BukuPengantarHukumAcaraPTUN EndraWijaya
BukuPengantarHukumAcaraPTUN EndraWijaya
net/publication/339737553
CITATIONS READS
0 12,710
1 author:
Endra Wijaya
Pancasila University
36 PUBLICATIONS 24 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Research Grant from the Ministry of Education of Republic of Indonesia View project
All content following this page was uploaded by Endra Wijaya on 06 March 2020.
Endra Wijaya
i
Judul:
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
Penulis:
Endra Wijaya
ii
KATA PENGANTAR
iii
4. Rekan diskusi penulis: Ariffianto Trias Aji, S.H., dan Deni
Bram, S.H.,M.H.
5. Rekan-rekan penulis di Pusat Kajian Ilmu Hukum FHUP
(PKIH FHUP).
6. Bapak dan Ibu, serta rekan dosen lainnya.
7. Para mahasiswa saya yang selalu membuat saya tetap
semangat untuk berkarya dan tersenyum.
Demikianlah, semoga buku ini dapat bermanfaat.
Penulis.
iv
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN …………………………….…………… 1
A. Negara Hukum dan
Peradilan Tata Usaha Negara ……………………. 1
B. Sejarah Pembentukan
Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia …….. 5
C. Sekilas Perkembangan
Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia …….. 10
v
VII. GUGATAN .................................................................... 42
***
vi
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
I. PENDAHULUAN
1
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia
(Jakarta: Konstitusi Press, 2005), hlm. 151.
2
Ibid.
-1-
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
3
Ibid., hlm. 152.
4
Asshiddiqie, ibid., hlm. 158.
-2-
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
5
Wicipto Setiadi, Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha Negara: Suatu
Perbandingan (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2001), hlm. 16-17.
6
Paulus Effendie Lotulung, Beberapa Sistem tentang Kontrol Segi
Hukum terhadap Pemerintah (Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 1986), hlm.
xvii. Lihat juga Lintong O. Siahaan, Prospek PTUN sebagai Pranata
Penyelesaian Sengketa Administrasi di Indonesia: Studi tentang Keberadaan
PTUN Selama Satu Dasawarsa 1991-2001 (Jakarta: Perum Percetakan
Negara RI, 2005), hlm. 149.
7
Indonesia, Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
UU No. 5 Tahun 1986, bagian Menimbang.
8
Irfan Fachruddin, Pengawasan Peradilan Administrasi terhadap
Tindakan Pemerintah (Bandung: PT. Alumni, 2004), hlm. 220.
-3-
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
9
Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menjelaskan bahwa
“Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan
tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”.
-4-
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
10
Untuk selanjutnya ketiga undang-undang mengenai Peradilan Tata
Usaha Negara tersebut hanya disebutkan nomor dan tahunnya saja, tanpa
disebutkan perihalnya.
11
Menurut Kamus Bahasa Indonesia yang disusun oleh WJS.
Poerwadarminta, yang kembali diolah oleh Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, bahwa administrasi adalah tata usaha. Tata usaha adalah
administrasi. Selanjutnya, tata usaha adalah penyelenggaraan urusan tulis-
menulis, surat-menyurat dalam perusahaan (termasuk negara), juga
administrasi. Untuk selengkapnya lihat Setiadi, op.cit., hlm. 39-43.
12
R. Soepomo, Sistem Hukum di Indonesia: Sebelum Perang Dunia II
(Jakarta: Pradnya Paramita, 2004), hlm. 39.
-5-
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
13
SF. Marbun, Peradilan Administrasi dan Upaya Administratif di
Indonesia (Yogyakarta: UII Press, 2003), hlm. 22.
14
Pendapat Rochmat Soemitro. Lihat ibid., hlm. 23.
15
Asas konkordansi (concordantie) adalah asas yang menyatakan
bahwa hukum yang dianut oleh negara penjajah diterapkan pula untuk negara
yang dijajahnya. Untuk kasus Indonesia, maka hukum yang diterapkan adalah
sama dengan hukum yang berlaku di Belanda. Lihat Siahaan, op.cit., hlm. 50.
16
Marbun, op.cit.
-6-
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
17
Ibid.
18
Baharuddin Lopa dan Andi Hamzah, Mengenal Peradilan Tata
Usaha Negara (Jakarta: Sinar Grafika, 1993), hlm. 21. Lihat juga Daniel
Khumarga, “Persamaan dan Nuansa Perbedaan Antara Corak Peradilan Tata
Usaha Negara Perancis, Belanda dan Indonesia,” Jurnal Ilmiah Universitas
Pelita Harapan (Volume II, Nomor 3, Juni 1999): 82.
19
Marbun, op.cit., hlm. 24.
20
Ibid., hlm. 25.
21
Sekarang bernama Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN).
22
Khumarga, loc.cit., hlm. 83.
-7-
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
23
Ibid.
24
Ibid.
-8-
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
25
Lopa dan Hamzah, op.cit., hlm. 32.
26
Ibid.
27
Marbun, op.cit., hlm. 15.
-9-
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
28
Lopa dan Hamzah, op.cit., hlm. 16.
- 10 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
- 11 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
***
- 12 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
- 13 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
- 14 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
***
- 15 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
A. Penggugat
Pihak yang mempunyai hak untuk menggugat dalam
sengketa TUN ialah hanya seseorang atau badan hukum
perdata. Seseorang itu tentunya ialah manusia sebagai
pendukung hak-hak dan kewajiban-kewajiban. Hak untuk
29
W. Riawan Tjandra, Teori dan Praktek Peradilan Tata Usaha
Negara (Yogyakarta: Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2010), hlm. 17.
- 16 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
B. Tergugat
Dalam hukum acara Peradilan TUN, para pihak yang
bersengketa telah ditentukan secara limitatif. Penggugatnya
hanya individu atau badan hukum perdata, sedangkan yang
menjadi tergugatnya hanya “...badan atau pejabat tata usaha
negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewe-
nang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya...”
(Pasal 1 butir 12 UU Nomor 51 Tahun 2009).
Kemudian UU Nomor 5 Tahun 1986 jo. UU Nomor 51
Tahun 2009 juga memberikan perincian lebih lanjut mengenai
badan atau pejabat TUN yang dapat dijadikan sebagai
tergugat dalam sengketa TUN, yaitu bahwa “Badan atau
pejabat tata usaha negara adalah badan atau pejabat yang
melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku” (Pasal 1 butir 8 UU
Nomor 51 Tahun 2009). Sedangkan yang dimaksud dengan
“...urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku” yang ada di dalam Pasal 1 butir 8 itu
dapat dipahami sebagai suatu “...kegiatan yang bersifat
eksekutif” (Penjelasan Pasal 1 butir 3 UU Nomor 5 Tahun
1986 jo. UU Nomor 51 Tahun 2009).
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka badan atau
pejabat TUN yang akan dijadikan sebagai tergugat dalam
sengketa TUN sangat ditentukan oleh fungsi yang
dilaksanakan badan atau pejabat TUN tadi pada saat ia
mengeluarkan keputusan TUN yang menjadi objek sengketa.
Fungsi itu adalah fungsi eksekutif (fungsi yang bukan
legislatif 30 ataupun yudikatif 31).
30
Jika mengacu kepada teori pemisahan kekuasaan dari Montesquieu
(Trias Politica), maka fungsi legislatif ini dapat dipahami sebagai fungsi untuk
membentuk undang-undang. Lihat Safri Nugraha et al, Hukum Administrasi
Negara (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm. 23.
31
Fungsi untuk mengadili atau menyelesaikan sengketa.
- 17 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
32
Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan
Tata Usaha Negara: Buku I (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2004), hlm. 165.
33
Ibid.
34
Secara garis besar, lingkungan kekuasaan eksekutif, dalam bidang
hukum administrasi negara, terdiri dari beberapa badan atau pejabat yang
disebut sebagai organisasi administrasi negara atau pejabat-pejabat
pemerintah.
- 18 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
35
Indroharto, op.cit., hlm. 91-92.
- 19 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
- 20 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
- 21 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
***
- 22 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
39
Indroharto, op.cit., hlm. 142.
40
Ridwan HR., Hukum Administrasi Negara (Jakarta: Rajawali Pers,
2008), hlm. 113.
- 23 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
41
Indroharto, op.cit., hlm. 162-163.
42
Ibid.
43
Ibid.
- 24 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
44
Ibid., hlm. 165.
45
Ibid.
- 25 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
46
Ibid., hlm. 171.
47
Ibid., hlm. 172-173.
- 26 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
48
Siahaan, op.cit., hlm. 182.
49
Indroharto, op.cit., hlm. 174.
- 27 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
- 28 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
- 29 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
- 30 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
- 31 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
50
Victor Yaved Neno, Implikasi Pembatasan Kompetensi Absolut
Peradilan Tata Usaha Negara (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006), hlm. 66
dan 86.
- 32 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
***
- 33 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
V. UPAYA ADMINISTRATIF
51
Indonesia, Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara,
UU No. 5 Tahun 1986, bagian Penjelasan Pasal 48.
52
Marbun, op.cit., 53-54.
- 34 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
- 35 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
53
Ibid., hlm. 54.
- 36 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
- 37 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
***
54
Ibid., hlm. 65.
- 38 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
55
Yudha Pandu, Klien dan Advokat dalam Praktek (Jakarta: Indonesia
Legal Center Publishing, 2004), hlm. 81.
- 39 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
- 40 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
Nama : .......
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : .......
Pekerjaan : .......
yang untuk selanjutnya disebut sebagai Pemberi Kuasa.
Dalam hal ini telah memilih domisili hukum di kantor kuasa hukumnya yang
akan disebutkan berikut, dan dengan ini memberikan kuasa kepada:
Untuk dan atas nama, serta mewakili Pemberi Kuasa mengajukan gugatan
kepada ....... atas diterbitkannya Keputusan Nomor ....... tentang .......,
tertanggal ........ Adapun gugatan itu akan diajukan melalui Pengadilan Tata
Usaha Negara Jakarta.
Meterai
....... .......
***
- 41 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
VII. GUGATAN
- 42 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
- 43 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
56
Permohonan penundaan pelaksanaan keputusan TUN (Pasal 67 UU
Nomor 5 Tahun 1986) bertujuan agar pelaksanaan keputusan TUN yang
digugat ditunda untuk sementara, selama pemeriksaan sengketa TUN sedang
berjalan, sampai ada putusan pengadilan yang memperoleh kekuatan hukum
tetap. Alasan pengajuan permohonan penundaan pelaksanaan keputusan TUN
yang sedang digugat, yaitu terdapat keadaan yang sangat mendesak yang
- 44 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
- 45 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
Tanggal .......
Kepada Yang Terhormat
Ketua
Pengadilan Tata Usaha (Penjelasan ke mana gugatan
Negara ……. tersebut diajukan)
Yang beralamat di …….
Identitas penggugat.
Identitas tergugat.
Tanda tangan
pihak penggugat.
***
- 46 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
VIII. PEMERIKSAAN
SENGKETA TATA USAHA NEGARA DI PENGADILAN
- 47 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
A. Jawaban
Jawaban merupakan tanggapan yang dibuat oleh pihak
tergugat terhadap dalil-dalil yang telah disampaikan oleh peng-
gugat di dalam surat gugatannya.
Secara garis besar, pokok-pokok materi (substansi)
yang dimuat di dalam jawaban tergugat ialah seperti yang di-
jelaskan pada bagan berikut di bawah ini.
- 48 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
- 49 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
C. Pembuktian
Pembuktian merupakan tahap yang penting di dalam
pemeriksaan perkara di muka persidangan. Karena pada ta-
hap ini, masing-masing pihak yang bersengketa mengajukan
bukti-bukti untuk memperkuat dalil yang telah mereka ajukan.
Bagi penggugat pengajuan alat bukti akan memperkuat
dalil pada gugatan, dan sedangkan bagi tergugat pengajuan
alat bukti tersebut akan memperkuat dalil pada jawaban
tergugat.
Mengenai macam-macam alat bukti yang digunakan di
lingkungan hukum acara Peradilan TUN diatur di dalam Pasal
100 ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 1986, yaitu terdiri dari:
1. Surat atau tulisan;
2. Keterangan ahli;
3. Keterangan saksi;
4. Pengakuan para pihak;
5. Pengetahuan hakim.
Alat bukti yang tercantum dalam Pasal 100 ayat (1) itu
dapat disebut sebagai alat bukti yang “langsung,” sedangkan
alat bukti yang “tidak langsung” adalah “pemeriksaan di tempat
lain dari ruangan sidang” (lihat Pasal 111 butir c).
Untuk alat bukti yang tertulis (seperti surat keputusan),
sebelum digunakan pada pemeriksaan di muka persidangan,
- 50 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
- 51 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
57
Martiman Prodjohamidjojo, Hukum Pembuktian dalam Sengketa
Tata Usaha Negara (Jakarta: PT. Pradya Paramita, 1997), hlm. 29-30.
- 52 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
D. Simpulan
Apabila pemeriksaan sengketa telah diselesaikan,
kedua belah pihak diberi kesempatan untuk mengemukakan
pendapat yang terakhir berupa simpulan masing-masing.
Simpulan merupakan ringkasan (resume) dari jalannya
rangkaian persidangan yang dibuat oleh masing-masing pihak.
Kesimpulan merupakan hak, sehingga boleh dibuat, boleh
juga tidak.
E. Putusan
Setelah para pihak memberikan dalil-dalilnya masing-
masing, telah menyerahkan bukti-bukti dan kesimpulannya,
serta majelis hakim memandang telah cukup semua fakta
(data), maka diambillah suatu putusan.
Syarat-syarat yang harus dimuat dalam putusan
pengadilan diatur dalam Pasal 109 ayat (1) UU Nomor 5
Tahun 1986. Syarat-syarat putusan tersebut ialah terdiri dari:
1. Kepala putusan yang berbunyi: “DEMI KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”;
2. Nama, jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman,
atau tempat kedudukan para pihak yang bersengketa;
3. Ringkasan gugatan dan jawaban tergugat yang jelas;
4. Pertimbangan dan penilaian setiap bukti yang diajukan
dan hal yang terjadi dalam persidangan selama
sengketa itu diperiksa;
5. Alasan hukum yang menjadi dasar putusan;
6. Amar putusan tentang sengketa dan biaya perkara;
7. Hari, tanggal putusan, nama hakim yang memutus,
nama panitera, serta keterangan tentang hadir atau
tidak hadirnya para pihak.
Macam-macam putusan pengadilan (Pasal 97 ayat (7)
UU Nomor 5 Tahun 1986) ialah terdiri dari:
1. Gugatan ditolak: penggugat tidak berhasil dalam mem-
buktikan dan meyakinkan hakim atas dalil gugatan yang
diajukannya.
- 53 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
***
- 54 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
58
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia
(Yogyakarta: Liberty, 2002), hlm. 14-15.
- 55 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
- 56 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
***
- 57 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
XI. INTERVENSI
- 58 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
Tanggal …….
Kepada Yang Terhormat
Ketua Majelis Hakim
Perkara Nomor …….
di .......
Dasar permohonan:
1. Penjelasan (ringkas) mengenai objek sengketa, penggugat, dan
tergugat.
2. Penjelasan mengenai kepentingan pemohon intervensi terhadap
sengketa yang sedang diperiksa.
3. …….
Tanda tangan
pemohon intervensi.
***
- 59 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
A. Banding
Setelah dibacakan putusan pengadilan tingkat pertama,
kepada penggugat dan tergugat diberitahukan hak-hak me-
reka atas putusan tersebut:
1. Bisa menerima putusan atau;
2. Menolak putusan tersebut, serta mengajukan upaya
hukum banding.
Kepada pihak yang tidak setuju dengan putusan
pengadilan tingkat pertama dapat mengajukan banding.
Apabila ingin mengajukan upaya banding, pembanding di-
wajibkan untuk menandatangani akta pernyataan banding
yang telah disediakan di pengadilan tingkat pertama. Jangka
waktu untuk mengajukan akta pernyataan banding ini:
1. 14 (empat belas) hari setelah putusan dibacakan, bagi
mereka yang hadir pada saat putusan dibacakan atau;
2. 14 (empat belas) hari setelah kiriman salinan putusan
mereka terima, bagi mereka yang tidak hadir pada saat
putusan dibacakan.
Setelah mengajukan akta pernyataan banding, pem-
banding boleh mengajukan memori banding (tidak wajib), dan
oleh karenanya terbanding mengajukan kontra memori
banding (juga tidak wajib sifatnya).
Berkas-berkas yang terdiri dari akta pernyataan ban-
ding, memori banding dan kontra memori banding, kemudian
dikirimkan oleh pengadilan tingkat pertama ke pengadilan
tingkat banding.
Berkas yang dikirimkan tersebut, juga termasuk berkas
yang terdiri dari: surat kuasa, surat gugatan yang belum
diperbaiki, surat gugatan yang telah diperbaiki, jawaban,
replik, duplik, pembuktian, kesimpulan, putusan dan berita
acara persidangan.
Berkas yang terdiri dari: surat kuasa, surat gugatan
yang belum diperbaiki, surat gugatan yang telah diperbaiki,
jawaban, replik, duplik, pembuktian, kesimpulan, putusan dan
- 60 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
B. Kasasi
Terhadap putusan pengadilan tingkat banding, pem-
banding dan terbanding dapat lagi mengajukan upaya hukum
kasasi.
Tenggang waktu untuk mengajukan akta pernyataan
kasasi ini adalah 14 (empat belas) hari setelah salinan pu-
tusan pengadilan banding diterima oleh pembanding dan
terbanding (sifatnya wajib).
Setelah menandatangani akta pernyataan kasasi yang
telah disediakan di pengadilan tingkat pertama, pemohon
kasasi wajib membuat memori kasasi dalam waktu 14 (empat
belas) hari. Termohon kasasi dalam menghadapi memori
kasasi diperbolehkan membuat kontra memori kasasi.
Dossier yang terdiri dari bundel A dan bundel B
tersebut, kemudian dilengkapi dengan: putusan pengadilan
tingkat banding, akta pernyataan kasasi, memori kasasi dan
kontra memori kasasi. Setelah itu, dikirimkanlah dossier ke
Mahkamah Agung untuk diadakan proses kasasi.
- 61 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
C. Peninjauan Kembali
Mengenai tata cara (prosedur) upaya hukum luar biasa
peninjauan kembali yang berlaku bagi sengketa TUN, UU
Nomor 5 Tahun 1986 hanya mengaturnya secara singkat.
Pasal 132 ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 1986 menentu-
kan bahwa “Terhadap putusan Pengadilan yang telah mem-
peroleh kekuatan hukum tetap dapat diajukan permohonan
peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung”. Pasal 132
ayat (2) kemudian menambahkan lagi bahwa acara pemerik-
saan peninjauan kembali akan mengikuti ketentuan mengenai
peninjauan kembali sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor
14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
***
- 62 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
DAFTAR PUSTAKA
- 63 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
***
- 64 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
TENTANG PENULIS
- 65 -
Pengantar Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara
***
- 66 -
View publication stats