Disusun Oleh :
1. Aldo Sulistiono
2. Manzila Ditiara Tania
3. Melly Nurdiyanzah
4. Siska Triana
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan
rahmad-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Kemajemukan
Agama, Ras dan Etnik” ini tepat pada waktunya.
Tak lupa kami juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu
Bapak Tri Sandra Abridinata Wibowo, S.Sos., M.A., yang telah memberikan
bimbingan dan arahan dalam penyusunan makalah ini, dan juga kepada semua
pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini dari awal hingga akhir.
Kami berharap semoga makalah ini dapat memberi manfaat kepada kita
semua. Kami sangat berharap semoga pembaca dapat memberikan kritik dan
sarannya terhadap makalah ini agar kami dapat memperbaikinya pada makalah-
makalah berikutnya.
Penulis,
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah....................................................................................... 1
C. Tujuan......................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Kemajemukan.......................................................................... 2
B. Kemajemukan Agama............................................................................... 2
C. Kemajemukan Ras..................................................................................... 6
D. Kemajemukan Etnik.................................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keragaman manusia bukan berarti manusia itu bermacam-macam atau
berjenis - jenis seperti halnya hewan atau tumbuh - tumbuhan. Manusia
sebagai makhluk Tuhan tetaplah berjenis satu. Keragaman manusia yang
dimaksudkan bahwa setiap manusia memiliki perbedaan, seperti perbedaan
agama, ras dan etnis.
Perbedaan itu ada karena manusia adalah makhluk individu yang
setiap individu memiliki latar kehidupan dan ciri-ciri khas tersendiri.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan pengertian kemajemukan agama, ras dan etnik!.
C. Tujuan
Sebagai makhluk sosial yang hidup bermasyarakat, sangatlah penting
bagi kita untuk memahami kemajemukan yang ada ditengah masyarakat.
Untuk memberikan pemahaman itulah maka makalah ini kami sajikan.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kemajemukan
Selain makhluk individu, manusia juga makhluk sosial yang
membentuk kelompok persekutuan hidup. Tiap kelompok persekutuan hidup
manusia juga beragam. Masyarakat sebagai persekutuan hidup itu berbeda
dan beragam karena ada perbedaan, misalnya dalam ras, suku, agama,
budaya, ekonomi, status sosial, jenis kelamin, daerah tempat tinggal, dan
lain-lain. Hal yang demikian kita katakan sebagai unsur-unsur yang
membentuk kemajemukan dalam masyarakat.
Kemajemukan asal katanya adalah majemuk, yang berarti terdiri atas
beberapa bagian yang merupakan kesatuan, sedangkan kemajemukan berarti
keanekaragaman, heterogenitas, pluralitas dan kehomogenan; homogenitas.
Dengan demikian, kemajemukan agama, ras dan etnik dapat di artikan
sebagai keanekaragaman agama, ras dan
B. Kemajemukan Agama
1. Makna Kemajemukan Agama
Kemajemukan agama (baca: pluralisme agama) merupakan salah
satu isu sentral di tengah diskursus pemikiran Islam (Islamic thought). Isu
ini semakin dirasakan mendesak setelah umat beragama mendapati bahwa
dunia telah berubah menjadi sebuah desa global (global village). Kesan
setiap penganut agama terisolasi dari penganut agama lain tergeser
menjadi anggota masyarakat majemuk yang berdampingan dan saling
berinteraksi. Karena itu, kehadiran umat lain (al-akhar) harus dianggap
sebuah potensi ketimbang ancaman yang dapat merusak masyarakat.
Belajar dari perputaran roda sejarah masa lalu dimana umat
beragama saling membunuh dan saling curiga, kini umat beragama
diarahkan bagaimana ia memandang positif eksistensi umat beragama
lain dan mengikis benih-benih kecurigaan itu. Pertumpahan darah atas
2
nama Tuhan yang pernah terjadi dialihkan kepada persaudaraan
kemanusiaan dalam kasih sayang-Nya. Kemajemukan agama tidak hanya
sebatas pengakuan akan adanya kehadiran umat beragama lain, tapi juga
kesediaan untuk menjalin kerjasama sosial demi tertatanya sebuah
masyarakat yang harmonis dan religius.
Kemajemukan agama adalah hal yang tak bisa dihindari terutama
di Indonesia dan untuk menjaga hubungan yang harmonis, setiap orang
harus saling menghormati. Signifikansi kemajemukan agama ini
seringkali mendapati batu sandungan dari pihak-pihak tertentu yang
secara keliru memahaminya. Tidak sedikit pihak yang menyatakan bahwa
kemajemukan agama berarti menyamakan semua agama, atau
menyatukan semua agama dalam sebuah ikatan keyakinan baru
(sinkretisme agama). Padahal sesungguhnya tidaklah demikian,
kemajemukan memiliki makna yang amat luas termasuk di dalamnya
kerjasama umat beragama dan saling belajar akan kelebihan masing-
masing.
2. Pentingnya Kemajemukan Agama
Sedikitnya terdapat tiga karakteristik seseorang dalam menganut
sebuah agama; pertama, eksklusif. Sikap ini menyatakan bahwa
agamanya sajalah yang merupakan sumber kebenaran. Tidak demikian
halnya dengan agama-agama lain; kedua, inklusif. Sikap ini menyatakan
bahwa kebenaran tertinggi ada di dalam agamanya. Namun demikian di
dalam agama-agama lain juga terdapat kebenaran; ketiga, pluralis/
paralel. Sikap ini menyatakan bahwa dalam setiap agama terdapat
kebenaran yang juga diajarkan oleh agama yang dianutnya.
Kecuali sikap kedua dan ketiga,sikap pertama menunjukkan
ketidaksiapan seseorang melihat realita yang sesungguhnya. Selain
menyatakan bahwa agamanya sajalah yang merupakan sumber kebenaran
tunggal, ia juga menafikan munculnya kebenaran dari sumber-sumber
lain. Sikap demikian tidak saja berbahaya, tapi juga melahirkan kesan
seolah-olah dunia hanya terdiri dari satu warna.
3
Ekspresi keberagamaan yang lebih lunak ditunjukkan pada sikap
yang kedua dan ketiga. Kesan yang ditawarkan kedua sikap ini
menunjukkan bahwa pluralitas keyakinan adalah sebuah kenyataan
sosiologis yang tak mungkin dihindari. Karena itu, tujuan utama seorang
penganut agama bukan untuk melakukan uniformisasi atas kenyataan
yang terbentang di depan mata, melainkan apa nilai tambah yang dapat
digali dari keragaman keyakinan dan tradisi keagamaan itu. Darah hitam
sejarah sebagai konsekuensi dari uniformisasi adalah cermin kelabu bagi
kita agar tidak terjadi kembali. Tidak sedikit umat beragama saling
membunuh satu sama lainnya karena semua merasa sebagai satu-satunya
pemilik sah kebenaran Tuhan dan berkewajiban menyelamatkan seluruh
manusia. Sikap inklusif maupun tadi bukan untuk memperlemah
keimanan yang kita miliki, sebaliknya ia akan menjadi salah satu elemen
penguat keimanan kita. Bukti kuatnya keimanan seseorang tidak
ditunjukkan dengan klaim kebenaran (truth claim) yang dimilikinya dan
tuduhan kesesatan atas keyakinan orang lain, melainkan sejauh mana
kehadirannya dapat mengatasi nestapa semua mahluk Tuhan, baik mahluk
bernyawa ataupun benda mati.
Kemajemukan agama tidak hendak menyatakan bahwa semua
agama sama, untuk selanjutnya setiap orang dapat berpindah agama
ketika bosan dengan agama terdahulu. Anggapan ini keliru, sebab
kemajemukan agama tidak membenarkan adanya pencampuradukan
agama atau mengizinkan pindah-pindah agama. Kemajemukan agama
juga tidak hendak menegaskan bahwa semua penganut agama (apapun
bentuknya) dapat dibenarkan. Untuk itu, kemajemukan agama dapat
dipahami sebagai berikut : Pertama, bukan hanya pengakuan akan adanya
umat lain (the other) tapi juga keterpanggilan jiwa untuk menjalin
kerjasama antar sesame pemeluk agama, bahkan ateis
sekalipun. Kedua, bukan kosmo politanisme dimana agama hidup secara
berdampingan tapi tidak saling belajar apalagi
bekerjasama. Ketiga,bukan relativisme yang mana semua agama
4
dianggap benar karena penghargaan kepada
penganutnya. Keempat, bukan sinkretisme dimana semua agama yang
ada disatukan untuk kemudian melahirkan agama baru. Dengan substansi
uraian tersebut, jelaslah bahwa kerjasama sosial antar penganut agama
juga disebut pluralisme agama, istilah yang lebih populer untuk
kemajemukan agama. Selain itu, batasan ini juga berfungsi untuk
membantah berbagai pihak yang begitu emosional menolak istilah
pluralisme agama sebelum mendudukkannya secara tepat.
Dengan demikian kemajemukan agama tidak dapat dipahami
hanya dengan mengatakan bahwa masyarakat majemuk, beraneka ragam
dan terdiri dari berbagai suku dan agama. Hal itu justru hanya akan
menggambarkan fragmentasi, bukan kemajemukan. Kemajemukan agama
juga tidak boleh dipahami sekedar sebagai kebaikan negatif (negative
good), hanya ditilik dari kegunaannya untuk menyingkirkan
fanatisisme (to keep fanaticism at bay). Kemajemukan agama harus
dipahami sebagai pertalian sejati kebhinnekaan dalam ikatan-ikatan
keadaban (genuine engagement of diversities within the bonds of civility).
Bahkan kemajemukan agama adalah suatu keharusan bagi keselamatan
umat manusia. Hal itu bahkan mendorong lahirnya sebuah kesadaran baru
dalam beragama seperti; to be religious is to be interreligious (beragama
berarti membangun hubungan dengan penganut agama lain).
Ada banyak cara untuk membangun toleransi dan kerukunan antar
umat beragama dalam rangka menyikapi kemajemukan agama terutama
di Indonesia. Pertama-tama kita garus membangkitkan pengakuan dan
kesadaran, kewajiban dan kebutuhan bersama serta cara-cara dan dasar-
dasar untuk membangkitkan proses komitmen dan penyadaran.
3. Kemajemukan Agama dalam Perspektif Islam
Kesadaran teologis dan historis akan kemajemukan agama ini
mendapat porsi yang besar dalam ajaran Islam. Islam menjelaskan bahwa
manusia diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling
mengenal (QS. Al-Hujaraat/ 49: 13). Islam mengakui bahwa selain umat
5
Islam juga ada umat beragama lain yang mesti dihargai (QS. Al-
Maa’idah/ 5: 48). Islam juga meneguhkan bahwa keimanan merupakan
pokok persoalan yang harus dijaga sampai kapanpun, tentu dengan
catatan masing-masing pihak memberikan apresiasi (QS. Al-Kaafiruun/
109: 1-5).
Keyakinan dalam beragama merupakan urusan masing-
masing person dan tidak boleh dipaksakan (QS. Al-Baqarah/ 2:
256). Bahkan Mohamed Talbi dalam tulisannya, Religious Liberty
(1998), menjelaskan bahwa diantara teks-teks wahyu lain hanya al-
Qur’an yang menekankan secara tegas perihal kebebasan beragama ini.
Selanjutnya al-Qur’an menyatakan bahwa seburuk apapun sembahan
yang dimiliki non Muslim tidak boleh dicerca oleh kaum Muslimin (QS.
Al-An’Aam/ 6: 108).Beberapa teks keagamaan itu mendasari seluruh
hubungan antara kaum Muslimin dan non Muslim. Dengan demikian,
kemajemukan adalah sesuatu yang menjadi ajaran penting dalam Islam.
Setiap penganut agama (khususnya Muslim) harus sadar bahwa ia
hadir bersamaan dengan “orang lain”. Setiap orang bukan hanya memiliki
satu identitas, melainkan multi identitas. Setiap identitas akan saling
menyapa satu sama lainnya. Rasulullah juga mencanangkan semangat
kemajemukan beragama ini. Ketika di Madinah misalnya, beliau
mencetuskan Piagam Madinah (Miytsaq al-Madinah) yang memberikan
jaminan kebebasan beragama baik Muslim, Yahudi maupun Musyrik
Madinah. Hal serupa juga dilakukan Umar bin Khattab dengan
membuat Piagam Aelia yang menjamin keamanan, penghargaan terhadap
tempat ibadah dan kebebasan beribadah bagi kaum Nashrani. Disini
terlihat jelas bahwa kemajemukan agama mengambil posisi penting
dalam ajaran Islam.
C. Kemajemukan Ras
1. Pengertian Ras
6
Kata ras berasal dari bahasa prancis dan Italia, yaitu razza. Pertama
kali istilah ini diperkenalkan Franqois Bernier, antropologi prancis untuk
mengemukakan gagasan tentang pembedaan manusia berdasarkan kategori
atau karakteristik warna kulit dan bentuk wajah. Setelah itu, orang lalu
menetapkan hierarki manusia berdasarkan karakteristik fisik atau biologis.
Ras adalah kategori individu yang secara turun-temurun memiliki
ciri fisik dan biologis tertentu. Manusia di dunia pasti memiliki perbedaan
fisik seperti warna kulit, bentuk hidung, bentuk rambut, dan sebagainya
antara manusia lainnya dimuka bumi.
Ciri-ciri yang menjadi identitas dari ras bersifat objektif atau
somatic. Secara biologis, konsep ras selalu dikaitkan dengan pemberian
karakteristik seseorang atau sekelompok orang ke dalam suatu kelompok
tertentu yang secara genetik memiliki kesamaan fisik, seperti warna kulit,
mata, rambut, hidung, atau potongan wajah.Perbedaan seperti itu hanya
mewakili faktor tampilan luar.
Semua kelompok ras kurang lebih sama dalam karakteristik fisik
yang penting. Meskipun terdapat beberapa pengecualian, perbedaan fisik
yang ada hanyalah bersifat kosmetik dan tidak fungsional.Perbedaan fisik
pada makhuk manusia sangat sedikit, jika dibandingkan dengan perbedaan
fisik yang terdapat pada banyak makhluk hidup lainnya, misalnya anjing
dan kuda.
Kebanyakan ilmuwan dewasa ini sependapat bahwa semua
kelompok ras termasuk dalam satu rumpun yang merupakan hasil dari
suatu proses evolusi, dan semua kelompok ras kurang lebih sama kadar
kemiripannya dengan hewan lainnya.
2. Klasifikasi Ras di Dunia
Di dunia ini dihuni berbagai ras. Pada abad ke-19, para ahli biologi
membuat klasifikasi ras atas tiga kelompok, yaitu:
a. Kaukasoid
b. Negroid
3. Ras atau Sub-Ras di Indonesia
7
Adapun ras atau subras yang mendiami kepulauan Indonesia
adalah sebagai berikut :
a. Papua melanesoid yang mendiami wilayah Papua, Aru, dan Kai.
b. Weddoid yang mendiami daerah Sumatra bagian barat laut.
c. Malayan Mongoloid yang meliputi Proto Melayu.
d. Negroid yang mendiami pegunungan Maoke Papua.
e. Asiatic Mongoloid yang terdiri atas keturunan Tionghoa dan Jepang
yang tinggal di Indonesia.
f. Kaukasoid terdiri atas keturunan Belanda, Inggris, keturunan Arab,
India, Pakistan yang tinggal di Indonesia.
D. Kemajemukan Etnik
1. Pengertian Etnik
Sementara itu pengertian dari etnik dari berbagai sumber ialah adalah:
a. Dalam Ensiklopedia Indonesia disebutkan istilah etnik berarti
kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang
mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat,
agama, bahasa, dan sebagainya.
b. Menurut Frederich Barth (1988) istilah etnik menunjuk pada suatu
kelompok tertentu yang karena kesamaan ras, agama, asal-usul
bangsa, ataupun kombinasi dari kategori tersebut terikat pada sistem
nilai budayanya.
c. Menurut Anthony Smith, komunitas etnis adalah suatu konsep yang
digunakan untuk menggambarkan sekumpulan manusia yang
memiliki nenek moyang yang sama, ingatan sosial yang sama
(Wattimena, 2008), dan beberapa elemen kultural. Elemen-elemen
kultural itu adalah keterkaitan dengan tempat tertentu, dan memiliki
sejarah yang kurang lebih sama.
Dari pengertian diatas bisa disimpulkan bahwa etnis adalah
sekumpulan manusia yang memiliki kesamaan ras, adat, agama, bahasa,
keturunan dan memiliki sejarah yang sama sehingga mereka memiliki
8
keterikatan sosial sehingga mampu menciptakan sebuah sistem budaya
dan mereka terikat didalamnya.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kemajemukan asal katanya adalah majemuk, yang berarti terdiri atas
beberapa bagian yang merupakan kesatuan, sedangkan kemajemukan berarti
keanekaragaman, heterogenitas, pluralitas dan kehomogenan; homogenitas.
Dengan demikian, kemajemukan agama, ras dan etnik dapat di artikan
sebagai keanekaragaman agama, ras dan etnik.
Kemajemukan agama adalah hal yang tak bisa dihindari terutama di
Indonesia dan untuk menjaga hubungan yang harmonis, setiap orang harus
saling menghormati.
Secara biologis, konsep ras selalu dikaitkan dengan pemberian
karakteristik seseorang atau sekelompok orang ke dalam suatu kelompok
tertentu yang secara genetik memiliki kesamaan fisik, seperti warna kulit,
mata, rambut, hidung, atau potongan wajah.Perbedaan seperti itu hanya
mewakili faktor tampilan luar.
Etnik adalah sekumpulan manusia yang memiliki kesamaan ras, adat,
agama, bahasa, keturunan dan memiliki sejarah yang sama sehingga mereka
memiliki keterikatan sosial sehingga mampu menciptakan sebuah sistem
budaya dan mereka terikat didalamnya.
B. Saran
Kami menyadrai bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya,
oleh sebab itu kami menyarankan kepada para pembaca untuk mencari
sumber lain sebagai referensi tambahan.
10
DAFTAR PUSTAKA
11