Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun oleh
A. PENGERTIAN OSTEOPOROSIS
Osteoporosis yang lebih dikenal dengan keropos tulang menurut WHO adalah
penyakit skeletal sistemik dengan karakteristik masa tulang yang rendah dan
perubahan mikroaksitektur dari jaringan tulang dengan akibat meningkatnya
fragilitas tulang dan meningktanya kererntanan terhadap pada patah tulang.
Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi penurunan masa tulang total.
Menurut konsesus di kopenhagen 1990, osteoporosis didefinisikan sebagai suatu
penyakit dengan karakterisitik masa tulang yang berkurang dengan kerusakan
mikroarsiktektur jaringan yang menyebabkan kerapuhan tulang dan risiko fraktur
yang meningkat (gonta P, 1996)
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi osteoporosis dibagi dalam 2 kelompok yaitu: osteoporosis primer, dan
osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer terdapat pada wanita postmenopause
(postmenopause osteoporosis) dan pada laki-laki lanjut usia (senile osteoporosis).
Penyebab osteoporosi belum diketahui dengan pasti. Sedangkan osteoporosis
sekunder disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan chusing’s disease,
hiperteoiddisme, hiperparatiroiddisme, hipogonadisme kelainan hepar, gagal ginjal
kronis, kurang gerak, kebiasaan minum alkohol, pemakaian
obat-obatan/kortikosteroid, kelebihan kafein
Djuwantoro D (1996) memebagi osteoporosis menjadi osteoporosis postmenopause
(tipe 1), osteoporosis involutional (tipe 2) osteoporosis idiopatik, osteoporosis jevenil,
dan osteoporosis sekunder.
1 osteoporosis postmenopause (tipe 1)
Merupakan bentuk yang paling sering ditemukan pada wanita kulit
putih dan asia. Bentuk osteporosis ini disebabkan oleh percepatan
resorpsi tulang yang berlebihan dan lama setelah penurunan sekresi
hormon estrogen pada masa menopause
3. osteoporosis ideopatik
Adalah tipe osteoporosis primer yang jarang terjadi pada wanita
premenopause dan pada laki-laki yang berusia dibawah 75 tahun. Tipe
ini tidak berkaitan dengan penyebab sekunder atau risiko yang
memepermudah timbunya penuruna densitas tulang.
4. osteoporosis juvenil
Merupakan bentuk yang jarang terjadi dan bentuk osteoporosis yang
terjadi pada anak-anak prepubertas.
5.osteoporosis sekunder
Penurunan densitas tulang yang cukup berat untuk menyebabkan
fraktur atraumatik akibat faktor ekstrinsik seperti kelebihan
kortikostroid, atritis reumatoid, kelainan hati atau ginjal kronis,
sindrom malabsorpsi, mastositosis sistemik, hiperparateroiddisme,
varian status hipogonade dan lain-lain.
C. ETIOLOGI
Osteoporosis postmenopause terjadi karena kekurangan ekstrogen (hormon utama
pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium kedalam tulang pada
wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia diantara 50-75 tahun, tetapi
bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua wanita memiliki
risiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopause.
Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium
berhubungan dengan usia dan ketikseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang
dan pembentukan tulang yang baru. Senilis yaitu keadaan penurunan masa tulang
yang hanya terjadi pafda usia lanjut. Penyakit ini biasanya tejadi pada usia diatas 70
tahun dan dua kali lebih sering menyerang wanita. Penyekit ini bisa disebabkan oleh
gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal)
dan obat-obatan ( misalnya kortikosteroid, barbiturad, antikejang, dan hormon tiroid
yang berlebihan)
Osteoporisis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosius yang
penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang
memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan
tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.
D. PATOFISIOLOGI
Genetik, nutrisi, gaya hidup (misal merokok, konsumsi kafein, dan alkohol), dan
aktivitas memengaruhi puncak massa rulang. Kehilangan massa tulang mulai terjadi
setelah tercapainya puncak massa tulang. Pada pria massa tulang lebih besar dan tidak
mengalami perubahan hormonal mendadak. Sedangkan pada perempuan, hilangnya
estrogen pada saat menopause dan pada ooforektomi mengakibatkan percepatan
resorpsi tulang dan berlangsung terus selama tahun-tahun pascamenopause.
Diet kalsium dan vitamin D yang sesuai harus mencukupi untuk
mempertahankan remodelling tulang dan fungsi tubuh. Asupan kalsium dan vitamin
D yang tidak mencukupi selama bertahun-tahun mengakibatkan pengurangan massa
tulang dan pertumbuhan osteoporosis. Asupan harian kalsium yang dianjurkan (RDA:
recommended daily allowance) meningkat pada usia 11-24 tahun (adolesen dan
dewasa muda) hingga 1200 mg per hari, untuk memaksimalkan puncak massa tulang.
RDA untuk orang dewasa tetap 800 mg, tetapi pada perempuan pascamenopause
1000-1500 mg per hari. Sedangkan pada lansia dianjurkan mengonsumsi kalsium
dalam jumlah tidak terbatas, karena penyerapan kalsium kurang efisien dan cepat
diekskresikan melalui ginjal (Smeltzer, 2002).
Demikian pula, bahan katabolik endogen (diproduksi oleh tubuh) dan eksogen
dapat menyebabkan osteoporosis. Penggunaan kortikosteroid yang lama, sindrom
Cushing, hipertiroidisme, dan hiperparatiroidisme menyebabkan kehilangan tulang.
Obat-obatan seperti isoniazid, heparin, tetrasiklin, antasida yang mengandung
aluminium, furosemid, antikonvulsan, kortikosteroid, dan suplemen tiroid
memengaruhi penggunaan tubuh dan metabolisme kalsium.
Imobilitas juga memengaruhi terjadinya osteoporosis. Ketika diimobilisasi
dengan gips, paralisis atau inaktivitas umum, tulang akan diresorpsi lebih cepat dari
pembentukannya sehingga terjadi osteoporosis.
E. FAKTOR RISIKO
Faktor penting yang memengaruhi kejadian osteoporosis dapat berasal dari faktor
diet, fisik, sosial, medis, iatrogenik, dan faktor genetik. Kalsium yang tidak memadai,
fosfat/protein yang berlebihan, dan juga masukan vitamin yang tidak memadai pada
orang tua. Faktor risiko yang merupakan faktor fisik yaitu imobilisasi, dan gaya hidup
duduk terus-menerus (sedentary) Kebiasaan menggunakan alkohol, sigaret, dan kafein
adalah faktor sosial yang memicu terjadinya osteoporosis.
Selain faktor di atas, kelainan kronis, endoskrinopati (lihat osteoporosis sekunder),
penggunaan kortikosteroid, penggantian hormon tiroid yang berlebihan, kemoterapi,
loop diuretik, antikonvulsan, tetrasiklin, dan terapi radiasi merupakan faktor medis
dan iatrogenik. Genetik/familial, biasanya berhubungan dengan massa tulang
suboptimal pada maturitas.
F. MANIFESTASI
Kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita osteoparosis
senilis), sehingga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan gejala pada beberapa
penderita. Jika kepadatan tulang sangat berkurang yang menyebabkan tulang menjadi
kolaps atau hancur, maka akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk. Tulang-
tulang yang terutama terpengaruh pada osteoporosis adalah radius distal, korpus
vertebra terutama mengenai T8-L4, dan kollum femoris.
Kolaps tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun.. Tulang
belakang yang rapuh bisa mengalami kolaps secara spontan atau karena cedera ringan.
Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari punggung,
yang akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika disentuh, daerah
tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit ini akan menghilang secara
bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan. Jika beberapa tulang belakang
hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang abnormal dari tulang belakang
(punuk Dowager), yang menyebabkan terjadinya ketegangan otot dan rasa sakit.
Tulang lainnya bisa patah, yang sering kali disebabkan oleh tekanan yang
ringan atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah
tulang panggul. Selain itu, yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius)
di daerah persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles.
Pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung mengalami penyembuhan secara
perlahan.
G. PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk meningkatkan kepadatan tulang, Sema pada wanita,
terutama yang menderita esteoporosin, harus mengonsumoi kalium dan vitamin D
dalam jumlah yang mencukupi. Diet tinggi kalsium dan vitam D yang mencukupi dan
seimbang sepanjang hidup. Diet ditingkatkan awal usia pertengahan karena dapat
melindungi tulang dari demineralisasi Tiga gelas susu krim atau makanan lain yang
kaya kalsium (misal keju, brokoli kukus, salmon kaleng). Untuk mencukupi asupan
kalsium perlu diresepkan preparat kalsium (kalsium karbonat).
Terapi penggantian hormon (hormone replacement therapy-HRT) dengan
estrogen dan progesteron perlu diresepkan bagi perempuan menopause, untuk
memperlambar kehilangan rulang dan mencegah terjadinya patah tulang. Perempuan
yang telah menjalani pengangkatan ovarium. atau telah mengalami menopause
prematur dapat mengalami osteoporosis pada usia muda. Estrogen dapat mengurangi
resorpsi tulang tapi tidak meningkatkan massa tulang. Penggunaan hormon jangka
panjang masih dievaluasi. Terapi estrogen sering dihubungkan dengan sedikit
peningkatan insiden kanker payudara dan endometrial. Oleh karena itu, selama HRT
klien diharuskan memeriksakan payudaranya setiap bulan dan diperiksa panggulnya,
termasuk usapan Papaninicolaou dan biopsi endometrial (bila ada indikasi), sekali
atau dua kali setahun.
Pemberian estrogen secara oral memerlukan dosis terendah estrogen
terkonyugasi sebesar 0,625 mg per hari atau 0,5 mg/hari estradiol. Pada osteoporosis,
sumsum tulang dapat kembali seperti pada masa pramenopouse dengan pemberian
estrogen. Dengan demikian hal tersebut menurunkan risiko fraktur.
Perlu juga meresepkan obat-obat lain, dalam upaya menanggulangi
osteoporosis, termasuk kalsitonin, natrium fluorida, bifosfonat, natrium. etidronat, dan
alendronat. Alendronat berfungsi mengurangi kecepatan penyerapan tulang pada
wanita pascamenopouse, meningkatkan massa tulang di tulang belakang dan tulang
panggul, dan mengurangi angka kejadian patah tulang. Agar alendronat dapat diserap
dengan baik, alendronat harus diminum dengan segelas air pada pagi hari dan dalam
waktu 30 menit kemudian tidak boleh makan-minum lainnya. Alendronat bisa
mengiritasi lapisan saluran pencernaan bagian atas, sehingga setelah meminumnya
tidak boleh berbaring, minimal selama 30 menit sesudahnya. Obat ini tidak boleh
diberikan kepada orang yang memiliki kesulitan menelan atau penyakit kerongkongan
dan lambung tertentu. Kalsitonin dianjurkan untuk diberikan
kepada orang yang menderita patah tulang belakang yang disertai nyeri.
Kalbinddin kecaca primer menekan kehilangan tulang dan pemberiannya secara
mutkan sábkutan, intramuskuler atau semprot hidung. Efek samping, berupa
gangguan gastrointestinal, aliran panas, peningkatan aktivitas osteoblastik dan
pembentukan tulang, namun kualitas tulang ya baru masih dalam pengkajian. Natrium
etidronat menghalangi resorpsi tulang osteoklastik, dan dalam penelitian untuk
efisiensi sebagai terapi osteoporosis.
Tambahan fluorida bisa meningkatkan kepadatan tulang tetapi tulang, bisa
mengalami kelainan dan menjadi rapuh, sehingga pemakaiannya tidak dianjurkan.
Pria yang menderita osteoporosis biasanya mendapatkan kalsium dan tambahan
vitamin D, terutama jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tubuhnya tidak
menyerap kalsium dalam jumlah Jika kadar testosteronnya rendah, bisa diberikan
testosteron. yang mencukupi.
Patah tulang karena osteoporosis harus diobati. Patah tulang panggul biasanya
diatasi dengan tindakan pembedahan. Patah tulang pergelangan biasanya digips atau
diperbaiki dengan pembedahan. Pada kolaps tulang belakang disertai nyeri punggung
yang hebat, diberikan obat pereda nyeri,dipasang supportive back brace dan dilakukan
terapi fisik.
H. DAMPAK PSIKOLOGIS
Dampak psikologis osteoporosis pada wanita, merupakan bahasan yang banyak
disampaikan dan akan diuraikan secara singkat pada buku ini. Menurut Dharmono S
(2008), fraktur osteoporosis menimbulkan banyak kesulitan bagi penderitanya.
Perubahan bentuk tubuh (deformitas, kifosis), kehilangan kemampuan aktivitas
mandiri, gangguan nyeri kronis, dan keterbatasan aktivitas. Depresi, ansietas,
gangguan tidur, dan ketakutan akan jatuh, adalah masalah psikologis yang sering
timbul pada klien osteoporosis.
Beberapa penelitian membuktikan, terdapat hubungan erat antara depresi dan
osteoporosis, sifat hubungannya timbal balik. Ketidakmampuan klien osteoporosis
memilih mekanisme koping yang rasional dalam menghadapi a keterbatasannya, akan
memicu timbulnya depresi. Sebaliknya, semakin sering seseorang mengalami stres
dan depresi, akan memicu disregulasi hormon tubuh, khususnya kortisol yang
berpengaruh buruk terhadap osteophenia dan osteoporosis.
Ansietas dan gangguan tidur, termasuk masalah yang sering dijumpai pada
klien osteoporosis. Ansietas bila muncul dalam bentuk berat berupa serangan panik
akut, atau kecemasan berlebihan terhadap masa depan. Gangguan tidur sering terkait
dengan nyeri kronis, atau BAK yang frekuen. Ansietas biasanya timbul dalam bentuk
ketakutan yang berlebihan dan kadang tidak masuk akal. Klien menjadi sangat hati-
hati, mengurangi secara drastis kegiatan olahraganya.
I. PENGKAJIAN
Dasar pengkajian keperawatan meliputi promosi kesehatan, identifikasi individu
dengan risiko mengalami osteoporosis, dan penemuan masalah yang berhubungan
dengan osteoporosis. Wawancara meliputi pertanyaan mengenai terjadinya
osteoporosis dalam keluarga, terjadi fraktur sebelumnya, diet konsumsi kalsium
harian, pola aktivitas latihan harian, awitan menopause, penggunaan obat
kortikosteroid, asupan alkohol, rokok, dan kafein. Perawat perlu mengkaji gejala yang
dialami klien, seperti sakit
pinggang, konstipasi, dan gangguan citra diri. Pada pemeriksaan fisik sering
ditemukan adanya fraktur, kifosis vertebra torakalis atau pengurangan tinggi badan.
Masalah mobilitas dan pernapasan dapat terjadi akibat perubahan postur dan
kelemahan otot. Inaktivitas dapat menyebabkan terjadinya konstipasi.
J. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada klien fraktur vertebra spontan
akibat osteoporosis (Smeltzer, 2002), antara lain kurang pengetahuan tentang proses
osteoporosis dan program terapi, nyeri berhubungan dengan fraktur dan spasme otot,
konstipasi berhubungan dengan imobilitas atau terjadinya ileus (obstruksi usus), dan
risiko terjadi cedera (fraktur berhubungan dengan tulang osteoporosis). Sedangkan
diagnosis keperawatan untuk osteoporosis secara umum menurut Carpenito (1995)
adalah risiko tinggi regimen terapeutik tidak efektif berhubungan dengan insufisiensi
pengetahuan, faktor-faktor risiko, terapi nutrisi, dan prevensi.
Berdasarkan dua pendapat di atas, maka dapat disimpulkan diagnosis
keperawatan pada klien osteoporosis adalah sebagai berikut.
1. Nyeri berhubungan dengan fraktur dan spasme otot.
2. Konstipasi berhubungan dengan imobilitas atau terjadinya ileus(obstruksi usus).
K. RENCANA KEPERAWATAN