Anda di halaman 1dari 7

Jakarta, 11 November 2022

Hal : Permohonan Pengujian Undang-Undang No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik

Yth. Ketua Mahkamah Konstitusi


Jl. Medan Merdeka Barat No.6, RT.2/RW.3, Gambir, Kecamatan Gambir, Kota Jakarta
Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10110

Dengan hormat,
Sehubungan dengan HAK KONSTITUSI yang melekat pada warga negara in casu RAKYAT
INDONESIA maka dirasa perlu meminta kepastian kepada Yang Mulia Majelis Hakim
Konstitusi RI untuk diperiksa, diadili, dan dijatuhkan suatu keputusan atas ketidak pastian
hukum terhadap permohonan PUU berikut ini:

Nama : Suhardi Setyoso S.H. M.H.


Pekerjaan : Ketua Partai Politik Nasional Republik
Warga Negara : Indonesia
Status perkawinan : Belum kawin
Alamat : Jl. Pondok Hijau II, RT.5/RW.13, Pondok Pinang, Kecamatan.
Kebayoran Lama, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota
Jakarta 12310.
Pendidikan : Magister Hukum

Adalah Ketua Partai Politik Nasional Republik yang selanjutnya akan disebutkan sebagai
PEMOHON. Pemohon dengan ini mengajukan Permohonan Pengujian pasal 51 ayat (1)
Undang-Undang No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2008 tentang Partai Politik terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.

I. Kewenangan Mahkamah Konstitusi


1. Bahwa Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 (P-1), menyatakan: “Kekuasaan kehakiman
dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang dibawahnya
dalam lingkungan  peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah
Mahkamah Konstitusi.”
2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 (P-1) menyatakan
bahwa: “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap
Undang-Undang Dasar, memutuskan pembubaran partai politik, dan memutus
perselisihan tentang hasil pemilihan umum”.
3. Bahwa kemudian ketentuan Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24
tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor tentang Mahkamah Konstitusi (untuk selanjutnya disebut UU MK (p-4))
menyatakan: “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama
dan terakhir yang putusannya bersifat final, untuk: (a) menguji Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
4. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 29 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor
48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan: “Mahkamah
Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final, untuk: (a) menguji Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945”.
5. Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang
memiliki peran penting guna mengawal dan menegakkan konstitusi beadasarkan
kewenangan dan kewajiban sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundang-
undangan. Apabila undang-undang dibentuk bertentangan dengan Konstitusi atau
Undang-undang Dasar Tahun 1945, Mahkamah Konstitusi dapat membatalkan
undang-undang tersebut secara menyeluruh atau sebagian perpasalnya. Selain itu,
Mahkamah Konstitusi Juga berwenang memberikan penafsiran terhadap sebuah
ketentuan pasal-pasal undang-undang agar bersesuaian dengan nilai-nilai
konstitusi. 
6. Bahwa melalui permohonan ini, Pemohon mengajukan pengujian materiil atas
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, untuk selanjutnya
disebut UU Parpol
7. Bahwa permohonan materiil diajukan atas Pasal 51 ayat (1) UU Parpol yang
berbunyi:

“Partai Politik yang telah disahkan sebagai badan hukum berdasarkan Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang partai politik tetap diakui keberadaannya
dengan kewajiban melakukan penyesuaian menurut Undang-Undang ini dengan
mengikuti verifikasi”.S

8. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka Mahkamah Konstitusi berwenang untuk


memeriksa dan mengadili permohonan a quo. 

II. Kedudukan Pemohon (Legal Standing)


1. Bahwa pengakuan hak setiap warga negara Republik Indonesia untuk mengajukan
permohonan pengujian undang-undang terhadap UUD NRI 1945 merupakan salah
satu indikator kemajuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengujian
undang-undang terhadap UUD NRI 1945 merupakan manifestasi jaminan
konstitusional terhadap pelaksanaan hak-hak dasar setiap warga negara
sebagaimana diatur dalam Pasal 24C UUD NRI 1945 juncto UU MK. 
2. Bahwa Mahkamah Konstitusi merupakan badan yudisial yang menjaga hak asasi
manusia sebagai manifestasi peran sebagai pengawal konstitusi (the guardian of
the constitution) dan penafsir tunggal konstitusi (the sole interpreter of the
constitution).
3. Bahwa Pasal 51 ayat (1) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi (P-4) menyatakan bahwa para pemohon adalah pihak yang
menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh
berlakunya undang-undang, yaitu:
1. Perorangan WNI;
2. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan yang diatur
dalam undang-undang;
3. Badan hukum publik dan privat, atau;
4. Lembaga negara
4. Penjelasan Pasal 51 ayat (1) UU MK (P-4) menyatakan bahwa: "Yang dimaksud
dengan “hak konstitusional” adalah hak-hak yang diatur dalam UUD 1945.”
5. Bahwa sejak Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUU-III/2005 (P-6)
tanggal 31 Mei 2005 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/PUU-V/2007
tanggal 20 September 2007, serta putusan-putusan selanjutnya, Mahkamah
berpendirian bahwa kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK, harus memenuhi lima
syarat, yaitu:
A. Adanya hak konstitusional pemohon yang diberikan oleh Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
B. Hak konstitusional pemohon tersebut dianggap oleh pemohon telah
dirugikan oleh suatu undang-undang yang diuji.
C. Kerugian konstitusional pemohon yang dimaksud bersifat spesifik atau
khusus dan aktual atau setidaknya bersifat yang menurut penalaran yang
wajar dapat dipastikan terjadi.
D. Hubungan sebab akibat antara kerugian dan berlakunya undang-undang
yang dimohonkan untuk diuji.
E. Kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya permohonan maka kerugian
konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi.
6. Bahwa Pemohon adalah warga negara Indonesia yang merasa hak
konstitusionalnya dirugikan dengan berlakunya Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
7. Dengan demikian, Pemohon memenuhi syarat kedudukan hukum (legal standing)
untuk mengajukan permohonan a quo; 
III. Alasan Pemohon mengajukan permohonan pengujian materiil Undang-Undang No. 2
Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai
Politik
.

1. Bahwa Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik tersebut menimbulkan
adanya ketidakpastian hukum yang merugikan hak-hak konstitusional pemohon dan
bertentangan dengan ketentuan Pasal 28, 28C ayat (2), dan Pasal 28D ayat (1) UUD
1945.
2. Bahwa Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik mengakibatkan hak
konstitusional Pemohon untuk berserikat dan berkumpul dilanggar yang sebagaimana
dijamin dalam Pasal 28 UUD 1945 bahwa “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan
Undang-Undang”.
3. Bahwa mewajibkan proses verifikasi terlebih dahulu akan berpotensi menghilangkan
kemerdekaan atau kebebasan berserikat dan berkumpul dari Pemohon dalam
mempersiapkan Pemilu Tahun mendatang sehingga hak konstitusi Pemohon telah
dirugikan. Dengan hal ini, Partai Politik wajib melakukan verifikasi dengan interval
waktu yang realtif singkat dan tidak terukur, mengakibatkan ketentuan tersebut telah
menghilangkan jaminan atas hak dan kebebasan konstitusi Pemohon.
4. Bahwa bertentangan juga dengan Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 bahwa “Setiap orang
berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk
membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya”.
5. Bahwa Pemohon memiliki hak konstitusional untuk berpartisipasi secara kolektif dalam
membangun masyarakat, bangsa, dan negara melalui partai politik sebagai wadah.
Namun, Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik mengakibatkan hilangnya
hak konstitusional Pemohon untuk mewujudkan tugas pokok Pemohon sebagai partai
politik yang bebas dan mandiri untuk berpartisipasi dalam Pemilu Tahun 2024
mendatang.
6. Bahwa terdapat pelanggaran hak konstitusional Pemohon untuk mendapatkan jaminan
serta kepastian hukum dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 bahwa “Setiap orang berhak
atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan
yang sama di hadapan hukum”.
7. Bahwa Partai Politik akan melimitasi tindakan yang dapat dilakukan Pemohon meskipun
telah terdaftar sebagai partai politik yang sah dan berbadan hukum. Namun, karena
kewajiban untuk melakukan verifikasi agar tetap diakui keberadaannya memberikan
ketidapastian hukum bagi Pemohon.
8. Bahwa bertentangan dengan asas dan tujuan dibetuknya hukum, yaitu terciptanya
keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum serta memberikan perlindungan terhadap
hak konstitusional setiap orang serta mengakibatkan tugas pokok dan fungsi Pemohon
tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya karena tidak adanya jaminan kepastian
hukum sehingga menyebabkan hak konstitusional Pemohon dirugikan.
9. Bahwa berdasarkan uraian di atas, Pemohon mengajukan permohonan Pengujian
Undang-Undang karena terdapat kerugian hak konstitusional dari Pemohon dengan
diberlakukannya Permohonan Pengujian Undang-Undang Pasal 51 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2008 tentang Partai Politik yang bertentangan dengan Pasal 28, 28C ayat (2), dan Pasal
28D ayat (1) UUD 1945.

IV. Petitum
Berdasarkan alasan-alasan hukum dan konstitusionalitas yang telah diuraikan diatas, maka
Pemohon dalam hal ini memohon agar Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi dapat mengabulkan
hal-hal sebagai berikut:
1. Mengabulkan permohonan pengujian undang-undang Pemohon; Menyatakan
Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik bertentangan dengan
UUD NRI 1945;
2. Menyatakan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang No. 2 Tahun 2011 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik
tidak memiliki kekuatan mengikat;
3. Memerintahkan amar putusan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik
Indonesia yang mengabulkan permohonan pengujian Pasal 51 ayat (1) Undang-
Undang No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2008 tentang Partai Politik i untuk dimuat dalam Berita Negara Republik
Indonesia sebagaimana mestinya

Atau apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya
-- Ex Aequo et Bono

Jakarta, 11 November 2022

Hormat Saya,

Nadya Putri

Anda mungkin juga menyukai