PENDAHULUAN Materi geometri yang disajikan dalam buku-buku pelajaran matematika sekolah biasanya diarahkan pada pengembangan kemampuan siswa dalam penalaran deduktif. Dalam praktek, kebanyakan pengajaran geometri di sekolah memberikan penekanan lebih pada penyelesaian contoh soal, yang tanpa disadari akan membawa siswa pada cara belajar yang cenderung bersifat mekanistik. Sering sekali siswa hanya dituntut untuk menghafal rumus dan bagaimana menggunakannya, yang nyatanya tidak dapat menumbuhkan pemahaman dan apresisasi pada penaralan deduktif dalam dirinya. Pada dasarnya geometri mempunyai peluang yang lebih besar untuk dipahami siswa dibandingkan dengan cabang matematika yang lain. Hal ini karena ide-ide geometri sudah dikenal oleh siswa sejak sebelum mereka masuk
1
sekolah, misalnya garis, bidang dan ruang. Meskipun demikian, bukti-bukti empiris di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar geometri, mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa prestasi geometri siswa SD masih rendah (Sudarman, 2000), dan ditemukan bahwa banyak siswa SMP yang masih belum memahami konsep-konsep geometri (Sunardi, 2001). Madja (1992) menyatakan bahwa siswa SMU masih mengalami kesulitan dalam melihat gambar bangun ruang. Sedangkan di perguruan tinggi, berdasarkan pengalaman, pengamatan dan penelitian ditemukan bahwa kemampuan mahasiswa dalam melihat ruang dimensi tiga masih rendah (Madja, 1992) dan belum mampu menggunakan perolehan geometri di SMU untuk menyelesaikan permasalahan geometri ruang (Budiarto, 2000). Untuk mengatasi kesulitankesulitan dalam belajar geometri tersebut,
Disajikan pada Seminar Nasional Pembelajaran Matematika Berbasis ICT yang Menyenangkan dan Berkarakter pada Tangal 16 Mei 2011 di UNIMED
10
11
satu cara yang dapat ditempuh adalah penerapan teori van Hiele. Terdapat hubungan hirarkis yang kuat yang tersirat dalam tingkatan pemikiran geometris van Hiele. Satu hal penting dari tingkatan tersebut adalah bahwa siswa yang berada pada tingkat pemikiran yang lebih rendah tidak bisa diharapkan untuk dapat memahami pelajaran yang diberikan kepada mereka pada tingkat yang lebih tinggi. Untuk itu dibutuhkan kemampuan guru dalam memberikan dan mengembangkan berbagai macam pengalaman belajar kepada siswa agar siswa dapat dengan mudah melalui masa transisinya menuju penalaran geometri deduktif dalam cara yang alami dan bermakna. Dengan demikian, pengetahuan guru tentang tingkatan yang dimiliki siswanya dalam pemahaman geometri adalah satu hal yang penting agar dapat mengembangkan aktivitas belajar berdasarkan model van Hiele. Banyak penelitian yang telah dilakukan seputar penggunaan software (perangkat lunak) komputer sebagai sebuah alat dalam mengeksplorasi konsepkonsep dan sifat-sifat matematika (Chazan 1989; Choi-Koh 1999; Jiang 1993). Penelitian yang dilakukan oleh Yerushalmy & Houde (1986) mengindikasikan bahwa software komputer dapat digunakan untuk memfasilitasi penggunaan penalaran induktif dengan cara mengeksplorasi dan menduga sifat-sifat dan relasi-relasi geometris. Kemampuan dalam penalaran induktif sangatlah penting dalam kehidupan sehari-hari, begitu juga dalam matematika dan sains, karena melalui penalaran ini seseorang biasanya mendapatkan ide untuk mencoba dan melakukan verifikasi (Choi-Koh & Sang Sook, 2000). Tersedianya software dalam matematika memberikan kesempatan yang luas untuk mengeksplorasi dan menduga
ide-ide geometris sehingga siswa akan merasa lebih tertarik dalam materi yang disajikan dan akan lebih terampil dalam penalaran induktif dan deduktif. Meskipun demikian, karena mahalnya harga komputer dan software pendukung pembelajaran matematika, pembelajaran dengan bantuan komputer awalnya hanya berlangsung di perguruan tinggi dan komputer lebih banyak digunakan untuk pembelajaran membaca dan mengetik. Ketika harga komputer mulai murah, saat ini pembelajaran dengan komputer di sekolah dasar sampai perguruan tinggi mulai dikembangkan dan begitu juga software yang mendukung pembelajaran matematika dapat dimiliki secara gratis (open source). Salah satu software pembelajaran matematika khususnya geometri yang tersedia secara gratis adalah GeoGebra (dapat diunduh di www.geogebra.org). Software ini dapat digunakan untuk mengembangkan aktivitas belajar yang didasarkan pada model van Hiele dan penggunaan komputer. Oleh karena itu, makalah ini ditulis untuk mengembangkan aktivitas pembelajaran geometri berbasis model van Hiele dengan menggunakan software komputer dinamis GeoGebra sebagai sebuah alat dan bertujuan untuk memberikan pengalaman lebih kepada siswa yang berada pada tingkat pemahaman geometris yang lebih rendah. Model van Hiele Van Hiele mengakui bahwa secara khusus beliau tertarik pada tiga tingkat pertama ketimbang kelima tingkatan pemikiran geometris (Alan Hofer, 1985), dan selanjutnya van Hiele (1986) menggambarkan bahwa hanya tiga tingkatan yang ada dalam praktek pembelajaran matematika di sekolah, yaitu: visual, deskriptif, dan teoritis. Terdapat lima fase proses pembelajaran dalam model van Hiele, yang dirinci dalam
12
artikel yang ditulis oleh van Hiele-Geldof yaitu; informasi (inkuiri), orientasi terarah, uraian (eksplikasi), orientasi bebas, dan integrasi. Tingkatan pemikiran visual, deskriptif, dan teoritis, juga periodeperiode pembelajaran digambarkan dalam Gambar 1.
Tingkat 1
Tingkat 2
Tingkat 3
relasi yang telah dipahami sebelumnya. Dalam fase 5, integrasi, guru merancang pembelajaran agar siswa membuat ringkasan tentang kegiatan yang sudah dipelajari (pengamatan-pengamatan, membuat sintesis dari konsep-konsep dan hubungan-hubungan baru) yang ujuannya adalah agar siswa dapat menginterpretasi pengetahuannya dari apa yang telah diamati dan didiskusikan. PEMBAHASAN Berikut ini dijelaskan aktivitasaktivitas yang dapat digunakan untuk tiga tingkat pemikiran pertama yaitu tingkat 1 (visual), tingkat 2 (deskriptif), dan tingkat 3 (teoritis). Tingkat Pemikiran 1 (Visual) Siswa mengenali bentuk-bentuk secara umum dengan cara memperhatikan bangun-bangun geometri berdasarkan penampilan fisik sebagai suatu keseluruhan. Biarkan siswa hanya memperhatikan bentuk segitiga samakaki, tetapi tidaklah perlu memberi pertanyaan kepada mereka kenapa segitiga itu samakaki. Pada tingkat ini siswa hanya memperhatikan saja. Periode Belajar 1 Siswa beranjak dari tingkat pemikiran 1 ke tingkat 2. Tujuan pembelajaran selama periode ini berlangsung adalah mengenali sifat-sifat dari masing-masing gambar. Sebagai contoh, siswa mulai mengenali bahwa sebuah segitiga samasisi terdiri dari tiga sisi yang kongruen dan memiliki tiga garis bagi yang saling tegak lurus yang mana garis-garis tersebut simetris terhadap setiap sisi. Fase pertama: Informasi Materi pelajaran pada tingkat 1 disajikan kepada siswa sebagai
Pada fase 1, informasi (inkuiri), siswa dan guru terlibat dalam percakapan dan aktivitas seputar objek yang dipelajari. Observasi dilakukan, pertanyaanpertanyaan dimunculkan dan kosakata diperkenalkan. Pada fase 2, yakni orientasi terarah, topik pelajaran dieksplorasi melalui materi dan aktivitas yang dirangkaikan secara cermat oleh guru. Guru mengarahkan siswa untuk meneliti objek-objek yang dipelajari. Kegiatan mengarahkan merupakan rangkaian tugas singkat untuk memperoleh respon-respon khusus siswa. Pada fase 3, uraian (eksplikasi), siswa mengekspresikan hasil pekerjaan mereka dalam kata-kata. Peran guru terletak dalam memperkenalkan istilah-istilah teknis yang perlu (van Hiele-Geldof, 1984). Pada fase ini, diperkuat bahasa yang tepat dan akurat. Dalam fase 4, orientasi bebas, siswa dihadapkan dengan tugas-tugas yang lebih kompleks. Siswa ditantang dengan situasi masalah kompleks. Siswa diarahkan untuk belajar memecahkan masalah dengan cara siswa sendiri, sehingga siswa akan semakin jelas melihat hubungan-hubungan antar sifat-sifat suatu bangun. Jadi siswa ditantang untuk mengelaborasi sintesis dari penggunaan konsep-konsep dan relasi-
13
pengetahuan prasyarat untuk Periode 1. Siswa pada tingkat ini dapat mempelajari kosakata geometris, dapat mengidentifikasi bentuk-bentuk khusus, dan bila diberikan sebuah gambar, mereka dapat membuatnya sendiri. Sebagai contoh, diberikan gambargambar pada Gambar 2, siswa akan mampu mengenali bahwa gambar-gambar pada bentuk (A) adalah segitiga-segitiga sama kaki, pada bentuk (B) adalah sama sisi, dan pada bentuk (C) adalah segitiga siku-siku.
Gambar 3. Siswa dapat mencoba mengasosiasikan sebuah garis simeteri dengan berbagai macam bentuk segitiga. Mereka mendemonstrasikan refleksi sebuah bangun terhadap garis m dengan menggunakan GeoGebra dan memperlihatkan bagaiamana refleksi ini mempengaruhi sebuah objek dengan refleksinya. Mereka mendiskusikan sifatsifat bangun yang diperlihatkan oleh refleksi. Ketiga macam segitiga dapat dikonstruksi secara cermat, sebagai satu contoh dapat dilihat dalam Gambar 4. Cari sifat-sifat segitiga itu. Sifat apa yang harus dimiliki segitiga itu sehingga dapat memperlihatkan garis simetri? Hal yang sama dilakukan pada kedua macam segitiga lainnya.
Fase kedua: Orientasi Terarah Siswa mulai mengeksplorasi ranah inkuiri melalui gambar-gambar yang dikonstruksi secara cermat oleh guru.
Gambar 4. Sifat-sifat segitiga sama sisi
Fase ketiga: Eksplikasi Siswa dan guru terlibat dalam diskusi seputar sifat-sifat ketiga segitiga. Pada fase ini diperkenalkan nama ketiga segitiga, yaitu: sama kaki, sama sisi, dan siku-siku. Fase Keempat: Orientasi Bebas Guru memberikan dua verteks dari sebuah segitiga kepada sebagai aktivitas yang lebih open-ended yang dapat didekati dengan beberapa jenis penyelesaian yang berbeda. Guru meminta siswa untuk mencari verteks ketiga agar mendapatkan:
Guru meminta siswa untuk mencari garis simetri dalam setiap gambar pada
14
sebuah segitiga sama kaki; sebuah segitiga sama sisi; dan sebuah segitiga siku-siku.
Gambar 5. Diberikan dua verteks, tentukan verteks ketiga agar membentuk sebuah segitiga
Fase Kelima: Integrasi Guru membantu siswa mendapatkan suatu pandangan tentang apa yang sedang dipelajari dan membantu siswa untuk mengintegrasikan pelajaran yang telah diselidikinya. Siswa merangkum semua sifat yang telah mereka kerjakan dan mampu mengenali atau membedakan segitiga melalui sifat-sifat yang dimilikinya. Tingkat Pemikiran 2 (Deskriptif) Pada tingkat ini siswa membedakan bentuk-bentuk pada sifat-sifat dasarnya: Periode Belajar 2 Selama periode ini berlangsung siswa beranjak dari tingkat pemikiran 2 ke tingkat 3. Tujuan pelajaran adalah jaringan dari relasi-relasi dan pengurutan sifat-sifat gambar geometris. Dengan menggunakan penalaran deduktif formal, siswa mampu membuktikan relasi-relasi. Fase Pertama: Informasi Siswa menggunakan garis simetri sebuah segitiga sama kaki (atau sama sisi) untuk mengkonstruksi gambar yang dimaksud bilamana alas sebuah segitiga diberikan (lihat Gambar 6).
Fase Kedua: Orietasi Terarah Dengan memberikan bentuk-bentuk segitiga (Gambar 7), guru meminta siswa untuk mengklasifikasi segitiga-segitiga itu. Kemudian guru memberikan pertanyaan: apakah segitiga sama kaki bisa disebut segitiga sama sisi? Atau apakah segitiga sama sisi bisa disebut segitiga sama kaki? Bagaimana dengan segitiga siku-siku jika dikaitkan dengan segitiga lain? Setelah itu guru meminta siswa untuk mengekspresikan definisi semua segitiga termasuk segitiga lancip, tumpul, dan sembarang.
Selanjutnya guru memandu siswa untuk memahami bahwa luas sebuah segitiga adalah setengah dari sebuah segiempat (lihat Gambar 8).
15
Setiap kali siswa memindahkan satu verteks, mereka mendapati bentuk segitiga ABC berubah, tetapi luasnya tetap. Siswa menemukan deduksi informal yang dibutuhkan untuk menentukan bahwa luas sebuah segitiga adalah tetap meskipun bentuk segitiga tersebut berubah-ubah bilamana verteks atas A dipindahkan disepanjag segmen DE yang sejajar dengan alas segitiga ABC. Fase Kelima: Integrasi Sebagai instruksi penutup untuk periode 2, guru membantu siswa mendapatkan suatu pandangan tentang apa yang sedang dipelajari dan membantu mengintegrasikan pokok permasalahan yang sedang diselidiki. Siswa merangkum semua relasi-relasi yang telah mereka kerjakan sebelumnya. Mereka mampu untuk membedakan segitiga-segitiga melalui definisi, implikasi, dan klasifikasi, untuk merumuskan luas sebuah segitiga, dan untuk memberikan alasan mengenai luas yang tetap, dan luas yang sama untuk segitiga-segitiga yang memiliki tinggi yang sama dan alas yang sama. Tingkat Pemahaman 3 (Teoritis) Siswa mampu memikirkan pembuktian geometris formal dan mampu memahami proses yang sedang dikerjakan (van Hiele, 1986). Pada tingkat ini, untuk mengembangkan penalaran deduktif formal aktivitas berikut ini dapat diperkenalkan selama pengajaran berlangsung dan untuk menerapkan apa yang mereka pahami tentang sentroid pada masalah-masalah yang lebih open-ended. Guru mengkonstruksi gambar segitiga yang terbagi kedalam enam segitiga dengan menarik garis bagi dari ketiga titik sudut. Selanjutnya guru meminta siswa untuk membuat dugaan dan menggeneralisasi jawaban atas pertanyaan mengapa keenam segitiga tersebut memiliki luas yang sama.
Fase Ketiga: Eksplikasi Siswa dan guru terlibat dalam diskusi seputar hubungan diantara ketiga segitiga. Semua segitiga sama sisi dapat berupa segitiga sama kaki, tetapi segitiga sama kaki tidak harus berupa segitiga sama sisi. Sebuah segitiga siku-siku dapat berupa segitiga sama kaki dalam kasus dua sisinya sama panjang. Siswa juga menerangkan bahwa luas segitiga selalu panjang lebar. Fase Keempat: Orientasi Bebas Siswa diberikan aktivitas yang lebih open-ended yang dapat didekati melalui berbagai jenis penyelesaian yang beragam. Hal ini dimungkinkan karena tersedianya penyajian yang beragam melalui GeoGebra.
16
Gambar 10. Pembagian sebuah segitiga kedalam enam bagian oleh garis bagi dan sentroid
Terlihat dalam gambar bahwa panjang segmen garis dari setiap titik sudut ke titik sentroid adalah 2/3 panjang garis bagi sudut dari setiap titik sudut, dan kembali guru meminta siswa untuk melakukan pendugaan dan generalisasi mengapa demikian?
Guru meminta siswa untuk menjelaskan mengapa titik sentroid membuat jejak berbentuk lingkaran apabila titik A pada segitiga ABC digerakkan disepanjang lingkaran yang melingkupi segitiga tersebut. PENUTUP Kedua periode pembelajaran dalam makalah ini hanya berupa contoh aktivitas
dan materi yang menawarkan langkahlangkah pembelajaran. Guru tidak dapat mengabaikan bahwa sebenarnya kemampuan untuk berfikir pada tingkat yang lebih tinggi tidaklah diperoleh dari materi-materi yang tertulis saja. Fase-fase pembelajaran dalam aktivitas ini menciptakan sebuah interaksi diantara siswa dan guru yang mirip dengan interaksi seorang dokter dengan paseiennya dimana dokter tersebut memberikan resep obat yang cukup untuk kesembuhan pasiennya. Teknologi dalam kelas matematika haruslah merupakan alat yang efektif untuk meningkatkan interaksi diantara siswa dan guru melalui pemberian kesempatan kepada mereka untuk meyelidiki sendiri dugaan-dugaan mereka. Guru dapat memotivasi dan meningkatkan pembelajaran siswa secara fleksible dengan menerapkan kelima fase pembelajaran dalam tugas-tugas rutin dan soal-soal yang open-ended. Untuk mencapai tujuan pengajaran, jelaslah bahwa guru seharusnya banyak mengetahui tentang tingkat pemikiran siswa dan juga isi pelajaran yang mereka ajarkan sehingga mereka dapat secara efektif memanfaatkan fleksibilitas tersebut. Sebagai sebuah metode pembelajaran, fase-fase pembelajaran van Hiele menawarkan rencana pembelajaran yang lengkap bilamana software dinamis digunakan dalam proses pembelajaran. Sebagai contoh, pendugaan dengan representasi visual yang berurutan memungkinkan siswa untuk menemukan sifat-sifat dari sebuah gambar, siswa secara dinamis menguji dugaan mereka dan didukung untuk mengekspresikan temuantemuan mereka, sementara guru memperkenalkan terminologi-terminologi baru dari materi yang sedang dibahas. Karena fokus dari makalah ini adalah bagaimana menciptakan kesempatan-kesempatan yang cukup dalam dua periode diantara ketiga tingkatan
17
pertama, aktivitas yang diusulkan dalam makalah ini menjadi perangkat pengajaran yang berguna dalam mata pelajaran matematika khususnya geometri. Sebagaimana kita ketahui, buku-buku teks geometri memberikan porsi yang lebih banyak pada deduksi formal dan tidak memberikan siswa kesempatan untuk menggunakan software yang dinamis sebagai alat bantu belajar. Sebelum siswa berkerja dalam penalaran deduktif formal, sebaiknya kepada mereka diberikan penjelasan tentang aktivitas ini lebih sering lagi. DAFTAR PUSTAKA Abdussakir. 2010. Pembelajaran Geometri Sesuai Teori van Hiele. El-Hikmah: Jurnal Kependidikan dan Keagamaan, Vol VII Nomor 2. Fakultas Tarbiyah UIN Maliki Malang. Budiarto, M.T.. 2000. Pembelajaran Geometri dan Berpikir Geometri. Dalam Prosiding Seminar Nasional Matematika: Peran Matematika Memasuki Milenium III. Jurusan Matematika FMIPA ITS Surabaya. Surabaya, 2 Nopember. Chazan, D. (1989): Similarity: Exploring the Understanding of a Geometric Concept. Technical Report 8815. Cambridge, MA: Educational Technology Center. Choi-Koh, S. (1999): A Students Learning of Geometry Using the Computer. Journal of Educational Research 92(5), 301311. MATHDI 2000d. 02685. Choi-Koh, Sang Sook. 2000. The Activities Based on van Hiele Model Using Computer as a Tool. Journal of the Korea Society of Mathematical Education Series D: Research in
Mathematical Education Vol. 4, No. 2, November 2000, 6377. Firdaus, M. 2009. Meningkatkan Kecerdasan Visual-Spasial Anak Melalui Media Pembelajaran Tangram. Makalah disajikan pada Konferensi Nasional Pendidikan Matematika III. Medan, tanggal 2325 Juli 2009. Haciomeroglu, E. S., et al. 2009. Learning to Develop Mathematics Lessons with GeoGebra. MSOR Connections Vol 9 No 2 May July 2009. Hoffer, A. (1981): Geometry in More Than Proof. Math. Teach. 74, 1118. MATHDI 1981x. 01699 [Also appears in: Matimyas Mat. 6(4) (1982), 1828. MATHDI 1983d. 01029]. Jiang, Z. (1993): Students Learning of Introductory Probability in a Mathematical Micro-World. Doctoral Dissertation. Athens, GA: University of Georgia. Dissertation Abstracts International, 54-09A: 3360. Madja, M.S.. 1992. Perancangan dan Implementasi Perangkat Ajar Geometri SMTA. Tesis tidak diterbitkan. Jakarta: PPS UI. Sudarman. 2000. Pengembangan Paket Pembelajaran Berbantuan Komputer Materi Luas dan Keliling Segitiga untuk Kelas V Sekolah Dasar. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS UM. Suharjana, A. 2008. Pengenalan Bangunbangun Datar dan Sifat-sifatnya di SD. Paket Fasilitasi KKG/MGMP Matematika. Yogyakarta: P4TK Matematika. Dirjen PMPTK. Depertemen Pendidikan Nasional.
18
Van Hiele, P. M. (1986): Structure and Insight. A theory of mathematics education. Orlando, FL: Academic Press. MATHDI 1988b. 03491. Van Hiele-Geldof, D. (1984): Last article written by Dina van Hiele-Geldof entitled: Didactics of Geometry as Learning Process for Adults. In: D. Fuys, D. Geddes & R. Tischler (Eds.), English Translation of Selected Writing of Dina van HieleGeldof and P. M. van Hiele (pp. 215233). Brooklyn, NY: Brooklyn College. Wijaya, A. 2004. Pemanfaatan Komputer sebagai Alat Bantu Pembelajaran Matematika SMP. Makalah disajikan pada Pelatihan Instruktur/ Pengembang Matematika SMP Jenjang Dasar. PPPG Matematika Yogyakarta, 10 s.d. 23 Oktober 2004. Yerushalmy, M. & Houde, R. (1986): The Geometric Supposer: Promoting Thinking and Learning. Math. Teach. 79, 418422. MATHDI 1987x. 00147.