Anda di halaman 1dari 23

A.

Rangkuman Artikel 1, 2 dan 3


1. Artikel 1 (Model-Model Pembelajaran)

Model-Model Pembelajaran :
1. Model Penemuan/Penyingkapan
a. Discovery Learning
Model pembelajaran penyingkapan (Discovery Learning) adalah
memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk
akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan.
b. Inquiry Learning
Model pembelajaran yang dirancang membawa peserta didik dalam
proses penelitian melalui penyelidikan dan penjelasan dalam setting
waktu yang singkat.
2. Problem Based Learning (PBL)
Model pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang
menggunakan berbagai kemampuan berpikir dari peserta didik secara
individu maupun kelompok serta lingkungan nyata untuk mengatasi
permasalahan sehingga bermakna, relevan, dan kontekstual
3. a. Project Based Learning
Model Project Based Learning adalah Model pembelajaran yang
melibatkan keaktifan siswa dalam memecahkan masalah, dilakukan
secara berkelompok/ mandiri melalui tahapan ilmiah dengan batasan
waktu tertentu yang dituangkan dalam sebuah produk untuk selanjutnya
dipresentasikan kepada orang lain.
b. Project Citizen Model
Project Citizen adalah Model pembelajaran berbasis portofolio,
melibatkan keaktifan siswa dalam memecahkan masalah, dilakukan
secara berkelompok melalui tahapan ilmiah dengan batasan waktu
tertentu yang dituangkan dalam sebuah produk (portofolio) untuk
selanjutnya dipresentasikan di kelas.

1
2. Artikel 2 (Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Student
Teams-Achiefment Division (STAID) untuk Meningkatkan Motivasi
dan Prestasi)
Model pembelajaran sangat diperlukan untuk memandu proses
belajar secara aktif dan efektif. Model pembelajaran yang dapat diterapkan
pada bidang studi bahasa Indonesia hendaknya dikemas koheren dengan
hakikat pendidikan bidang studi tersebut. Namun, secara filosofis tujuan
pembelajaran adalah untuk memfasilitasi siswa dalam penumbuhan dan
pengembangan kesadaran belajar, sehingga mampu melakukan olah pikir,
rasa, dan raga dalam memecahkan masalah kehidupan di dunia nyata.
Pada hakikatnya, tidak ada model pembelajaran yang baik dan
buruk. Yang ada ialah guru yang baik dan guru yang buruk. Model
pembelajaran apa pun, sehebat apa pun sebuah model pembelajaran, jika
dibawakan oleh guru yang tidak dapat memaknai model itu secara tepat dan
sesuai dengan kondisi kelas dan karakteristik siswanya, model
pembelajaran itu akan kehilangan daya tariknya.
Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa diterapkannya
metode STAD dalam pembelajaran sosiologi, secara umum dapat dikatakan
bahwa prestasi siswa mengalami peningkatan. Namun jika dilihat secara
individual, ada beberapa siswa yang grafik nilainya mengalami penurunan.
Dengan demikian guru perlu menerapkan variasi model pembelajaran,
karena tidak semua siswa dapat mengikuti model STAD dengan baik.
3. Artikel 3 (Studi Literatur: Model-Model Pembelajaran Di Sekolah
Dasar)
Berdasarkan pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa keempat model
pembelajaran di atas mampu meningkatkan minat belajar siswa dan siswa
terlibat aktif dalam proses pembelajaran sehingga berdampak baik pada
hasil belajar. Model pembelajaran kontekstual dapat membantu guru
menghubungkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang

2
mereka miliki dalam kehidupan mereka sehari-hari. Model pembelajaran
NHT dapat meningkatkan keaktifan dan kerja sama antar siswa.
Model pembelajaran kooperatif tipe jigsawditerapkan dengan cara
mengarahkan siswa untuk membentuk kelompok kecil yang kemudian
anggota dari kelompok tersebut diberikan materi yang berbeda dengan
anggota lainnya, sehingga diharapkan setiap anggota kelompok dapat
membantu anggota lainnya untuk memahami dan menguasai materi yang
digunakan. Model pembelajaran PBL memunculkan masalah sebagai
langkah awal mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru.

B. Artikel 1. Model-Model Pembelajaran


Model-Model Pembelajaran :
2. Model Penemuan/Penyingkapan
c. Discovery Learning
Model pembelajaran penyingkapan (Discovery Learning) adalah
memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses intuitif untuk
akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Discovery terjadi bila
individu terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk
menemukan beberapa konsep dan prinsip. Discovery dilakukan melalui
observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan dan inferi.
Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan discovery itu
sendiri adalah the mental process of assimilatingconcepts and principles
in the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219).
Sintak model Discovery Learning:Pemberian rangsangan (Stimulation)
1. Pernyataan/Identifikasi masalah (Problem Statement)
2. Pengumpulan data (Data Collection)
3. Pengolahan data (Data Processing)
4. Pembuktian (Verification)
5. Menarik simpulan/generalisasi (Generalization)
d. Inquiry Learning

3
Model pembelajaran yang dirancang membawa peserta didik dalam
proses penelitian melalui penyelidikan dan penjelasan dalam setting
waktu yang singkat.
Sintak/tahap model inkuiri meliputi:
1. Orientasi masalah
2. Pengumpulan data dan verifikasi
3. Pengumpulan data melalui eksperimen
4. Pengorganisasian dan formulasi eksplanasi
5. Analisis proses inkuiri.
2. Problem Based Learning (PBL)
Model pembelajaran berbasis masalah merupakan pembelajaran yang
menggunakan berbagai kemampuan berpikir dari peserta didik secara
individu maupun kelompok serta lingkungan nyata untuk mengatasi
permasalahan sehingga bermakna, relevan, dan kontekstual
Sintak model Problem Based Learning :
1) Orientasi peserta didik pada masalah
2) Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar
3) Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok
4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
3. a. Project Based Learning
Model Project Based Learning adalah Model pembelajaran yang
melibatkan keaktifan siswa dalam memecahkan masalah, dilakukan secara
berkelompok/ mandiri melalui tahapan ilmiah dengan batasan waktu
tertentu yang dituangkan dalam sebuah produk untuk selanjutnya
dipresentasikan kepada orang lain.
Sintak Project Based Learning:
1) Pertanyaan mendasar
2) Mendesain perencanaan produk
3) Menyusun jadwal pembuatan
4) Memonitoring keaktifan dan perkembangan proyek

4
5) Menguji hasil
6) Evaluasi penglaman belajar
b. Project Citizen Model
Project Citizen adalah Model pembelajaran berbasis portofolio, melibatkan
keaktifan siswa dalam memecahkan masalah, dilakukan secara
berkelompok melalui tahapan ilmiah dengan batasan waktu tertentu yang
dituangkan dalam sebuah produk (portofolio) untuk selanjutnya
dipresentasikan di kelas.
Sintak Project Citizen:
1) Identifikasi Masalah
2) Memilih masalah kelas
3) Mengumpulkan data dan informasi
4) Membuat portofolio
5) Mempresentasikan portofolio tayangan (show case)
6) Refleksi
Sumber : Materi Prof. Dr. Sapriya, M.Ed (di sampaikan saat raker YP PGII
thn 2021)

C. Artikel 2. (Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Student


Teams-Achiefment Division (STAID) untuk Meningkatkan Motivasi dan
Prestasi)
Pendidikan merupakan aspek yang penting dalam menentukan harkat
martabat serta masa depan suatu bangsa. Melalui pendidikan akan dihasilkan
sumber daya manusia yang berkualitas yang kelak akan meneruskan
pembangunan bangsa, untuk mencapai kesejahteraan bersama masyarakat suatu
Negara. untuk mencapai cita-cita tersebut pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan tiga jalur pendidikan guna mencakup seluruh masyarakat
yang memiliki dinamika dan kebudayaan masing-masing. Yaitu jalur formal,
nonformal dan informal. Pendidikan formal sendiri adalah pendidikan yang
terstruktur dan berjenjang mulai dari pendidikan dasar, menengah dan
pendidikan tinggi. Pendidikan formal dapat ditempuh di lembaga-lembaga

5
penyelenggara pandidikan yang berbentuk sekolah, baik milik negara maupun
swasta, dengan kurikulum yang ditetapkan oleh Pemerintah melalui
Kementerian Pendidikan Nasional.
Saat ini pendidikan Indonesia menerapkan kurikilum tingkat satuan
pendidikan (KTSP) sebagai pengembangan kurikulum terdahulunya yaitu
kurikulum 2004. Prinsip yang digunakan dalam pengembangan KTSP berpusat
pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta
lingkungannya. KTSP menuntut kegiatan pembelajaran untuk menjadi
pembelajaran yang berpusat pada siswa atau student centered learning dan guru
berperan sebagai fasilitator. Namum dalam pelaksanaannya pembelajaran
seperti ini belum dapat terlaksana dengan baik mengingat kondisi sekolah atau
keadaan peserta didik yang beragam. Masalah belajar umumnya terjadi di kelas
saat proses pembelajaran sedang berlangsung. Masalah yang terjadi dapat
berasal dari berbagai factor di kelas, bisa dari siswa, guru, suasana belajar
ataupun media dan sumber belajar yang tidak memadahi.
Dalam kaitannya degan penelitian ini, peneliti melakukan kegiatan pra tindakan
guna mengidentifikasi kendala belajar di kelas X.2 SMA N 2 Boyolali dan
diketahui bahwa guru kuarang mengoptimalkan media belajar serta model
pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah dan diselingi tanya jawab,
dimana siswa menjadi kurang bisa terlibat dalam jalannya pembelajaran.
Peneliti mengamati dari penggunaan metode ceramah menjadikan siswa kurang
tertarik dan termotivasi dalam mengikuti pelajaran. Hal tersebut dapat dilihat
dari sikap siswa yang cenderung kurang aktif dalam merespons penjelasan dari
guru. Berdasarkan temuan pada kegiatan pra tindakan tersebut peneliti
kemudian memutuskan bahwa motivasi belajar menjadi kendala dalam kegiatan
pembelajaran sosiologi di kelas tersebut. Setelah mengetahui focus masalah,
langkah berikutnya adalah menentukan model pembelajaran yang akan
digunakan untuk melakukan tindakan kelas. Model pembelajran yang dipilih
adalah model pembelajaran kooperatif tipe Stdent TeamsAchiefment Division
(STAD). Selain motivasi belajar siswa, peneliti juga mengamati peningkatan

6
prestasi belajar siswa setelah diterapkannya metode STAD dalam mata
pelajaran sosiologi.
Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian tindakan kelas (PTK), yang
bertujuan unutk memperbaiki sebuah proses pembelajaran dengan terlebih
dahulu mengidentifikasi kekurangan sebuah kegiatan belajar. Dari identifikasi
tersebut akan ditentukan cara apa yang dirasa paling tepat unutk memperbaiki
kekurangan yang ada. Seperti yang dikemukakan oleh Kasbolah (2001 : 9) yang
menyatakan EDKZD ‡ Penelitian tindakan kelas merupakan salah satu upaya
guru atau praktisi dalam bentuk berbagai kegiatan yang dilakukan untuk
memperbaiki keadaan yang tidak/kurang Kendala yang ditemui dapat berasal
dari siswa, kondisi lingkungan belajar, sarana dan prasarana atau mungkin dapat
berasal dari guru sendiri. Dalam satu siklus dalam PTK biasanya terdiri dari
beberapa pertemuan, di dalam penelitian ini ada tiga kali pertemuan yang
diadakan pada setiap siklus.
Penelitian ini menggunakan metode pembelajaran kooperatif untuk
meningkatkan motivasi dan prestasi belajar siswa, dimana metode
pembelajaran kooperatif dapat didefinisikan sebagai metode belajar yang
membentuk siswa dalam beberapa kelompok kecil untuk saling membantu
dalam memahami materi ajar, seperti yang dikemukakan Slavin (1995) dalam
Isjoni (2009:15) Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah model pembelajaran di mana system belajarnya membagi
siswa ke dalam kelompok yang beranggotakan 4-6 anak dan bertujuan untuk
lebih menguasai materi yang telah disampaikan oleh guru. Dengan metode yang
dibentuk sedemikian rupa, tujuannya adalah untuk merubah pola pembelajaran
dengan komunikasi satu arah dari guru ke siswa, menjadi pembelajaran yang
interaksinya timbal balik antara guru ke siswa atau sebaliknya. Seperti yang
dikutip dari pernyataan Isjoni (2009:16), yang memberi penjelasan bahwa :
Pembelajaran Kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang saat ini
banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat
pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi permasalahan yang

7
ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak bisa bekerja sama
dengan orang lain atau siswa agresif yang tidak perduli dengan orang lain.
Ada beberapa macam model dalam metode pembelajaran kooperatif, dalam
penelitian ini yang digunakan adalah model Students Teams - Achiefment
Division (STAD). Pada prinsispnya metode ini membagi siswa ke dalam
kelompok belajar yang beranggotakan 4 sampai 6 siswa, dimana tugas utama
setiap kelompok adalah untuk memastikan setiap anggotanya mengerti tentang
apa yag disampaikan oleh guru. Seperti yang dikutip dari pendapat ,
Selain itu metode STAD dirasa merupakan model yang paling efektif unutk
merubah pola pembelajaran yang satu arah menjadi student centered, guru akan
mudah mengaplikasikan di dalam pembelajaran. Slavin (2005:143) yang dialih
Penelitian ini bertujun untuk mengukur aspek motivasi dan prestasi belajar
siswa, dimana motivasi merupakan salah satu faktor penting yang
mempengaruhi jalannya proses pembelajaran. Motivasi dapat diartikan sebagai
daya pendorong atau daya penggerak yang muncul pada diri seseorang untuk
melakukan suatu kegiatan, seperti yang dikelukakan oleh Sardiman (2001:73)
yang menyatakan bahwa aktifitas-aktifitas tertentu· Dalam kaitanya dengan
penelitian ini maka aktifitas yang diamati adalah kegiatan belajar siswa.
Motivasi sendiri dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, faktor-faktor tersebut
akan menentukan sejauh mana perhatian siswa dalam mengikuti kegiatan
belajar. Dorongan internal adalah dorongan yang muncul dari dalam diri
seseorang, misalnya kesadaran pribadi. Sedangkan dorongan eksternal dapat
datang dari sugesti orang lain.
Sedangan prestasi belajar berkaitan dengan capaian siswa selama mengikuti
kegiatan blajar dalam rentang waktu tertentu, dalam penelitian ini peneliti
mengukur prestasi belajar dengan mengamati penkembangan nilai rata-rata
kelas siswa selama penelitian berlangsung.
4. III. Metodologi penelitian
Penleitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMA Negeri 2 boyolali yang
beralamat di Jl. Tentara Pelajar, Tlatar, Desa Kebonbimo, Kecamatan Kota
Boyolali, Kabupaten Boyolali. Untuk waktu pelaksanaannya dilangsungkan

8
pada bulan januari 2013 sampai bulan april 2013. Yang menjadi subyek
penelitian adalah siswa kelas X.2 tahunajaran 2012-2013 yang berjumlahkan 26
anak, 16 siswa perempuan dan 10 siswa laki-laki.
Data penelitian yang diambil dalam penelitian ini diperoleh dari data primer
dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari
responden atau obyek yang diteliti atau yang ada hubungannya dengan apa yang
diteliti. Misalnya hasil pengamatan observasi atau hasil wawancara, sedangkan
data sekunder adalah data yang telah terlebih dahulu dikumpulkan dan
dilaporkan oleh orang atau instansi di luar dari peneliti sendiri.
Untuk teknik pengumpulan data, penelitian ini menggunakan beberapa
teknik pengumpulan data antara lain adalah observasi, wawancara, dokumentasi
dan catatan lapangan.
Observasi dapat dilakukan secara partisipatif maupun non partisipatif,
observasi dilakukan peneliti dengan mengamati proses pembelajaran dikelas,
observasi dalam penelitian ini adalah observasi partisipatif. Wawancara adalah
percakapan dengan maksud tertentu, yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara (interviewer) dan yang diwawancarai (interviewee). Dokumen
merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, dokumen bisa berbentuk
tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang. Catatan lapangan
adalah catatan tertulis tentang apa yang didengar, dilihat, dialami dan dipikirkan
dalam rangka pengumpulan data dan refleksi terhadap data dalam penelitian
kualitatif. Semantara untuk teknik pengujian validitas data dapat dilakuakan
dengan melakukan triangulasi, yang bisa mencakup triangulasi data, metode,
teori atau peneliti. Setiap triangulasi yang digunakan mempunyai karakteristik
masing-masing.
Dalam penelitian tindakan kelas ini peneliti menggunakan data kualitatif,
yang akan di analisis dengan teknik analisis kritis, data-data yang diperoleh dari
hasil penelitian pra tindakan dianalisis untuk menentukan apa kelebihan dan
kekurangan pembelajaran yang sudah dilakukan sebelumnya. Indikator
keberhasilan penelitian ini adalah meningkatnya motivasi dan prestasi belajar,
motivasi diamati dengan menggunakan lembar observasi yang memuan 10

9
indikator motivasi siswa. Sementara prestasi belajar diamati dari meningkatnya
nilai rata-rata tes siswa di setiap siklusnya
Penelitian ini dilaksanakan ke dalam 2 siklus pembelajaran, setiap
siklus terdiri dari tiga pertemuan. Perencanaannya menggunakan system spiral
reflektif diri yang dimulai dengan rencana tindakan (planning), tindakan
(acting), pengamatan (observing), dan refeksi (reflecting).
5. IV. Hasil dan Pembahasan
Dalam kegiatan ini peneliti menitik beratkan pada penerapan metode
tertentu apakah dapat meningkatkan motivasi serta prestasi belajar siswa.
Sementara penelitian tindakan kelas dilakukan dengan 4 tahapan utama yaitu
perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Di dalam kegiatan
perencanaan peneliti melakukan koordinasi dengan pihak sekolah dan guru
mata pelajaran kemudian meminta ijin dengan pihak sekolah serta guru apakah
diperbolehkan untuk melakukan penelitian di lokasi tersebut, setelah
mendapaikan ijin dari pihak sekolah kemudian peneliti melakukan kegiatan pra
penelitian yang berisi observasi kondisi belajar mengajar yang dilakukan guru
sehari-harinya, kemudian peneliti melakukan identifikasi apakah ditemui
kendala-kendala belajar di dalam kelas, kendala belajar bisa berasal dari guru,
sarana dan prasarana atau dari dalam diri siswa.
Setelah melakukan identifikasi dan berkomunikasi dengan guru pengampu
mata pelajaran maka peneliti bersama guru bisa menemukan kendala utama
yang paling berpengaruh terhadap kegiatan belajar mengajar yang dilakukan.
Setelah itu peneliti bisa menentukan tindakan yang akan dilakukan untuk
mengatasi masalah tersebut, tindakan yang dipilih adalah penerapan metode
belajar yang belum pernah dilakukan sebelumnya di lokasi penelitian, yaitu
metode STAD. Metode tersebut dipilih oleh peneliti karena cara belajarnya
tidak hanya menekankan pembelajaran yang berpusat pada guru, tetapi lebih ke
pada interaksi antar siswa untuk belajar bersama dan saling membantu dalam
memahami materi pelajaran, metode STAD juga tidak mengacu pada hasil
kognitif siswa saja, tetapi juga melatih ketrampilan bersosialisasi dan
memahami adanya perbedaan antara satu siswa dengan siswa yang lain.

10
Peneliti berpendapat bahwa metode STAD merupakan metode yang efisien,
karena di dalam satu kegiatan pembelajaran siswa dapat mencapai beberapa
tujuan yang sama bermanfaatnya, yaitu tujuan dalam meningkatkan
pengetahuan dan tujuan dalam meningkatkan kemampuan bermasyarakat. dari
sekian banyak ilmu dan pengetahuan yang didapat siswa, jika tidak diimbangi
dengan kemampuan sosialisasi yang baik maka ilmu dan pengetahuan tersebut
akan mendatangkan sedikit manfaat bagi seseorang. Metode STAD sendiri
dalam penerapannya melalui beberapa tahapan antara lain 1. Penyajian materi,
2. Kegiatan kelompok, 3. Evaluasi pembelajaran atau tes ulangan, dan 4.
Perhitungan peningkatan skor individual.
Setelah menentukan tindakan yang akan dilakukan kemudian peneliti bisa
menyusun rencana pembelajaran yang bisa tertuang dalam RPP. penelitian
tindakan kelas ini dirancanakan akan dilakukan dalam dua siklus, namun jika
dari dua siklus tersebut masih belum mencapai indicator keberhasilan bisa
dilanjutkan ke siklussiklus berikutnya, dala satu siklus direncanakan akan
dilakukan tiga kali pertemuan dan satu kali tes evaluasi atau ulangan. dari
rencana pembelajaran yang telah dibuat tersebut maka guru akan
menerapkannya di dalam pembelajaran sosiologi di kelas, dan peneliti
melakukan pengamatan atau observasi mengenai motivasi belajar dan prestasi
belajar.
Pengamatan motivasi belajar dilakukan dengan menggunakan lembar
observasi yang di dalamnya ada indikator yang disususun peneliti sesuai dengan
keadaan belajar yang terjadi di kelas. Dari lembar observasi tersebut peneliti
dapat menghitung prosentase tingkat motivasi belajar siswa dengan beberapa
kriteria diantaranya, siswa dikatakan punya motivasi sangat tinggi jika
perolehan prosentasenya 81%-100%, termasuk motivasi tinggi jika
menunjukkan angka 61%80%, mempunyai tingkat motivasi sedang jika
perolehannya 41%-60%, dikatakan tingkat motivasinya rendah jika
perolehannya 21%-40%, dan sangat rendah jika perolehannya 1%-20%.
Dari hasil pengamatan pada siklus pertama diketahui tingkat motivasi
belajar siwa kelas X.2 yang berjumlah 26 siswa sebenarnya sudah termasuk

11
dalam kriteria tinggi yaitu 71,78%, namun hasil tersebut belum mencapai
kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan sebesar 75%. Untuk itu perlu
diadakannya upaya perbaikan pada siklus berikutnya, kendala yang ditemui
pada kegiatan siklus I adalah ketidak hadiran siswa yang bisa mengganggu
kinerja kelompok belajar, pada kegiatan pembelajaran di siklus I ada tiga siswa
yang tidak bisa mengikuti pelajaran dikarenakan ijin saki. Hal tersebut
berdampak pada ketertinggalan materi bagi siswa yang pernah tidak masuk.
Selain itu pada kegiatan kelompok juga guru kurang menekankan kegiatan
review materi dan lebih fokus kepada pengerjaan tugas saja, sebenarnya tugas
utama setiap kelompok pada metode STAD adalah untuk memastikan setiap
anggotanya telah memahami materi yang disajikan guru, untuk itu di dalam
kegiatan kelompok hendaknya ditekankan kepada siswa untuk saling membantu
teman sekelompoknya yang mengalami kesulitan memahami materi, setelah
semua siswa paham mengenai materi yang disampaikan baru guru bisa
memberikan tugas kecil untuk lebih mendalami materi tersebut.
Sementara untuk capaian prestasi belajar pada siklus yang pertama sudah
mengalami peningkatan dibandingkan nilai dari tes kemampuan awal pada
kegiatan pra penelitian yang dilakukan, dimana rata-rata nilai siswa mengalami
peningkatan yang semula 72,30 pada tes evaluasi siklus I meningkat menjadi
75,57. Dari segi ratarata kelas sudah mencapai criteria keberhasilan namun dari
jumlah siswa yang bisa dikatakan mencapai nilai tuntas masih 19 anak.
Setelah masih menemukan beberapa kekurangan pada pembelajaran di
siklus yang pertama maka dilakukanlah perbaikan pada siklus yang ke II, di
siklus yang ke dua nampaknya masih ada kendala ketidak hadiran siswa yang
menyebabkan ketertinggalan materi, untuk itu guru memberikan print out
materi yang disajikan dalam power point dan di berikan kepada semua siswa
sehingga siswa yang tidak dapat mengikuti pelajaran masih bisa mengetahui
apa saja yang disampaikan guru, selain itu print out power point yang diberikan
juga bermanfaat untuk kegiatan review materi bersama kelompok yang telah
dibentuk, siswa dapat dengan mudah berdiskusi untuk mengetahui bagian mana

12
saja yang belum dipahami dan dapat saling membantu untuk memahaminya
kembali.
Setelah pembelajaran dilakukan pada siklus II peneliti mengamati adanya
peningkatan capaian motivasi belajar siswa menjadi 80,01%, meningkat 8,23%
dibanding siklus I. peningkatan motivasi belajar didapat karena guru juga lebih
mengoptimalkan media proyektor untuk lebih banyak menampilkan contoh
gambar dan video yang berkaitan dengan materi perilaku menyimpang dan
pengendalian sosial, siswa nampak lebih antusias dalam mengikuti pelajaran,
hal tersebut sangat berbeda sewaktu peneliti melakukan kegiatan pra penelitian
dimana sarana proyektor belum terpasang di dalam kelas.
Dari pengamatan nilai siswa pada tes ulangan di siklus yang ke II juga telah
menunjukkan peningkatan dari segi rata-rata kelas. Dimana rata-rata nilai siswa
pada siklus yang ke II adalah 79,34. Meningkat sebesar 3,77 angka
dibandingkan rata-rata nilai pada test siklus I. dan jumlah siswa yang telah
mencapai ketuntasan sebanyak 21 anak dari keseluruhan siswa sebanyak 26
anak.
Dari penerapan metode STAD dalam pembelajaran sosiologi di kelas X.2
SMA Negeri 2 Boyolali maka diketahui hasil capaian motivasi siswa pada Tabel
1.
Tabel 1. Capaian Motivasi Belajar Siswa Dalam 2 Siklus

Siklus Siklus Kriteria Tercapai/Belu Kriteri


I II ketercapai m tercapai a
an motiva
si

71,78 80,01 75% tercapai Tinggi


% %
Sumber : peneliti,2013
Sedangkan capaian nilai prestasi belajar siswa yang dilihat dari ulangan yang
dilakukan pada tespotensi awal, siklus I dan siklus II dapat dilihat pada Tabel
2.

13
Tabel 2. Capaian Prestasi Belajar Siswa Sebelum Dan Sesudah Tindakan

Nilai prasiklu siklu Siklu Tercapai/Belu


tes s sI s II m tercapai
yang
diamati

Rata- 72,30 75,57 79,34 Tercapai


rata
nilai
siswa
Sumber: Peneliti,2013
Dari hasil-hasil penelitian tersebut dapat diketahui jika penerapan metode
pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan motivasi dan prestasi
belajar sosiologi siswa kelas X.2 Tahun Ajaran 2012/2013. Dengan penerapan
metode dan pola mengajar yang baru guru dapat mengatasi kendala belajar yang
ditemukan serta meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas.
Guru dapat merubah suasana kelas selama proses pembelajaran dari yang
sebelumnya siswa hanya duduk dan mendengarkan ceramah dari guru sampai
jam pelajaran selesai, menjadi siswa yang dapat lebih terlibat dan aktif dalam
memahami materi yang disampaikan guru di dalam kegiatan kelompok. Selain
itu metode pembelajaran kooperatif tipe STAD juga dapat meningkatkan
kemampuan sosialisasi siswa.
Peningkatan kemampuan bersosialisasi terbentuk melalui kegiatan
kerja tim. Dimana siswa dapat saling membantu teman yang kesulitan belajar,
melatih untuk beradaptasi dengan kepribadian temannya yang memiliki
perbedaan kepribadian, saling bertukar pendapat dalam
mengerjakan tugas, dan menerima dan mengakomodir perbedaan
pendapat untuk dapat menyatukannya menjadi suatu kesimpulan bersama. Hal
tersebut penting bagi perkembangan kepribadian siswa. Mengingat jika siswa
punya ilmu dan pengetahuan yang luas tetapi tidak memiliki kemampuan
sosialisasi yang baik, maka ilmu pengetahuan yang didapat tidak akan begitu

14
berguna bagi kehidupan siswa. Pada dasarnya segala ilmu pengetahuan yang
dipelajari manusia adalah bekal untuk menjalani kehidupan bermasyarakat.

D. Artikel 3. (Studi Literatur: Model-Model Pembelajaran Di Sekolah Dasar)


Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana guna mewujudkan proses
pembelajaran agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi
dalam dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara (Setiawan & Iasha, 2020). Pendidikan akan
selalu berkembang seiring perubahan zaman. Sebagaimana, pendidikan sangat
penting bagi keberlangsungan kehidupan di masa mendatang. Oleh karena itu,
pemerintah harus terus mengembangkan dan melakukan pembaruan dalam
pendidikan yang ada, sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di
Indonesia. Proses pembelajaran di sekolah merupakan salah satu faktor yang
dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Proses pembelajaran
dapat dikatakan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk mendukung terjadinya
proses belajar dalam diri siswa yang berkaitan erat dengan proses belajar
dan hasil belajar. Pembelajaran sendiri merupakan suatu interaksi yang terjadi
antara guru dengan siswa dan sumber belajar pada lingkungan belajar.
Sehingga guru berperan aktif dalam ketercapaian tujuan pembelajaran.
Namun saat ini, tidak hanya guru yang berperan aktif dalamproses pembelajaran
tetapi siswa juga dituntut untuk dapat berperan aktif dan terlibat dalam proses
pembelajaran.
Menurut Sudjana dalam proses pembelajaran di sekolah hendaknya memilih
dan menggunakan pendekatan, metode, strategi dan teknik yang dapat
melibatkan siswa aktif dalam belajar baik secara mental, fisik maupun sosial
(Zulfana et al., 2020). Guru secara langsung bertanggung jawab terhadap hasil
belajar siswa. Hal tersebut dikarenakan proses pembelajaran dilaksanakan
bersama dengan guru (Rachmadtullah et al., 2020). Pada kenyataanya, proses
pembelajaran yang berlangsung masih menerapkan model pembelajaran
konvensional. Dimana pada model pembelajaran ini, siswacenderung

15
mendengarkan penjelasan dari guru tanpa terlibat aktif dan tidak ada interaksi
yang terjadi antara siswa dengan guru (teacher centered). Model pembelajaran
konvensional menuntut guru untuk memberikan materi dengan ceramah
sedangkan siswa mendengar dan menuliskan apa yang dikatakan oleh guru (Sari
et al., 2020). Hal ini menjadikan siswa untuk mengingat materi tanpa
memahami apa yang diajarkan. Sehingga menjadikan siswa mudah merasa
bosan dan jenuh dengan kegiatan belajar mengajar yang kemudian
berdampak pada minat dan hasil belajar siswa. Melihat hasil belajar dan proses
pembelajaran yang berlangsung, terdapat permasalahan yang terjadi dalam
proses belajar mengajar yang harus diperbaiki. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan untuk mengatasinya yaitu dengan pemilihan model pembelajaran
yang tepat. Mengingat model pembelajaran merupakan salah satu komponen
penting dalam menentukan keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran.
Model pembelajaran yang digunakan harus mampu menunjang keaktifan
dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran, agar dapat meningkatkan
minat, hasil belajar siswa dan menjadikan pembelajaran lebih bermakna.
Dalam Artikel ini akan dijelaskan beberapa model-model pembelajaran yang
dapat digunakan dalam pembelajaran di Sekolah Dasar.
Model Pembelajaran Kontekstual
Penerapan model pembelajaran kontekstual mengacu pada teori kognitif
Jean Piaget yang mengklasifikan perkembangan kognitif tingkat rendah
tahapan sekolah dasar pada tahap pengembangan operasional konkrit.
Meskipun saat ini tahap berpikir logis anak telah berkembang tetapi masih
sebatas pada konkrit, tidak abstrak bahkan hipotesis, Santrock (Suhartini &
Murni, 2018). Menurut Zulaiha (Muhsam & Letasado, 2020)contexual
teaching and learningadalah pembelajaran dimana guru mempresentasikan
situasi dunia nyata didalam kelas dan mengajak siswa untuk
menghubungkan antara pengetahuannya dengan penerapannya dalam
kehidupan, sedangkan siswa memperoleh pengetahuan proses demi proses
untuk mengonstruksi diri sebagai bekal untuk memecahkan masalah.
Contextual teaching and learningsebagai model pembelajaran dapat digunakan

16
untuk mengefektifkan implementasi kurikulum yang menekankan
hubungan antara materi pembelajaran dengan kehidupan siswa di dunia
nyata, Contextualjuga merupakan sistem yang merangsang otak untuk
menyusun pola, menghasilkan makna dengan menghubungkan konten
akademik dengan kehidupan siswa sehari-hari.
Menurut Crawford (Suadiyatno et al., 2020), pembelajaran yang terbaik adalah
pembelajaran melalui pengalaman langsung, dimana siswa tidak hanya
mengamati secara langsung, dimana siswa tidak hanya mengamati secara
langsung tetapi juga terlibat langsung dalam aktivitas dan bertanggung jawab
atas hasil yang diperoleh. Menurut Masni (Anggraeni, 2020)Contextual
Teaching and Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat
menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi
kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya
dalam kehidupan mereka. Shamsid & Smith(Widyaningrum et al.,
2020)menemukan bahwa pembelajaran kontekstual memberikan manfaat yang
baik bagi siswa karena memberikan keterlibatan yang aktif bagi siswa dalam
pembelajaran, belajar dari dunia nyata, dan dapat bekerja sama antara satu siswa
dengan yang lain.
Selain itu, menurut Nurlela (Ilyas., Liu, 2020)CTL adalah pendekatan dalam
kegiatan belajar mengajardi kelas yang aktif melibatkan siswa, dan guru
sebagai fasilitator dengan menghubungkan bahan ajar dengan konteks
kehidupan nyata dalam mengoptimalkan individu dan kelompok sesuai
kondisi yang dibutuhkan. Proses pembelajaan di kelas berlangsung secara alami
dalam bentuk kegiatan yang dilakukan dan dialami sendiri oleh siswa, bukan
transfer ilmu dari guru ke siswa. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa CTL adalah sistem pembelajaran yang membantu guru
menghubungkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang mereka
miliki dalam kehidupan mereka sehari-hari. Hasil penelitian yang dilakukan
(Selvianiresa, D., Prabawanto, 2017)menunjukkan bahwa pendekatan CTL

17
mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam pengetahuan dan
pengalamannya, bisa untuk belajar mandiri, mengembangkan kompetensi
matematika dan memberikan gambaran bahwa matematika benar-benar bisa
diterapkan dan bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari siswa.
Model Pembelajaran Numbered Heads Together(Nht)
Numbered Heads Together(NHT) merupakan salah satu tipe dalam model
pembelajaran kooperatif. Menurut Huda (Prayekti et al., 2019), NHT
merupakan model pembelajaran yang memberi kesempatan pada siswa untuk
saling membagikan pendapat atau idenya dalam sebuah kelompok kecil dimana
setiap anggota kelompok memiliki nomor yang berbeda. Sejalan dengan
pernyataan tersebut, Ibrahim (Leasa & Corebima, 2017)menyatakan bahwa
NHTmemberikan kontribusi dalam peningkatan keterampilan sosial siswa,
hal ini terjadi ketika ia berinteraksi dengan guru dan teman sebaya selama
proses pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT ini akan
membuat siswa tidak jenuh dalam kegiatan pembelajaran dan siswa dapat
sharingdengan temannya untuk memecahkan masalah yang diberikan oleh
guru, karena guru disini sebagai fasilitator untuk mengembangkan
kemampuan siswa, serta membuat siswa mampu bertanggung jawab dengan
lebih baik yang pada akhirnya akan meningkatkan hasil belajar siswa
(Mulyana et al., 2016).
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa model
Cooperative Learning type Numbered Heads Together(NHT) merupakan
model pembelajaran yang menekankan pada keaktifan dan kerja sama antar
siswa. Dimana dalam model ini siswa terbagi atas beberapa kelompok kecil,
yang mana tiap anggotanya memiliki nomor yang berbeda. Kemudian guru akan
memanggil salah satu nomor secara acak untuk menyampaikan hasil diskusi
kelompoknya. Hasil penelitian yang dilakukan (Mahardika et al.,
2018)menyatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dalam penerapan
model NHT terhadap hasil belajar IPS siswa kelas V SD Gugus V Kintamani
tahun ajaran 2017/2018.Model pembelajaran NHT memiliki beberapa
kelebihan, sebagai berikut: (1) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa,

18
(2) mempu memperdalam pemahaman siswa, (3) melatih tanggung jawab
siswa, (4) menyenangkan siswa dalam belajar, (5) mengembangkan rasa ingin
tahu, (6) meningkatkan rasa percaya diri siswa, (7) mengembangkan
kerjasama, (8) setiap siswa termotivasi untuk menguasai materi, (9)
menghilangkan kesenjangan antara yang pintar dengan yang kurang pintar, (10)
tercipta suasana gembira dalam belajar (Mahardika et al., 2018).
Langkah-langkah penerapan model pembelajaran NHT, yaitu: (1) guru
membentuk siswa menjadi beberapa kelompok atas 3-4 siswa, dan
membagikan nomor pada tiap anggotanya sehingga dalam satu kelompok
memilikinomor yang berbeda-beda, (2) guru memberikan pertanyaan yang
bervariasi mulai dari spesifik hingga umum, (3) siswa bekerja sama
menyelesaikan pertanyaan yang diberikan, dan memastikan setiap
anggotanya berpartisipasi dan mengetahui jawabannya, (4) guru
menyebutkan salah satu nomor secara acak, kemudian siswa dari setiap
kelompok yang nomornya disebutkan oleh guru bersiap untuk menyampaikan
hasil diskusi kelompoknya di depan kelas (Prayekti et al., 2019).
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Nugraha, dkk (Febiyanti et al., 2020)menjelaskan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah proses kerjasama yang terjadi dalam kelompok-kelompok
kecil yang telah dibuat, oleh karena itu tujuan dari pembelajaran tercapai secara
lebih optimal. Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw diterapkan dengan
cara mengarahkan siswa untuk membentuk kelompok kemudian anggota
dari kelompok tersebut diberikan materi yang berbeda dengan anggota
lainnya, sehingga diharapkan setiap anggota kelompok dapat membantu
anggota lainnya untuk memahami dan menguasai materi yang digunakan. Hal
tersebut akan membuat anggotakelompok berlatih bertanggung jawab untuk
menguasai materi yang diberikan kepadanya sehingga dapat menjelaskan ke
anggota kelompok lainnya. Kamaruddin & Yusoff (Febiyanti et al.,
2020)menyatakan bahwa jigsaw mampu membuat siswa mahir dalam suatu
materi yang mereka pelajari. Hasil penelitian yang dilakukan (Febiyanti et al.,

19
2020)menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe jigsawberbantu
mind mappingberpengaruh terhadap kemampuan berbicara siswa.
319 Menurut Amin dalam Yulia (Ardiawan et al., 2020)teknik jigsaw
merupakan sebuah teknik yang dipakai secara luas dengan suatu perbedaan
kelompok, setiap siswa mengajar sesuatu; ini adalah alternatif menarik ketika
ada materi yang dipelajari dapat disingkat atau dipotong dan di saat tidak ada
bagian yang harus diajarkan sebelum yang lain, langkah-langkah pembelajaran
teknik jigsaw sebagai berikut:(1) Kelompok cooperative (awal): siswa dibagi
kelompok kecil yang beranggotakan 3-5 orang., bagikan wacana atau tugas
yang sesuai dengan materi yang dajarkan, masingmasing siswa dalam
kelompok mendapatkan tugas yang berbeda dan memahami informasi di
dalamnya. (2) Kelompok Ahli: kumpulkan siswa yang memiliki tugas sama
dalam satu kelompok sehingga jumlah kelompok ahli sesuai dengan tugas
yang telah dipersiapkan oleh tim peneliti, dalam kelompok ahli ditugaskan
agar siswa belajar bersama untuk menjadi ahli sesuai dengan tugas yang
menjadi tanggung jawabnya, tugaskan semua anggota kelompok ahli untuk
memahami dan dapat menyampaikan informasi tentang hasil dan tugas yang
telah dipahami kepada kelompok kooperatif, apabila tugas sudah selesai
dikerjakan dalam kelompok ahli tiapsiswa kembali pada kelompok kooperatif,
beri kesempatan secara bergilir tiapsiswa untuk menyampaikan hasil dari tugas
dikelompok ahli, apabila sudah menyelesaikan tugasnya, secara keseluruhan
tiapkelompok melaporkan hasilnya dan guru memberi klarifikasi. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Jigsaw merupakan
model pembelajaran kooperatif yang di dalamnya terdapat tim ahli dan tim
awal.
Model Pembelajaran Problem Based Learning (Pbl)
Model pembelajaran Problem Based Learning, awalnya dirancang untuk
program graduate bidang kesehatan oleh Barrows (Suarni, 2017)yang
kemudian diadaptasi dalam bidang pendidikan oleh Gallagher (Suarni, 2017).
PBL di atur dalam bentuk pembelajaran yang diawali dengan sebuah masalah,
menggunakan instruktur sebagai pelatihan metakognitif dan diakhiri dengan

20
penyajian dan analisis kerja siswa (Setiawan et al., 2020).Model pembelajaran
PBL adalah pembelajaran yang menitik beratkan kepada siswa sebagai
pembelajar serta terhadap permasalahan yang otentik atau relevan yang
akan dipecahkan dengan menggunakan seluruh pengetahuan yang
dimilikinya atau dari sumber-sumber lainnya menurut lidnillah (Fauzia,
2018; Setiawan, 2015). Penerapan model PBL dengan media konkret dapat
menjadi upaya dalam meningkatkan hasil belajar matematika. Tan (Ani
Indriawati, 2013)mengemukakan bahwa PBL memiliki karakteristikseperti
masalah digunakan sebagai awal pembelajaran, masalah yang digunakan
merupakan masalah dengan dunia nyata, pembelajarannya kolaboratif,
komunikatif, dan kooperatif dengan bekerja dalam kelompok, dan sangat
mengutamakan belajar mandiri. Hasil penelitian yang dilakukan (Suarni,
2017)menunjukkan bahwa pelaksanaan proses pembelajaran dengan model
PBL berjalan dengan baik dan lancar dan dapat meningkatkan prestasi belajar
IPS pada siswa kelas V semester I SD Negeri 21 Dauh Puri tahun
pelajaran 2016/2017.
Wina Sanjaya (Suarni, 2017) menyatakan keunggulan PBL adalah: (1)
Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih
memahami isi pelajaran, (2) Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan
siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi
siswa, (3) Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran
siswa, (4) Pemecahan masalah dapat membantu siswa mentransfer
pengetahuan untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata, (5) Pemecahan
masalah dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya
dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
Kelemahannya adalah: (1) Siswa tidak memiliki minat atau tidak memiliki
kepercayaan dengan apa yang dipelajari dan siswa enggan untuk mencoba, (2)
Keberhasilan pembelajaran ini membutuhkan cukup banyak waktu, (3)
Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha memecahkan masalah yang
sedang dipelajari, maka siswa tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.

21
DAFTAR PUSTAKA
https://www.yppgiibandung.org/artikel/WGQwNzFYNElSTzdaU0ZNWE5DZXp
OZz09
13661-ID-penerapan-metode-pembelajaran-kooperatif-tipe-student-teams-
achiefment-division.pdf (neliti.com)

https://snhrp.unipasby.ac.id/prosiding/index.php/snhrp/article/view/209/174

22
Contents
A. Rangkuman Artikel 1, 2 dan 3 ..................................................................................... 1
1. Artikel 1 (Model-Model Pembelajaran) .................................................................. 1
2. Artikel 2 (Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams-
Achiefment Division (STAID) untuk Meningkatkan Motivasi dan Prestasi) .................... 2
3. Artikel 3 (Studi Literatur: Model-Model Pembelajaran Di Sekolah Dasar) ............ 2
B. Artikel 1. Model-Model Pembelajaran ....................................................................... 3
C. Artikel 2. (Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams-
Achiefment Division (STAID) untuk Meningkatkan Motivasi dan Prestasi) ........................ 5
4. III. Metodologi penelitian .................................................................................... 8
5. IV. Hasil dan Pembahasan ................................................................................. 10
D. Artikel 3. (Studi Literatur: Model-Model Pembelajaran Di Sekolah Dasar) .............. 15

23

Anda mungkin juga menyukai