APPENDISITIS
Ikhlas
2022207209409
b. Fisiologi
Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal
dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum.
Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada
patogenesis Apendisitis. Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh
Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat disepanjang
saluran cerna termasuk appendiks ialah Imunoglobulin A (Ig-A).
Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu
mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi
enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan
appendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan
sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan
seluruh tubuh.
3. Etiologi/Faktor Resiko
1) Ulserasi pada mukosa
2) Obstrusi pada colon oleh fecalit
3) Pemberian barium
4) Berbagai macam penyakit cacing
5) Tumor
6) Striktur karena fibrosis
4. Patofisiologi
Apenditis biasanya di sebabkan oleh penyumbantan lumen apendiks
oleh hyperplasia folikel limfoid, benda asing, struktur karena fikosis akibat
peradangan sebelumnya atau neoplasma.Obstruksi tersebut menyebabkan
mucus diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut
makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan
sehinga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen, tekanan yang
meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan
edema. Diaphoresis bakteri dan ulserasi mukosa pada saat inilah terjadi
apendiksitisus akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri
akan menembus dinding apendiks. Peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di abdomen
kanan bawah, keadaan ini disebut dengan apendiksitis sukuratif akut. Aliran
arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan
gangrene stadium ini disebut dengan apendiksitis gangrenosa. Bila dinding
yang telah rapuh ini pecah akan terjadi apendiksitis perforasi.
Semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa local
yang diebut infiltrate apendikularis, peradangan apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang.
Pada anak-anak amentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,
dinding apendiks lebih tipis, kaedaan tersebut ditambah daya tahan tubuh
yang masih kurang menyebabkan terjadinya perforasi, sedangkan pada orang
tua perforasi mudah terjadi karena tlah ada gangguan pembuluh darah
(Mansjoer, 2003 dalam Andra Safery Wijaya & yessie Marisa Putri, 2013).
5. Manifestasi Klinis
a. Tanda awal : nyeri mulai epigastrum disertai mual muntah
1) Nyeri pindah ke kanan bawah (yang akan menetap dan diperberat
bila dibawa berjalan atau batuk) dan menunjukan tanda rangsangan
peritoneum lukal di titik Mc. Burney : nyeri tekan, nyeri lepas, defans
muskuler.
b. Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung:
1) Nyeri pada kuadran kanan bawah saat kuadran kiri bawah ditekan
(rovsing sign)
2) Nyeri kanan bawah bila tekanan sebelah kiri dilepas
3) Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam,
berjalan, betuk, mengedan.
c. Nafsu makan menurun.
d. Demam yang tidak terlalu tinggi.
e. Biasanya terdapat konstipasi, tapi kadang-kadang terjadi diare.
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Diagnosis berdasarkan klinis, namun sel darah putih ( hampir selalu
leukositis ) dan CPR ( biasanya meningkat ) sangat membantu.
b. Ultrasonografi untuk massa apendiks dan jika masih ada keraguan untuk
menyingkirkan kelainan pelvis lainya.
c. Laparoskopi biasanya digunakan untuk menyingkirkan kelainan ovarium
sebelum dilakukan apendiktomi pada wanita muda.
d. CT scan pada pasien yang lanjut sia dimana penyebab lain masih
mungkin.
7. Komplikasi
a. Perforasi dengan pembentukan abses
b. Perforasi dengan pembentukan abses
c. Pieloflebitis dan abses hati, tapi jarang
8. Penatalaksanaan
a. Sebelum operasi
1) Observasi
Dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda gejala apendiksitis
seringkali belum jelas, dalam keadaan ini observasi ketat perlu
dilakukan. Pasien dimnta melakukan tirah baring dan dipuasakan.
Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai bila dicurigai adanya
apendiksitis atau peritonitis lainya. Pemeriksaan abdomen dan rectal
serta pemeriksaan darah diulang secara periodik, foto abdomen dan
thorak tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyukit
lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakan dengan lokalisasi
nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
2) Antibiotic
Apendiksitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu di berikan
antibiotic, kecuali apendiksitis ganggrenosa atau apendiksitis
perporasi.Penundaan tindak bedah sambil memberikan antibiotic dapat
mengakibatkan abses atau perporasi.
b. Operasi
1) Apendiktomi
Apendiks di buang, jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka
abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
2) Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massanya mungkin
mengecil, atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka
waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan
operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
c. Pasca operasi
1) Dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya
perdarahan di dalam, syok, hipertermia atau gangguan pernafasan,
angkat sonde lambung bila pasien sudah, sehingga aspirasi cairan
lambung dicegah, baringkan pasien dalam posisi fowler. Pasien
dikatakan baik dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama itu pasien
dipuasakan, bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi
atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali
normal. Satu hari paska operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak
ditempat tidur selama 2x 30 menit. Hari kedua dapat dienjurkan untuk
duduk diluar kamar.Hari ke tujuh jahitan dapat diangkat dan pasien
diperbolehkan pulang.
f. Pemeriksaan Fisik (felyana, 2009).
Pemeriksaan fisik ini mencakup :
1) Keadaan Umum
Klien post appendiktomi mencapai kesadaran penuh setelah beberapa
jam kembali dari meja operasi, penampilan menunjukkan keadaan
sakit ringan sampai berat tergantung pada periode akut rasa nyeri.
Tanda vital pada umumnya stabil kecuali akan mengalami
ketidakstabilan pada klien yang mengalami perforasi appendiks.
2) Sistem Pernapasan
Klien post appendiktomi akan mengalai penurunan atau peningkatan
frekuensi napas (takipneu) serta pernapasan dangkal, sesuai rentang
yang dapat ditoleransi oleh klien.
3) Sistem Kardiovaskuler
Umumnya klien mengalami takikardi (sebagai respon terhadap stres
dan hipovolemia), mengalami hipertensi (sebagai respon terhadap
nyeri), hipotensi (kelemahan dan tirah baring). Pengisian kapiler
biasanya normal, dikaji pula keadaan konjunctiva, adanya sianosis
dan, auskultasi bunyi jantung.
4) Sistem Pencernaan
Saat di inspeksi akan tampak adanya luka operasi di abdomen kanan
bawah bekas sayatan operasi dan juga nyeri pada luka operasi. Pada
saat auskultasi terjadi penurunan bising usus. Klien post appendiktomi
biasanya mengeluh konstipasi pada awitan awal post operasi dan mual
muntah.
5) Sistem Perkemihan
Awal post operasi klien akan mengalami penurunan jumlah output
urine, hal ini terjadi karena adanya pembatasan intak oral selama
periode awal post appendiktomi. Output urine akan berangsur normal
seiring dengan peningkatan intake oral.
6) Sistem Muskuloskeletal
Secara umum, klien dapat mengalami kelemahan karena tirah baring
post operasi dan kekakuan . Kekuatan otot berangsur membaik seiring
dengan peningkatan toleransi aktivitas.
7) Sistem Integumen
Akan tampak adanya luka operasi di abdomen kanan bawah karena
insisi bedah disertai kemerahan (biasanya pada awitan awal). Turgor
kulit akan membaik seiring dengan peningkatan intake oral.
8) Sistem Persarafan
Umumnya klien dengan post appendiktomi tidak mengalami
penyimpangan dalam fungsi persarafan. Pengkajian fungsi persafan
meliputi : tingkat kesadaran, saraf kranial dan refleks.
9) Sistem Pendengaran
Pengkajian yang dilakukan meliputi : bentuk dan kesimetrisan telinga,
ada tidaknya peradangan dan fungsi pendengaran.
10) Sistem Endokrin
Umumnya klien post appendiktomi tidak mengalami kelainan fungsi
endrokin. Akan tetapi tetap perlu dikaji keadekuatan fungsi endrokin
(thyroid dan lain–lain)
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Pre operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi (distensi jaringan
intestinal oleh inflamasi)
2) Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunan
peritaltik.
3) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah.
4) Cemas berhubungan dengan akan dilaksanakan operasi.
b. Post operasi
1) Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi
appenditomi).
2) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post
pembedahan).
3) Defisit self care berhubungan dengan nyeri.
4) Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan
pengobatan b.d kurang informasi.
3. Intervensi
n Diagnose Tujuan dan kriteria Intervensi (NIC) Rasional
o hasil
(NOC)
Pre operasi