A. Latar Belakang
Indonesia kaya akan budaya, beraneka ragam budaya yang ada di Indonesia. Salah satu
budaya di Indonesia adalah sastra. Setiap daerah di Indonesia memiliki sastra berupa lisan
maupun non lisan. Sastra lisan yang berkembang di Indonesia merupakan cerita yang berasal dari
daerah tertentu yang diceritakan dari mulut ke mulut atau turun temurun. Hal ini tidak dapat
dipungkiri bahwa di salah satu daerah di Provinsi Jawa Timur yakni Kabupaten Sidoarjo memiliki
cerita yang terkenal yakni “Sarip Tambak Oso”.
Adanya sastra lisan tersebut menjadi bukti bahwa Indonesia adalah negeri akan kaya
budya. Keterkaitan teori fungsi dengan sastra lisan dapat dilihat dalam kehidupan
bermasyarakat. Oleh sebab itu, penulis akan memaparkan kajian teori fungsi dalam sastra lisan
yang berjudul “Sarip Tambak Oso”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan di latar belakang, maka penulis akan merumuskan masalah dalam
penugasan ini. Penulis ingin mengetahui hal-hal sebagai berikut.
1. Bagaimana fungsi sastra lisan yang berjudul “Sarip Tambak Oso” sebagai alat hiburan?
2. Bagaimana fungsi sastra lisan yang berjudul “Sarip Tambak Oso” sebagai alat pendidikan?
3. Bagaimana fungsi sastra lisan yang berjudul “Sarip Tambak Oso” sebagai sarana kritik sosial?
C. Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah dan latar belakang, maka penulis bertujuan untuk hal
sebagai berikut.
1. Mengetahui fungsi sastra lisan yang berjudul “Sarip Tambak Oso” sebagai alat hiburan
2. Mengetahui fungsi sastra lisan yang berjudul “Sarip Tambak Oso” sebagai alat pendidikan
3. Mengetahui fungsi sastra lisan yang berjudul “Sarip Tambak Oso” sebagai sarana kritik sosial
D. Kajian Pustaka
Teori fungsi pada hakikatnya sastra memiliki fungsi tertentu. Ada beberapa pendapat yang
memaparkan teori fungsi ini. Para ahli yang memaparkan teori ini yakni Willian R. Bascom, Allan
Dundes, Suripan Sadi Hutomo, dan Malinoswki.
Menurut William R Bascom sastra difungsikan menjadi alat hiburan bagi masyarakat. Tanya
itu juga sastra digunakan sebagai pengesahan pranata atau pedoman atau adat dan lembaga
kebudayaan. Ternyata sastra juga digunakan sebagai alat media pendidikan dan alat pemaksa
serta pengawas norma masyarakat agar mematuhi kelompoknya.
Ada pendapat serupa dengan William R Bascom. Allan Dundes sependapat dengan William
R Bascom. Ia berpendapat bahwasanya sastra digunakan sebagai alat media pendidikan dan
sanksi sosial yang berguna untuk meningkatkan perasaan solidaritas. Tak hanya itu juga sastra
digunakan sebagai sarana kritik sosial, memberikan suatu pelarian yang menyenangkan atau
sastra digunakan sebagai alat pembayangan atau alat berimajinasi serta berhalusinasi. Sastra juga
digunakan sebagai pengubahan pekerjaan yang semula membosankan menjadi menyenangkan.
Menurut Suripan Hadi Utomo, sastra berfungsi sebagai sistem proyeksi pengesahan
kebudayaan dan alat pemaksa berlakunya norma sosial serta sebagai alat pengabdi sosial. Tanya
itu, sastra digunakan sebagai alat media pendidikan yang memberikan suatu jalan yang
dibenarkan oleh masyarakat serta menjadi pelarian diri dari himpitan kehidupan sehari-hari.
E. Pembahasan
1. Fungsi sastra lisan yang berjudul “Sarip Tambak Oso” sebagai alat hiburan
Pada hakikatnya sastra memiliki fungsi yang berguna bagi kehidupan masyarakat.
Kefungsian sastra dalam kehidupan masyarakat ini dikaji dengan teori fungsi. Seperti yang
dipaparkan oleh pendapat para ahli di kajian pustaka yang mengenai sastra berfungsi di dalam
kehidupan sehari-hari.
Pada umumnya sastra digunakan sebagai alat hiburan bagi kehidupan di masyarakat.
Adanya sastra lisan yang berjudul “Sarip Tambak Oso” mampu menjadikan sastra menjadi alat
hiburan. Alat hiburan di sini bermaksud bahwa adanya sastra lisan tersebut dapat menghibur
masyarakat di kehidupan sehari-hari. Sastra lisa yang berjudul “Sarip Tambak Oso” dapat
dijadikan sebagai dongeng yang bertujuan menghibur masyarakat baik anak-anak maupun
manula.
Tak hanya itu, sastra lisan ini kerap dipertunjukkan dalam seni pertunjukkan ludruk.
Dalam ludruk tersebut, sastra lisan ini memanjakan para penontonnya dengan cerita yang
epik. Para penonton yang menonton pertunjukkan ini merasa terhibur dengan adanya
pertunjukkan tersebut.
2. Fungsi sastra lisan yang berjudul “Sarip Tambak Oso” sebagai alat
pendidikan
Pada hakikatnya sastra memiliki fungsi yang berguna bagi kehidupan masyarakat.
Kefungsian sastra dalam kehidupan masyarakat ini dikaji dengan teori fungsi. Seperti yang
dipaparkan oleh pendapat para ahli di kajian pustaka yang mengenai sastra berfungsi di
dalam kehidupan sehari-hari.
Sastra dapat digunakan sebagai alat pendidikan. Sastra yang dapat digunakan sebagai
alat pendidikan bukanlah sastra tulis saja, sastra lisan mampu menjadi alat pendidikan. Hal
tersebut tidak dapat dipungkiri bahwa sastra lisan yang berjudul “Sarip Tambak Oso” mampu
menjadi alat pendidikan.
Dalam sastra lisan yang berjudul “Sarip Tambak Oso” penuh akan pendidikan yang
berbau sejarah. Dalam sastra lisan yang berjudul “Sarip Tambak Oso”, adanya sejarah
mengenai di mana ibunya Sarip menentang adanya kebijakan kolonial Belanda. Hal ini
terkandung dalam :
“Tidak mungkin, tambak sekian banyaknya ini milik suami Anda yang telah meninggal.
Seharusnya Anda harus membayar pajak !” ucap lurah Gedangan.
“Iya, pak lurah. Walaupun tambak tersebut atas nama suami saya, tapi tambak tersebut
yang mengelola bukan saya, melainkan adik dari suami saya” ucap ibunya Sarip. “Loh,
saya tidak mau tahu. Anda harus membayar pajak !” ucap lurah Gedangan. “Maaf, pak
lurah Gedangan. Apapun alasannya, saya tidak mempunyai uang untung membayar
pajak” ucap ibunya Sarip (STO, 10—15).
Data tersebut terbukti bahwa ibunya Sarip menentang adanya kebijakan pembayaran
pajak. Hal tersebut dirasa membebani ibunya Sarip, dikarenakan tambak milik ibunya Sarip
bukan ia kelola melainkan paman Sarip yang mengelola. Seharusnya lurah Gedangan menagih
pajak kepada paman Sarip bukan ibunya Sarip.
Selain pendidikan berkaitan dengan sejarah, dalam sastra lisan yang berjudul “Sarip
Tambak Oso” juga mengandung pendidikan berkaitan hukum. Hal yang berkaitan hukum
dalam sastra lisan yang berjudul “Sarip Tambak Oso” ini menjelaskan bahwa setiap orang
harus membayar pajak atas kepemilikan harta. Apabila harta yang dimiliki bukan dikelola
sendiri, seharusnya orang yang mengelola membayarkan pajak tersebut.
Namun dalam sastra lisan yang berjudul “Sarip Tambak Oso” ini orang yang mengelola
harta tidak membayar pajak, sehingga membebankan orang yang atas nama kepemilikan
harta tersebut. Dalam sastra lisan yang berjudul “Sarip Tambak Oso” dijelaskan bahwa paman
Sarip enggan membayar pajak atas tambak yang ia kelola. Hal ini terkandung dalam :
“Namun, paman sarip tidak memberikan uang yang diminta Sarip sejumlah pajak tambak”
(STO, 20).
Dalam kutipan tersebut jelas bahwa paman sarip enggan membayar pajak. Hal tersebut
sangatlah melanggar hukum yang ada. Berdasarkan sastra lisan yang berjudul “Sarip Tambak
Oso” diharapkan masyarakat membayar pajak sesuai hukum yang ada dan berlaku.
F. Kesimpulan
Sastra memiliki fungsi yang berguna bagi kehidupan masyarakat. Tidak dapat dipungkiri,
bahwa sastra jenis lisan juga memiliki fungsi bagi kehidupan masyarakat. Sastra lisan yang
berjudul “Sarip Tambak Oso” adalah salah satu sastra lisan yang memiliki fungsi bagi
kehidupan masyarakat. Hal tersebut berfungsi agar masyarakat dalam kehidupan sehari-hari
mengamalkan fungsi dalam sastra lisan yang berjudul “Sarip Tambak Oso”.