Anda di halaman 1dari 6

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

TUBERKULOSIS PARU SESUAI PROGRAM DOTS

RUMAH No. ICD-10 No. Revisi Halaman


SAKIT UMUM
DAERAH A.15-A.16 1/3
MALINGPING
Panduan Tanggal Terbit/Revisi Ditetapkan Oleh :
Praktik Klinik Direktur RSUD Malingping

Perhimpunan
Dokter Paru Dr. dr. Hj. Ati Pramudji Hastuti, MARS
Indonesia Pembina IV/b
NIP. 19730815 200312 2 005
Pengertian Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi di paru yang disebabkan oleh
(Definisi) Mycobacterium tuberculosis kompleks
Anamnesa  Batuk berdahak > 2-3 minggu
 Batuk darah
 Sesak nafas
 Nyeri dada
 Demam
 Lemah badan
 Penurunan nafsu makan
 Penurunan berat badan
 Keringat malam tanpa kegiatan fisik
Pemeriksaan o Tampak sakit sedang sampai berat
Fisik o Tampak sesak dengan frekuensi napas > 20x/ menit
o Suhu badan normal sampai Hipertermi
o Pada paru:
 Inspeksi: pergerakan dinding dada bisa simetris dan tertinggal
pada salah satu hemithoraks
 Palpasi: stem fremitus bisa normal sampai meningkat
 Auskultasi: suara napas bronkovesikuler sampai bronkial dapat
disertai ronki kasar tergantung luas lesi.
o Umumnya pada pemeriksaan tidak spesifik

Pemeriksaan  Pemeriksaan sputum tes cepat molekular TCM geneXpert MTB/RIF


Penunjang  Pemeriksaan dahak mikroskopis langsung sewaktu-pagi (S-P)
 Pemeriksaan Radiologis (Foto toraks PA/ AP/ Toplordotik bila
diperlukan),
 Pemeriksaan khusus : kultur M.tb media LJ
 Pemeriksaan penunjang lain : LED > 20 mm/jam
Diagnosa 1. TB Paru Resisten Obat
Banding 2. MOTT
3. Pneumonia
4. Infeksi jamur paru
5. Tumor paru
6. ILD
7. ARDS
8. ALO
Kriteria 1. Anamnesa
Diagnosa 2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan sputum tes cepat molekular / TCM geneXpert
MTB/RIF: bila hasil MTB detected, Rifampicin sensitif, diterapi
dengan TB DOTS, dan bila MTD Detected Rifampicin resisten,
diterapi sesuai dengan TB RO.
4. Pemeriksaan sputum mikroskopis langsung Sewaktu-Pagi (S-P)
5. Pemeriksaan biakan sputum dengan media padat (LJ) atau cair
(MGIT)
6. Pemeriksaan foto torak didapatkan gambaran khas TB paru
a. Lesi minimal (Minimal lesion):
Lesi minimal terjadi bila proses tuberkulosis paru
hanya mengenai sebagaian kecil dari satu ataupun
dua paru dengan luas yang tidak melebihi volume
paru yang terletak di chondrosternal junction dari
iga kedua dan prosesus spinosus dari vertebra
torakalis IV atau vertebra torakalis V dan tidak
ditemukan adanya kavitas.
b. Lesi sedang (Moderatly advanced lesion):
Lesi sedang terjadi apabila proses tuberkulosis paru
lebih luas dibandingkan lesi minimal dan dapat
menyebar dengan densitas sedang. Luas proses
yang terjadi tidak boleh lebih luas dari satu paru,
atau jumlah seluruh proses yang terjadi paling
banyak seluas satu paru, atau apabila proses
tuberkulosis yang terjadi mempunyai densitas lebih
padat dan lebih tebal maka proses tersebut tidak
boleh lebih dari sepertiga luasnya pada satu paru.
Proses ini dapat/tidak dapat disertai dengan
kavitas. Bila disertai dengan kavitas, maka
diameter semua kavitas tidak boleh lebih dari 4
cm.
c. Lesi luas (far advanced):
Kelainan yang terjadi lebih luas daripada lesi
sedang

Tatalaksana Terapi Komprehensif


1. Terapi Komprehensif
1.1 Panduan OAT
1.1.1.1 Kategori-1 (2HRZE/4H3R3) atau (2HRZE/4HR)
atau {2(4KDT)/4(2KDT)3} sesuai dengan
ketersediaan.
4KDT merupakan obat kombinasi dosis tetap
dengan kandungan obat Rifampicin 150 mg,
Isoniazid 75 mg, Pyrazinamide 400 mg dan
Ethambutol 275 mg.
2KDT merupakan obat kombinasi dosis tetap
dengan kandungan obat Rifampicin 150 mg dan
Isoniazid 150 mg.
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien baru :
- Pasien baru TB Paru BTA positif
- Pasien TB Paru BTA negatif foto toraks
positif
- Pasien TB ekstra paru

1.1.1.2 Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3) atau


{2(4KDT+inj.Streptomycin)/(4KDT)/5(2KDT+E)3}
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA
positif yang telah di obati sebelumnya :
- Pasien kambuh : pasien TB yang pernah
dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap dan saat ini didiagnosis TB
berdasarkan hasil pemeriksaan bakteriologis
atau klinis (baik karena benar-benar kambuh
atau karena reinfeksi)
- Pasien gagal: pasien TB yang pernah diobati
dan dinyatakan gagal pada pengobatan
terakhir
- Pasien dengan pengobatan setelah default
(terputus): pasien yang pernah diobati dan
dinyatakan lost to follow up
1.3 Pengobatan suportif dan simtomatis yang diberikan
sesuai dengan keadaan klinis dan indikasi rawat.:
a. Perbaikan gizi.
b. Pendidikan Kesehatan.
c. Rehabilitasi medik.

2. Terapi Optimal
2.1 Panduan OAT
Kategori-1 (2HRZE/4H3R3) atau (2HRZE/4HR) atau
{2(4KDT)/4(2KDT)3}
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien baru :
- Pasien baru TB Paru BTA positif
- Pasien TB Paru BTA negatif foto toraks positif
- Pasien TB ekstra paru

Kategori-2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3) atau {2(4KDT+


inj.Streptomycin) / (4KDT) / 5(2KDT+E)3}
Panduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA
positif yang telah di obati sebelumnya :
- Pasien kambuh
- Pasien gagal
- Pasien dengan pengobatan setelah default
(terputus)
Pengobatan suportif dan simtomatis yang diberikan sesuai
dengan keadaan klinis dan indikasi rawat.:
 Perbaikan gizi.
 Pendidikan Kesehatan
 Rehabilitasi medik

3. Terapi Pada Kondisi Khusus


3.1 TB Milier
- Regimen OAT untuk TB milier sama seperti TB
paru.
- Kortikosteroid diberikan pada keadaan berat atau
ada dugaan keterlibatan meningen atau perikard
atau ada sesak napas, tanda/gejala toksik, demam
tinggi
- Pengobatan fase lanjutan dapat diperpanjang
sampai 12 bulan
3.2 Efusi Pleura TB
- Cairan dievakuasi seoptimal mungkin, sesuai
keadaan pasien dan evakuasi cairan dapat diulang
bila diperlukan
- Dapat diberikan kortiosteroid dengan cara
tappering off
3.3 TB Paru dengan Diabetes Melitus (DM)
- Panduan OAT dan lama pengobatan sama dengan
syarat kadar gula darah terkontrol.
- Apabila kadar gula tidak terkontrol, lama
pengobatan dapat dialnjutkan sampai 9 bulan.
- Penggunaan INH pada pasien TB dengan DM
harus lebih ketat dipantau efek neuropati perifer
3.4 TB Paru dengan HIV/AIDS
- Pada dasarnya pengobatan sama dengan
pengobatan TB Tanpa HIV/AIDS
- OAT diberikan segera dan ARV dalam 8 minggu
pemberian OAT tanpa mempertimbangkan kadar
CD4.
- Setiap penderita TB-HIV diberikan profilaksis
kotrimoksasol dosis 960 mg/hari
3.5 TB Paru pada kehamilan
- Obat anti TB lini pertama (RHZE) aman digunakan
selama kehamilan, kecuali streptomisin yang
bersifat ototoksik pada fetus
- Pada pasien TB yang menyusui, OAT dan ASI
tetap dapat diberikan
- Tidak ada indikasi pengguguran pada pasien TB
dengan kehamilan
- Rifampisin dapat menyebabkan efektivitas obat
kontrasepsi hormonal berkurang
3.6 TB Paru pada Gagal Ginjal
- INH dan Rifampisin tidak memerlukan penyesuaian
dosis
- Pemberian ethambutol
Klirens kreatinin 30-60 mL/min : dosis 15 mg/kg
dapat diberikan tiap hari
Klirens kreatinin 10-29 mL/min: dosis 15 mg/kg
diberikan 2 hari sekali
Klirens kretainin < 10 mL/min : dosis 15mg/kg
diberikan 2 hari sekali
Hemodialisa : Diberikan 3 kali seminggu setelah
HD
- Pemberian Pyrazinamide
Klirens kreatinin 30-60 mL/min : Tidak perlu
penyesuaian dosis
Klirens kreatinin 10-29 mL/min : diberikan 2 hari
sekali
Klirens kreatinin <10 mL/min : diberikan seminggu
3 kali
Hemodialisa : diberikan 3 kali seminggu setelah HD
- Streptomycin diberikan dengan dosis 15 mg/kgBB
2-3 kali seminggu dengan dosis maksimal 1 gram.
3.7. TB Paru dengan kelainan Hati
- Apabila terdapat hepatitis akut (akibat virus) yang
tidak berkaitan dengan penyakit TB, pengobatan
TB dapat ditunda sampai keadaan akut tersebut
menyembuh.
- Bila klinis (+), ikterik (+), gejala mual , muntah (+)
 OAT Stop
- Bila Bilirubin meningkat > 2, OAT stop
- Bila gejala (+), SGOT dan SGPT meningkat lebih
sama dengan 3 kali, OAT Stop
- Bila gejala (-), SGOT dan SGPT meningkat lebih
sama dengan 3 kali, OAT diberikan dengan
pengawasn
- Bila gejala (-), SGOT dan SGPT meningkat lebih
sama dengan 5 kali: OAT Stop
- Apabila Hepatitis imbas Obat telah teratasi maka
OAT dapat di coba satu persatu. Pemberian Obat
sebaiknya dimulai dengan Rifampisin yang jarang
menyebabkan Hepatotoksik dibandingkan Isoniazid
atau Pirazinamid. Setelah 3 – 7 hari baru Isoniazid
diberikan. Pasien dengan riwayat Jaundince, tetapi
dapat menerima Rifampisin dan Isoniazid,
sebaiknya tidak lagi mendapatkan pirazinamid.
- Jika terjadi hepatitis lanjutan dan hepatitis sudah
teratasi maka OAT dapat diberikan kembali
(isonoazid dan rifampisin) untuk menyelesaikan
fase lanjutan selama 4 bulan.

Prognosa Baik jika ditemukan secara dini dan diobati dengan baik

Edukasi  Edukasi tentang terapi OAT dan efek sampingnya


 Edukasi tentang PPI (cuci tangan dan etika batuk)
 Edukasi kontrol lingkungan ( cara batuk, masker, ventilasi)
 Edukasi PMO (Pengawas Menelan Obat)
 Evaluasi terapi (pemeriksaan sputum dan foto toraks sesuai
program)
 Edukasi kontrol rutin poli rawat jalan
 Edukasi sosial (pencarian kontak serumah)

Kepustakaan 1 Tuberkulosis, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di


Indonesia, PDPI, 2011
2 Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, DEPKES, 2014
3 International Standards for TB Care, 2014
4 Peraturan Menteri Kesehatan no. 67 tentang Penanggulangan
Tuberkulosis, 2016
5 Global Tuberculosis Report, WHO, 2019

Anda mungkin juga menyukai