Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asma merupakan gangguan saluran nafas kronik dan bersifat kompleks yang

menyebabkan timbulnya gejala seperti sesak nafas, mengi, dan batuk terutama pada

malam hari, dini hari, dan pada saat cuaca dingin. Asma bersifat episodik yang dapat

menyebabkan munculnya gejala tersebut (Berawi & Ningrum, 2017).

Menurut National Asthma Education and Prevention Program (NAEPP)

terdapat empat karakteristik asma, pertama yaitu adanya gejala tetrad klasik seperti

batuk, bersin, dahak, dan sesak nafas. Kedua, adanya obstruksi jalan nafas. Ketiga,

adanya peradangan pada saluran nafas, dan yang terakhir adanya bronkus yang hiper

responsif (Ringel, 2012).

Gejala pada asma dapat dikurangi dengan pemberian obat melalui nebulizer,

selain itu juga dapat diberikan latihan pernafasan seperti segmental breathing dan

diaphragmatic breathing. Nebulizer adalah suatu alat modern yang berfungsi

menghantarkan aerosol ke paru-paru bertujuan untuk mengirimkan suatu obat

pernafasan (Martin & Finlay, 2015). Segmental breathing merupakan latihan

pernafasan dengan teknik melakukan inspirasi secara dalam dan melakukan ekspirasi

secara rileks, dengan memberikan stimulasi pada bagian thoraks yang mengalami

penurunan (Sultanpuram et al., 2016).

Pernafasan diafragma adalah pernafasan yang melibatkan kontraksi dari

diafragma, perut, dan kedalaman dari inhalasi. Pernafasan diafragma mengakibatkan

penurunan frekuensi pernafasan dada dan memaksimalkan jumlah gas dalam darah

(Lehrer, 2010).

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian asma ?

2. Bagaimana klasifikasi asma ?

3. Bagaimana fisiologi pernafasan ?

4. Bagaimana etiologi asma ?

5. Bagaiamana faktor resiko ?

6. Bagaimana gejala kelinis asma ?

7. Bagaimana gaktor resiko asma ?

8. Bagaimana diagnosa asma ?

9. Bagaimana permasalahan fisioterapi asma ?

10. Bagaimana tekhnologi intervensi asma ?

C. Tujuan dan Manfaat

1. Untuk mengetahui pengertian asma

2. Untuk mengetahui klasifikasi asma

3. Untuk mengetahui fisiologi pernafasan

4. Untuk mengetahui etiologi asma

5. Untuk mengetahui faktor resiko

6. Untuk mengetahui gejala kelinis asma

7. Untuk mengetahui gaktor resiko asma

8. Untuk mengetahui diagnosa asma

9. Untuk mengetahui permasalahan fisioterapi asma

10. Untuk mengetahui tekhnologi intervensi asma

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Asma

Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran pernapasan yang ditamdai

adanya perubahan pada saluran pernapasan dengan bronkospasme dan reproduksi

mucus secara berlebih. Perubahan ini akan mengakibatkan berkurangnya ruang aliran

udara dan menghasilkan bunyi ronkus, penderita asma merasa tercekik, mereka

merasa sulit untuk memasukkan udara ke paru-paru, tapi ketika udara sudah masuk

ke dalam paru-paru, udara ini akan terperangkat dan sulit untuk dihembuskan keluar

(Shidartani, 2007)

B. Klasifikasi Asma

1. Ringan-sedang: mengi atau batuk tanpa distres berat, dapat mengadapakan

percakapan normal, nilai aliran puncak lebih dari 50% nilai terbaik.

2. Sedang-berat: mengi atau batuk dengan distres, berbicara dalam kalimat atau

frasa pendek, nilai aliran puncak kurang dari 50% dan beberapa derajat desaturasi

oksigen jika diukur dengan oksimetri nadi. Didapatkan nilai saturasi antara 90-

95%, jika diukur dengan oksimetri nadi periver.

3. Berat, mengancam nyawa: distres pernapasan berat, kesulitan berbicara, sianosis,

lelah dan bingung, usaha respirasi buruk, sedikit mengi (silent chest) dan suara

napas lemah, takitmea, bradikardia, hipotensi, aliran tungkak kurang dari 30%

angka prediksi atau angka terbaik, saturasi oksigen kurang dari 90% jika diukur

dengan oksimetri nadi periver (Lehrer, 2009).

3
C. Fisiologi Pernapasan

1. Sistem Respirasi

a. Fisiologi ventilasi paru

Masuk dan keluarnya udara antara atmosfer dan alveoli paru. Pergerakan udara

ke dalam dan keluar paru disebabkan oleh:

1. Tekanan pleura : tekanan cairan dalam ruang sempit antara pleura paru dan

pleura dinding dada. Tekanan pleura normal sekitar -5 cm H2O, yang

merupakan nilai isap yang dibutuhkan untuk mempertahankan paru agar

tetap terbuka sampai nilai istirahatnya. Kemudian selama inspirasi normal,

pengembangan rangka dada akan menarik paru ke arah luar dengan

kekuatan yang lebih besar dan menyebabkan tekanan menjadi lebih negatif

(sekitar -7,5 cm H2O).

2. Tekanan alveolus : tekanan udara di bagian dalam alveoli paru. Ketika

glotis terbuka dan tidak ada udara yang mengalir ke dalam atau keluar paru,

maka tekanan pada semua jalan nafas sampai alveoli, semuanya sama

dengan tekanan atmosfer (tekanan acuan 0 dalam jalan nafas) yaitu tekanan

0 cm H2O. Agar udara masuk, tekanan alveoli harus sedikit di bawah

tekanan atmosfer. Tekanan sedikit ini (-1 cm H2O) dapat menarik sekitar

4
0,5 liter udara ke dalam paru selama 2 detik. Selama ekspirasi, terjadi

tekanan yang berlawanan.

3. Tekanan transpulmonal : perbedaan antara tekanan alveoli dan tekanan

pada permukaan luar paru, dan ini adalah nilai daya elastis dalam paru yang

cenderung mengempiskan paru pada setiap pernafasan, yang disebut

tekanan daya lenting paru.

b. Fisiologi kendali persarafan pada pernafasan Terdapat dua mekanisme neural

terpisah bagi pengaturan pernafasan.

1. Mekanisme yang berperan pada kendali pernafasan volunter. Pusat volunter

terletak di cortex cerebri dan impuls dikirimkan ke neuron motorik otot

pernafasan melalui jaras kortikospinal.

2. Mekanisme yang mengendalikan pernafasan otomatis. Pusat pernafasan

otomatis terletak di pons dan medulla oblongata, dan keluaran eferen dari

sistem ini terletak di rami alba medulla spinalis di antara bagian lateral dan

ventral jaras kortikospinal.

Serat saraf yang meneruskan impuls inspirasi, berkumpul pada neuron

motorik N.Phrenicus pada kornu ventral C3-C5 serta neuron motorik

intercostales externa pada kornu ventral sepanjang segmen toracal medulla.

Serat saraf yang membawa impuls ekspirasi, bersatu terutama pada neuron

motorik intercostales interna sepanjang segmen toracal medulla.

Neuron motorik untuk otot ekspirasi akan dihambat apabila neuron

motorik untuk otot inspirasi diaktifkan, dan sebaliknya. Meskipun refleks

spinal ikut berperan pada persarafan timbal-balik (reciprocal innervation),

aktivitas pada jaras descendens-lah yang berperan utama. Impuls melalui

jaras descendens akan merangsang otot agonis dan menghambat yang

5
antagonis. Satu pengecualian kecil pada inhibisi timbal balik ini aadalah

terdapatnya sejumlah kecil aktifitas pada akson N.Phrenicus untuk jangka

waktu singkat, setelah proses inspirasi. Fungsi keluaran pasca inspirasi ini

nampaknya adalah untuk meredam daya rekoil elastik jaringan paru dan

menghasilkan pernafasan yang halus (smooth).

c. Pengaturan aktivitas pernafasan

Baik peningkatan PCO2 atau konsentrasi H+ darah arteri maupun

penurunan PO2 akan memperbesar derajat aktivitas neuron pernafasan di

medulla oblongata, sedangkan perubahan ke arah yang berlawanan

mengakibatkan efek inhibisi ringan.

Pengaruh perubahan kimia darah terhadap pernafasan berlangsung

melalui kemoreseptor pernafasan di glomus karotikum dan aortikum serta

sekumpulan sel di medulla oblongata maupun di lokasi lain yang peka terhadap

perubahan kimiawi dalam darah.

Reseptor tersebut membangkitkan impuls yang merangsang pusat

pernafasan. Bersamaan dengan dasar pengendalian pernafasan kimiawi,

berbagai aferen lain menimbulkan pengaturan non-kimiawi yang memengaruhi

pernafasan pada keadaan tertentu.

3. Etiologi Asma

Ada dua faktor pencetus asma, antara lian :

1. Pemicu (trigger) yang menyebabkan menyempitnya saluran pernafasan

(bronkokonstriksi) dan tidak menyebabkan peradangan.

2. Penyebab (inducer) yang menyebabkan peradangan atau inflammation pada saluran

pernafasan (Claudia, 2010).

6
4. Faktor Resiko Asma

Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor penjamu (host factor)

dan faktor lingkungan.

a. Faktor host

 Genetik

 Obesitas

 Jenis kelamin

b. Faktor lingkungan

 Rangsangan alergen.

 Rangsangan bahan-bahan di tempat kerja.

 Infeksi.

 Merokok

 Obat.

 Penyebab lain atau faktor lainnya.

5. Gejala Klinis Asma

Gejala klinis asma klasik terdiri dari trias sesak nafas, batuk, dan mengi. Gejala

lainnya dapat berupa rasa berat di dada, produksi sputum, penurunan toleransi kerja,

nyeri tenggorokan, dan pada asma alergik dapat disertai dengan pilek atau bersin.

Gejala tersebut dapat bervariasi menurut waktu dimana gejala tersebut timbul

musiman atau perenial, beratnya, intensitas, dan juga variasi diurnal.

Timbulnya gejala juga sangat dipengaruhi oleh adanya faktor pencetus seperti

paparan terhadap alergen, udara dingin, infeksi saluran nafas, obat-obatan, atau

aktivitas fisik. Faktor sosial juga mempengaruhi munculnya serangan pada pasien

asma, seperti karakteristik rumah, merokok atau tidak, karakteristik tempat bekerja

atau sekolah, tingkat pendidikan penderita, atau pekerjaan.


7
6. Patofisiologi Asma

Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Karakteristik utama asma

yaitu obstruksi aliran udara (terkait dengan bronkospasme, edema dan hipersekresi),

BHR, dan peradangan saluran nafas. Peradangan muncul dari BHR spesifik,

bronchoalveolar lavage, biopsies bronkial dan induksi dahak, serta dari pengamatan

postmortem pasien asma yang meninggal karena serangan asma atau penyebab lain.

Berbagai teori tentang asma umumnya menerangkan tentang kepekaan yang

tinggi dari saluran pernapasan sebagai bentuk respon pertahanan normal saluran

napas. Respon ini dapat mengakibatkan reaksi abnormal jaringan saluran pernapasan

yang mungkin akibat pengaruh imunologik ataupun pengaruh keseimbangan neuro

hormonal (Kabat, 2004).

7. Diagnosa Asma

Diagnosis asma adalah berdasarkan gejala yang bersifat episodik, pemeriksaan

fisiknya dijumpai napas menjadi cepat dan dangkal dan terdengar bunyi mengi pada

pemeriksaan dada (pada serangan sangat berat biasanya tidak lagi terdengar mengi,

karena pasien sudah lelah untuk bernapas). Dan yang cukup penting adalah

pemeriksaan fungsi paru, yang dapat diperiksa dengan spirometri. Spirometri adalah

mesin yang dapat mengukur kapasitas vital paksa (KVP) dan volume ekspirasi paksa

detik pertama (VEP1).

Pemeriksaan ini sangat tergantung kepada kemampuan pasien sehingga

diperlukan instruksi operator yang jelas dan kooperasi pasien. Untuk mendapatkan

nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang diperiksa. Sumbatan jalan

napas diketahui dari nilai VEP1 < 80% nilai prediksi atau rasio VEP1/KVP < 75%

(Depkes, 2007).

Penanda utama untuk mendiagnosis adanya asma antara lain : 1) Mengi pada saat

menghirup nafas. 2) Riwayat batuk yang memburuk pada malam hari, dada sesak

8
yang terjadi berulang dan nafas tersenggal-senggal. 5 3) Hambatan pernafasan yang

reversible secara bervariasi selama siang hari. 4) Adanya peningkatan gejala pada

saat olahraga, infeksi virus, eksposur terhadap allergen dan perubahan musim. 5)

Terbangun malam-malam dengan gejala seperti di atas.

8. Permasalahan Fisioterapi

1. Impairment adalah suatu gangguan setingkat jaringan atau bisa juga suatu keluhan

yang dirasakan oleh pasien yang berhubungan dengan penyakit penderita. Dalam

kasus ini impairment yang didapat adalah sesak napas dan pengurangan expansi

thorak.

2. Functional Limitation merupakan suatu problem yang berupa penurunan atau

keterbatasan saat melakukan aktivitas-aktivitas fungsional sebagai akibat adanya

impairment.

3. Participation Restriction merupakan suatu bentuk disability atau keterbatasan

dalam berinteraksi dengan lingkungan dengan kata lain ketidakmampuan

melakukan aktivitas sosial dan berinteraksi dengan lingkungan, hal ini terjadi

apabila impairment dan function limitation tidak dikendali dan tak tertangani.

G. Tekhnologi Intervensi Fisioterapi

1. Breathing Exercise merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk

membersihkan jalan nafas, merangsang terbukanya sistem collateral,

meningkatkan distribusi ventilasi, dan meningkatkan volume paru. Breathing

exercise yang digunakan dalam kasus asma ini adalah pursed lip breathing yang

bertujuan meringankan kerja pernafasan.

2. Mobilisasi sangkar thorak merupakan salah satu faktor penentu dari

pengembangan paru. Gangguan mobilitas ini dapat terjadi ke arah inspirasi

maupun ekspirasi.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran pernapasan yang ditamdai

adanya perubahan pada saluran pernapasan dengan bronkospasme dan reproduksi

mucus secara berlebih. Perubahan ini akan mengakibatkan berkurangnya ruang aliran

udara dan menghasilkan bunyi ronkus, penderita asma merasa tercekik, mereka

merasa sulit untuk memasukkan udara ke paru-paru, tapi ketika udara sudah masuk

ke dalam paru-paru, udara ini akan terperangkat dan sulit untuk dihembuskan keluar

(Shidartani, 2007).

Peran fisioterapi dalam kasus asma yaitu memberikan latihan breathing

excercise dan pengembangan sangkar thorak.

B. Saran
Dalam mencapai keberhasilan program tindakan fisioterapi diharapkan pasien
melakukan latihan sesuai yang dianjurkan oleh fisioterapi agar terapi berjalan dengan
efisien.

10

Anda mungkin juga menyukai