Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

DHF (DENGUE HAEMORAGIC FEVER)


DI RUANG CATLEYA II
RSUD RAA SOEWONDO PATI

Disusun oleh :
ENDAH YULI PURNAMA SARI
92022040048
PROFESI NERS

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
Demam berdarah dengue (DBD) adalah suatu penyakit yang disebabkan
oleh infeksi virus dengue. DBD adalah penyakit akut dengan manifestasi klinis
perdarahan yang menimbulkan syok yang berujung kematian. DBD disebabkan
oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridaes
(Tirtadevi et al., 2021)
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang
disebabkan oleh oleh infeksi virus DEN-1, DEN-2, DEN-3, atau DEN-4 yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang
sebelumnya telah terinfeksi oleh dengue dari penderita DBD lainnya (Ginanjar,
2018)

B. ETIOLOGI
Menurut (Sukohar, 2014) Penyakit Dengue Hemorragic Fever disebabkan
oleh virus Dengue, Sampai saat ini dikenal ada 4 serotype virus yaitu:
1. Dengue 1 (DEN 1) diisolasi oleh Sabin pada tahun1944.
2. Dengue 2 (DEN 2) diisolasi oleh Sabin pada tahun 1944.
3. Dengue 3 (DEN 3) diisolasi oleh Sather
4. Dengue 4 (DEN 4) diisolasi oleh Sather. Virus tersebut termasuk
dalam group B Arthropod borne viruses (arboviruses).
Keempat type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia dan yang terbanyak adalah type 2 dan type 3. Penelitian di
Indonesia menunjukkan Dengue type 3 merupakan serotype virus
yang dominan menyebabkan kasus yang berat (Sukohar, 2014)

C. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala penyakit Dengue Haemorragic Fever (DHF) dengan
diagnosa klinis dan laboratorium menurut Wijaya & Putri (dalam Jannah et al.,
2019) adalah sebagai berikut:
1. Diagnosis Klinis
- Demam tinggi mendadak 2-7 hari (38-40 C)
- Manifestasi perdarahan dalam bentuk: Uji Turniquet positif,
petekie, purpura, ekomosis, perdarahan konjungtiva, epistaksis,
perdarahan gusi, hematemesis, melena, dan hematuri.
- Rasa sakit pada otot persendian.
- Pembesaran hati (Hepatomegali).
- Renjatan (syok), tekanan nadi turun menjadi 20 mmHg atau
kurang, tekanan sistolik 80 mmHg atau lebih rendah
- Gejala klinik lainnya yang sering menyertai yaitu anoreksia,
lemah, mual muntah, sakit perut, diare, dan sakit kepala.
2. Diagnosis laboratories
- Trombositopenia (jumlah trombosit kurang dari 100.000/µL)
- Hemokonsentrasi ( peningkatan hematokrit )
D. PATHOFISIOLOGI
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan
viremia. Hal tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di
hipotalamus sehingga menyebabkan (pelepasan zat bradikinin, serotinin, trombin,
histamin) terjadinya: peningkatan suhu. Selain itu viremia menyebabkan pelebaran
pada dinding pembuluh darah yang menyebabkan perpindahan cairan dan plasma
dari intravascular ke intersisiel yang menyebabkan hipovolemia. Trombositopenia
dapat terjadi akibat dari penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibodi
melawan virus (Murwani dalam Fitriani, 2020)
Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik kulit
seperti petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatkan adanya
kehilangan kemampuan tubuh untuk melakukan mekanisme hemostatis secara
normal. Hal tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan jika tidak tertangani maka
akan menimbulkan syok. Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari.
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Pertama
tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami
demam, sakit kepala, mual, nyeri otot pegal pegal di seluruh tubuh, ruam atau
bintik bintik merah pada kulit, hiperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin
terjadi pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati atau hepatomegali
(Murwani dalam Fitriani, 2020)
Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus
antibodi. Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem komplemen. Akibat aktivasi
C3 dan C5 akan di lepas C3a dan C5a dua peptida yang berdaya untuk melepaskan
histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningkatnya permeabilitas
dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya pembesaran
plasma ke ruang ekstraseluler. Pembesaran plasma ke ruang eksta seluler
mengakibatkan kekurangan volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi
dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan atau syok. Hemokonsentrasi atau
peningkatan hematokrit >20% menunjukan atau menggambarkan adanya
kebocoran atau perembesan sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk
patokan pemberian cairan intravena (Murwani dalamFitriani, 2020)
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler di buktikan dengan
ditemukan cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritonium,
pleura, dan perikardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan
melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit
menunjukan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena
harus di kurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadi edema paru dan
gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapat cairan yang cukup, penderita akan
mengalami kekurangan cairan yang akan mengakibatkan kondisi yang buruk
bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama
akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera
diatasi dengan baik (Murwani dalam Fitriani, 2020)
E. PATHWAY

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah
1) Pemeriksaan Darah lengkap
- Hemoglobin biasanya meningkat, apabila sudah terjadi
perdarahan yang banyak dan hebat Hb biasanya menurun Nilai
normal: Hb: 10-16 gr/Dl
- Hematokrit meningkat 20% karena darah mengental dan terjadi
kebocoran plasma Nilai normal: 33- 38%
- Trombosit biasa nya menurun akan mengakibat trombositopenia
kurang dari 100.000/ml Nilai normal: 200.000-400.000/ml
- Leukosit mengalami penurunan dibawah normal Nilai normal:
9.000- 12.000/mm3
2) Pemeriksaan kimia darah akan menunjukkan: hipoproteinemia,
hipokloremia, dan hiponatremia
3) Pemeriksaan analisa gas darah, biasanya diperiksa:
a. pH darah biasanya meningkat Nilai normal: 7.35-7.45
b. Dalam keadaan lanjut biasanya terjadi asidosis metabolik
mengakibatkan pCO2 menurun dari nilai normal (35 – 40 mmHg)
dan HCO3 rendah.
4) Pemeriksaan rontgen thorak Pada pemeriksaan rontgen thorak
ditemukan adanya cairan di rongga pleura yang meyebabkan
terjadinya effusi pleura ( Wijayaningsih dalam Fauziah, 2017)

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Tirah baring atau istirahat baring
2. Diet makan lunak
3. Minum banyak (2 – 2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu,teh manis, sirup dan
beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling
penting bagi penderita DHF.
4. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan
cairan yang paling sering digunakan Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam
(suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat
tiap jam
5. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari
6. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen (Tarwoto
dan wartonah dalam Solichah, 2019)

H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
1) Identitas Pasien Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang
anak-anak dengan usia kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat,
pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang tua, dan pekerjaan
orang tua.
2) Keluhan Utama Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DHF
untuk datang ke rumah sakit adalah panas tinggi dan anak lemah.
3) Riwayat Penyakit Sekarang Didapatkan adanya keluhan panas
mendadak yang disertai menggigil dan saat demam kesadaran
composmentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 sampai ke-7,
dan anak semakin lemah. Kadang-kadang disertai dengan keluhan
batuk, pilek, nyeri telan, mual, muntah, anoreksia, diare/konstipasi,
sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan
bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit,
gusi (grade III, IV), melena atau hematesis.
4) Riwayat penyakit dahulu Penyakit apa saja yang pernah diderita pada
DHF, anak bisa mengalami serangan ulangan DHF dengan tipe virus
yang lain.
5) Riwayat penyakit keluarga Penyakit apa saja yang pernah di derita
sama keluarga klien
6) Riwayat imunisasi Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik,
maka kemungkinan akan timbulnya komplikasi dapat dihindari
7) Riwayat gizi Status gizi anak menderita DHF dapat bervariasi.Semua
anak dengan status gizi baik maupun buruk dapat beresiko, apabila
terdapat faktor predisposisinya.Anak yang menderita DHF sering
mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila
kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang
mencukupi, maka anak akan mengalami penurunan berat badan
sehingga status gizinya menjadi kurang.
8) Kondisi lingkungan Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya
dan lingkungan yang kurang bersih (seperti air yang mengenang dan
gantungan baju di kamar).
9) Pola kebiasaan
a. Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pentangan, nafsu
makan berkurang, dan nafsu makan menurun.
b. Eliminasi alvi (buang air besar). Kadang-kadang anak mengalami
diar/konstipasi. Sementara DHF pada Grade III-IV bisa terjadi
melena.
c. Eliminasi urine (buang air kecil) perlu dikaji apakah sering
kencing, sedikit/banyak, sakit/tidak. Pada DHF grade IV sering
terjadi hematuria.
d. Tidur dan istirahat. Anak sering mrngalami kurang tidur karena
mengalami sakit/nyeri otot dan persendian sehingga kualitas dan
kuantitas tidur maupun istirahat kurang.
e. Kebersihan upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan cenderung terutama untuk membersihkan tempat
sarang nyamuk aedes aegypti.
f. Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya
untuk menjaga kesehatan.
10) Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik Meliputi inspeksi, palpasi,
auskultasi, dan perkusi dari ujung rambut sampai jung kaki.
1. Pemeriksaan fisik secara umum:
Grade I : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah,
tanda-tanda vital dan nadi lemah.
Grade II : kesadaran composmentis, keadaan umum lemah,
ada perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga,
serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
Grade III : Kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum
lemah, nadi lemah, kecil dan tidak teratur, serta tensi
menurun.
Grade IV : Kesadaran koma, tanda-tanda vital nadi tidak
teraba, tensi tidak terukur, pernapasan tidak teratur,
ekstremitas dingin, berkeringat, dan kulit.
2. Tanda-tanda vital (TTV) Tekanan nadi lemah dan kecil
(gradeIII), nadi tidak teraba (grade IV), tekanan darah
menurun ( sistolik menurun sampai 80mmHg atau kurang),
suhu tinggi (diatas 37,5oC)
3. Kepala : kepala bersih, ada pembengkakan atau tidak, Kepala
terasa nyeri, muka tampak kemerahan karena demam.
4. Mata Konjungtiva anemis
5. Hidung : Hidung kadang mengalami perdarahan (epistaksis)
pada gradeII,III, IV
6. Telinga tidak ada perdarahan pada telinga, simetris, bersih
tidak ada serumen, tidak ada gangguan pendengaran.
7. Mulut Pada mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering,
terjadi perdarahan gusi, dan nyeri telan. Sementara
tenggorokkan hyperemia pharing.
8. Leher : Kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid tidak
mengalami pembesaran
9. Dada / thorak
I : Bentuk simetris, kadang-kadang tampak sesak.
Pal : Biasanya fremitus kiri dan kanan tidak sama
Per : Bunyi redup karena terdapat adanya cairan yang
tertimbun pada paru
A : Adanya bunyi ronchi yang biasanya terdapat pada grade
III, dan IV.
10. Abdomen I : Abdomen tampak simetris dan adanya asites. Pal
:Mengalami nyeri tekan, pembesaran hati (hepatomegali) Per
: Terdengar redup A : Adanya penurunan bising usus
11. Sistem integument Adanya petekia pada kulit spontan dan
dengan melakukan uji tourniquet. Turgor kuit menurun, dan
muncul keringat dingin, dan lembab. Pemeriksaan uji
tourniket dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan
tekanan darah anak. Selanjutnya diberikan 24 tekanan antara
sistolik dan diastolic pada alat ukur yang dipasang pada
tangan. Setelah dilakukan tekanan selama 5 menit, perhatikan
timbulnya petekie di bagian volarlenga bawah
(Soedarmo,2008).
12. Genitalia Biasanya tidak ada masalah
13. Ekstremitas Akral dingin, serta terjadi nyeri otot, sendi serta
tulang. Pada kuku sianosis/tida
14. Pemeriksaan Laboratorium Pada pemeriksaan darah pasien
DHF akan dijumpai :
- Hb dan PCV meningkat (> dari 20 %).
- Trobositopenia (< dari 100.000/ml).
- Leucopenia (mungkin normal atau lekositosis).
- Ig. D. dengue positif.
- Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan :
hipoproteinemia, hipokloremia, dan hiponatremia.
- Urium dan pH darah mungkin meningkat.
- Asidosis metabolik : pCO2< 35 – 40 mmHg dan HCO3
rendah.
- SGOT / SGPT mungkin meningkat.
2. DIAGNOSA
1) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
2) Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan
suhu tubuh diatas nilai normal
3) Risiko perdarahan dibuktikan dengan gangguan koagulasi
(Trombositopenia)
4) Defisit pengetahuan tentang DHF berhubungan dengan kurang
terpapar informasi

3. INTERVENSI

DIAGNOSA SLKI SIKI


Pola napas tidak Setelah dilakukan Observasi
efektif berhubungan intervensi 1. Monitor pola
dengan hambatan keperawatan 2×24 napas (frekuensi,
upaya napas jam, Mempertahankan usaha napas)
pola pernafasan 2. Monitor bunyi
normal/efektif dengan napas tambahan
kriteria hasil: (mis, gurgling,
1. Kapasitas vital mengi, wheezing,
meningkat ronkhi basah)
2. Dispneu 3. Monitor sputum
menurun 41 (jumlah, warna,
3. Frekuensi aroma)
napas Terapeutik
membaik 1. Posisikan
semi fowler
atau fowler
2. Berikan
minum hangat
3. Berikan
oksigen, jika
perlu

Edukasi
1. Anjurkan
asupan cairan
2000 ml/hari,
jika tidak
kontraindikasi
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika
perlu
Hipertermia Tujuan : Suhu tubuh Observasi
berhubungan dengan agar tetap berada pada 1. Identifikasi
proses penyakit rentang normal penyebab
ditandai dengan Kriteria Hasil : hipertermia (mis.
suhu tubuh diatas 1. Menggigil Dehidrasi,
nilai normal menurun terpapar
2. Kulit merah lingkungan panas,
menurun penggunaan
3. Suhu tubuh incubator)
membaik 2. Monitor suhu
4. Tekanan darah tubuh
membaik 3. Monitor kadar
elektrolit
4. Monitor haluaran
urine
Terapeutik
1. Sediakan
lingkungan yang
dingin
2. Longgarkan atau
lepaskan pakaian
3. Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
4. Berikan cairan
oral
5. Lakukan
pendinginan
eksternal (mis,
kompres dingin
pada dahi, leher,
dada, abdomen,
aksila)
6. Hindari
pemberian
antipiretik atau
aspirin
7. Berikan oksigen,
jika perlu

Edukasi
1. Anjurkan tirah
baring
Kolaborasi
2. Kolaborasi
pemberian cairan
dan elektrolit
intravena, jika
perlu
Risiko Perdarahan Tujuan dan kriteria Observasi
ditandai dengan hasil: Setelah 1. Monitor tanda dan
gangguan koagulasi dilakukan intervensi gejala perdarahan
(trombositopenia) keperawatan 2×24 jam 49
maka tingkat 2. Monitor nilai
perdarahan menurun hamatokrit atau
dengan kriteria hasil: hemoglobin
Kriteria Hasil : sebelum dan
1. Kelembapan setelah kehilangan
kulit darah
meningkat 3. Monitor tanda-
2. Hemoglobin tanda vital
membaik Terapeutik
3. Hematokrit 1. Pertahankan bed
membaik rest selama
perdarahan
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan
gejala perdarahan
2. Anjurkan
meningkatkan
asupan cairan
untukmenghindari
konstipasi
3. Anjurkan
meningkatkan
asupan makanan
dan vitamin K
4. Anjurkan segera
melapor jika
terjadi perdarahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian obat
pengontrol
perdarahan, jika
perlu
2. Kolaborasi
pemberian produk
darah, jika perlu

Defisit Tujuan dan kriteria Observasi


pengentahuan hasil: Setelah 1. Identifikasi
tentang DHF dilakukan intervensi kesiapan dan
berhubungan dengan keperawatan 2×24 jam kemampuan
kurangnya terpapar maka tingkat menerima
informasi pengatahuan informasi
meningkat dengan Edukasi
kriteria hasil: 1. Jelaskan factor
risiko yang dapat
1. Kemampuan mempengaruhi
menjelaskan Kesehatan
pengetahuan 2. Ajarkan perilaku
tentang suatu hidup bersih dan
topik sehat
meningkat 3. Ajarkan strategi
2. Perilaku yang dapat
sesuai dengan digunakan untuk
pengetahuan meningkatkan
meningkat perilaku hidup
3. Persepsi yang bersih dan sehat
keliru
terhadap
masalah
menurun
DAFTAR PUSTAKA
Ginanjar, G. (2018). Demam Berdarah (A Survival Guide). PT Mizan Publika.
Hadinegoro, S. R. S.,
Kadim, M., & Devaera, Y. (2012). Update Management of Infectious Diseases and
Gastrointestinal Disorders. In Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia : Departemen
Ilmu Kesehatan Anak.
Indrayani, yoeyoen a., & Wahyudi, T. (2018). InfoDatin-Situasi-DemamBerdarah-
Dengue. PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI.
Jannah, R., Puspitaningsih, D., & Eka Diah Kartiningrum. (2019). Asuhan
Keperawatan Pada Pasien Dengan Dengue Hemorragic Fever (DHF) di Ruang Jayanegara
RSU. Dr. Wahidin Sudirohusodo Mojokerto.
11(2), 40– 47. KEMENKES RI. (2021). Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
Tatalaksana Infeksi Dengue pada Anak dan Remaja. 1–67.
Kirnantoro, & Maryana. (2019). Anatomi Fisiologi. Pustaka Baru Press.
PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik (1st ed.). DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan (1st ed.). DPP PPNI.
Raveendran, S. (2016). Dengue Syok Sindrom. Ilmu Anestesi Reanimasi FK
UNUD, 5.

Anda mungkin juga menyukai