PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Menurut World Health Organization (1999) jumlah pasien
Tuberkulosis (TB) di Indonesia sekitar 10% jumlah pasien di dunia dan
merupakan ke 3 terbanyak di dunia setelah India dan China. Diperkirakan saat
ini jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 5,8% dan total jumlah pasien TB di
dunia dan setiap tahun terdapat 539.000 kasus baru.
Kondisi ini diperparah oleh kejadian HIV yang semakin meningkat dan
bertambahnya kasus kekebalan ganda kuman TB terhadap OAT atau MDR-TB.
Keadaan ini akan memicu epidemi TB yang sulit dan terus menjadi masalah
kesehatan masyarakat yang utama.
Pada tahun 1993, WHO telah menyatakan bahwa TB merupakan
keadaan darurat dan pada tahun 1995 merekomendasikan strategi DOTS sebagai
salah satu langkah yang efektif dan efisien dalam penanggulangan TB.
Intervensi dengan strategi DOTS ke dalam pelayanan kesehatan dasar
(Puskesmas) telah dilakukan sejak tahun 1995. Khusus untuk institusi pelayanan
rumah sakit dan Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM)/Balai Besar
Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM), intervensi baru dilakukan sejak tahun
2000. Hasil survei prevalensi TB tahun 2004 menunjukkan bahwa pola
pencarian pengobatan TB ke rumah sakit ternyata cukup tinggi, yaitu sekitar
60% pasien TB ketika pertama kali sakit mencari pengobatan ke rumah sakit,
sedangkan sisanya ke Puskesmas dan Praktisi Swasta.
Pelaksanaan DOTS di rumah sakit mempunyai daya ungkit dalam
penemuan kasus (cure rate), dan angka keberhasilan rujukan (succes referal
rate).
Adapun strategi DOTS terdiri dari:
1. Komitmen politik
2. Pemeriksaan dahak mikrokopis yang terjamin mutunya
3. Pengobatan jangka pendek yang terstandar bagi semua kasus TB,
dengan penatalaksanaan kasus secara tepat, termasuk pengawasan
langsung pengobatan.
1
4. Jaminan ketersediaan obat anti tuberkulosis (OAT) yang bermutu
5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap
hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.
Untuk menanggulangi masalah TB, strategi DOTS harus diekspansi dan
diakselerasi pada seluruh unit pelayanan kesehatan dan berbagai institusi terkait termasuk
rumah sakit pemerintah dan swasta, dengan mengikutsertakan secara aktif semua pihak
dalam kemitraan yang bersinergi untuk penanggulangan TB.
Pada saat ini penanggulangan TB dengan strategi DOTS di rumah sakit baru
berkisar 20% dengan kualitas bervariasi. Ekspansi strategi DOTS di rumah sakit masih
merupakan tantangan besar bagi keberhasilan Indonesia dalam mengendalikan
tuberkulosis. Hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Tim TB eksternal
monitoring mission pada tahun 2005 menunjukkan bahwa angka penemuan kasus TB di
rumah sakit cukup tinggi, tetapi angka keberhasilan pengobatan rendah dengan angka
putus berobat yang masih tinggi. Kondisi tersebut berpotensi untuk menciptakan masalah
besar yaitu meningkatkan kemungkinan terjadi resistensi terhadap obat anti tuberculosis
(MDR-TB)
Untuk mengetahui keberhasilan rumah sakit dalam melaksanakan strategi ada
DOTS, pada bulan Juli 2009 telah dilakukan asesment terhadap rumah sakit tingkat
propinsi di seluruh Indonesia (jumlah 18 rumah sakit). Data hasil assesment menunjukkan
bahwa hanya 17% rumah sakit yang telah melakukan strategi DOTS dengan hasil optimal
44% rumah sakit sedang, dan 39% rumah sakit kurang.
Data hasil assement juga menunjukkan adanya hubungan yang erat antara
komitmen direktur rumah sakit terhadap keberhasilan penyelenggaraan DOTS di RS.
Sementara dan 59% rumah sakit yang telah memiliki Tim DOTS, hanya 28% Tim DOTS
yang dibentuk bekerja optimal. Sementara 72% rumah sakit yang telah memiliki sumber
daya manusia yang terlatih DOTS (dokter umum, dokter spesialis, paramedik, petugas
laboratorium maupun farmasi), namun tidak dimanfaatkan secara baik oleh pihak
manajemen rumah sakit, hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal antara lain: strategi
DOTS belum menjadi komitmen manajemen di rumah sakit disebabkan oleh sosialisasi
yang kurang optimal. Hal ini tercermin hanya 17% rumah sakit yang melaksanakan
strategi DOTS secara optimal.
Rumah Sakit Umum Bali Jimbaran menyusun Pedoman Pelayanan Tuberkulosis
di Rumah sakit sebagai bentuk nyata komitmen serta partisifasi dari pihak
2
manajemen RS Bali Jimbaran dalam suksesnya pelaksanaan strategi DOTS di
RS Bali Jimbaran.
B. DEFINISI
Tuberkulosisi adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
kuman mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies
mycobacterium, antara lain m.tuberkulosis, m. africanum, m. bovis, m.leprae
dsb. Yang juga dikenal sebab bakteri tahan asam (BTA). Kelompok bakteri
mycobacterium selain mycobacterium tuberculosis yang bisa menumbulkan
gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai MOTT yang terkadang bisa
mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TB.
Secara umum sifat uman mycobacterium tuberculosis antara lain
adalah sebagai berikut:
1. Berbentuk batang dengan panjang 1-10 mikron, lebar 0,2 – 0,6 mikron
2. Bersifat tahan asam dalam perwanraan dengan metode Ziehl Neelsen,
berbentuk batang berwarna merah dalam pemeriksaan dibawah mikroskop.
3. Memerlukan media khusus untuk biakan, antara lain Lowenstein Jensen,
Ogawa.
4. Tahan terhadap suhu rendah sehingga dapat bertahan hidu dalam jangka
waktu lama pada suhu antara 40C sampai minus 700C.
5. Kuman sangat peka terhadap panas, sinar matahari dan sinar ultra violet,
sebagian besar kuman akan mati dalam waktu akan mati dalam waktu lebih
kurang 1 minggu.
6. Kuman dapat bersifar dorman.
3
BAB II
RUANG LINGKUP
Pedoman Pelayanan di Rumah Sakit Umum Bali Jimbaran diperuntukan bagi seluruh
unit kerja yang terkait dengan pelayanan tuberkulosis di RS Bali Jimbaran yaitu:
A. Unit Rawat Jalan
B. Unit Rawat inap
C. Unit Gawat Darurat
4
BAB III
KEBIJAKAN
Dasar kebijakan yang digunakan dalam pembuatan panduan ini, antara lain :
A. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2016 Tentang
Penanggulangan Tuberkulosis.
B. Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Bali Jimbaran No.017/SK/RSUBMN
/INT/VII/2017 Tentang Kebijakan Pelayanan Di Rumah Sakit Bali Jimbaran.
5
BAB IV
TATA LAKSANA
6
4) Suspek pasien TB diberi pot dahak, dan dibantu untuk mengeluarkan dahak
yang benar
5) Jika dahak tidak di ambil di Rumah Sakit Bali Jimbaran petugas tetap
memberikan pot dahak agar dahak tetap di tampung saat di rumah dan
setelah di tampung pasien menyerahkan ke Puskesmas yang mewilayahi
tempat tinggal pasien
b. Di ruang rawat inap
1) Catat data identitas suspek pasien TB pada form TB-06, kolom 1 s.d kolom 6
2) Buatkan lembar permintaan pemeriksaan dahak S-P ( form TB-05 ), untuk
penegakan diagnosis
3) Buatkan lembar permintaan pemeriksaan penunjang lainnya, sesuai indikasi
( foto thorax / histo-patologi / patologi-anatomi, dll )
4) Suspek pasien TB diberi pot dahak, dan dibantu untuk mengeluarkan dahak
yang benar S-P
5) Pot dahak S-P suspek pasien TB di rujuk pemeriksaan nya ke Puskesmas
yang mewilayahi atau di rujuk ke laboratorium swasta lainnya
6) Pada saat pasien pulang dari rawat inap, dianjurkan untuk mengambil hasil
pemeriksaan dahak serta melakukan pengobatan lebih lanjut di Puskesmas
atau Rumah Sakit Daerah
7
Poli
Pasien
IGD Radiologi
Rawat inap
Tim TB DOTS
UPK Lain
8
BAB V
DOKUMENTASI