anggrek tidak tervisualisasi sehingga tidak dapat diketahui
ukuran pasang basanya. Hal tersebut diduga karena konsentrasi DNA yang digunakan
terlalu sedikit yaitu 77 ng/µL yang mana seharusnya menggunakan 0,5-1µg/µL.
Akan tetapi pada elektroforesis hasil retriksi, terdapat pita (tidak jelas) pada rentang
ukuran 200bp-300 bp. Hasil pita yang tidak jelas dapat terjadi karena kontaminasi
terutama urea pada permukaan sumur gel agarose (Millah, dkk, 2010: 103).
Hambatan visualisasi pita DNA pada elektroforesis adalah penggunaan buffer
yang tidak tepat. Penggunaan buffer yang terlalu asam menyebabkan arus migrasi
DNA lebih lambat, karena kekuatan ion buffer mempengaruhi migrasi DNA (Millah,
dkk, 2010: 105). Secara keseluruhan, dapat dilihat bahwa hasil elektroforesis enzim
restriksi yang didapatkan masih menunjukkan hasil yang kurang baik, yaitu aktivitas
pemotongan spesifik yang kurang baik serta tidak tervisualisasi dengan baik pada
saat elektroforesis.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum pemotongan DNA menggunakan EcoRI dan elektroforesis
terhadap hasil pemotongannya dapat disimpulkan bahwa:
1. hasil elektroforesis enzim restriksi yang didapatkan masih menunjukkan hasil
yang kurang baik, pada sumuran pertama DNA bakteri asam laktat hasil
elektroforesis smear dan pada sumuran kedua yang merupakan DNA hasil
retriksi menunjukkan adanya pita di atas ukuran marker dan pita tipis pada
rentang ukuran 100bp-200 bp.
2. hasil elektroforesis pemotongan DNA Anggrek Spathoglottis sp. yang
didapatkan masih menunjukkan hasil yang kurang baik, pada sumuran DNA
Anggrek Spathoglottis sp. bukan hasil pemotongan tidak terelektroforesis
sehingga tidak dapat diketahui ukuran pasang basanya, dan pada sumuran DNA
Anggrek Spathoglottis sp. hasil pemotongan menunjukkan adanya pita di atas
ukuran marker dan pita tipis pada rentang ukuran 200bp-300 bp.
B. Saran
Konsentrasi dan ukuran komposisi bahan seharusnya sesuai dengan hasil optimasi
sehingga hasil yang didapatkan sesuai dengan yang diharapkan, misalnya konsentrasi
isolat DNA yang akan diencerkan, ukuran sampel yang akan dielektroforesis, dan
sebagainya.
Daftar Pustaka
Aslinda, Wery dan Ahyar Ahmad. 2016. Isolasi dan Karakterikasi Agarosa dari
Makroalga Merah Euchema Cottoni untuk Pemisahaan Fragmen DNA. Online
Journal of Natural Science Vol 5(3):307-317.
Birren, B., E. Lai. 1993. Pulsed field ge electrophoresis: a practical guide. San
Diego: Academic Press, Inc.
Campbell, Neil A, dkk. 2010. Biologi Edisi Kedepalan Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Davis, L., M. Kuehl, & J. Battey. 1994. Basic methods: Molecular biology 2nd ed.
Norwola : Appleton & Lange.
Fairbanks, D.J., W.R. Andersen. 1999. Genetics: The continuity of life. New York:
Brooks/Cole Publishing Company.
Hirma, R. D.,dkk. 2008. Pemotongan Molekul DNA Menggunakan Enzim Restriksi
Endonuklease dan Pengukuran Besarnya Pasangan Basa dari Fragmen yang
Terpotong. Jurnal UB Volume 1 (1).
Lodish, dkk. 2000. Molecular Cell Biology. New York : White Freeman Company.
Millah, Munisyatul, dkk. 2010. Analisis Keanekaragaman Genetik dan Diferensiasi
Jati Jawa dan Madura berdasarkan Marka Mikrosatelit untuk Mendukung
Fingerprinting Jati. Biosaintifika Volume 2(2): 101-109.
Novitasari, Dede, dkk. 2014. Teknik Isolasi dan Elektroforesis DNA Total Pada
Kryptopterus Apogon (Bleeker 1851) dari Sungai Kampar Kiri dan Tapung Hilir
Kabupaten Kampar Provinsi Riau. JOM FMIPA Volume 1 (2) :258-261
Pingoud, A., dan A. Jeltsch. 2001. Structure And Function Of Type II Restriction
Endonucleases. Nucleic Acid Research. 29:3706-3727.
Putri, Ida Ayu, dkk. 2017. Optimasi Digesti Enzim Restriksi SacII Pada Isolat
Mycobacterium tuberculosis H37Rv Untuk Deteksi Mutasi Promoter inhA Pada
Kasus MDR-TB Dengan Metode PCR-RFLP. Jurnal Metamorfosa IV (1): 87-93.
Rinehart, dkk. 2005. Saccharomyces cerevisiae Imports The Cytosolic Pathway For
Gin-Trna Synthesis Into The Mitochondrion. Genes Dev 19(5): 583-592.
Setiawan, Agus, dkk. 2010. Pengembangan Marka Molekular Untuk Karakterisasi
Varietas Anggrek Tanah Unggul (Spathoglottis) Hasil Poliploidisasi Dengan
Kolkisin. Jurnal Biologi UGM Volume 1(1).
Septiasari, Ni Putu Senshi, dkk. 2017. Ragam Alel DNA Mitokondria Masyarakat
Soroh Pande Di Bali Dengan Metode PCR-RFLP. Jurnal Metamorfosa IV
(2):210-217.
Suriasih, Ketut. 2015. Pemotongan dan Menyambung DNA dalam Kloning Gen,
Studi pada Kloning Gen Prolidase dari Bakteri Asam Laktat. Media Ilmiah
Teknologi Pangan Volume 2 (1).
Suryani, dkk. 2011. Petunjuk Praktikum Biologi Sel dan Molekuler. Yogyakarta:
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY.
Thieman dan Palladino.2013. Introduction To Biology 3rd Edition. USA : Pearson
Education.
Widodo, dkk. 2015. Jumlah Bakteri Asam Laktat (BAL) dalam Digesta Usus Halus
dan Sekum Ayam Broiler yang Diberi Pakan Ceceran Pabrik Pakan yang
Difermentasi. Agripet Volume 15 Nomor 2 (98-103).
Lampiran
Power supply dan tangki elektroforesis Mikropipet, tip pipet, dan tatakan tube