Anda di halaman 1dari 10

Tinjauan Pustaka

Usahatani padi
Padi merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang paling populer di Indonesia. Hal
ini karena mayoritas penduduk Indonesia menggantungkan pemenuhan kebutuhan kalorinya
dari beras. Upaya-upaya peningkatan produksi padi dalam rangka memenuhi kebutuhan
penduduk terus dilakukan oleh Pemerintah (Pusat dan Daerah). Dalam setahun umumnya petani
hanya menanam padi sebanyak dua kali musim tanam. Sementara itu, untuk mendapatkan hasil yang
baik ketika melaksanakan usahatani padi sangat dipengaruhi oleh teknik bercocok tanam yang dilakukan
oleh petani, dimulai dari saat persemain sampai padi bisa dipanen harus dilaksanakan secara baik.
Menurut Susmawati (2018) dalam usahatani padi terdapat beberapa tahapan yang harus dilaksanakan,
sebagai berikut:
Tahapan Pembenihan
Pada tahapan pembenihan, kondisi benih harus diperhatikan secara baik. Benih yang baik yaitu benih
yang masih murni, bebas dari kotoran dan hama penyakit, punya daya kecambah 90%-100% dan
mempunyai kandungan air maksimal 14%.
Tahapan Penyemaian
Tahap selanjutnya yang dilaksanakan adalah tahapan penyemaian. Pada tahapan ini lokasi penyemaian
harus pada kondisi tanah yang subur, tidak terlindung sinar matahari, dekat dengan sumber air serta
mudah untuk diawasi. Tahapan persemaian ini sendiri dilakukan 20-30 hari sebelum penanaman
kelahan utama (sawah) (Susmawati, 2018).
Tahapan Persiapan dan Pengolahan Lahan
Sebelum melakukan pengolahan tanah, petani akan terlebih dahulu melakukan perbaikan galangan
sawah agar dapat menampung atau menahan air dengan baik, dimana kegiatan ini dilakukan pada saat
kondisi tanah agak becek atau berair. Setelah itu barulah dilakukan tahapan pengolahan tanah yang
dimulai dari membersihkan gulma dari lahan dengan cara pencangkulan dan pembajakan lahan. Pada
kegiatan pembajakan lahan, sebaiknya kedalaman lapisan olah tanah untuk tanaman padi sekitar 18-20
cm.
Tahapan Penanaman
Tahapan penanaman dilaksanakan setelah bibit padi selesai disemai dan telah berumur sekitar 21-23
hari. Pada saat pemindahan bibit semai usahakan akar dan daun jangan sampai terpotong, hal ini
bertujuan agar bibit padi tidak mudah terserang penyakit (Susmawati, 2018). Menurut Anshori
(2011),tanaman padi varietas unggul memerlukan jarak tanam 20x20 cm pada musim kemarau, dan
25x25 cm pada musim hujan. Bibit padi ditanam 2-3 batang tiap lubang, hal ini berkaitan dengan
pertumbuhan dan perkembangan tanaman, khususnya perkembangan anakan padi setelah ditanam.
Tahapan Pemeliharaan (Penyulaman dan Penyiangan)
Setelah penanaman, tanaman padi harus selalu dilihat, apabila ada tanaman padi yang mati harus
segera diganti dengan benih yang baru. Umumnya penyulaman dalam usahatani padi dilakukan dengan
cara melihat terlebih dahulu kondisi tanaman, apakah tumbuh dengan baik atau tidak. Jika tanaman ada
yang roboh, mati atau rusak akibat gangguan hama seperti tikus atau keong, maka harus segera
dilakukan penggantian benih dengan cara menyulam dengan benih yang sama, penyulaman ini sendiri
dilakukan minimal 10 hari setelah penanaman (Anshori, 2011). Sedangkan, Penyiangan baru dapat
dilakukan pada saat tanaman padi telah berumur 1-2 bulan. Adapun tujuan dari penyiangan ini adalah
untuk membersihkan tanah dari rumput-rumput liar, sekaligus untuk menggemburkan tanah serta
mencegah dari serangan hama dan penyakit tanaman.
Tahapan Pemanenan
Pemanenan padi dilakukan ketika bulir-bulir tanaman padi sudah terlihat menguning dan masak secara
merata dalam satu hamparan petakan sawah. waktu panen sangat berpengaruh terhadap jumlah
produksi, mutu gabah, dan kualitas beras yang akan dihasilkan. Jika pemanenan dilakukan terlambat
maka akan berakibat pada menurunnya hasil panen dikarenakan gabah banyak yang kering dan rontok.
Sarana dan prasarana pendukung produksi padi
Prioritas kegiatan pembangunan Prasarana dan Sarana Pertanian dalam mendukung
produksi padi terefleksi dari berbagai aspek diantaranya:
1. Aspek Perluasan dan Pengelolaan Lahan , dapat meliputi pengembangan optimasi lahan,
perluasan sawah dan pendampingan, pengembangan System of Rice Intensification
(SRI), serta pra/pasca sertifikasi lahan pertanian.
2. Aspek Pengelolaan Air Irigasi , dapat meliputi Pengembangan Jaringan Irigasi, dan
Pemberdayaan Kelembagaan Petani
3. Aspek Pupuk dan Pestisida dapat meliputi Pengembangan Pupuk Organik dan
pembenah tanah, Pengembangan Unit Pengolah Pupuk Organik (UPPO), Fasilitasi
pendaftaran pupuk dan pestisida.
4. Aspek Alat dan Mesin Pertanian dapat meliputi Pengembangan UPJA Mandiri, Bantuan
Alsintan Traktor Roda 2, Bantuan Alsintan Pompa Air serta pengawasan dan
kelembagaan alsintan.
5. Aspek pembiayaan pertanian berupa pengembangan usaha agribisnis pedesaan (PUAP),
fasilitasi pembiayaan pertanian dengan kredit program, penumbuhan dan pengembangan
lembaga keuangan mikro agribisnis (LKM-A) pada gapoktan penerima dana BLM-PUAP,
bantuan penanggulangan padi puso (BP-3) serta asuransi pertanian tanaman padi.
Rantai Nilai
Rantai Pasok (Supply Chain) adalah jaringan produsen, agen, distributor dan pengecer yang
memproduksi dan menyediakan barang jadi atau jasa kepada konsumen.
Rantai Nilai merupakan penggambaran cara untuk memandang suatu kegiatan usaha sebagai suatu
mata rantai aktivitas yang mengubah input menjadi output yang bernilai bagi konsumen. Nilai tersebut
berasal dari tiga sumber dasar, yaitu aktivitas membedakan produk, aktivitas menurunkan biaya produk,
serta aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. Rantai Nilai disusun atas berbagai aktivitas
pada setiap pelaku, dimulai dari produsen utama, pengolah, pedagang besar, pedagang kecil, hingga
penyedia jasa. Hal tersebut saling terhubung satu sama lain pada setiap mata rantai yang bekerja sesuai
perannya masing-masing demi memaksimalkan terbentuknya sebuah nilai.
Menurut Kaplinsky dan Morris (2000), rantai nilai (value chain) merupakan kesatuan aktivitas pengadaan
suatu produk atau jasa dimulai dari pembentukan konsep yang melalui beberapa proses produksi hingga
terjadi adanya perubahan bentuk akibat penambahan input, pemasaran, dan pendistribusiannya ke
konsumen akhir serta pembuangan akhir setelah produk digunakan. Secara luas, rantai nilai diartikan
sebagai serangkaian kegiatan kompleks yang dilakukan oleh pelaku atau lembaga pemasaran meliputi
produsen, pengolah, pedagang, dan penyedia jasa distribusi produk sehingga dapat digunakan
konsumen. Rantai nilai dalam pengertian sempit merupakan rangkaian aktivitas yang dilakukan suatu
perusahaan untuk memperoleh output. Tahapan aktivitas pada rantai nilai meliputi pembuatan konsep
produk, perancangan, proses memperoleh input, proses produksi, pemasaran, distribusi, dan layanan
yang diberikan setelah produk terjual. Tahapan-tahapan yang dialami suatu bahan baku hingga menjadi
produk akhir menimbulkan adanya nilai tambah pada produk. Rantai nilai dapat digunakan sebagai alat
untuk mengidentifikasi cara menciptakan nilai pada konsumen.

Rantai Nilai dapat digunakan sebagai alat analisis strategi untuk memahami dengan lebih baik
keunggulan kompetitif, dimana perusahaan dapat meningkatkan nilai tambah maupun penurunan biaya
sehingga usaha lebih kompetitif. Dalam pemasaran komoditas pertanian, kedua kelompok aktivitas
pembentuk Rantai Nilai tersebut juga dilakukan meskipun dengan tingkat kompleksitas yang berbeda
dari sektor industri. Dalam mencari keunggulan kompetitif bisa digunakan cara lain yaitu dengan konsep
Sistem Nilai. Sistem Nilai mencakup kegiatan yang dilakukan oleh seluruh perusahaan yang terlibat
dalam produksi barang atau jasa, mulai dari bahan baku dasar hingga pengiriman produk akhir pada
konsumen.
Menurut Kaplinsky dan Morris dalam Putrianisa (2017), menyatakan bahwa terdapat empat aspek
penting dalam analisis Rantai Nilai di sektor pertanian antara lain:
1. Analisis Rantai Nilai secara sistematis memetakan para pelaku yang berpartisipasi dalam produksi,
distribusi, pemasaran dan penjualan produk. Pemetaan (Value Chain Mapping) ini mengkaji ciri-ciri
berbagai pelaku, struktur laba rugi, aliran barang di sepanjang rantai, ciri ketenagakerjaan serta tujuan
dan volume penjualan domestik dan asing.
2. Analisis Rantai Nilai dapat mengidentifikasi distribusi manfaat bagi para pelaku atau aktor dalam
rantai nilai. Melalui analisis marjin dan laba dapat diketahui pelaku atau aktor mana yang memperoleh
manfaat dari partisipasi dalam rantai nilai dan perolehan manfaat dari pengorganisasian yang baik.
3. Analisis Rantai Nilai untuk mengkaji peran peningkatan (upgrading) dalam rantai nilai. Peningkatan
dapat mencakup peningkatan dalam hal kualitas dan desain produk, atau diversifikasi dalam lini produk
yang dilayani, yang memungkinkan produsen mendapat nilai yang lebih tinggi.
4. Analisis Rantai Nilai menggaris bawahi peran tata kelola dalam Rantai Nilai yang bersifat internal
maupun eksternal. Tata kelola dalam suatu Rantai Nilai mengacu pada struktur hubungan dan
mekanisme koordinasi yang terjadi antara para pelaku dalam rantai nilai.
Terdapat tujuh tahapan analisis rantai nilai yang berkesinambungan (Kaplinsky dan Morris,
2000):
a. The point of entry for value chain analysis
Adapun jenis-jenis The point of entry yang digunakan dalam analisis rantai nilai meliputi
distribusi pendapatan global,pengecer, pembeli independen, produsen utama, pemasok
pendukung, produsen komoditas, produsen pertanian, perusahaan atau usahatani kecil,
pedagang dan produsen ekonomi informal, wanita, anak-anak serta kelompok marginalisasi dan
eksploitasi.
b. Mapping value chains
c. Product segment and critical success factors in final market
d. How producers acces final market
e. Benchmarking production efficiency
f. Governance of value chain
g. Upgrading value chain
Distribusi (tata niaga)
Tata niaga merupakan suatu istilah yang diartikan sama dengan pemasaran atau distribusi, yaitu sebagai
kegiatan ekonomi yang memiliki fungsi untuk menyampaikan atau membawa barang maupun jasa dari
produsen hingga konsumen. Sistem tata niaga dianggap efisien apabila memenuhi dua syarat, yaitu:
a. Mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-
murahnya, dan
b. Mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir
kepada semua pihak yang ikut serta di dalam kegiatan produksi dan tata niaga barang tersebut.
Dalam pemasaran komoditi pertanian terdapat pelaku-pelaku ekonomi yang terlibat secara
langsung maupun tidak langsung, dengan cara melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran. Komoditi-
komoditi yang dipasarkan juga bervariasi kualitas dengan harga yang beragam pula. Sistem tata niaga
adalah kumpulan lembaga-lembaga yang secara langsung dan tidak langsung terlibat dalam kegiatan
pemasaran barang dan jasa, yang saling mempengaruhi dengan tujuan mengalokasikan sumber daya
langkah secara efisien guna memenuhi kebutuhan manusia sebanyakbanyaknya. Komponen-komponen
sistem tata niaga tersebut adalah para produsen, penyalur, dan lembaga-lembaga lainnya yang secara
langsung ataupun tidak langsung terlibat dalam proses pertukaran barang dan jasa. Dalam pemasaran
komoditi pertanian, seringkali ditemukan adanya rantai pemasaran yang panjang, sehingga banyak
pelaku lembaga pemasaran terlibat dalam rantai pemasaran tersebut sehingga akibatnya adalah petani
selaku produsen pertama hanya sedikit menerima keuntungan.
Panjang pendeknya saluran pemasaran tergantung antara lain pada faktor-faktor sebagai
berikut:
1. jarak antara produsen ke konsumen
2. cepat tidaknya produk yang ditransaksikan rusak
3. skala produksi
4. posisi keuangan lembaga pemasaran yang terlibat.
Saluran pemasaran umumnya ada lima saluran yaitu:
a. Produsen – Konsumen Saluran terpendek, saluran paling sederhana untuk distribusi
barangbarang konsumen tanpa melalui atau melibatkan perantara.
b. Produsen – Pengecer – Konsumen Dalam saluran ini produsen menjual pada pengecer dalam
jumlah yang besar, tanpa menggunakan perantara.
c. Produsen – Wholesaler (Pedagang Besar) – Pengecer – Konsumen Saluran ini banyak
digunakan oleh produsen dan sering disebut distribusi tradisional. Di sini produsen hanya melayani
pembelian dalam jumlah yang besar saja dan tidak menjual pada pengecer. Pembelian pengecer dilayani
wholesaler dan pembelian konsumen dilayani pengecer.
d. Produsen – Agen – Pengecer – Konsumen Banyak produsen lebih suka menggunakan
manufacturer agen broker atau perantara agen yang lain daripada menggunakan wholesaler untuk
mencapai pasar pengecer, khususnya middleman agen antara produsen dan retailer (pengecer).
e. Produsen – Agen – Wholesaler (Pedagang Besar) –Pengecer – Konsumen.
Biaya, penerimaan , pendapatan
Biaya
Biaya dikenal juaga sebagai pengeluaran . Pengeluaran secara umum meliputi pengeluaran tunai dan
tidak tunai atau biaya diperhitungkan. Terdapat pula pengeluaran total yang terdiri dari biaya tetap
(fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Pengeluaran tunai adalah sejumlah uang yang
dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani baik secara tunai ataupun kredit, sedangkan
pengeluaran tidak tunai atau biaya diperhitungkan ialah pengeluaran berupa nilai barang dan jasa untuk
keperluan usahatani yang dibayar dengan benda, seperti halnya jika usahatani menggunakan mesin-
mesin maka nilai penyusutan dari mesin tersebut harus dimasukan kedalam biaya pengeluaran tidak
tunai dan digunakan untuk menghitung pendapatan kerja petani jika bunga modal dan nilai tenaga kerja
keluarga diperhitungkan. Adapun Pengeluaran tidak tetap (variable cost) dapat didefinisikan sebagai
biaya yang besar dan kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh sedangkan pengeluaran tetap
(fixed cost) didefinisikan sebagai pengeluaran atau biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus
dikeluarkan meskipun produksi yang diperoleh jumlahnya banyak atau sedikit, sehingga biaya ini tidak
tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Sedangkan pengeluaran total usahatani dapat
didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi
kecuali biaya tenaga kerja keluarga petani. Dimana total biaya pada usahatani dapat dihitung dengan
sebagai berikut:
TC = FC +VC
Penerimaan
Penerimaan didefenisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani.
Penerimaan secara teknis merupakan hasil perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual.
Penerimaan yang didapat akan mendorong petani untuk dapat mengalokasikannya dalam berbagai
kegunaan atau keperluan petani itu sendiri seperti untuk biaya prduksi periode berikutnya, tabungan
dan pengeluaran lain untuk memenuhi kebutuhan keluarganya (Soekartawi dalam Putrianisa 2017).
Adapun penerimaan usahatani dapat dihitung dengan rumus:
TR = Y x Py
Pendapatan
Kemampuan suatu usaha untuk menghasilkan uang tunai dapat diukur oleh adanya pendapatan tunai.
Pendapatan tunai merupakan selisih antara penerimaan tunai dengan pengeluaran atau pendapatan
meliputi pendapatan kotor dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor usahatani merupakan ukuran hasil
perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani sedangkan pendapatan bersih merupakan
selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total. Pendapatan dapat dihitung
dengan rumus:
Pd = TR-TC
Margin Pemasaran komoditas pertanian
Dalam pemasaran komoditas pertanian, Sebelum meninjau efesiensi pemasaran perlulah terlebih
dahulu untuk mengetahui efesiensi ekonomi. Dimana dalam efesiensi ekonomi terdapat tiga kriteria
umum yaitu efesiensi produksi, efesiensi distribusi, maupun efesiensi harga. Pasar komoditas pertanian
tidak efesien terjadi apabila biaya pemasaran lebih besar disbanding nilai produk yang dipasarkan dan
jumlahnya tidak terlalu besar. Sedangkan efesiensi pemasaran terjadi apabila biaya pemasaran dapat
ditekan sehingga keuntungan pemasaran dapat lebih tinggi, persentase perbedaan harga yang
dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi, tersedianya fasilitas fisik pemasaran serta
adanya kompetisi pasar yang sehat.
Margin pemasaran merupakan selisih atau perbedaan antar harga yang dibayarkan oleh konsumen
untuk membeli produk dengan harga yang di peroleh oleh produsen .
apabila dalam pemasaran produk pertanian terdapat lembaga pemasaran yang melakukan fungsi
pemasaran maka margin pemasaran secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
m m
M = ∑ Cij+¿ ∑ πj¿
i , j=1 j=1
Dimana
M : margin pemasaran
Cij : biaya pemasaran untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke-i oleh lembaga pemasaran ke j
Πj : keuntungan yang diperoleh oleh lembaga pemasaran ke j
m : jumlah jenis biaya pemasaran
n : jumlah lembaga pemasaran
margin pemasaran merupakan selisih harga di tingkat pengecer (Pr) dengan harga ditingkat
petani (Pt), secara sistematik besarnya margin pemasaran dapat dihitung menggunakan rumus:
MP= Pr- Pf
Distribusi margin pemasaran ditentukan dari persentase bagian total margin pemasaran yang
digunakan untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke i oleh lembaga pemasaran ke j dan persentase
total bagian margin pemasaran yang digunakan untuk keuntungan lembaga pemasaran ke j.
Bagian biaya untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke i oleh lembaga pemasaran ke j :
SBij = [ cij/ (Pr-Pf) ] x 100%
Cij = Hjj-Hbj- Iij
Sedangkan keuntungan lembaga pemsaran ke j :
Skj=[ Pij/ (Pr-Pf) ] x 100%
Pij = Cij = Hjj-Hbj- cij
SBij : persentase biaya untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke i oleh lembaga pemasaran ke j
Cij : biaya untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke i oleh lembaga pemasaran ke j
Skj : bagian keuntungan lembaga pemsaran ke j
Pij : keuntungan lembaga pemasaran ke j
Hjj : harga jual lembaga pemasaran ke j
Hbj : harga beli lembaga pemasaran ke j
Iij : keuntungan untuk melaksanakan fungsi pemasaran ke I oleh lembaga pemasaran ke j.
Share merupakan bagian yang diterima petani dilihat dari keterkaitannya antara pemasaran dan
proses produksi. Semakin panjang rantai pemasaran, biaya pemasaran akan semakin besar yang
berakibat pada harga yang diterima petani semakin kecil atau sedikit. Besarnya bagian yang diterima
petani dipengaruhi oleh tingkat pemprosesan, biaya trnasportasi, keawetan atau mutu, dan jumlah
produksi.
Sp = Pf/Pr x 100%
ANALISA

1. ANALISIS DESKRIPTIF RANTAI PASOK


A. Struktur Rantai
Rantai pasok terdiri dari 5 anggota : Produsen (petani dan kelompok tani), Pedagang
Tengkulak, RMU/Pabrik Penggilingan Gabah, Pedagang Pengecer, dan Konsumen Akhir.
B. Sasaran Rantai
Sasaran pasar adalah individu atau komunitas yang memiliki kebutuhan pangan beras.
Sasaran kualitas produk adalah memenuhi kriteria dan kelas beras.
C. Manajemen Rantai
Kerjasama dan pemilihan mitra antara produsen dengan pabrik penggilingan
gabah/RMU dan pedagang melalui kemitraan formal dan non formal.
D. Sumber Daya Rantai
Lahan budidaya padi yang dimiliki masih terbatas.
E. Proses Bisnis Rantai
Secara umum distribusi mengikuti pola distributor storage with package carrier delivery
(dimana produk dikirim ke konsumen melalui saluran distribusi).

2. RANTAI PASOK PEMASARAN BERAS


Rantai pasok merupakan sebuah paket pengelolaan terpadu dan terintegrasi mulai dari
hulu hingga hilir. Oleh karena itu, rantai pasok selalu terhubung dari sistem suplai yang
dimulai dari proses produksi di bagian hulu dalam menghasilkan suatu barang atau jasa
(Irianto dan Widiyanti, 2013).

Dari hasil pelaksanaan pemetaan rantai nilai diperoleh 4 pola rantai nilai di kabupaten Barito
Kuala sebagai berikut :
PRODUSEN RMU

PRODUSEN PEDAGANG PEDAGANG


PENGECER
TENGKULAK KONSUMEN
PEDAGANG PEDAGANG
PRODUSEN RMU
PENGECER
TENGKULAK
PRODUSEN RMU PEDAGANG
PENGECER

Rantai nilai pemasaran padi melibatkan 5 lembaga yaitu produsen, tengkulak/pengepul,


RMU, pedagang pengecer, dan konsumen

A. Produsen
Produsen merupakan lembaga penghasil produk dalam hal ini adalah petani padi yang
menghasilkan padi dalam bentuk sebagai produknya. Produsen padi ini berasal dari 8
DIR di wilayah Kabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimatan Selatan dengan jumlah petani
sebanyak 3775 orang. Gabah yang dijual oleh petani/produsen di harga rata-rata
Rp 5812,5 karena di 8 DIR tersebut memiliki harga jual bervariasi.
B. Pedagang Tengkulak
Pedagang tengkulak adalah pedagang perantara yang gabah dari petani atau pemilik
pertama dan biasanya sebagai peraih harga beli yang umumnya lebih rendah dari harga
pasaran. Pada rantai ini harga gabah di pedagang tengkulak rata-rata RP 6.400 kecuali
untuk wilayah Badandan, Sei Muhur, danTabunganen tidak melalui pedagang
tengkulak.
C. RMU
RMU adalah penggilingan padi yang merubah bentuk gabah atau padi menjadi beras
dan menjualnya ke pedagang pengecer dengan harga jual rata-rata Rp. 10284,3 per
kilogram beras.
D. Pedagang Pengecer
Pedagang pengecer merupakan pelaku dalam kegiatan pemasaran yang melakukan
kegiatan penjualan beras baik secara langsung ke konsumen akhir di pasar. Produk yang
dijual pedagang pengecer dalam bentuk beras hasil giling dengan harga rata-rata
Rp. 9037,5 keculi untuk wilayah Badandan dan Bantuil tidak melewati pedagang
pengecer.
E. Konsumen
Konsumen adalah anggota rantai pasok yang terakhir yang membeli beras baik dari
pedagang besar, pengecer maupun langsung ke penggilingan padi/RMU. Konsumen
pada rantai pasok disini lebih memilih beras dengan kualitas dan harga yang terjangkau.
Selain itu konsumen akhir juga berhak menerima pelayanan dari para anggota rantai
pasok sebelumnya dalam hal terkait informasi dan kualitas beras. Harga beras di tingkat
konsumen rata-rata pada kisaran Rp. 11662,5. Selain kualitas, konsumen juga
menginginkan ketersediaan beras yang berkelanjutan dan harga yang terjangkau,
sehingga semua pelaku rantai pasok harus bekerja sama untuk memenuhi keinginan
konsumen demi terciptanya rantai pasok yang kompetitif.

3. DISPARITAS HARGA
Disparitas harga terjadi karena adanya perbedaan harga yang sangat signifikan atas
suatu harga komoditas bahan pokok tertentu antar daerah. Disparitas harga akan
memberikan efek ketidakadilan dalam kemakmuran antar daerah.
Dalam penelitian ini diketahui bahwa disparitas harga tertinggi terdapat pada RMU atau
penggilingan gabah menjadi beras. Hal ini disebabkan oleh RMU sudah terjadi perubahan
bentuk dari gabah menjadi beras sehingga terdapat biaya produksi yang harus dikeluarkan.
Hasil sampingan dari proses produksi gabah menjadi beras, seperti dedak, menir, dan
sekam padi, juga dijual secara komersil oleh pabrik penggilingan padi untuk menutupi biaya
produksi. Dedak yang dihasilkan dari proses penggilingan 1 ton beras yaitu sekitar 100 kg
(10%). Menurut Swastika, (2010), sebagian besar penggilingan padi memperoleh
keuntungan yang sangat kecil, bahkan sering minus. Keuntungan terbesar justru diperoleh
melalui penjualan produk sampingan hasil penggilingan padi, terutama dedak dan menir.
Dari berbagai saluran distribusi yang ada, petani menghadapi beberapa permasalahan
dalam pemasaran hasil panen mereka. Permasalahan yang umum ditemui pada petani
adalah terbatasnya informasi pasar tersebut yang menyebabkan petani tidak mengetahui
kepada siapa produk akan dijual dengan keuntungan terbaik. Menurut Sayhza (2003)
informasi harga yang diterima petani terutama dari lembaga pengumpul seringkali
terdapat perbedaan dengan harga pasar. Petani tidak mengetahui secara pasti naik
turunnya harga padi atau gabah, sementara pedagang tengkulak mendapatkan informasi
yang lebih cepat dari lembaga pemasaran lain. Keterbatasan informasi pasar ini terkait
dengan letak lokasi usaha tani yang terpencil, pengetahuan dan kemampuan dalam
menganalisis data yang masih kurang. Di samping itu, pendidikan formal masyarakat
khususnya petani masih sangat rendah menyebabkan kemampuan untuk mencerna atau
menganalisis sumber informasi sangat terbatas. Kondisi tersebut menyebabkan usaha tani
dilakukan tanpa melalui perencanaan yang matang. Dalam hal ini petani hanya sebatas
sebagai produsen gabah atau padi sekaligus price taker, mereka cenderung menjual
produknya berupa gabah atau padi sawah dan bukan berupa beras. Keadaan ini
memperlihatkan adanya keterpisahan petani dari tata niaga komoditas gabah atau padi.
Dengan demikian, adanya disparitas antara harga padi atau gabah dan konsumen. Sangat
tinggi hasil yang diterima oleh pedagang tengkulak, pedagang pengepul, dan pedagang
pengecer tidak akan dinikmati oleh petani.

Anda mungkin juga menyukai