Anda di halaman 1dari 6

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA INDONESIA

Oleh :
Edi Setyo Budi Bambang Riyanto

Pencetusan Pancasila
Pancasila secara proses perumusannya dibuat oleh para pendiri bangsa pada rentang 1 Juni –
18 Agustus 1945. Dimulai ketika Ir Sukarno mencetuskan pertama kali Pancasila pada sidang
BPUPK (Badan Penyelidikan Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan), dan kemudian
disempurnakan para tokoh nasional untuk disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945.

Momentum Deklarasi Sebuah Bangsa

Ketika Jepang mulai terdesak pada Perang Dunia II, untuk meredam perlawanan
Bangsa Indonesia, pada awal Mei 1945 Jepang melancarkan stratagem permits – (strategi
mengijinkan sesuatu yang bertentangan dengan fakta sebenarnya), yakni mengijinkan bangsa
Indonesia mempersiapkan diri untuk menerima kemerdekaan dari Jepang.

Jepang menjanjikan kemerdekaan (tanpa kepastian waktu dan penyebutan Indonesia)


dan memberikan ijin dibentuknya Dokuritzu Zyunbi Tyoosakai – Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdakaan (BPUPK tanpa Indonesia).

Melalui Badan inilah dibicarakan tentang dasar negara dan bentuk negara.

Sidang BPUPK (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdakaan) terbagi dua


periode. Periode pertama pada 29 Mei – 1 Juni 1945, dan periode kedua pada 10 - 14 Juni
1945 . Pada periode pertama dibicarakan masalah ideologi negara. Sedangkan pada periode
kedua dibahas konstitusi negara.

Pada sidang pertama, dihari ketiga pada tanggal 1 Juni 1945, Ir Sukarno yang
merupakan pembicara terakhir dan tokoh yang sangat terkenal mengusulkan pemikiran
tentang Philosofische grondslag atau landasan dasar falsafah negara. Yakni Pancasila.
Pancasila tersebut terdiri dari ; 1. Asas Kebangsaan, 2. Asas Internasionalisme, 3. Asas
Mufakat, 4. Asas Kesejahteraan, 5. Asas Ketuhanan.

Sehingga pada saat itu susunan dan redaksi pancasila belum tersusun seperti yang kita
kenal saat ini. Dan Presiden Sukarno pun menyatakan bahwa tanggal 1 juni 1945 sebagai hari
lahirnya Pancasila.

Edi Setyo Budi Bambang Riyanto / NIM : 2022132072 1


Namun demikian, Bung karno tidak membenarkan bahwa dialah yang menciptakan
Pancasila. Berikut ini kutipan pernyataan Presiden Sukarno pada tahun 1951 ; “ Pancasila
yang tuanku sebutkan sebagai jasa saya itu, bukanlah jasa saya. Karena saya dalam hal
Pancasila itu hanya sekedar menjadi perumus dari perasaan – perasaan yang telah lama
terkandung bisu dalam kalbu rakyat Indonesia. Saya sekedar menjadi pengutara daripada
keinginan-keinginan dan isi jiwa bangsa Indonesia turun-temurun. Pancasila itu sudah lama
tergurat dalam jiwa bangsa Indonesia”.

Dari cuplikan peritiwa tersebut dapat ditandaskan bahwa Pancasila telah menjadi jati
diri bangsa ini sejak dulu kala. Selama berabad-abad telah melekat dalam kehidupan
masyarakat Indonesia.

Pembentukan Ideologi Bangsa

Selanjutnya, pada persidangan Juni 1945, 38 Anggota BPUPK mengangkat panitia


Sembilan untuk merumuskan konstitusi negara. Dan pada tanggal 22 Juni 1945 berhasil
merumuskan Preambule, yang terkenal dengan nama Piagam Jakarta atau Djakarta Charter.

Panitia Sembilan yang merumuskan Piagam Jakarta adalah 4 orang dari tokoh Islam
dan 5 orang dari tokoh Kebangsaan.

Tokoh Islam Tokoh Kebangsaan


1. KH. Agus Salim 1. Ir. Soekarno
2. Abikoesno Tjokrosoejoso 2. Mohammad Hatta
3. Abdul Kahar Moezakkir 3. Mr. A.A. Maramis
4. Wahid Hasyim 4. Achmad Soebarjo
5. Mohammad Yamin.

Berikut isi Piagam Jakarta.

Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan
dan perikeadilan.

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang
berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu
gerbang negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.

Edi Setyo Budi Bambang Riyanto / NIM : 2022132072 2


Atas berkat Rahmat Allah yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan
luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan
dengan ini kemerdekaannya

Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia Merdeka
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial,
maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Hukum Dasar
Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia, yang
berkedaulatan rakyat, dengan berdasar kepada: Ketuhanan, dengan kewajiban
menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar Kemanusiaan yang
adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dalam Piagam Jakarta 22 Juni 1945, asas "ketuhanan" menjadi sila pertama,
sementara dalam rumusan Pancasila yang dikemukakan oleh Ir. Soekarno pada 1 Juni 1945,
"asas ketuhanan" adalah sila kelima.

Selain itu terdapat perbedaan yang sangat besar antara Piagam Jakarta dengan
rumusan Pancasila Ir Soekarno. Yakni keberadaan frasa "dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya".

Dalam proses perjalanannya, terjadi perdebatan yang sangat hangat antara tokoh
Islam dan tokoh Kebangsaan. Diantaranya ketika Ki Bagoes Hadikoesoemo dari
Muhammadyah dan Kiai Haji Achmad Sanoesi meminta 7 kata-kata : Ketuhanan, dengan
kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya diganti menjadi Ketuhanan,
dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam.

Usulan tersebut ditolak dan diingatkan oleh Ir. Sukarno bahwa Piagam Jakarta adalah
hasil kompromi dan persetujuan dari Panitia Sembilan. Antara lain Ir Sukarno mengatakan ;

“Paduka tuan ketua, kami panitia perancang mengetahui bahwa anggota yang terhormat
Sanoesi minta perkataan ‘bagi pemeluk-pemeluknya ‘di coret. Sekarang ternyata bahwa
yang terhormat Hadikoesoemo minta juga dicoretnya.

Edi Setyo Budi Bambang Riyanto / NIM : 2022132072 3


Tetapi kami berpendapat, bahwa kalimat-kalimat ini seluruhnya berdasar kepada ke-
Tuhanan, sudahlah hasil kompromis diantara dua pihak. Sehingga dengan adanya
kompromis itu, perselisihan kedua pihak itu hilang.

Setiap kompromis berdasar memberi dan mengambil, geven dan nemen. Ini satu
kompromis yang berdasar memberi dan mengambil. Bahkan kemaren di dalam panitia soal
ini ditinjau lagi sedalam-dalamnya. Diantara lain-lain, sebagian tuan-tuan Yang Terhormat
mengetahui, dengan Tuan Wachid Hasjim, dan Agoes Salim diantara anggota panitia,
kedua-duanya Islam.

Pendek kata, inilah kompromis yang sebaik-baiknya. Jadi panitia memegang teguh akan
kompromis yang dinamakan oleh anggota Yang Terhormat Mohammad Yamin ‘Djakarta
Charter’ yang disertai perkataan Tuan anggota Yang Terhormat Soekiman, Gentlement
Agreement, supaya ini dipegang teguh diantara pihak islam dan pihak kebangsaan. Saya
berharap Paduka Yang Mulia, rapat besar suka membenarkan Panitia itu”.

Pada tanggal 7 Agustus 1945, Pemerintah Jepang mengumumkan


pembentukan Panitia Persiapan Kemerdekaan (PPK). Dengan terbentuknya PPK maka
BPUPK pun dibubarkan.

Ada 21 Nama yang disetujui Jepang namun tanpa sepengetahuan jepang ditambah 6
orang, sehingga jumlah anggota PPKI menjadi 27 orang. Hanya 4 orang dari 9 orang
penandatangan Piagam Jakarta yang menjadi anggota PPKI, yaitu Soekarno, Mohammad
Hatta, Achmad Soebardjo, dan Wahid Hasjim.

Ketika  Jepang telah menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Soekarno dan


Hatta menyatakan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Kemudian, pada pagi hari
tanggal 18 Agustus, PPK berkumpul untuk merumuskan dasar ideologi bangsa dan negara,
Pancasila, serta konstitusi UUD 1945.

Dalam pertemuan tersebut, Hatta mengusulkan agar tujuh kata di Mukadimah dan
Pasal 29 dihapus. Seperti yang kemudian dijelaskan Hatta dalam bukunya Sekitar Proklamasi
17 Agustus 1945.

Pada malam hari tanggal 17 Agustus, seorang opsir kaigun (Angkatan Laut) Jepang


mendatanginya dan menyampaikan kabar bahwa kelompok nasionalis beragama Kristen dari
Indonesia Timur menolak tujuh kata karena dianggap diskriminatif terhadap penganut agama

Edi Setyo Budi Bambang Riyanto / NIM : 2022132072 4


minoritas, dan mereka bahkan menyatakan lebih baik mendirikan negara sendiri di luar
Republik Indonesia jika tujuh kata tersebut tidak dicabut.

Hatta lalu menjabarkan usulan perubahannya: istilah "ketuhanan" akan diganti


dengan "ketuhanan yang maha esa". Sementara istilah "Mukadimah" yang berasal dari bahasa
Arab diganti menjadi "Pembukaan".

Ayat yang menyatakan bahwa Presiden Indonesia harus Muslim juga


dihapus. Setelah usulan ini diterima, PPKI menyetujui Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia pada hari yang sama, dan tujuh kata pun secara resmi dihapus. Perwakilan Bali I
Gusti Ketut Pudja juga mengusulkan agar "Allah" diganti dengan "Tuhan". Usulan tersebut
diterima, tetapi saat konstitusi resmi dipublikasi, perubahan tersebut tak dilakukan.

Tidak diketahui secara pasti mengapa PPKI menyetujui usulan Hatta tanpa adanya
perlawanan dari golongan Islam. Di satu sisi, komposisi anggota PPKI sangat berbeda dengan
BPUPK: hanya 12% anggota PPKI yang berasal dari golongan Islam (sementara di BPUPK
terdapat 24%). Dari sembilan penandatangan Piagam Jakarta, hanya tiga yang hadir dalam
pertemuan tanggal 18 Agustus. Ketiga orang itu pun bukan berasal dari golongan Islam;
Hasjim yang datang dari Surabaya baru tiba di Jakarta pada 19 Agustus. 

Di sisi lain, Indonesia pada masa itu tengah terancam oleh kedatangan pasukan
Sekutu, sehingga yang menjadi prioritas adalah pertahanan nasional dan upaya untuk
memperjuangkan aspirasi golongan Islam dapat ditunda hingga situasinya memungkinkan.

Keputusan untuk menghapus tujuh kata mengecewakan golongan Islam. Golongan


Islam juga merasa semakin tidak puas setelah PPKI pada tanggal 19 Agustus menolak usulan
untuk mendirikan Kementerian Agama. Walaupun begitu, seiring dengan kedatangan
pasukan Sekutu, golongan Islam memutuskan untuk memprioritaskan persatuan nasional
demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Penarikan Kesimpulan

Dari paparan di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa Bangsa Indonesia yang terdiri dari
berbagai suku agama, budaya dan bahasa terbukti dapat bersatu dibawah ideology Pancasila.
Karena pada dasarnya Pancasila merupakan nilai nilai yang telah ada dalam masyarakat
bangsa Indonesia.

Adanya perdebatan ketika awal-awal kemerdekaan merupakan proses membetuk dasar


negara dan konstitusi, namun esensi dari Pancasila adalah tetap, yakni masyarakat Indonesia

Edi Setyo Budi Bambang Riyanto / NIM : 2022132072 5


adalah masyarakat yang ber Tuhan. Masyarakat yang berperikemanusiaan yang adil dan
beradab. Masyarakat yang bersatu dalam wadah Indonesia, dan masyarakat yang
menginginkan dipimpin oleh pemimpin yang punya hikmah, yang bijaksana, dengan proses
per-musyawaratan perwakilan. Dan bercita-cita mencapai keadilan social bagi seluruh rakyat
Indonesia.

Daftar Pustaka

1. Ahmad Mansyur Suryanegara. 2010. Api Sejarah 2. Bandung : Salamadani


2. Ust. Bachtiar Nasir. “Politik Islam.” YouTube, diunggah oleh AQL Islamic Center, 4
Oktober 2013, https://www.youtube.com/watch?v=MNBL6dWXfdc.
3. Wikipedia, Piagam Jakarta :
https://id.wikipedia.org/wiki/Piagam_Jakarta#:~:text=Piagam%20Jakarta%20sebagai
%20kompromi,-Di%20paragraf%20keempat&text=Ketuhanan%2C%20dengan
%20kewajiban%20menjalankan%20syariat,hikmat%2C%20kebijaksanaan%20dalam
%20permusyawaratan%2Fperwakilan
4. Edi Setyo Budi. 2022 . Catatan Kuliah Pancasila. Dosen Pengampu Bp. Hendro
Prabowo, SH. M.Hum.

Edi Setyo Budi Bambang Riyanto / NIM : 2022132072 6

Anda mungkin juga menyukai