Anda di halaman 1dari 7

KLASIFIKASI SPONDILITIS

Spondilitis TB dapat diklasifikasikan berdasarkan:

1. Usia penderita
2. Durasi
3. Organ yang terlibat
4. Bentuk
5. Hasil pemeriksaan BKPH dan kombinasinya

1. Berdasarkan Usia

Klasifikasi spondilitis TB berdasarkan umur penderita dibedakan menjadi 6 kategori yang dapat
dilihat pada Tabel
2. Berdasarkan Durasi

Klasifikasi spondilitis TB berdasarkan durasi (lama diderita) terdiri atas 3 kategori, yaitu:

a. Kategori Akut

Keluhan yang dialami masih ringan dan hasil anamnesis maupun pemeriksaan fisik belum ada
komplikasi

b. Kategori Kronik

Keluhan yang dialami semakin berat, tetapi dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik belum ada
komplikasi. Seringkali penderita sudah tidak terlalu terganggu secara struktur dan fungsi, seperti
bengkok atau gibus, karena keluhan yang dialami hanya berhubungan dengan tulang, otot, dan kulit.

c. Kategori Neglected

Keluhan yang dialami semakin berat, berlarut-larut dengan bertambahnya waktu, serta telah terjadi
komplikasi. Keluhan yang dialami berhubungan pada kualitas hidup, saraf, tulang, otot, dan kulit,
terlebih pada kualitas hidup dan tulang.

3. Berdasarkan Organ yang Terlibat


Klasifikasi spondilitis TB berdasarkan organ yang terlibat dibedakan atas tulang, saraf, otot, dan kulit
yang dievaluasi melalui pencitraan radiologi. Semakin banyak organ yang terlibat maka kondisi
penyakit semakin berat. Kondisi ini dapat berupa keterlibatan:

• korpus vertebra saja

• korpus vertebra dengan abses,

• korpus vertebra dengan abses dan gangguan saraf,

• korpus vertebra dengan abses, gangguan saraf, dan otot, atau

• korpus vertebra dengan abses, gangguan saraf, otot, dan kulit

Berdasarkan keterlibatan organ maka spondilitis TB dapat diklasifikasikan atas beberapa tingkatan
(grade), seperti yang tertera pada Tabel

4. Berdasarkan Bentuk

Klasifikasi spondilitis TB berdasarkan bentuk kerusakan pada korpus vertebra dibedakan atas:

a. Sentral

Destruksi awal terletak di sentral

korpus vertebra.

b. Anterior

Lokasi awal berada di korpus vertebra bagian superior atau inferior dan merupakan penyebaran
perkontinuitatum dari vertebra di atasnya.
c. Paradiskus

Destruksi terletak di bagian korpus vertebra yang bersebelahan dengan diskus intervertebralis.

d. Atipikal

Campuran beberapa bentuk sehingga tidak memiliki pola yang jelas.

5. Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Bakteriologi serta Kombinasinya

Klasifikasi spondilitis TB hasil pemeriksaan bakteriologi didasarkan pada hasil pemeriksaan


mikrobiologi dan histopatologi, yaitu BTA (B), kultur (K), PCR (P), dan histopatologi (H). Sementara
itu, kombinasi hasil pemeriksaan dapat berupa: BKPH positif, BKP positif, BKH positif, BPH positif, BP
positif, BH positif, KPH positif, KP positif dan seterusnya sesuai kombinasi yang mungkin. Hasil
pemeriksaan bakteriologi dan kombinasinya ini terkaiterat dengan strategi pemberian obat anti
tuberkulosis (OAT), yang mana hanya yang hasil pemeriksaan kultur positif yang dapat diberikan
OAT. Hal ini sesuai dengan baku emas diagnosis infeksi Mycobacterium tuberculosis yaitu OAT hanya
diberikan pada penderita TB aktif untuk membunuh bakteri hidup.

Bentuk-bentuk Spondilitis TB :

6. Berdasarkan Regio Infeksi (Servikal, Torakal, Lumbar)

Pada dasarnya setiap regio tulang belakang dapat terinfeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis,
tetapi regio tulang yang memiliki fungsi untuk menahan beban (weight bearing) dan mempunyai
pergerakan yang cukup besar lebih sering terkena dibandingkan dengan regio lainnya. Area
torakolumbal, terutama torakal bagian bawah (umumnya T10) dan lumbal bagian atas, merupakan
tempat yang paling sering terlibat karena pada area ini pergerakan dan tekanan mencapai
maksimum, lalu dikuti dengan area servikal dan lumbal.

Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain. Sekitar
90-95% tuberkulosis tulang belakang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tipik (2/3 tipe
human dan 1/3 tipe bovine) dan 5-10 % sisanya oleh Mycobacterium atipik. Bakteri ini berbentuk
batang, tidak motil, tidak dapat diwarnai dengan cara konvensional tetapi tahan terhadap
pewarnaan asam (metode Ziehl-Neelsen), sehingga dikenal sebagai bakteri tahan asam (BTA).

Bakteri ini tumbuh lambat dalam media diperkaya telur selama 6-8 minggu. Spesies Mycobacterium
lainnya, seperti Mycobacterium africanum, Mycobacterium bovine, ataupun mycobacterium
nontuberkulosis juga dapat menjadi etiologi spondilitis TB, tetapi biasanya banyak ditemukan pada
penderita HIV. Kemampuan Mycobacterium tuberculosis memproduksi niasin merupakan
karakteristik yang dapat membantu untuk membedakannnya dengan spesies lain.

PEMERIKSAAN SPONDILITIS

Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium :

• Laju endap darah meningkat (namun tidak spesifik), dari 20 sampai lebih dari 100mm/jam.

• Tuberculin skin test / Mantoux test / Tuberculine Purified Protein Derivative (PPD) positif. Hasil
yang positif dapat timbul pada kondisi pemaparan dahulu maupun yang baru terjadi oleh
mycobacterium.

• Pemeriksaan Bakteri Tahan Asam untuk mendeteksi bakteri Mycobaterium tuberculosis, namun
hasil yang didapat seringnya negatif pada kasus Spondilitis Tuberkulosis

2. Sinar X

• Foto rontgen dada dilakukan pada seluruh pasien untuk mencari bukti adanya
tuberkulosa di paru (2/3 kasus mempunyai foto rontgen yang abnormal).

• Hanya 50% pasien dengan tuberkulosis tulang dan sendi didapatkan gambaran
infeksi tuberkulosis pada foto sinar X, dan foto ini juga dapat mengaburkan diagnosa

• Foto polos seluruh tulang belakang juga diperlukan untuk mencari bukti adanya
tuberkulosa di tulang belakang. Tanda radiologis baru dapat terlihat setelah 3-8 minggu onset
penyakit.

• Jika mungkin lakukan rontgen dari arah antero-posterior dan lateral.

• Tahap awal tampak lesi osteolitik di bagian anterior superior atau sudut inferior
corpus vertebrae, osteoporosis regional yang kemudian berlanjut sehingga tampak penyempitan
diskus intervertebralis yang berdekatan, serta erosi corpus vertebrae anterior yang berbentuk
scalloping karena penyebaran infeksi dari area subligamentous.
• Pada fase lanjut, kerusakan bagian anterior semakin memberat dan membentuk
angulasi kifosis (gibbus)

• Pada pasien dengan deformitas gibbus karena infeksi sekunder tuberkulosa yang
sudah lama akan tampak tulang vertebra yang mempunyai rasio tinggi lebih besar dari lebarnya
(vertebra yang normal mempunyai rasio lebar lebih besar terhadap tingginya). Bentuk ini dikenal
dengan nama long vertebra atau tall vertebra, terjadi karena adanya stress biomekanik yang lama di
bagian kaudal gibbus sehingga vertebra menjadi lebih tinggi. Kondisi ini banyak terlihat pada kasus
tuberkulosa dengan pusat pertumbuhan korpus vertebra yang belum menutup saat terkena
penyakit tuberkulosa yang melibatkan vertebra torakal (Reljic, 2013).

3. Computed Tomography – Scan (CT)

Terutama bermanfaat untuk memvisualisasi regio torakal dan keterlibatan iga yang sulit dilihat pada
foto polos. Keterlibatan lengkung syaraf posterior seperti pedikel tampak lebih baik dengan CT Scan
(Mayer, 2006).

4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Mempunyai manfaat besar untuk membedakan komplikasi yang bersifat kompresif dengan yang
bersifat non kompresif pada tuberkulosa tulang belakang. Bermanfaat untuk :

• Membantu memutuskan pilihan manajemen apakah akan bersifat konservatif atau operatif.

• Membantu menilai respon terapi.

Kerugiannya adalah dapat terlewatinya fragmen tulang kecil dan kalsifikasi di abses.

Pemeriksaan fisik pasien spondilitis TB:

a. Inspeksi

Inspeksi ini dilakukan saat pasien dalam posisi berdiri, berjalan, duduk, dan tidur (posisi
terkelungkup dan miring ke kanan atau kiri). Pertama- tama didahului dengan inspeksi umum untuk
melihat apakah pasien dalam kondisi baik, apakah tampak kurus, apakah cara berjalannya normal,
dan sebagainya. Selanjutnya, inspeksi lokal dilakukan untuk melihat adanya benjolan, gibus, abses,
sinus, asimetri kiri-kanan atau atas-bawah.

b. Palpasi

Pada posisi tengkurap atau duduk, dokter dapat meraba gibus, abses, rasa panas atau hangat, dan
menentukan dimana level temuan itu. Pada saat bersamaan, dokter mengamati ekspresi pasien
apakah tampak nyeri atau tidak.

c. Gerakan

Minta pasien bungkuk (fleksi anterior), fleksi lateral, dan rotasi badannya. Pemeriksaan ini dapat
menilai dampak proses infeksi pada gangguan neurologis. Pasien diminta duduk, berdiri, dan
berjalan, kemudian hasilnya dinyatakan dalam skala Frankel, yakni A (tidak bisa sama sekali) hingga E
(normal).

d. Pemeriksaan Sensorik
Pemeriksaan sensorik menilai rabaan halus, kasar, panas, dan dingin. Hasilnya kemudian
dibandingkan atas dan bawah, Apabila ada gangguan, tentukan level dermatom yang terlibat.
Lakukan tes sensasi propioseptif untuk menentukan apakah pasien dapat menentukan arah gerakan
jempol oleh dokter saat matanya tertutup.

KOMPLIKASI SPONDILITIS TB

Masalah yang sering terjadi pada spondilitis tuberkulosis adalah infeksi, keadaan umum yang buruk,
diseminasi, lesi multipel pada tulang belakang, abses dingin, nyeri, insta- bilitas, fraktur patologis,
defisit neurologis, deformitas, kifosis yang progresif, masalah sosial, ekonomi, dan psikologis.

PENCEGAHAN

Vaksin Bacillus Calmette-Guerin (BCG) merupakan suatu strain Mycobacterium bovis yang
dilemahkan sehingga virulensinya berkurang. BCG akan menstimulasi immunitas, meningkatkan daya
tahan tubuh tanpa menimbulkan hal-hal yang membahayakan. Vaksinasi ini bersifat aman tetapi
efektifitas untuk pencegahannya masih kontroversial.

Percobaan terkontrol di beberapa negara Barat, dimana sebagian besar anak- anaknya cukup gizi,
BCG telah menunjukkan efek proteksi pada sekitar 80% anak selama 15 tahun setelah pemberian
sebelum timbulnya infeksi tuberkulosis pertama. Akan tetapi percobaan lain dengan tipe percobaan
yang sama di Amerika dan India telah gagal menunjukkan keuntungan pemberian BCG. Sejumlah
kecil penelitian pada bayi di negara miskin menunjukkan adanya efek proteksi terutama terhadap
kondisi tuberkulosa milier dan meningitis tuberkulosa.

Anda mungkin juga menyukai