Anda di halaman 1dari 12

Zuhud, Wara, Khouf, dan Raja’

Makalah ini disusun untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah Tauhid dan Akhlak
Tasawuf yang dibina oleh bapak Rosidi, M.Ag

Oleh:
Kelompok 14
Kelas: PB-1D
Septa Karima Cahya 2208086144
Tahta Alvina Izzaty 2208086140

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... dst
C. Tujuan Penelitian................................................................................ dst

BAB II PEMBAHASAN
A. Sub Topik I......................................................................................... dst
B. Sub Topik II........................................................................................ dst
C. Sub Topik III...................................................................................... dst
D. Sub Topik IV...................................................................................... dst

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan......................................................................................... dst
B. Saran ................................................................................................ dst

DAFTAR RUJUKAN ....................................................................................... dst


LAMPIRAN (Jika ada).................................................................................... dst

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai manusia kita pastinya pernah masyarakat yang namanya takut, sedih,
gelisah dan selalu berharap. Allah SWT menciptakan manusia lebih mulia disbanding
ciptaannya yang lain seperti hewan, jin dan tumbuh tumbuhan AllahSWT pastinya
sudah memikirkan tujuan kenapa diciptakan manusia. Dan salah satu tujuannya
adalah agar manusia beribadah kepadanyaNya. Kita pasti pernah merasakan yang
namanya takut dan berharap. Untuk lebih mengetahui apa itu takut dan berharap.
Menurut asumsi mayoritas masyarakat Indonesia, zuhud dan wara sangat
bertolak belakang di zaman modern kini. Karena saat ini mereka sedang cinta
cintanya dunia yakni harta, tahta, dab wanita. Gaya hidup mewah, glamour, dan
berlebih lebihan sudah menjadi karakteristik, sehingga memaksa mereka untuk
melakukan perbuatan maksiat(dosa).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian zuhud, wara, khauf dan raja?
2. Apa saja tingkatan zuhud, wara, khauf dan raja?
3. Bagaimana karakteristik zuhud, wara, khauf dan raja?
4. Apa saja dalil dalil yang menjelaskan tentang zuhud, wara, khouf dan raja?

C. Tujuan
Dari rumusan di atas, maka makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian tentang zuhud, wara, khouf dan raja
2. Mengetahui tingkatan zuhud, wara, khauf dan raja
3. Mengetahui karaktristik zuhud, wara, khauf dan raja
4. Mengetahui dalil dalil yang menjelaskan tentang zuhud, wara, khauf dan raja

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ZUHUD, WARA, KHAUF, DAN RAJA’


1. ZUHUD
Zuhud secara etimologi berasal dari bahasa arab yang berarti tidak
menyukai sesuatu. Orang yang bersifat zuhud dinamakan . sedangkang secara
terminology banyak para ulama mendefinisikan antara lain:
a. Sayyid al-junaidi, zuhud adalah menganggap dan
memandang kecil terhadap dunia
b. Abu sulaiman Ad-Daraini, zuhud adalah meninggalkan
perbuatan yang menyibukkan diri dari mengingat allah.
c. Syekh Abdul Aziz, zuhud adalah tiada ketergantungan
hati terhadap harta dunia.
Orang yang zuhud bukan berarti tidak perlu mencari dan mempunyai
harta benda sama sekali. Mereka wajib mencari dan mempunyai harta dunia
yang halal menurut kebutuhan hidup mereka secukupnya. Jika harta benda
mereka lebih dan melimpah ruah. Maka hati mereka pun tidak bergantung
kepada harta benda tersebut, dan menganggap bahwa harta benda itu hanya
titipan atau pinjaman dari allah kepada mereka yang sewaktu waktu di
kembalikan atau diambil olehnya.
2. WARA
Wara’ atau yang lebih dikenal dengan sebutan wira’i berasal dari bahasa arab
‫ ورع@@ا ورع ي@@رع‬yang berarti menjauhi dari perbuatan haram dan syubhat.
Sedangkan menurut istilah adalah kesanggupan diri untuk meninggalkan dan
menjauhi semua perkara yang haram dan sesuatu yang tidak jelas halal
haramnya (syubhat). Rasulullah SAW pernah berwasiat kepada sahabat Ali
bahwa “Tidaklah mempunyai iman yang sempurna seorang yang tidak
wira’i, dan lebih baik (mati) di dalam bumi dari pada hidup tetapi tidak
mempunyai keimanan di hatinya.”
3. KHAUF
Secara bahasa khouf berasal dari kata khofa yokhofu khoufun yang
artinya takut. Maksudnya adalah sikap jiwa yang menunggu sesuatu yang
tidak disenangi oleh Allah, atau kegalauan hati yang membayangkan
hilangnya sesuatu yang disukainya.
Al-Ashfahani menyatakan bahwa kha’uf adalah “ Perkiraan akan
terjadinya sesuatu yang dibenci karena bertanda yang diduga atau yang
diyakini, sebagaimana harapan dan hasrat tinggi itu adalah perkiraan akan

3
terjadinya sesuatu yang disenangi karena pertanda yang diduga atau
diyakini, baik dalam urusan duniawi maupun ukhrawi”.

Ia pun melihat ada dua istilah yang berkaitan dengan masalah ini,
yakni al-khauf minallah (takut dari Allah) dan al-takhwif minallah
(seseorang takut akan Allah). Al-khauf minallah (takut kepada Allah)
bukanlah berupa ketakutan kepada Allah yang bergetar dan terasa di dada
manusia seperti takut kepada singa. Yang dimaksudkan dengan hal ini adalah
diri dan perbuatan maksiat dan selanjutnya mengarahkannya untuk tunduk
dan patuh kepada Allah. Oleh karena itu, tidaklah disebut sebagai seorang
ٌ ‫)خَاِئ‬, bila belum sanggup menghilangkan perbuatan-perbuatan dosa.
takut ( ‫ف‬
Adapun at-takwif minallah (Membuat seseorang takut akan Allah) adalah
perintah agar tetap melaksanakan dan memelihara kepatuhan kepada-Nya
4. RAJA
Raja secara etimologi berasal dari bahasa arab yang berarti berharap
atau optimis. Raja adalah perasaan hati yang senang karena menanti sesuatu
yang diinginkan dan disenangi. Secara ertimologi raja diartikan sebagai suatu
sikap mental optimis dalam memperoleh karunia dan nikmat ilahi yang
disediakan bagi hamba hamba nya yang shaleh.
Raja (pengharapan) berbeda dengan lamannni (angan-angan). Sebab
orang yang berharap adalah orang yang mengerjakan sebab yakni ketaatan,
seraya mengharapakan ridha dan mengabulan dari allah. Sedangkan orang
yang berangan angan meninggalkan sebab dan usaha, lalu dia menunggu
datangnya ganjaran dan pahala dari allah. Orang yang semacam inilah yang
tertekam dalam sabda nabi, “dan orang yang lemah adalah orang yang sellau
menurutkan hawa nafsunya dan berangan angan terhadap allah” (HR.
Tirmidzi)
B. TINGKATAN ZUHUD, WARA, KHAUF, DAN RAJA’
1. ZUHUD
Sebenernya zuhud adalah suatu kedudukan yang paling utama dan
tingkatan yang paling tinggi setelah taqwa kepada allah, karena menyebabkan
rasa cinta kepa allah. Dalam kitab ihya dijelaskan beberapa tingkatan-
tingkatan Zuhud yaitu:
1. Tingkatan rendah, yaitu orang yang memaksakan diri menjauhi dunia.
Ia rela memerangi nafsunya dalam usaha meninggalkan dunia,
sekalipun ia- sangat menyukainya. Semoga saja hal itu berlangsung
terus, sehingga pelakunya mencapai tingkat zuhud yang
sesungguhnya.
2. Tingkatan sedang, yaitu orang yang menjauhi dunia dengan suka rela,
karena ia menganggapnya kecil, meski sebenarnya ia masih
menginginkannya. Tingkatan ini seperti orang yang meninggalkan

4
uang satu dirham demi memperoleh dua dirham. Hal ini tidak
memberatkannya, akan tetapi masih memperhatikan apa yang
ditinggalkannya itu dan juga masih melihat di seputar keadaan
dirinya. Zuhud seperti ini mengandung beberapa kelemahan
(kekurangan).
3. Tingkatan Tinggi, yaitu orang yang menjauhi dunia dengan sukarela
dan tidak merasakan sikap zuhudnya. Karena, ia tidak menganggap
bahwa ia meninggalkan sesuatu. Menurutnya dunia tidak berarti apa-
apa baginya. Seperti orang yang meninggalkan seonggok tanah liat
demi mengambil sebutir permata. Tapi ia tidak menganggap permata
itu sebagai ganti. Betapapun indah dan mahalnya dunia dibandingkan
dengan akhirat tidak ada artinya sama sekali.
2. WARA
Menurut Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin mengatakan
bahwa wara memiliki 4 tingkatan, yaitu:
1. Wara minimal (Wara’us Syuhud Wal Qadha)
Kewaraan minimal adalah kewaraan seseorang yang menjauhi diri
dari bahan haram secara lahiriah. Kewaraan minimal menjadi
syarat integritas saksi di pengadilan. Tanpa kewaraan ini,
seseorang dapat keluar dari kriteria sebagai saksi, hakim, dan
pemerintah.
2. Wara orang-orang saleh (Wara’us Shalihin)
Kewaraan orang-orang saleh adalah menjauhi diri dari barang
syubhat yang memiliki berbagai kemungkinan (kemungkinan
haram, makruh, dan mubah).
Ketika menjelaskan kewaraan orang-orang saleh, Imam Ghazali
mengutip hadits riwayat At-Tirmidzi yang artinya “Rasulullah
SAW bersabda, tinggalkan apa yang membuatmu ragu kepada apa
yang tidak membuatmu ragu.”
3. Wara orang-orang bertakwa (Wara’ul muttaqin)
Kewaraan orang yang bertakwa adalah kewaraan orang yang
meninggalkan kelebihan barang murni kehalalannya yang
dikhawatirkan dapat membawa kepada yang haram.
Rasulullah saw bersabda, ‘Seseorang tidak termasuk ke dalam
golongan orang bertakwa sehingga ia meninggalkan apa yang tidak
masalah (halal) karena takut terbawa kepada yang menjadi
masalah (haram),’” (HR At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Al-Hakim).
Contoh kewaraan orang bertakwa adalah kewaraan seseorang
untuk (tidak) membicarakan orang lain (yang sebenarnya halal)
karena khawatir terbawa pada ghibah (yang haram). Contoh lain

5
yaitu kewaraan orang untuk (tidak) memakan dengan syahwat
karena khawatir terjebak pada tindakan yang dilarang.
4. Wara orang-orang yang membenarkan (wara’us shiddiqin)
Kewaraan golongan as-shiddiqin adalah keberpalingan mereka dari
selain Allah karena khawatir melewati sepenggal umur pada hal
yang tidak bermanfaat dalam menambah kedekatan kepada Allah,
sekalipun mereka mengetahui bahwa aktivitasnya diluar itu tidak
membawanya pada yang haram.
3. KHAUF
Orang-orang yang takut kepada Allah tidak berada pada satu tingkatan,
tetpi mereka berada pada tingkatan yang berbeda-beda. Ibnu Ujaibah telah
mengelompokkan mereka dalam tiga kategori:
a. Takutnya orang awwam dari siksaan dan hilangnya pahala.
b. Takutnya orang khawwash dari celaan dan hilangnya
kedekatan dari sisi-Nya.
c. Takutnya orang khawwashul khawwash akan tertutupnya
pandangan dari akhlak yang buruk.
4. RAJA’
Menurut ibnu Ujaibah, orang-orang yang mengharap rahmat Allah tidak
berada dalam satu tingkatan, tetapi mereka berada dalam tingkatan yang
berbeda-beda, yaitu:
a. Pengharapan orang awwam, yakni tempat kembali yang baik
dengan diperolehnya pahala.
b. Pengharapan orang khawwash, yakni pengharapan terhadap
ridha dan kedekatan disisi-Nya.
c. Pengharapan orang Khawwash al-Khawwash, adalah
kemampuan untuk melakukan musyahadah dan bertambahnya
tingkatan derajat dalam rahasia-rahasia Tuhan yang disembah.
C. KARAKTERISTIK ZUHUD, WARA, KHAUF, DAN RAJA’
1. Karakteristik Zuhud
a. Tidak merasa suka ketika mempunyai harta dan tidak pula merasa
susah ketika tidak mempunyai harta.
b. Merasa sama antara dipuji atau dicela.
c. Merasa senang hati (keledzatan) di dalam beribadah kepada Allah
2. Karakteristik Wara
Menurut Al-Faqih, karakteristik wara’ ada 10 yaitu:
1. Menjaga lidah dari mengumpat (ghibah).
2. Menjauhi dari berprasangka buruk (su’u adz-dzon)
3. Menjauhi untuk tidak menghina orang lain (sukhriyah)
4. Memejamkan penglihatan dari perkara yang haram.

6
5. Berbicara benar (tidak berbohong).
6. Mengetahui bahwa segala nikmat itu dari allah (supaya tidak ujub).
7. Menginfaqkan harta benda di dalam jalan allah
8. Tidak sombong.
9. Melaksanakan sholat lima waktu dengan kontinyu.
10. Konsisten dalam melaksanakan jama’ah dan ibadah sunah.
3. Karakteristik Khauf
Adapun karakteristik khauf adalah sebagai berikut:
1. Mampu menjaga tutur kata dan perbuatannya dri prilaku maksiat yang
di larng oleh allah
2. Semakin hari bertmbah rajin ibadahnya dan amal kebaikannya
3. Tampak berani menghadapi setiap rintangan,sepannjang untuk
membela kebenran
4. Jika di sebutkan nama Allah kepadanya,hatinya bergetar dan jiwanya
khusuk mengagumi keagungan llah.
5. Senantiasa menjauhi dan menghindari perbuatan yang di larang oleh
Allah SWT.
4. Karakteristik Raja’
Karakteristik sikap Raja’ adalah sebagai berikut:
1. Memiliki sifat jiwa optimis dan penuh semangat dalam menjuhi
kehidupan.
2. Tekun dan ulet dalam mengerjakn suatu pekerjaan meskipun sering di
hadapkan pada kegagalan dan kerugian.
3. Menghargai waktu dan kesempatan untuk senantiasa di isi dan di
manfatkan dengan pekerjan yang  baik dan maslahat.
4. Tidak lekas prustasi dan patah semangat dalam menjalani suatu tugas
belajar atau bekerja
5. Meyakini bahwa Allah SWT adalah maha pengasih dan maha
penyayang bagi semua hambanya
D. DALIL-DALIL YANG MENJELASKAN ZUHUD, WARA, KHAUF, DAN
RAJA’
1. Dalil yang menjelaskan Zuhud
Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Qasas ayat 77 yang berbunyi
‫وا ْبتَغ ف ْيمٓا ٰا ٰتى َ هّٰللا‬
َ‫ص ْيبَكَ ِمنَ ال ُّد ْنيَا َواَحْ ِس ْن َك َمٓا اَحْ َسن‬ ِ َ‫س ن‬ َ ‫ار ااْل ٰ ِخ َرةَ َواَل تَ ْن‬
َ ‫ك ُ ال َّد‬ َ ِ ِ َ
َ‫ض ۗاِ َّن هّٰللا َ اَل ي ُِحبُّ ْال ُم ْف ِس ِد ْين‬
ِ ْ‫ك َواَل تَب ِْغ ْالفَ َسا َد ِفى ااْل َر‬ َ ‫هّٰللا ُ اِلَ ْي‬

Artinya: “Dan, carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia.
Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik

7
kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Ayat di atas menunjukkan bahwa betapa luhurnya ajaran Islam dibanding
dengan ajaran atau falsafah lain yang ada di muka bumi ini. Islam
menganjurkan adanya keseimbangan hidup, yaitu dengan menjadikan dunia
ini sebagai ladang dan alat untuk mencari kebahagiaan akhirat. Bukan
menjadikannya sebagai tujuan. Zuhud dengan sikap meninggalkan dunia
secara berlebihan sama tercelanya dengan mereka yang mengejar kehidupan
dunia tanpa mempedulikan urusan akhirat.
2. Dalil yang menjelaskan tentang Wara
Dalil tentang wara terdapat dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh At-
Tirmidzi

‫ِم ْن ُح ْس ِن ِإ ْساَل ِم ْال َمرْ ِء تَرْ ُكهُ َما اَل يَ ْعنِي ِه‬
Artinya:
“Sebagian dari kebaikan Islamnya seseorang adalah meninggalkan apa yang
tidak bermanfaat baginya.” (HR. At-Tirmidzi)
Makna hadis ini mencakup setiap yang tidak bermanfaat dari ucapan,
penglihatan, pendengaran, tangan, berjalan, berpikir dan seluruh gerak yang
tampak ataupun yang tidak (batin). Hadis ini telah mencakup semua makna
yang terkandung dalam lafal wara’.
3. Dalil yang menjelaskan tentang Khauf
Allah berfirman dalam surat An-nur ayat 52

Artinya:
“Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada
Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang
mendapat kemenangan.” (Q.S. An-Nur : 52)
Allah juga berfirman dalam Surat Ali Imran :175

Artinya:
“Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan yang menakut-nakuti
(kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy), karena itu
janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu
benar-benar orang yang beriman.” (QS. Ali Imran: 175)
4. Dalil yang menjelaskan tentang Raja’

8
Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surat Yusuf : 8

:Artinya

Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan “
saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya
tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir. Dan Allah
menyifati orang yang selalu mengharap rahmat-Nya dalam firman-Nya,”
.(QS.Al-Baqarah :218.)

Artinya:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan


berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.Al-Baqarah :218.).

Hadis-hadis Nabi juga banyak yang menganjurkan untuk selalu mengharap


rahmat Allah. Diantaranya adalah hadis yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi:

‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬


َ ِ‫ُول هللا‬
َ ‫ْت َرس‬ ُ ‫ َس ِمع‬:‫ض َي هللاُ َع ْنهُ قَا َل‬ ِ ‫ك َر‬ ٍ ِ‫َس ب ِْن َمال‬ ِ ‫ع َْن اَن‬
‫ك‬َ َ‫ت ل‬ ُ ْ‫ يَا ا ْبنَ آ َد َم ِإنَّكَ َما َدعَوْ تَنِي َو َر َجوْ تَنِي َغفَر‬:‫ قَا َل هَّللا ُ تَبَا َركَ َوتَ َعالَى‬:ُ‫يَقُول‬
‫ك َعنَانَ ال َّس َما ِء ثُ َّم‬ َ ُ‫َت ُذنُوب‬ ْ ‫ يَا ا ْبنَ آ َد َم لَوْ بَلَغ‬،‫ك َوالَ ُأبَالِي‬َ ‫َعلَى َما َكانَ فِي‬
ِ ْ‫ب اَألر‬
‫ض‬ َ َّ‫ يَا ا ْبنَ آ َد َم ِإن‬،‫ َوالَ ُأبَالِي‬، َ‫ت لَك‬
ِ ‫ك لَوْ َأتَ ْيتَنِي بِقُ َرا‬ ُ ْ‫ا ْستَ ْغفَرْ تَنِي َغفَر‬
َ ُ‫ك بِي َش ْيًئا َألتَ ْيت‬
‫ك بِقُ َرابِهَا َم ْغفِ َرة‬ ُ ‫خَ طَايَا ثُ َّم لَقِيتَنِي الَ تُ ْش ِر‬
Artinya:
“Dari Anas bin Malik R.A berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:
Allah Ta’ala berfirman, “Wahai anak Adam, sesungguhnya selama kamu
bermohon kepada-Ku dan ber-raja’ pada-Ku, Aku pasti mengampunimu atas
segala keadaanmu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, kalaulah dosa-
dosamu mencapai langit kemudian kamu memohon ampunan kepada-Ku,
niscya Aku mengampunimu. Wahai anak Adam, jika sekiranya kamu datang
kepada-Ku dengan membawa dosa/ kesalahan sebanyak isi bumi tetapi kamu
tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu pun, niscaya Aku akan datang dengan
kemampuan sebanyak isi bumi pula” (HR. At-Tirmidzi)

9
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Zuhud adalah tidak adanya ketergantungan di dalam hati seorang hamba
terhadap perkara dunia. Karakteristik zuhud yaitu : sama antara mempunyai
harta maupun tidak, sama antara dipuji maupun dicaci, dan merasakan
keladzatan dalam beribadah. Zuhud ada tiga tingkatan, yaitu tingkatan rendah,
tingkatan sedang, dan tingkatan tinggi. Dalil tentang zuhud terdapat dalam
Surat Al-Qasas ayat 77.
Wara’ adalah kesanggupan diri untuk meninggalkan perkara maksiat
(haram dan syubhat). Wara memiliki 4 tingkatan, yaitu Wara minimal (Wara’us
Syuhud Wal Qadha), Wara orang-orang saleh (Wara’us Shalihin), Wara orang-
orang bertakwa (Wara’ul muttaqin), dan Wara orang-orang yang membenarkan
(wara’us shiddiqin). Karakteristik wara’ antara lain: tidak ghibah, su’udzon,
sukhriyah, ujub, dsb. Dalil tentang wara’ terdapat dalam hadits yang
diriwayatkan oleh At-Tirmidzi.
Khauf adalah sikap jiwa yang menunggu sesuatu yang tidak disenangi oleh
Allah, atau kegalauan hati yang membayangkan hilangnya sesuatu yang
disukainya. Khauf memiliki 3 tingkatan, yaitu khauf awwam, khauf khawwash,
dan khauf khawwashul khawwash. Karakteristik khauf yaitu mampu menjaga
tutur kata dan perbuatannya, semakin rajin beribadah, berani menghadapi setiap
rintangan untuk membela kebenaran, mengagumi keagungan Allah, menjauhi
dan menghindari perbuatan yang di larang Allah. Dalil tentang khauf terdapat
dalam surat An-Nur ayat 52 dan Ali Imran ayat 175.

Raja’ diartikan sebagai suatu sikap mental optimis dalam memperoleh


karunia dan nikmat ilahi yang disediakan bagi hamba-hambaNya yang Shaleh.
Raja’ memiliki tiga tingkatan, yaitu raja’ awwam, raja’ khawwash, dan raja’
Khawwashul khawwash. Karakteristik raja’ adalah optimis, tekun dan ulet,
menghargai kesempatan dan waktu, tidak mudah frustasi dan patah semangat,
meyakini bahwa Allah maha Pengasih dan maha Penyayang. Dalil tentang
Raja’ terdapat dalam surat Yusuf ayat 87 dan Al-Baqarah ayat 218 serta dalam
hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi

10
DAFTAR PUSTAKA

Prof. H. Mahmud Yunus. 1990. Kamus Arab-Indonesia, Jakarta: Hida Karya Agung.
Sayyid Abu Bakar Al-Makki, Kifayatul Atqiya’, Semarang: Toha Putra.
Ahmad Sunarto, Terjemah Nashaihul ‘Ibad li Syekh Muhammad Nawawi Ibnu Umar
Al-Jawi, Surabaya: Al-Hidayah.
Al-Imam Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali, Ihya’ Ulumi Ad-din Juz 4,
At-Tauzi’:Darul Fikr.
Mahjuddin. 2009. Akhlak Tasawwuf 1: Mukjizat Nabi, Karamah Wali, dan Ma’rifah
Suci. Jakarta : Karya Mulia
Muhammad Ibn ‘Isa Ibn Saurah Ibn Musa Ibn al-Dahaq al-Turmuziy. 1998. Sunah al
Turmuiy, Juz 5 Beirut: Dar al-Garbi al-Islamiy.
Rosidi. 2015. Pengantar Akhlak Tasawuf. Semarang: Karya Abadi Jaya.

Quraish Shihab. 2007. Ensiklopedia al-Qur’an Kajian Kosakata Cet.I. Jakarta:


Letera Hati.

11

Anda mungkin juga menyukai