Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENGERTIAN HADITS, CARA MEMAHAMI


DAN MENGAMALKANNYA

Dosen Pengampu : Try Rahayu

Disusun Oleh :
1. Intan Nurlita
2. Gina Fatoni
3. Erwansyah

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT)


MISBAHUL ULUM GUMAWANG
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat


limpahan rahmad-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Hubungan Tasawuf dengan Ilmu Kalam ini tepat pada waktunya.
Tak lupa kami juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pengampu
Ibu Try Rahayu yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan
makalah ini, dan juga kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini dari awal hingga akhir.
Kami berharap semoga makalah ini dapat memberi manfaat kepada kita
semua. Kami sangat berharap semoga pembaca dapat memberikan kritik dan
sarannya terhadap makalah ini agar penulis dapat memperbaikinya pada makalah-
makalah berikutnya.

Belitang, Oktober 2021

Penulis,

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

KATA PENGANTAR...................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................... 2
C. Tujuan........................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadits...................................................................... 3
B. Memahami dan Mengamalkan Hadits...................................... 5

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan................................................................................. 10
B. Saran........................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada masa Rasulullah masih hidup, zaman khulafaur rasyidin dan sebagian
besar zaman Umayyah sehingga akhir abad pertama hijrah, hadits-hadits nabi
tersebar melalui mulut kemulut (lisan). Ketika itu umat Islam belum mempunyai
inisiatif untuk menghimpun hadits-hadits nabi yang bertebaran. Mereka merasa
cukup dengan menyimpan dalam hafalan yang terkenal kuat. Dan memang diakui
oleh sejarah bahwa kekuatan hafalan para sahabat dan para tabi’in benar-benar
sulit tandingannya.
Hadits nabi tersebar ke berbagai wilayah yang luas dibawa oleh para
sahabat dan tabi’in ke seluruh penjuru dunia. Para sahabat pun mulai berkurang
jumlahnya karena meninggal dunia. Sementara itu, usaha pemalsuan terhadap
hadits-hadits nabi makin bertambah banyak, baik yang dibuat oleh orang-orang
zindik dan musuh-musuh Islam maupun yang datang dari orang Islam sendiri.
Yang dimaksud dengan pemalsuan hadits ialah menyandarkan sesuatu
yang bukan dari Nabi SAW kemudian dikatakan dari Nabi SAW. Berbagai
motifasi yang dilakukan mereka dalam hal ini. Ada kalanya kepentingan politik
seperti yang dilakukan sekte-sekte tertentu setelah adanya konflik fisik (fitnah)
antara pro-Ali dan pro-Muawiyyah, karena fanatisme golongan, madzhab,
ekonomi, perdagangan dan lain sebagainya pada masa berikutnya atau unsur
kejujuran dan daya ingat para perawi hadits yang berbeda. Oleh karena itu, para
ulama bangkit mengadakan riset hadits-hadits yang beredar dan meletakkan dasar
kaidah-kaidah yang ketat bagi seorang yang meriwayatkan hadits yang nantinya
ilmu itu disebut Ilmu Hadits.
Tidak perlu diragukan lagi bahwa hadis merupakan sumber ajaran Islam di
samping al-Qur’an. Mengingat begitu pentingnya hadis, maka studi atau kajian
terhadap hadis akan terus dilakukan, bukan saja oleh umat Islam, tetapi oleh
siapapun yang berkepentingan terhadapnya. Berbeda dengan ayat-ayat al-Qur’an
yang semuanya dapat diterima, hadis tidak semuanya dapat dijadikan sebagai

1
acuan atau hujjah. Hadis ada yang dapat dipakai ada yang tidak. Di sinilah letak
perlunya meneliti hadis. Agar dapat meneliti hadis secara baik diperlukan antara
lain pengetahuan tentang kaidah dan atau metodenya. Atas dasar itulah, para
ulama khususnya yang menekuni hadis telah berusaha merumuskan kaidah dan
atau metode dalam studi hadis. Buah dari pengabdian dan kerja keras mereka telah
menghasilkan kaidah dan berbagai metode yang sangat bagus dalam studi hadis,
terutama untuk meneliti para periwayat yang menjadi mata rantai dalam
periwayatan hadis.
Beranjak dari pengertian-pengertian di atas, menarik dibicarakan tentang
Pengertian hadits, cara memahami dan mengamalkannya. Seperti yang kita
ketahui, bahwa Al-Qur’an merupakan sumber hukum utama atau primer dalam
Islam. Akan tetapi dalam realitasnya, ada beberapa hal atau perkara yang sedikit
sekali Al-Qur’an membicarakanya, atau Al-Qur’an membicarakan secara global
saja atau bahkan tidak dibicarakan sama sekali dalam Al-Qur’an. Nah jalan keluar
untuk memperjelas dan merinci keuniversalan Al-Qur’an tersebut, maka
diperlukan Hadits atau Sunnah. Di sinilah peran dan kedudukan Hadits sebagai
tabyin atau penjelas dari Al-Qur’an atau bahkan menjadi sumber hukum sekunder
atau kedua setelah Al-Qur’an.

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan pengertian hadits?
2. Bagaimana cara memahami dan mengamalkan hadits?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian hadits.
2. Untuk mengetahui bagaimana cara memahami dan mengamalkan hadits.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadits
Kata hadits berasal dari  kata hadits , jamaknya ahadits, hidtsan dan
hudtsan.Namun yang terpopuler adalah ahadits, dan lafal inilah yang sering
dipakai oleh para ulama hadits selama ini. Dari segi bahasa kata ini memiliki
banyak arti, diantaranya al-jadid (sesuatu yang baru) yang merupakan lawan dari
kata al-qadim (sesuatu yang lama). Bisa diartikan pula sebagai al-khabar (berita)
dan al-qarib (sesuatu yang dekat).
Ilmu hadis : ilmu tentang memindah dan meriwayatkan apa saja yang
dihubungkan dangan Rasulullah saw, baik mengenai perkataan beliau ucapkan,
atau perbuatan yang beliau lakukan, atau pengakuan yang beliau ikrarkan (yakni
berupa sesuatu yang dilakukan di depan nabi saw,  perbuatan itu tidak dilarang
olehnya) atau sifat-sifat nabi saw, termasuk tingkah laku beliau sebelum menjadi
rasul atau sesudahnya, atau menukil/meriwayatkan apa saja yng dihubungkan
kepada sahabat atau tabi’in.
Kata “Hadits” berasal dari bahasa Arab yakni al-hadits, jamaknya al-
haadits, al-hidsan, dan al-hudson. Dan dari segi bahasa, kata ini memiliki banyak
arti, di antaranya (1) al-jadid (yang baru), lawan dari al-qadim (yang lama), (2) al-
khabar (kabar atau berita).1
Secara terminologis, ahli Hadits dan ahli Ushul berbeda pendapat dalam
memberikan pengertian tentang Hadits. Di kalangan ahli hadits sendiri ada
beberapa definisi yang antara satu dengan lainnya agak berbeda, diantaranya :
‫كل مااثرعن النبي ص م من قول وفعل تقرير وصفة‬
“Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi SAW baik berupa perkataa,
perbuatan, taqrir, maupun sifatnya”.2 
Kata “ilmu hadits” merupakan kata serapan dari bahasa Arab, “ilmu al-
hadits”, yang terdiri atas dua kata, yaitu “ilmu” dan “hadits”. Jika mengacu

11 Idri, Studi Hadits, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 23


22 Sohari Sahrani, Ulumul Hadits, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hal. 1

3
kepada pengertian hadits, berarti ilmu pengetahuan yang mengkaji atau membahas
tentang segala yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik berupa perkataan,
perbuatan, takrir maupun lainnya, maka segala ilmu yang membicarakan masalah
hadits pada berbagai aspeknya berarti termasuk ilmu hadits.3 
Pengertian hadits menurut istilah dari 3 sudut pandang Ulama :
1. Menurut para Muhadditsun (ahli hadits)
Hadits didefinisikan sebagai segala riwayat yang berasal dari
Rasulullah baik berupa perkataan , perbuatan , ketetapan (taqrir), sifat fisik
dan tingkah laku, beliau baik sebelum diangkat menjadi rasul (seperti
tahannuts beliau di gua Hiro’) maupun sesudahnya”. Karena para muhadditsun
meninjau bahwa pribadi Nabi Muhammad itu adalah sebagai uswatun hasanah
, sehingga segala yang berasal dari beliau baik ada hubungannya dengan
hukum atau tidak, dikategorikan sebagai hadits.
2. Menurut para ahli ushul fiqh (ushuliyyun)
Para ushuliyyun mendefinisikan hadits sebagai segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi SAW selain al-Qur’an, berupa perkataan perbuatan
maupun ketetapan (taqrir) beliau, yang dapat dijadikan sebagai dalil hukum
syari’ah karena bersangkut-paut dengan hukum islam. Ushuliyyun meninjau
bahwa pribadi Nabi Muhammad adalah sebagai pembuat undang-undang
(selain yang sudah ada dalam Al-Qur’an) yang membuat dasar-dasar ijtihad
bagi para mujtahid yang datang sesudahnya dan menjelaskan kepada umat
islam tentang aturan hidup.
3. Menurut sebagian ulama (jumhur ulama)
Menurut sebagian ulama antara lain at-Thiby, sebagaimana dikutip M.
Syuhudi Ismail, mengatakan bahwa hadits adalah segala perkataan ,
perbuatan, dan takrir nabi, para sahabat, dan para tabiin. 4 

33 Sohari Sahrani, Ulumul Hadits,  (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hal.71


44 Muhammad ‘Ajaj Al-Khathib, Ushul Al-Hadits, (Jakarta, Gaya Media Pratama, 2013),
hal. 34

4
B. Memahami dan Mengamalkan Hadits
1. Memahami Hadits
Pemahaman terhadap hadis memiliki peran penting bagi umat
Islam dalam merespons perkembangan zaman yang berlangsung secara
cepat dalam kehidupan seperti pada saat ini. Sejak munculnya teknologi
informatika dengan berbagai perangkatnya, menyebabkan kehidupan di
dunia terasa sempit, karena semuanya dapat diekspose secara komplit dalam
waktu yang singkat.
Sebagai sumber ajaran Islam, isi (matan) hadis Nabi menyangkut
seluruh persoalan yang dihadapi umat manusia, baik terkait dengan masalah
duniawi maupun ukhrawi. Secara umum, persoalan kehidupan dapat
diklasifikan ke dalam berbagai masalah, seperti: keyakinan atau ketuhanan,
moral atau ekonomi atau muamalah dan masalah hukum. Di antara aspek-
aspek tersebut, masalah hukum merupakan aspek pembahasan terpenting di
kalangan ulama. Hal ini ditandai dengan banyaknya hadis-hadis yang
berkaitan dengan masalah hukum, serta kitab- kitab hadis yang berisi
tentang hukum dan ibadah.
Hukum bagi kehidupan manusia sangat urgen. Hal ini dapat
dimengerti mengingat pentingnya masalah tersebut menyangkut hal-hal yang
boleh dilakukan dalam kehidupan sehari-hari dan yang dilarang. Dalam
Islam, lingkupnya meliputi lima macam (ah}ka>m al-khamsah), yaitu: halal,
haram, wajib, sunnah, mubah, dan makruh, baik berkaitan dengan ah}wa>l
asy-syakhs}iyyah (hukum privat) maupun berkaitan dengan masalah
jina>yah (hukum publik).
Secara tematis, kandungan hadis Nabi dapat dibedakan menjadi
beberapa kelompok; ada yang terkait dengan masalah akidah, hukum,
ibadah, akhlak, pendidikan, dan ilmu pengetahuan. Pengkajian hadis
tentang masalah hukum dinamakan h}adi>s\ ahka>m,5  hadis membahas
masalah akidah disebut h}adi>s\ al-‘aqi>dah, hadis masalah akhlak/tasawuf

5 5 Bassam, Abdullah Alu, Fikih Hadis Bukhari Muslim, (Jakarta: Ummul Qura, 2013),
hal. 91

5
dikenal dengan istilah h}adi>s\ as}- s}u>fy, masalah do’a dan zikir disebut h}adi>s\
azka>r, dan hadis tentang masalah ilmu pengetahuan disebut h}adi>s\ ‘ilmy.
Hakekat pemahaman terhadap hadis hukum adalah suatu cara
memaknai teks hadis yang berkaitan dengan masalah hukum agar dapat
diketahui dan difahami isi dan maksudnya, untuk dijadikan pedoman umat
manusia dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karenanya, banyak kitab hadis
yang khusus membicarakan tentang hukum, seperti kitab Sunan, Muntaqa>
al-Akhba>r karya Ibn Taimiyyah, Bulu>g al-Mara>m karya Ibn H{ajar
al-‘Asqala>ny, Nail al- Aut}a>r karya al-Syauka>ny, dan I’la>m al-Muwaqqi’i>n
karya Ibn Qayyim al-Jauziyyah.
Ada dua bentuk pemaham atas hadis Nabi, yaitu ; pertama, istintaji,
yaitu suatu bentuk pemahaman terhadap isi kitab hadis yang dilakukan
secara sistematis mulai dari bab pertama sampai terakhir. Banyak kitab hadis
yang khusus membicarakan tentang hukum, seperti kitab Sunan, Muntaqa>
al-Akhba>r karya Ibn Taimiyyah, Bulu>gh al-Mara>m karya Ibn H{ajar
al-‘Asqala>ny, Nail al-Aut}a>r karya asy-Syauka>ny, dan I’la>m al-
Muwaqqi’i>n, karya Ibn Qayyim al-Jauziyyah.6
Kedua, pemahaman istidlali, yaitu bentuk pemahaman yang
berangkat dari masalah yang terjadi di masyarakat kemudian menyelesaikan
berdasarkan hadis tertentu. Pemahaman bentuk kedua ini mengkaji hadis
dengan melihat tema tertentu sesuai permasalahan yang dihadapi. Bentuk
pemahaman semacam ini yang dipakai dalam tulisan ini, mengingat
permasalahan yang dihadapi manusia selalu muncul, sehingga memerlukan
penyelesaian secara mendesak.7

2. Mengamalkan Hadits
Alquran dan hadis adalah sumber pokok ajaran Islam. Karenanya,
menjadikan keduanya sebagai rujukan utama dalam pengamalan ajaran Islam
menjadi sebuah kewajiban yang mesti dilakukan oleh setiap muslim.

66 Mardani, H{adis Ah}ka>m, (Jakarta: Rajawali Grafindo, 2012), hal. 43


77 Ibid, hal. 44

6
Dengan demikian, hadis tidak seperti Alquran yang dapat diterima
umat Islam tanpa harus memilah-milah dengan cermat keotentikannya. Umat
Islam hanya diwajibkan untuk mencari pemahaman yang benar dari sebuah
ayat melalui ilmu-ilmu Alquran.
Namun, untuk bisa mengamalkan sebuah hadis diperlukan penelitian
secara mendalam akan otentitas hadis tersebut. Hal ini dikarenakan hadis
bersifat informatif, berita yang disebarkan bersumber dari orang yang hidup
beratus-ratus tahun lalu.
Untuk mengamalkan sebuah hadis, seorang muslim tidak cukup hanya
mencari atau mendapatkan penafsiran yang benar tentang maksud hadis
tersebut, melainkan ia harus mengetahui lebih dulu tentang validitas
(kesahihan) hadis yang akan ia amalkan.
Apabila ia mengetahui bahwa hadis yang akan ia amalkan itu palsu
atau tidak valid, maka ia harus meninggalkan hadis tersebut dan tidak boleh
mengamalkannya. Ia juga tidak perlu membuat kajian lanjutan tentang hadis
tersebut. Karena ia sudah mengetahui bahwa apa yang dibawa hadis tersebut
adalah kabar tidak benar.
Sedangkan apabila ia menemukan sebuah hadis dan setelah ia teliti
hadis tersebut ternyata shahih (valid), maka langkah berikutnya adalah ia
wajib mencari penafsiran atau pemahaman yang benar tentang maksud hadis
tersebut. Hal itu karena sebuah hadis yang shahih terkadang sudah
dinasakh (revisi) hukum dan pengertiannya, atau terkadang sebuah hadis
yang shshih memiliki kontradiksi dengan al-Quran, hadis shahih yang lain,
atau akal.
Karenanya, hadis-hadis yang semacam ini perlu dipahami secara
khusus melalui olmu-ilmu hadis. Di sinilah seorang muslim dituntut untuk
cermat dalam mencari, memahami, dan mengamalkan hadis.
Hadis adalah sumber hukum islam yang kedua setelah Al-Qur’an,
hadis disini berfungsi untuk menguatkan suatu hukum yang ada di dalam Al-
Qur’an, menjelaskan suatu hukum yang tidak ada di dalam Al-Qur’an, dan
menjelaskan ayat-ayat mutsyabihat atau ayat yang samar yang memerlukan

7
penafsiran menggunakan ayat lain atau hadis sebagai penjelas karena didalam
Al-Qur’an ada ayat-ayat yang masih bersifat umum dan masih memerlukan
penjelasan, dan disinilah fungsi hadis sebagai penjelas dari ayat-ayat yang
masih bersifat umum tersebut, seperti didalam Al-Qur’an tidak dijelaskan
bagaimana tata cara sholat namun hanya dijelaskan bahwa sholat itu
diwajibkan, namun tata cara sholat tersebut dijelaskan didalam hadis seperti
sabda Nabi Muhammad SAW yang berbunyi :
َ ‫ ُأ‬n‫ َك َما َرَأ ْيتُ ُمونِي‬n‫صلُّوا‬
‫صلِّي (رواه‬ َ ‫ َو‬:)‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ ‫ك (قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬
ٌ ِ‫ع َْن َمال‬
)‫البخاري‬
Arti hadits:
Dari Malik (telah bersabda Rasulullah saw): “Dan shalatlah kalian
sebagaimana kalian melihat aku shalat.”(H.R. Bukhari)
Dan disinilah fungsi hadis sebagai bayan (penjelas) dari ayat-ayat Al-
Qur’an, dalam hadis dijelaskan bagaimana tata cara sholat, berwudhu dan lain
sebagainya.
Hadis adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad baik berupa perkataan, perbuatan, maupun ketetapan ( taqrir ),
dan hadis ini kadang muncul ketika ada salah seorang sahabat menanyakan
atau mencari solusi atas permasalahan yang dihadapinya dan Nabi
memberikan solusi kepada sahabat tersebut dengan sabdanya, dan kemudian
para sahabat berkeinginan untuk menuliskan atau membukukan sabda nabi
tersebut di pelepah kurma, tulang hewan, dan lain-lain agar umat islam bisa
menerapkan atau mengamalkan apa yang dilakukan Nabi Muhammad, dan
agar hadis itu juga terjaga kemurnian dan keaslian nya bahwa hadis tersebut
benar-benar datang dari Nabi Muhammad Saw, namun pada awalnya nabi
melarang sahabat untuk membukukan hadis tersebut karena takut bercampur
dengan ayat-ayat Al-Qur’an, kemudian setelah itu nabi memperbolehkan
sahabat menulis atau membukukan hadis tersebut agar umat islam bisa
mengamalkan apa yang diamalkan oleh Nabi Muhammad Saw. 8

88 Suparta, Munzier, Ilmu Hadits, (Jakarta: Grafindo Persada, 2003), hal, 52

8
Kemudian Hadis tersebut dijadikan pedoman yang kedua bagi umat
islam setelah Al-Qur’an dan bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
untuk mengarahkan umat islam ke jalan yang lebih baik lagi, dan bernilai
ibadah ketika menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, sebelum kita
menerapkan hadis tersebut kita harus benar-benar mengetahui dan memahami
hadis tersebut agar kita tidak salah pemahaman terhadap makna atau maksud
dari hadis tersebut.
Dalam memahami suatu hadis, kita tidak bisa memahaminya hanya
dengan teks saja namun kita juga harus mengetahui konteks, dan asbabul
wurud atau sebab-sebab turunnya hadis tersebut, karena jika kita hanya
memahami teks tanpa memahami makna dan maksud dari hadis tersebut
maka kita akan salah dalam mengamalkan suatu hadis tersebut, sebelum kita
menerapkan hadis tersebut dalam kehidupan sehari-hari kita, kita harus benar-
benar memahami isi dan maksud dari hadis tersebut agar kita tidak salah
dalam mengamalkan suatu hadis.
Kemudian jika kita sudah mengetahui dan memahami hadis tersebut
secara jelas dari teks, konteks, dan asbabul wurudnya, kita bisa
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari tanpa adanya keragu-raguan
dalam menerapkan hadis tersebut dalam kehidupan. dan itulah pentingnya
kita mengetahui dan memahami Asbabul wurud atau sebab-sebab nabi
mengeluarkan sabdanya agar umat manusia tidak salah paham dalam
memahami suatu hadis tersebut, dan agar kita juga bisa mengetahui bahwa
hadis itu benar-benar datang dari Nabi Muhammad Saw, dan agar kita bisa
mengamalkan sesuatu yang ditinggalkan Nabi Muhammad secara benar tanpa
adanya kesalahpahaman dalam mengamalkannya.9

99 Suparta, Munzier, Ilmu Hadits, (Jakarta: Grafindo Persada, 2003), hal, 53

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hadits adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik
berupa ucapan, perbuatan, ketetapan, atau dengan sifat. Al-Qur’an itu menjadi
sumber hukum yang pertama dan Al-Hadits menjadi asas perundang-undangan
setelah Al-Qur’an sebagaimana yang dijelaskan oleh Dr. Yusuf Al-Qardhawi  bahwa
Hadits adalah “sumber hukum syara’ setelah Al-Qur’an”. Al-Qur’an dan Hadits
merupakan sumber pokok ajaran Islam dan merupakan rujukan umat Islam dalam
memahami syariat. Kedudukan Hadits sebagai sumber hukum Islam sesudah Al-
Qur’an adalah sebab kedudukannya sebagai penguat dan penjelas, namun Hadits
juga dalam menetapkan hukum berdiri sendiri, sebab kadang-kadang membawa
hukum yang tidak disebutkan Al-Qur’an.
Dalam memahami suatu hadis, kita tidak bisa memahaminya hanya
dengan teks saja namun kita juga harus mengetahui konteks, dan asbabul wurud
atau sebab-sebab turunnya hadis tersebut, karena jika kita hanya memahami teks
tanpa memahami makna dan maksud dari hadis tersebut maka kita akan salah
dalam mengamalkan suatu hadis tersebut, sebelum kita menerapkan hadis tersebut
dalam kehidupan sehari-hari kita, kita harus benar-benar memahami isi dan
maksud dari hadis tersebut agar kita tidak salah dalam mengamalkan suatu hadis.

B. Saran
Sebagai umat Islam yang taat dan patuh perintah Allah swt., seyogyanya
kita menaati Rasul dan menjauhi apa yang dijauhi Rasul. Karena bentuk
aplikasian dari perintah Allah swt. Kita berpedoman pada Al-Qur’an tidaklah
cukup karena dalam Al-Qur’an sendiri sebagian besar dasar-dasar Syari’at. Maka
dari itu, perlu penjelas berupa Hadits Nabi saw., supaya bisa memahami
kandungan Al-Qur’an.

10
DAFTAR PUSTAKA

Bassam, Abdullah Alu. 2013. Fikih Hadis Bukhari Muslim. Jakarta: Ummul Qura.

Idri. 2015. Hadis Ekonomi: Ekonomi Dalam Perspektif Hadis Nabi. Jakarta:
Prenada media Group.

Mardani. 2012. H{adis Ah}ka>m. Jakarta: Rajawali Grafindo.

Muhammad ‘Ajaj Al-Khathib. 2013. Ushul Al-Hadits. Jakarta, Gaya Media


Pratama.

Sohari Sahrani.2010. Ulumul Hadis. Bogor, Ghalia Indonesia.

Suparta, Munzier. 2013. Ilmu Hadits. Jakarta: Grafindo Persada.

11

Anda mungkin juga menyukai