Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

DASAR-DASAR TEKNOLOGI TANAH

OLEH:
PUTRI DESMAWATI
NIM. 2206110085

JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2022
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM

DASAR-DASAR TEKNOLOGI TANAH

OLEH:
PUTRI DESMAWATI
NIM. 2206110085

Menyetujui
26 November 2022

Asisten Praktikum I Asisten Praktikum II

DITO HUTOMO ABIYYUDHA DANIEL GINTING SUKA


NIM. 1806111809 NIM. 2006134990

i
KATA PENGANTAR

ii
DAFTAR ISI

iii
DAFTAR GAMBAR

iv
DAFTAR TABEL

v
DAFTAR LAMPIRAN

vi
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan

1
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengenalan dan Pengambilan Sampel Tanah di Lapangan


Bahan induk tanah yang membentuk tanah ukurannya dapat berlainan.
Bahan induk ini yang disebut sebagai fraksi tanah dapat kasar hingga halus.
Tekstur tanah adalah perbandingan kandungan partikel-partikel tanah primer
berupa fraksi liat, debu, dan pasir dalam suatu massa tanah. Partikel-partikel tanah
tersebut mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda (Rismunandar, 1993)
Arifin (2002) dalam Rismunandar (1993) mengatakan bahwa tekstur tanah
menunjukkan proporsi berat dari partikel-partikel i 2 mm yang ditetapkan di
laboratorium. Estimasi di lapangan harus selalu dibandingkan dengan hasil
analisis mekanik di laboratorium. Di lapangan, pasir terasa kasar pada jari tangan
(ibu jari dan telunjuk) dan dapat dilihat dengan mata telanjang. Kelas-kelas tekstur
yang ditetapkan adalah pasir, pasir berlempung. lempung berpasir, lempung.
lempung berdebu, lempung liat berpasir, lempung berliat, lempung liat berdebu,
liat berpasir dan liat.
Pembagian kelas tektur yang banyak dikenal adalah pembagian 12 kelas
tekstur menurut USDA. Nama kelas tekstur melukiskan penyebaran butiran,
plastisitas, keteguhan, permeabilitas kemudian pengolahan tanah, kekeringan,
penyediaan hara tanah dan produktivitas berkaitan dengan kelas tekstur dalam
suatu wilayah geografis (Pairunan, 1997).
Soedarmo dan Prayoto (1985) dalam Rismunandar (1993) mengatakan
bahwa tanah-tanah yang bertekstur pasir mempunyai luas permukaan yang kecil,
sehingga sulit menahan air dan unsur hara, sedangkan tanah-tanah yang
berstruktur liat mempunya luas permukaan yang luas, sehingga kemampuan
menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi. Terdapat hubungan yang erat
antara tekstur tanah dengan sifat-sifat tanah lain, seperti kapasitas tukar kation,
porositas, kecepatan infiltrasi dan permeabilitas.
Warna tanah merupakan salah satu sifat yang mudah dilihat dan
menunjukkan sifat dari tanah tersebut. Warna tanah merupakan campuran
komponen lain yang terjadi karena mempengaruhi berbagai faktor atau
persenyawaan tunggal. Urutan warna tanah adalah hitam, coklat, karat, abu-abu,
kuning dan putih (Syarief, 1986).

2
Tanah berwarna hitam atau gelap seringkali menandakan kehadiran bahan
organik yang tinggi, baik karena pelapukan vegetasi maupun proses pengendapan
di rawa-rawa. Warna gelap juga dapat disebabkan oleh kehadiran mangan,
belerang, dan nitrogen. Warna tanah kemerahan atau kekuningan biasanya
disebabkan kandungan besi teroksidasi yang tinggi. Warna yang berbeda terjadi
karena pengaruh kondisi proses kimia pembentukannya. Suasana aerobik/oksidatif
menghasilkan warna yang seragam atau perubahan warna bertahap, sedangkan
suasana anaerobik/reduktif membawa pada pola warna yang bertotol-totol atau
warna yang terkonsentrasi (Madjid, 2009).
Warna tanah ditentukan dengan menggunakan wama-wama baku yang
terdapat dalam buku Munsoll Soil Colour Chart. Dalam wama baku ini, wama
disusun oleh tiga variabe yaitu Hue, Value, dan Chroma. Hue adalah spektrum
yang dominan sesuai dengan panjang gelombangnya. Value menunjukkan gelap
terangnya warna sesuai dengan banyaknya sinar yang dipantulkan. Warna tanah
sangat ditetukan oleh luas pemukaan spesifik yang dikali dengan proporsi
volumetrik masing-masing terhadap tanah. Makin luas permukaan spesifik
menyebabkan makin dominan menentukan wama tanah, sehingga wama butir
koloid tanah (koloid anorganik dan koloid organik) yang memiliki luas
permukaan spesifik yang sangat luas, sehingga sangat mempengaruhi warna tanah
(Hakim, 2005).
Bulk density merupakan petunjuk kepadatan tanah. Makin padat suatu
tanah
maka semakin tinggi bulk density, yang berarti semakin luas meneruskan air atau
ditembus akar tanaman. Pada umumnya tanah lapisan atas pada tanah mineral
umumnya mempunyai nilai bulk density yang rendah dibandingkan dengan tanah
dibawahnya. Bulk density berguna untuk menghitung berat tanah di lapangan.
Bulk density penting untuk menghitung kebutuhan pupuk atau air untuk tiap-tiap
hektar tanah, yang didasarkan pada berat tanah per hektar (Bale, 2001).
Nilai bulk density menggambarkan adanya lapisan pada tanah, pengolahan
tanahnya, kandungan bahan organik dan mineral, porositas, daya memegang air,
sifat drainase dan kemudahan tanah ditembus akar. Bulk density dipengaruhi oleh
tekstur, struktur dan kandungan bahan organik (Bale, 2001).

3
Tanah lebih padat mempunyai bulk density yang lebih besar dari pada
tanah mineral bagian atas mempunyai kandungan bulk density yang lebih rendah
dibandingkan tanah dibawahnya. Bulk density di lapangan tersusun atas tanah-
tanah mineral yang umumnya berkisar 1,0-1,6 gr/cm³. Tanah organik memiliki
nilai Bulk density yang lebih mudah, misalnya dapat mencapai 0,1
gr/cm-0,9gr/cm pada bahan organik. Bulk density atau kerapatan massa tanah
banyak mempengaruhi sifat fisik tanah, seperti porositas, kekuatan, daya dukung,
kemampuan tanah menyimpan air drainase, dll. Sifat fisik tanah ini banyak
bersangkutan dengan penggunaan tanah dalam berbagai keadaan (Hardjowigeno,
2010).
Particel density merupakan berat satuan-satuan volume fase tanah
didefinisikan sebagai berat jenis butiran. Volume yang dimaksud adalah volume
tanah sendiri tanpa memperhitungkan pori-pori tanah. Kandungan bahan mineral
sangatlah mempengaruhi berat jenis butiran dari tanah (Bale. 2001).
Particle density tiap jenis tanah yaitu konstan dan tidak bervariasi dengan
jumlah ruang antara partikel partikel porositas. Perbedaan kerapatan tanah atau
partikel di antara jenis-jenis tanah tidak terlalu besar, kecuali terdapat variasi yang
besar di dalam kandungan bahan organik dan komposisi dari mineral tanah. Berat
jenis tanah atau particle density dapat menggambarkan partikel-partikel tanah. Hal
tersebut bergantung dari berat partikel tanah dan perhitungan volumenya (Bale,
2001).
Porositas atau ruang pori adalah volume seluruh pori dalam suatu volume
tanah yang utuh yang dinyatakan dalam persen. Porositas total merupakan
indikator awal yang paling mudah untuk mengetahui apakah suatu tanah
mempunyai struktur baik atau jelek. Pengukuran porositas total dilakukan pada
kedalaman 0-25 cm, dengan menggunakan persamaan (Yunus, 2004):

(
Porositas= 1−
Bobot isi (BD )
Bobot jenis butiran )
x 10

Dengan bobot jenis butiran = 2.65

Data porositas total perlu dilengkapi dengan distribusi ukuran pori yang
perhitungannya didasarkan pada kurva karakteristik air tanah (Yunus, 2004).

4
Ruang pori total adalah volume dari tanah yang ditempati oleh udara dan
air. Persentase ruang pori total disebut porositas. Untuk menentukan porositas,
tanah di tempatkan pada tempat berisi air sehingga jenuh dan kemudian ditimbang
perbedaan berat antara volume ruang pori persatuan volume dimana ruang pori
untuk tanah (Hanafiah, 2005).
Tanah yang porositasnya baik adalah tanah yang porositasnya besar karena
perakaran tanaman mudah untuk menembus tanah dalam mencari bahan organik.
Selain itu tanah tersebut mampu menahan air hujan sehingga tanaman tidak selalu
kekurangan air. Tetapi jika porositasnya terlalu tinggi juga tidak baik, karena air
yang diterima tanah langsung turun ke lapisan berikutnya. Tanah seperti ini jika
musim kemarau cepat membentuk pecahan yang berupa celah besar di tanah
(Pairunan, 1997).
Porositas suatu lapisan tanah juga dipengaruhi oleh ada tidaknya perkembangan
struktur granuler pada tiap lapisan horizon tanah yang akan memberikan hasil
porositas yang tinggi dan dapat meningkatkan jumlah pori mikro dan pori makro
suatu lapisan tanah. Sehingga, pada suatu lapisan tanah dengan struktur remah
atau kwarsa sangat berpengaruh dalam satuan porositas karena dengan struktur
tanah tersebut umumnya mempunyai porositas yang besar (Hanafiah,2005).
Reaksi tanah merupakan salah satu sifat kimia dari tanah yang mencakup
berbagai unsur-unsur dan senyawa-senyawa kimia yang lengkap. Reaksi tanah
menunjukkan tentang keadaan atau status kimia tanah dimana status kimia tanah
merupakan suatu faktor yang mempengaruhi proses-proses biologis seperti pada
pertumbuhan tanaman. Reaksi atau pH yang ekstrim berarti menunjukkan keadaan
kimia tanah yang dapat disebutkan proses biologis terganggu (Pairunan, 1997).
pH tanah sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan
tanaman, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung berupa
ion hidrogen sedangkan pengaruh tidak langsung yaitu tersedianya unsur-unsur
hara tertentu dan adanya unsur beracun. Kisaran pH tanah mineral biasanya antara
3.5-10 atau lebih. Sebaliknya untuk tanah gembur, pH tanah dapat kurang dari
3,0. Alkalis dapat menunjukkan pH lebih dari 3,6. Kebanyakan pH tanah toleran
pada yang ekstrim rendah atau tinggi, asalkan tanah mempunyai persediaan hara
yang cukup bagi pertumbuhan suatu tanaman (Hardjowigeno, 2010).

5
Faktor-faktor yang mempengaruhi pH tanah adalah unsur-unsur yang
terkandung dalam tanah, konsentrasi ion H' dan ion OH. mineral tanah, air hujan
dan bahan induk, bahwa bahan induk tanah mempunyai pH yang bervariasi sesuai
dengan mineral penyusunnya dan asam nitrit yang secara alami merupakan
komponen renik dari air hujan juga merupakan faktor yang mempengaruhi pH
tanah. Selain itu bahan organik dan tekstur. Bahan organik mempengaruhi besar
kecilnya daya serap tanah akan air. Semakin banyak air dalam tanah maka
semakin banyak reaksi pelepasan ion H sehingga tanah menjadi masam. Tekstur
tanah liat mempunyai koloid tanah yang dapat yang dapat melakukan kapasitas
tukar kation yang tinggi, tanah yang banyak mengandung kation dapat
terdisiosiasi menimbulkan reaksi masam (Hanafiah, 2005).
Air terdapat di dalam tanah alfisol ditahan (diserap) oleh massa tanah.
tertahan oleh lapisan kedap air, atau karena keadaan drainase yang kurang baik.
Baik kelebihan air ataupun kekurangan air dapat mengganggu pertumbuhan
tanaman. Fungsi air tanah yaitu sebagai pembawa unsur hara dalam tanah serta
keseluruhan bagian tanaman. Kadar air selalu berubah sebagai respon terhadap
faktor-faktor lingkungan dan gaya gravitasi. Karena itu contoh tanah dengan kadar
air harus disaring, diukur, dan biasanya satu kali contoh tanah akan dianalisis
untuk penerapan suatu sifat. (Purwowidodo, 1991).
Menurut Hakim, dkk (1986), metode umum yang biasa dipakai untuk
menentukan jumlah air yang dikandung oleh tanah adalah persentase terhadap
tanah kering. Bobot tanah yang lembab dalam hal ini dipakai karena keadaaan
lembab sering bergejolak dengan keadaan air.
Kadar dan ketersediaan air tanah sebenarnya pada setiap koefisien umum
bervariasi terutama tergantung pada tekstur tanah, kadar bahan organik tanah,
senyawa kimiawi dan kedalaman solum/lapisan tanah. Di samping itu, faktor
iklim dan tanaman juga menentukan kadar dan ketersediaan air tanah. Faktor
iklim juga berpengaruh meliputi curah hujan, temperatur dan kecepatan yang pada
prinsipnya terkait dengan suplai air dan evapotranirasi. Faktor tanaman yang
berpengaruh meliputi bentuk dan kedalaman perakaran, toleransi terhadap

6
kekeringan serta tingkat dan stadia pertumbuhan, yang pada prinsipnya terkait
dengan kebutuhan air tanaman (Hanafiah, 2005).

2.2 Penetapan pH Tanah


pH merupakan salah satu parameter penting suatu tanaman dapat tumbuh
atau tidak. Semakin rendah pH tanah maka semakin sulit tanaman untuk tumbuh
karena tanah bersifat masam dan mengandung toksik (racun). Sebaliknya, jika pH
tanah tinggi maka tanah bersifat basa dan mengandung kapur (Rusdiana, 2012).
Reaksi tanah (pH) merupakan sifat kimia yang penting dari tanah sebagai
media pertumbuhan tanaman. Ketersediaan beberapa unsur hara essensial untuk
pertumbuhan. Tanaman dipengaruhi oleh pH tanah. Reaksi tanah dirumuskan
dengan pH -- Log [H]. Kemasaman tanah dibedakan atas kemasaman aktif dan
kemasaman cadangan (potensial). Kemasaman aktif disebabkan oleh adanya ion-
ion H bebas didalam larutan tanah, sedang kemasaman cadangan disebabkan oleh
adanya ion-ion H' dan AL" yang teradsorpsi pada permukaan kompleks adsorpsi
(Sugeng. 2013).
Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion H dalam larutan tanah, yang
dinyatakan sebagai log[H]. Peningkatan konsentrasi H menaikkan potensial
larutan yang diukur oleh alat dan dikonversi dalam skala pH. Elektrode gelas
merupakan elektrode selektif khusus H, hingga memungkinkan untuk hanya
mengukur potensial yang disebabkan kenaikan konsentrasi H. Potensial yang
timbul diukur berdasarkan potensial elektrode pembanding (kalomel atau AgCI).
Biasanya digunakan satu elektrode yang sudah terdiri atas elektrode pembanding
dan elektrode gelas (elektrode kombinasi). Konsentrasi H yang diekstrak dengan
air menyatakan kemasaman aktif (aktual) sedangkan pengekstrak KCI I N
menyatakan kemasaman cadangan (potensial) (Sulaiman, 2006).
pH tanah merupakan suatu ukuran intensitas kemasaman, bukan ukuran
total asam yang ada ditanah tersebut. Pada tanah-tanah tertentu seperti tanah liat
berat, gambut yang mampu menahan perubahan pH atau kemasaman yang lebih
besar dibandingkan dengan tanah yang berpasir.Tanah yang mampu menahan

7
kemasaman tersebut dikenal sebagai tanah yang berpenyangga baik (Mukhlis.
2014).
Dalam sistem tanah, pH tanah cenderung dikaitkan dengan kumpulan dari
berbagai kondisi tanah, salah satunya adalah ketersediaan hara bagi tanaman.
Banyak proses-proses yang mempengaruhi pH suatu tanah, diantaranya adalah
keberadaan salah satunya asam sulfur dan asam nitrit sebagai komponen alami
dari air hujan (Foth, 1995).
pH tanah dapat mempengaruhi ketersediaan hara tanah dan bisa menjadi
faktor yang berhubungan dengan kualitas tanah. pH sangat penting dalam
menentukan aktivitas dan dominasi mikroorganisme tanah yang berhubungan
dengan proses-proses yang sangat erat kaitannya dengan siklus hara, penyakit
tanaman, dekomposisi dan sintesa senyawa kimia organik dan transpor gas ke
atmosfir oleh mikroorganisme, seperti metan (Sudaryono, 2009).
Nilai pH tanah sangat mempengaruhi kelarutan unsur yang cenderung
berseimbang dengan fase padat.Kelarutan oksida-oksida atau hidroksida Fe dan
Al secara langsung bergantung pada konsentrasi ion hidroksil (OH) dan
kelarutannya menurun jika pH meningkat. Kelarutan Fe-fosfat, Al-fosfat, dan Ca
fosfat amat bergantung pada pH, demikian juga kelarutan anion-anion molibat
(MoO4) dan SO4 yang terjerap (Damanik, 2011).
Reaksi tanah (pH) dapat dijadikan indikator kesuburan tanah. Kondisi pH
tanah optimum untuk ketersediaan unsur hara adalah sekitar 6,0-7,0. Pada pH
kisaran 7 semua unsur hara makro dapat tersedia secara maksimum dan unsur hara
mikro tersedia tidak maksimum. Unsur hara mikro dibutuhkan dalam jumlah yang
relatif sedikit sehingga pada pH kisaran 7,0 akan menghindari toksisitas. Pada
reaksi tanah (pH) di bawah 6,5 akan terjadi defisiensi P, Ca. Mg dan toksisitas B.
Mn. Cu dan Fe. Sementara itu pada pH 7,5 akan terjadi defisiensi P. B, Fe, Mn,
Cu, Zn, Ca, Mg dan toksisitas B juga Mo (Hanafiah, 2005).
Nilai pH tanah tidak sekedar menunjukkan suatu tanah asam atau alkali,
tetapi juga memberikan informasi tentang sifat-sifat tanah yang lain, seperti
ketersediaan fosfor, status kation-kation basa, status kation atau unsur racun,
dsb.Kebanyakan tanah-tanah pertanian memiliki pH 4 hingga 8.Tanah yang lebih
asam biasanya ditemukan pada jenis tanah gambut dan tanah yang tinggi

8
kandungan aluminium atau belerang.Sementara tanah yang basa ditemukan pada
tanah yang tinggi kapur dan tanah yang berada di daerah arid dan di kawasan
pantai.pH tanah merupakan suatu ukuran intensitas keasaman, bukan ukuran total
asam yang ada di tanah tersebut. Pada tanah-tanah tertentu, seperti tanah liat berat.
gambut yang mampu menahan perubahan pH atau keasaman yang lebih besar
dibandingkan dengan tanah berpasir (Mukhlis, 2007).
Tingkat kemasaman setiap tanah berbeda dan nilainya sangat dinamis
Nilai pH tanah selalu berubah sesuai perubahan-perubahan reaksi kimiawi yang
terjadi didalam tanah.Perubahan reaksi kimia didalam tanah dapat disebabkan
oleh pengaruh tindakan budidaya pertanian, pengelolaan tanah dan atau di pacu
oleh faktor tanah dan faktor iklim. Meningkatnya kemasaman pada lahan
pertanian dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti: 1) pegunaan pupuk
komersial khususnya pupuk NH4+ yang menghasilkan H+ selama nitrifikasi, 2)
pengambilan kation-kation oleh tanaman melalui pertukaran dengan H+, 3)
pencucian kation-kation yang digantikan oleh H+ dan A13+, 4) dekomposisi
residu organik (Damanik, 2011).
Menurut penelitian Intara (2011), terbukanya lahan menyebabkan
penurunan kandungan bahan organik tanah dan intensifnya pencucian hara oleh
air hujan. Hal ini mengakibatkan leaching kation-kation basa, sehingga akan
menurunkan kejenuhan basa yang menyebabkan pH tanah menurun.
Reaksi tanah sangat mempengaruhi ketersediaan unsur hara bagi tanaman.
Pada reaksi tanah yang netral, yaitu pH 6,5-7,5, maka unsur hara tersedia dalam
jumlah yang cukup banyak (optimal). Pada pH tanah kurang dari 6,0 maka
ketersediaan unsur-unsur fosfor, kalium, kalsium, magnesium, dan molybdenum
menurun dengan cepat. Sedangkan pH tanah lebih besar dari 8,0 akan
menyebabkan unsur-unsur nitrogen, besi, mangan, borium, tembaga, dan seng
ketersediaannya relatif menjadi sedikit (Sarief, 1986).
Menurut Hardjowigeno (2003) pentingnya pH tanah untuk diketahui
adalah untuk menentukan mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap tanaman.Pada
umumnya unsur hara mudah diserap akar tanaman pada pH tanah sekitar netral,
karena pada pH tersebut kebanyakan unsur hara mudah larut dalam air.Pada tanah
masam unsur hara P tidak dapat diserap tanaman karena diikat (difiksasi) oleh Al,

9
sedang pada tanah alkalis unsur P juga tidak dapat diserap tanaman karena
difiksasi oleh Ca.
Nilai pH tanah tidak sekedar menunjukkan suatu tanah asam atau alkali,
tetapi juga memberikan informasi tentang sifat-sifat tanah yang lain, seperti
ketersediaan fosfor, status kation-kation basa, status kation atau unsur racun.
Kebanyakan tanah-tanah pertanian memiliki pH 4 hingga 8.Tanah yang lebih
asam biasanya ditemukan pada jenis tanah gambut dan tanah yang tinggi
kandungan aluminium atau belerang.Sementara tanah yang basa ditemukan pada
tanah yang tinggi kapur dan tanah yang berada didaerah arid dan dikawasan pantai
(Mukhlis, 2014).

2.3 Penetapan C-organik Tanah


Tanah yang baik merupakan tanah yang mengandung hara unsur yang
terpenting dalam tanah agar dapat mendukung kesuburan tanah salah satunya
adalah kandungan C-Organik, dimana kandungan C-Organik nmerupakan unsur
yang dapat menentukan tingkat kesuburan tanah (Hardjowigeno, 2003).
Tanah yang banyak mengandung humus atau bahan organik adalah tanah-
tanah lapisan atas atau top soil. Semakin ke lapisan bawah tanah maka kandungan
bahan organik semakin berkurang, sehingga tanah semakin kurus. Oleh karena itu,
top soil perlu dipertahankan (Hardjowigeno, 2003),
Terdapat beberapa pengertian karbon organik yakni merupakan bagian
dari
tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari
sisa tanaman dan atau binatang yang terdapat di dalam tanah yang terus menerus
mengalami perubahan bentuk, karena dipengaruhi oleh faktor biologi, fisika dan
kimia. Karbon organik juga merupakan bahan organik yang terkandung didalam
maupun pada permukaan tanah yang berasal dari senyawa karbon dialam, dan
semua jenis senyawa organik yang terdapat didalam tanah, termasuk serasah,
fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut
didalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus (Supryono, 2009).
Kandungan organik tanah diukur berdasarkan kandungan C-Organik.
Kandungan karbon (C) bahan organik bervariasi antara 45% sampai 60% dengan

10
presentase C-organik dikalikan dengan faktor 1,724. Kandungan bahan organik
dipengaruhi oleh arus akumulasi bahan asli dan arus dekomposisi dan humifikasi
yang sangat tergantung kondisi lingkungan (vegetasi, iklim, batuan, timbunan dan
praktik pertanian). Arus dekomposisi jauh lebih penting dari pada bahan organik
yang ditambahkan. Pengukuran kandungan bahan organik tanah dengan metode
walkey and black ditentukan berdasarkan kandungan C-organik (Foth, 1984).
Bahan organik adalah sekumpulan beragam senyawa-senyawa organik
kompleks yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi baik berupa
humus hasil humifikasi maupun senyawa-senyawa organik hasil mineralisasi dan
termasuk juga mikrobia heterotrofik organik dan ototrofik yang terlibat dan
berada didalamnya (Madjid, 2007).
Bahan organik dalam tanah terdiri dari bahan organik kasar dan halus atau
humus. Lapisan I pada tanah Alfisol mempunyai humus yang terdiri dari hancuran
bahan organik kasar serta senyawa-senyawa baru yang baru dibentuk dari
hancuran bahan organik tersebut melalui kegiatan mikroorganisme di dalam tanah
Humus merupakan senyawa yang resisten (tidak mudah hancur), berwarna hitam
atau cokelat yang memiliki daya menahan air dan unsur hara yang tinggi. Humus
adalah senyawa kompleks yang agak resisten. Pelapukan berwarna cokelat,
amorfus, bersifat koloid dan berasal dari jaringan tumbuhan atau binatang yang
telah dimodifikasikan atau disintesiskan oleh berbagai jasad mikro. Dalam
jaringan tumbuhan terdapat pula lemak, minyak, lilin dan dammar dalam jumlah
yang kecil. Jumlah dan sifat komponen-komponen organik dalam sisa-sisa
tumbuhan sangat berpengaruh menentukan penimbunan bahan organik dalam
tanah (Sutedjo. 1991).
Penggunaan tanah secara terus-menerus untuk pertanaman, dengan cepat
akan memisahkan kandungan bahan organik tanah alfisol, sebab bahan organik
merupakan bahan dari humus sebagai gudang unsur hara tanaman maka
kandungan bahan organik yang cukup sebaiknya selalu tersedia untuk
mempertahankan sifat dan kesuburan tanah (Subagyo, 1970).
Faktor-faktor yang mempengaruhi bahan organik dalam tanah adalah
kedalaman tanah, iklim (curah hujan suhu), drainase, tekstur tanah dan vegetasi.

11
(Hakim, 1986). Selain itu, faktor yang mempengaruhi bahan organik ialah proses
terbentuknya yang terdiri dari 2 sumber, yaitu:
• Sumber primer bahan organik adalah jaringan tanaman berupa akar, batang,
ranting, daun, bunga, dan buah. Jaringan tanaman ini akan mengalami
dekomposisi dan akan terangkut ke lapisan bawah serta di inkorporasikan dengan
tanah. Tumbuhan tidak saja sumber bahan organik tanah, tetapi sumber bahan
organik dari seluruh makhluk hidup.(Hakim, 1986)
• Sumber sekunder bahan organik adalah binatang. Fauna atau binatang terlebih
dahulu harus menggunakan bahan organik tanaman. Setelah itu barulah binatang
menyumbangkan pula bahan organiknya. Berbeda sumber bahan organik tanah
tersebut akan berbeda pula pengaruh yang disumbangkannya ke dalam tanah. Hal
itu berkaitan erat dengan komposisi atau susunan dari bahan organik tersebut
(Hakim, 1986)
Bahan organik berpengaruh terhadap tanah dan kemudian terhadap
tanaman tergantung pada laju proses dekomposisinya. Secara umum faktor-faktor
yang mempengaruhi laju dekomposisi ini meliputi faktor bahan organik dan faktor
tanah. Faktor bahan organik meliputi komposisi kimiawi, nisbah C/N, kadar lignin
dan ukuran bahan, sedangkan faktor tanah meliputi temperatur, kelembaban,
tekstur, struktur dan suplaioksigen, sertar reaksi tanah, ketersediaan hara terutama
N P. K dan S (Hanafiah, 2010).
Bahan organik merupakan bahan penting dalam menciptakan kesuburan
tanah, baik secara fisika, kimia maupun biologi tanah. Bahan organik adalah
bahan pemantap agregat tanah yang tiada taranya. Sekitar setengah dari kapasitas
tukar kation (KTK) berasal dari bahan organik. Ia merupakan sumber hara
tanaman. Disamping itu bahan organik adalah sumber energi dari sebagian besar
organisme tanah. Dalam memainkan peranan tersebut bahan organik sangat
ditentukan oleh sumber dan susunannya, oleh karena kelancaran dekomposisinya,
serta hasil dekomposisi itu sendiri (Hakim dkk, 1986).
Sisa-sisa bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah tidak dirombak
sebagai satu kesatuan yang menyeluruh, tetapi unsur pokok kimianya dirombak
bebas satu sama lain. Dalam pembentukan humus dari sisa-sisa tanaman terjadi
penurunan yang cepat dari unsur-unsur pokok yang larut dalam air, suatu

12
peningkatan relatif dalam persentase lignin dan kompleks lignin, dan suatu
peningkatan dalam kandungan protein. Terjadilah akumumulasi bahan organik
sesuai dengan meningkatnya unsur hara tanaman yang tersedia dalam tanah
akumulatif bahan organik meningkat. Kondisi ini terus menerus terjadi sampai
sautu keseimbangan tercapai (Foth, 1988).
Nilai C-organik dipengarui oleh beberapa faktor, salah satunya adalah
kedalaman tanah. Nilai C-organik pada kedalaman tanah yang semakin tinggi
akan diperoleh nilai C-organik yang rendah. Kondisi tersebut disebabkan oleh
kebiasaan petani yang memberikan bahan organik dan serasah pada permukaan
tanah sehingga bahan organik tersebut mengalami pengumpulan pada bagian atas
tanah dan sebagian mengalami pelindihan ke lapisan yang lebih dalam. Nilai C-
organik pada bagian tanah top-soil menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan
lapisan subsoil dan didalamnya (Sipahutar et.al, 2014).
Nilai C-organik menentukan produksi yang dihasilkan oleh tanaman
sebagai akibat dari dukungan tanah sebagai media tanam. Kandungan C-organik
yang tinggi maka dapat meningkatkan hasil produksi dari tanaman, karena
tanaman mampu menyerap unsur hara yang tinggi untuk proses pertumbuhan
yang optimal. C-organik dapat meningkatkan tekstur tanah dan agregasi tanah
yang nantinya akan berpengaruh pada pertumbuhan tanaman (Hugar et. al, 2012).
Tabel 1. Kriteria Kandungan C-organik Tanah (Sulaeman et.al, 2015)
No Nilai C-organik (%) Kategori
1. <1 Sangat Rendah
2. 1-2 Rendah
3. 2-3 Sedang
4. 3-5 Tinggi
5. >5 Sangat Tinggi

2.4 Penetapan Permeabilitas


Permeabilitas adalah tanah yang dapat menunjukkan kemampuan tanah
meloloskan air. Tanah dengan permeabilitas tinggi dapat menaikkan laju infiltrasi
sehingga menurunkan laju air larian. Pada ilmu tanah. permeabilitas didefenisikan
secara kualitatif sebagai pengurangan gas-gas, cairan-cairan atau penetrasi akar

13
tanaman atau lewat. Selain itu permeabilitas juga merupakan pengukuran hantaran
hidraulik tanah. Hantaran hidraulik tanah timbul adanya pori kapiler yang saling
bersambungan antara satu dengan yang lain (Nabilussalam, 2011).
Permeabilitas menujukan kemampuan tanah untuk meloloskan air struktur,
sturktur dan tekstur serta unsur organik lainya juga ikut ambil bagian dalam
menaikan laju inflasi dan menurukan laju air. Tekstur tanah merupakan salah satu
sifat fisik tanah, begitu juga dengan permeabilitas. Permeabilitas dapat
mempengaruhi kesuburan tanah. Permeabilitas berbeda dengan drainase yang
lebih mengacu pada proses pengaliran air saja, permeabilitas dapat mencakup
bagaimana air, bahan organik, bahan mineral, udara dan partikel - partikel lainya
yang terbawa bersama air yang akan diserap masuk kedalam tanah (Rohmat,
2009).
Permeabilitas tanah diukur dengan menggunakan metode Hukum Darcy.
Hukum Darcy untuk satu dimensi yaitu aliran secara vertikal. Sifat ini dipengaruhi
oleh geometri (ruang) pori dan sifat dari cairan yang mengalir didalamnya. Air
dapat mengalir dengan mudah di dalam tanah yang mempunyai pori-pori besar.
Pori kecil dengan hubungan antar pori yang seragam akan mempunyai
permeabilitas lebih rendah, sebab air akan mengalir melalui tanah lebih lambat.
Kemungkinan tanah yang pori-porinya besar, permeabilitasnya mendekati nol,
yaitu jika pori-pori tersebut terisolasi sesamanya. Permeabilitas juga mendekati
nol, yaitu jika pori-pori tanah sangat kecil, seperti tanah berteksur lempung. Air di
dalam tanah tidak bergerak vertikal, akan tetapi ke arah horizontal, dinamai
rembesan lateral. Rembesan lateral disebabkan oleh permeabilitas berbagai
lapisan tanah yang tidak seragam. Air yang masuk lapisan tanah dengan laju agak
cepat, mungkin tertahan oleh lapisan yang permeabilitasnya lambat atau kedap air.
Ada dua macam permeabilitas yaitu: permeabilitas jenuh dan tak jenuh.
Permeabilitas jenuh (aliran jenuh) adalah permeabilitas terjadi apabila seluruh pori
terisi oleh air. Nilai permeabilitas ditentukan dengan data lapangan dan data
analisis laboratorium berbeda dengan nilai permeabilitas tanah dalam keadaan
jenuh (Donahue, 1984).
Pengujian untuk nilai permeabilitas tanah dilaboratorium biasanya
dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan pengujian permeabilitas lapangan dan

14
permeabilitas laboratorium. Untuk pengujian permeabilitas laboratorium, ada dua
metode yang digunakan, yaitu metode Constant Head dan Falling Head. Metode
Constant Head adalah metode pengujian permeabilitas yang biasanya digunakan
untuk tanah yang memiliki butiran kasar dan memiliki koefisien permeabilitas
yang tinggi, seperti pasir, kerikil atau beberapa campuran pasir dan lanau.
Kemudian untuk Metode Falling Head adalah metode pengujian permeabilitas
yang biasanya digunakan untuk tanah yang memiliki butiran halus dan memiliki
koefisien permeabilitas yang rendah seperti tanah lempung (Budi. 2011).
Faktor-faktor yang mempengaruhi permeabilitas tanah menurut Hillel
(1971) antara lain adalah tekstur tanah, porositas distribusi ukuran pori, stabilitas
agregat, stabilitas struktur tanah serta kadar bahan organik. Hubungan yang lebih
utama terhadap permeabilitas tanah adalah distribusi ukuran pori sedangkan
faktor-faktor yang lain hanya ikut menentukkan porositas dan distribusi ukuran
pori. Tekstur kasar mempunyai permeabilitas yang tinggi dibandingkan dengan
tekstur halus karena tekstur kasar mempunyai pori makro dalam jumlah banyak
sehingga umumnya tanah yang didominasi oleh tekstur kasar seperti pasir
umumnya mempunyai tingkat erodibilitas tanah yang rendah.
Adapun juga beberapa faktor-faktor yang dipengaruhi permebilitas tanah
menurut Soepardi, (1975) antara lain sebagai berikut:
a) Infiltrasi
Infiltrasi yaitu kecepatan air melalui tanah. Pada tekstur tanah pasir yang
memiliki ruang pori besar, akan akan memiliki daya infiltrasi yang cepat dan
permeabilitasnya sangat tinggi. Namun pada tekstur pada tekstur liat akan
berbeda, tekstur liat memiliki kemampuan yang baik menyimpan air, maka akan
mengakibatkan daya infiltrasi menjadi lambat, yang menyebabkan permeabilitas
akan juga lambat.
b) Drainase
Drainase merupakan aliran air, drainase pada masing-masing tekstur tanah
tidak sama. Pada tekstur tanah pasir yang memiliki ruang pori yang besar maka
drainasenya akan tinggi sehingga permeabilitasnya pun akan semakin cepat
namun tekstur tanah liat memiliki aliran drainase yang kurang baik, yang
menyebabkan permeabilitasnya melambat.

15
c) Evaporasi
Evaporasi merupakan proses penguapan. Pada tanah jenuh, akan memiliki
kadar air yang tinggi atau banyak maka evaporasinya akan tinggi sehingga
permebilitasnya pun akan tinggi. Namun tidak akan tanah tak jenuh yang memiiki
kadar air yang rendah sehingga evaporasi pun akan rendah dan permebilitasnya
rendah pula.

d) Erosi
Erosi adalah proses pengikisan lapisan tanah di permukaan sebagai akibat
dari tumbukan buturan hujan dan aliran air dipermukaan. Pada umumnya dikenal
3 tipe erosi pada taanah yaitu erosi permukaan, erosi alir dan erosi parit. Erosi
akan berpengaru pada permeabilitas tanah, apabila erosi besar maka permeabilitas
tanah akan rendah begitu juga sebaliknya apabila erosi rendah maka
permebilitasnya akan tinggi.
Adapun untuk mengetahui kriteria atau klafikasi permeabilitas tanah
menurut Uhland dan O'Neal (1951) yang di ambil dari penuntun klasifikasi tanah
(Suprihati. 2013), adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Kriteria permeabilitas tanah
Kelas Permeabilitas (cm/jam)
Sangat Lambat 0,125
Lambat 0,125 – 0,500
Agak Lambat 0,500 – 2,000
Sedang 2,000 – 6,250
Agak Cepat 6,250 – 12,500
Cepat 12,500 – 25,000
Sangat Cepat 25,000

2.5 Penetapan Kadar Air, Bulk Density, Total Ruang Pori, dan Particle
Density

16
2.6 Penetapan Infiltrasi

17
III METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu


Praktikum Dasar-Dasar Teknologi Tanah tentang Pengenalan dan
Pengambilan Sampel Tanah ini dilaksanakan di lahan Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Riau. Dilaksanakan di hari Sabtu, tanggal 17
September 2022, di mulai pada pukul 16.00 – 18.00 Wib.
Praktikum Dasar-Dasar Teknologi Tanah tentang Penetapan pH Tanah ini
dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Riau.
Dan dilaksanakan di hari Sabtu, tanggal 01 Oktober 2022, di mulai pada pukul
13.00-selesai.
Praktikum Dasar-Dasar Teknologi Tanah tentang Penetapan C-organik
Tanah ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian

18
Universitas Riau. Dan dilaksanakan di hari Sabtu, tanggal 22 Oktober 2022, di
mulai pada pukul 13.00-selesai.
Praktikum Dasar-Dasar Teknologi Tanah tentang Penetapan Permeabilitas
ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Riau.
Dan dilaksanakan di hari Sabtu, tanggal 24 September 2022, di mulai pukul
13.00-selesai.
Praktikum Dasar-Dasar Teknologi Tanah tentang Penetapan Kadar Air,
Bulk Density, Total Ruang Pori, dan Particle Density dilaksanakan di
Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Riau. Dan dilaksanakan
di hari Sabtu, tanggal 15 Oktober 2022, di mulai pukul 13.00-selesai.
Praktikum Dasar-Dasar Teknologi Tanah tentang Penetapan Infiltrasi ini
dilaksanakan di lahan Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Riau.
Dan dilaksanakan di hari Jumat, tanggal 04 November 2022, di mulai pukul
08.30-selesai.

3.2 Bahan dan Alat


3.2.1 Pengenalan dan Pengambilan Sampel Tanah di Lapangan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu: Tanah, spidol
permanen, plastik gula ukuran 2 kg, karet gelang dan kertas HVS. Dan ada alat
yang digunakan dalam praktikum ini yaitu: Cangkul, borbelgi, ring sample besar
dan kecil, munsoll soil colour chart, cutter dan penggaris.
3.2.2 Penetapan pH Tanah
Adapan bahan yang digunakan pada saat praktikum ini yaitu: Sampel
tanah, H20 atau aquades 10 ml, larutan buffer pH 4,0 dan pH 7,0, KCL 1 N 10 ml,
alumunium foil, plastik, dan karet. Dan ada alat yang digunakan pada saat
praktikum ini yaitu: Timbangan analitik, sarung tangan, botol filum, saringan, alat
shaker, alat pH tanah meter, batang katoda, baskom, lumpang dan alu.
3.2.3 Penetapan C-organik Tanah
Adapun bahan yang digunakan pada saat praktikum ini yaitu: Asam fosfat,
alumunium foil, asam sulfat, NaF, larutan K2Cr2O7, indikator difenilamin, larutan
FeSO4, (Fero Sulfat), aquades, sampel tanah terganggu, sampel tanah tidak
terganggu, dan blanko. Dan alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu:

19
Erlemeyer 250 ml, pipet, buret 25 ml, lumpang dan alu, gelas ukur, timbangan
analitik, spatula dan cawan.
3.2.4 Penetapan Permeabilitas
Adapun bahan yang digunakan pada saat praktikum yaitu: Air, sampel
tanah utuh didalam ring, dan karet gelang. Dan adapun alat yang digunakan pada
saat praktikum ini yaitu: Pipa U, kertas saring, alat permeabilitas (permeameter),
penggaris, baskom, gelas ukur, ring sampel, dan stopwatch.
3.2.5 Penetapan Kadar Air, Bulk Density, Total Ruang Pori, dan
Particle Density
Adapun bahan yang digunakan pada saat praktikum ini yaitu: Air dan
sampel tanah. Dan alat yang digunakan pada saat praktikum ini yaitu: Timbangan
analitik, exicator, penggaris, biker, batang pengaduk, pemanas air, gelas ukur,
lumpang dan alu.
3.2.5 Penetapan Infiltrasi
Adapun bahan yang digunakan pada saat praktikum ini yaitu: Air dan
tanah. Dan alat yang digunakan pada saat praktikum ini yaitu: Cangkul, penggaris,
double ring infiltrometer, ember, stopwatch, dan palu.

3.3 Cara Kerja


3.3.1 Pengenalan dan Pengambilan Sampel Tanah di Lapangan
1. Pengambilan sampel tanah menggunakan borbelgi
Disiapkan alat borbelgi, lalu digunakan

Ditancapkan borbelgi pada bidang tanah yang akan diukur

Diambil tanah oleh borbelgi pada kedalaman maksimal 120 cm

Diletakkan pada beberapa kertas hvs dari 0 – 120 cm

Diukur lalu diberikan label pada tanah yang sudah diambil

2. Pengambilan sampel tanah menggunakan ring sample


Disiapkan bahan, cangkul dan ring sampel

Dibersihkan bidang tanah menggunakan cangkul

Diletakkan ring sampel hingga berada didalam

20
Dicangkul didaerah ring sampel sampai mendapat gumpalan tanah

Dibersihkan disekitaran ring sampel menggunakan cutter

Diletakkan ring sampel tanah didalam plastik

Diikat menggunakan karet gelang

3.3.2 Penetapan pH Tanah


Diambil sampel tanah dan dihaluskan menggunakan lumpang dan alu

Disaring tanah yang telah dihaluskan menggunakan saringan

Diambil tanah dan ditimbang sebanyak 5 gr menggunakan timbangan


analitik

Dimasukkan tanah ke botol filum. Dimasing-masing botol dicampur


H2O atau aquades dan dicampur KCL 1 N sebanyak 10 ml

Ditutup botol filum dengan menggunakan plastik dan diikat dengan


karet

Dimasukkan kedalam alat shaker selama 15 menit

Diambil kembali botol filum yang telah dishaker dan didiamkan selama 5 menit

Dilakukan penetapan pH tanah menggunakan alat pH meter dan sebelum


digunakan harus dikalibrasi dahulu

Dicuci batang katoda dengan aquades, dilap lalu dimaasukkan ke larutan buffer
4,0

Dinyalakan alat pH meter, lalu diputar sampai diangka 4,0

Dicuci kembali batang katoda, dan dilap lalu dimasukkan ke dalam larutan
buffer 7,0

Dinyalakan kembali alat pH meter, lalu diputar sampai diangka 7,0

3.3.3 Penetapan C-organik Tanah


Ditimbang berat tanah 0,5 gr

21
Ditambahkan Larutan K₂Cr₂O7 sebanyak 5 ml

Ditambahkan Larutan asom fosfat (H2PO4) sebanyak 5 ml

Ditambahkan H₂SO4 pekat sebanyak 10 ml

Diaduk dan didiamkan selama 10 menit

Dikeluarkan dari lemari asam setelah 20 menit

Ditambahkan NaF sebanyak 1 gr

Ditambahkan aquades sebanyak 100 ml

Ditetesin 5 tetes indikator dofenilamin

Dimasukkan kedalam dititrasi menggunakan larutan FeSO4 (fero sulfat) sampai


mengalami perubahan warna

Dilakukan pengukuran menggunakan rumus penetapan C-organik atau %C dan


%bahan organik

3.3.4 Penetapan Permeabilitas


Diambil tanah dari lapangan dengan ring sampel

Direndam tanah dan ring sampel dalam baskom selama 24 jam

Dipindahkan tanah yang direndam ke alat permeameter

Dihidupkan air dengan tekanan kecil

Dilakukan pengukuran sebanyak 3 kali dengan selang waktu 15 menit

3.3.5 Penetapan Kadar Air, Bulk Density, Total Ruang Pori, dan
Particle Density
1. Kadar Air
Dikeluarkan tanah dari dalam ring sampel

Dimasukkan wadah kedalam oven

22
Ditimbang wadah kosong terlebih dahulu dan dicatat

Ditimbang berat sampel tanah beserta wadah dan dicatat berat keringnya

2. Bulk Density
Diambil berat tanah kering dari oven 1050C

Dihaluskan dengan lumpang dan alu

Dipanaskan air hingga panas kuku atau hangat

Dimasukkan air kedalam gelas ukur 500 ml

Dimasukkan tanah kedalam gelas ukur tersebut

Diaduk dengan kayu pengaduk hingga homogen atau tercampur

Diamati dan dicatat kenaikan volumenya

3.3.6 Penetapan Infiltrasi


Dibersihkan permukaan tanah menggunakan cangkul dan diratakan tanahnya

Ditanamkan ring besar sampai kedalaman 15-20 cm

Ditanamkan ring kecil ditengah ring besar

Dipadatkan disekeliling ring dengan tanah

Diisi air kedalam ring kecil sampai penuh

Diukur pengukuran air selama 5 menit

Diamati dan diulangi turunnya air hingga kecepatan turun air tersebut konstan
atau tetap

23
IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
4.1.1 Pengenalan dan Pengambilan Sampel Tanah
Tabel 1.1 Sampel tanah tidak terganggu
Kedalaman (cm) Munsell Warna Konsistensi
0 – 14 cm 5y 3\1 Very dark grey Lembab
14 – 40 cm 2,5y 5\6 Light olive brown Lembab
40 – 60 cm 2,5y 6\6 Olive yellow Lembab
60 – 80 cm 2,5y 7\6 Yellow Lembab
80 – 100 cm 2,5y 7\4 Pale yellow Lembab
100 – 120 cm 10Yr 7\6 Yellow Lembab

Tabel 1.2 Sampel tanah terganggu


Kedalaman (cm) Munsell Warna Konsistensi
1 – 8,5 cm 2,5y 5\8 Light olive brown -
8,5 – 20 cm 2,5y 5\4 Light olive brown -
20 – 27,5 cm 2,5y 3\2 Very dark grayish -
brown
27,5 – 48 cm 2,5y 4\4 Olive brown -
48 – 86 cm 2,5y 6\6 Olive brown -
86 – 120 cm 7,5yR 5\8 Strong brown -

4.1.2 Penetapan pH Tanah

24
Tabel 1.3 Hasil analisis pengukuran pH H2O dan pH KCL
Sampel Tanah pH
H2O KCL
Tanah Terganggu 5,68 5,28
Tanah Tidak Terganggu 5,64 5,11

4.1.3 Penetapan C-organik Tanah


Tabel 1.4 Hasil pengamatan C-organik
Sampel Tanah %C-organik %Bahan Organik
Tanah Terganggu 2,52% 4,33%
Tanah Tidak Terganggu 27,72% 47,67%

4.1.4 Penetapan Permeabilitas


Tabel 1.5 Hasil pengamatan permeabilitas
Waktu Tanah Tanah Tidak
Terganggu Terganggu
h Q h Q
14.08 – 14.23 2,7 cm 9,5 ml 2,1 cm 0
14.31 – 14.46 2,8 cm 0 2,2 cm 42 ml
14.50 – 15.05 2,6 cm 0 2,3 cm 62 ml

4.1.5 Penetapan Kadar Air, Bulk Density, Total Ruang Pori, dan
Particle Density
Tabel 1.6 Hasil pengamatan KA, BD,TRP dan PD
Sampel Tanah Sampel Tanah
Tanah Tidak Terganggu Tanah Terganggu
Kadar Air 0,77% 0,80%
Bulk Density 0,57 gr/cm-3 0,68 gr/-3
Total Ruang Pori 3,27 gr/cm-3 3,04 gr/cm-3
Particle Density 85% 78%

25
4.1.6 Penetapan Infiltrasi
Pengamatan Waktu (menit) Tinggi Air (cm) Infiltrasi
I 0–5 4,5 4,5 cm/5 menit
II 6 – 10 1,8 1,8 cm/5 menit
III 11 – 15 1,6 1,6 cm/5 menit
IV 16 – 20 1,5 1,5 cm/5 menit
V 21 – 25 1,5 -
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengenalan dan Pengambilan Sampel Tanah di Lapangan

4.2.2 Penetapan pH Tanah

4.2.3 Penetapan C-organik Tanah

4.2.4 Penetapan Permeabilitas

4.2.5 Penetapan Kadar Air, Bulk Density, Total Ruang, dan Particle
Density

4.2.6 Penetapan Infiltrasi

V PENUTUP

26
5.1 Kesimpulan

5.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

27
Bale A. 2001. Ilmu Tanah 1. Yogyakarta: Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah
Mada.

Hakim N, dkk. 1986.Dasar-Dasar Ilmu Tano. Lampung Penerbit Universitas


Lampung.

Hanafiah K. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Hardjowigeno S. 2010.Ilmu Tano. Jakarta: Akademika Pressindo.

Madjid A. 2009, Bahan Kuliah Dasar-Dasar Ilmu Tanah Yogyakarta: Flkultas


Pertanian Universitas Gajah Mada.

PairunanA, dkk. 1997. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Makassar: Perguruan Tinggi


Negeri Indonesia Timur.

Damanik, M. M. B., B. E. Hasibuan., Fauzi., Sarifuddin dan H. Hanum. 2011.


Kesuburan Tanah dan Pemupukan.USU Press. Medan.

Foth, H. D. 1995. Dasar - Dasar Ilmu Tanah. Edisi ketujuh. Terjemahan

Purbayanti, dkk. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah.PT. Raja Grafindo


Persada.Jakarta.

Hardiyatmo, H. C. 2002. Mekanika Tanah 2. PT.Gramedia Pustaka Utama.


Jakarta.

Hardjowigeno, S. 2003. Ilmu Tanah. Penerbit Akademika Pressindo. Jakarta.

Hardjowigeno. 1987. Ilmu Pertanian. Yogyakarta.Kanisius.

28
Intara, Y. I., Sapei, A., Erizal, Sembiring, N., Dan Djoefrie, M.H.B.
2011.Pengaruh Pemberian Bahan Organik Pada Tanah Liat Dan LempungBerliat
Terhadap Kemampuan Mengikat Air. Jurnal Ilmu PertanianIndonesia, Vol. 16,
No.2

Kartasapoetra, A. G., 1989. Kerusakan Tanah Pertanian dan Usaha Untuk


Merehabilitasinya. Penerbit Bina Aksara, Jakarta

Komprat, E. J. 1970. Exchange Able Alumunium as Creation for Liming Leached


Mineral Soils. Soilsci, soc. Amer Proc.

Mukhlis, 2007. Analisis Tanah Tanaman. USU Press. Medan.

Mukhlis. 2014. Analisis Tanah Tanaman. Edisi kedua. USU Press. Medan.

Notohadiprawiro. T. 1998. Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jendral

Prasetyo, B. H. 2009. Tanah Merah dari Berbagai Bahan Induk diIndonesia:


Prospek dan Strategi Pengelolaannya. J. Sumberdaya Lahan. Vol. 3(1).

Prasetyo, B. H., D. Subardja., dan B. Kaslan. 2005. Ultisols Bahan Volkan


Andesitik: Diferensiasi Potensi Kesuburan dan Pengelolaannya. J. Tanah dan
Iklim. No. 23

Prasetyo, B. H., N. Suharta., H. Subagyo., and Hikmatullah. 2001. Chemical and


Mineralogical Properties of Ultisols of Sasamba Area, East Kalimantan. Indo. J.
of Agri. Sci. Vol. 2(2)

Rahardis. 2007. Teknologi Pengapuran. Jakarta. Erlangga.

29
Rahardis. 2007. Teknologi Pengapuran. Jakarta. Erlangga. Sarief, S. 1986. Ilmu
Tanah Pertanian. Pustaka Buana. Bandung. Sukra. 1986. Kimia Tanah. Jakarta.
Swadaya.

Sutaryo, B., A. Purwantoro., dan Nasrullah. 2005, Seleksi Beberapa Kombinasi


Persilangan Padi Untuk Ketahanan Terhadap Keracunan Aluminium. J. Ilmu
Pertanian. Vol. 12(1)

Verhoef, P.N.W. 1994. Geologi Untuk Teknik Sipil. PT. Erlangga, Jakarta.

Winarso, S. 2005. Kesuburan Tanah: Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah.


Penerbit Gaya Media. Yogyakarta.

Winarso, S., Handayanto, E., Syekhfani., Sulistyanto, D. 2009. Pengaruh


Kombinasi Senyawa Humik dan CaCO3 terhadap Alumunium dan Fosfat Typic
Paleudult Kentrong Banten. J. Tanah Trop. 14 (2)

Budi, Gogot Setyo. 2011. Pengujian Tanah di Laboratorium Penjelasan dan


Panduan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Donahue, R.L. 1984, Soil and Introduction to Soil and Plant Growth Printice Hall
Inc. Engelwood Clifts, New York.

Hillel, D. 1971. Soil and Water, Physical Principles and Processes. Academic
Press: New York.

Nabilussalam. 2011. C-Organik Dan Pengapuran. Pesantren Luhur: Malang

Rohmat, 2009. Dasar - Dasar Ilmu Tanah. Erlangga: Jakarta.

Soepardi, G. 1975. Sifat Dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah Fakultas
Pertanian. IPB: Bogor.

30
Suprihati, 2013.Penuntun analisis tanah. FPB UKSW: Salatiga

Foth. H. D, 1988. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Gajah Mada University Press,


Jogyakarta.

Hakim. N. Yusuf Nyakpa, A. M Lubis, S. G. Nugroho, Rusdi Saul, Amin Diha,


Go Bang Hong, H. H. Bailey, 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah Universitas
Lampung, Lampung.

Hanafiah, KA. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Rajawali Press: Jakarta

Hardjowigeno, S., 1987. Ilmu Tanah. Penerbit Akademika Pressindo, Jakarta.

Hardjowigeno, S., 2003. Ilmu Tanah. Penerbit Akademika Pressindo, Jakarta.

Madjid, Abdul. 2007. Bahan Organik Tanah. Universitas Sriwijaya, Palembang.

Subagyo, 1970, Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Penerbit P.T. Soeroengan. Jakarta.

Sutedjo, 2006. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Rhineka Cipta: Jakarta

Sutedjo, Mul Mulyati. 1991. Mikrobiologi Tanah. Jakarta: Rineka Cipta

Foth, H.D. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah (Terjemahan Purbayanti, Lukiwati dan
Trimutsih “Fundamental of Soil Science”) .Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta. 782 hal.

Budi, Gogot Setyo. 2011. Pengujian Tanah di Laboratorium Penjelasan dan


Panduan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

31
Donahue, R.L. 1984, Soil and Introduction to Soil and Plant Growth Printice Hall
Inc. Engelwood Clifts, New York.

Hillel, D. 1971. Soil and Water, Physical Principles and Processes. Academic
Press: New York.

Nabilussalam. 2011. C-Organik Dan Pengapuran. Pesantren Luhur: Malang

Rohmat, 2009. Dasar - Dasar Ilmu Tanah. Erlangga: Jakarta.

Soepardi, G. 1975. Sifat Dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah Fakultas
Pertanian.IPB: Bogor.

Suprihati, 2013.Penuntun analisis tanah. FPB UKSW: Salatiga

32
LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi
1.1 Pengenalan dan Pengambilan Sampel Tanah di Lapangan

33
1.2 Penetapan pH Tanah

1.3 Penetapan C-organik Tanah

1.4 Penetapan Permeabilitas

34
1.5 Penetapan Kadar Air, Bulk Density, Total Ruang Pori, dan Particle Density

1.6 Penetapan Infiltrasi

35
Lampiran 2. Perhitungan
2.1 Perhitungan C-organik Tanah

2.2 Perhitungan Permeabilitas

2.3 Perhitungan Kadar Air, Bulk Density, Total Ruang Pori, dan Particle Density

36
2.4 Perhitungan Infiltrasi

37

Anda mungkin juga menyukai