Anda di halaman 1dari 26

JOURNAL READING & CRITICAL APPRAISAL

ENDOKRINOLOGI REPRODUKSI
ENDOKRINOLOGI PERSALINAN

Mata Kuliah : Genetika dan Biologi Reproduksi


Dosen Pengajar : Evi Rinata, S.ST., M.Keb

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 3 :

1. Inike YunitaiA. (221520100010)


2. Vidya Wati Dwi R. (221520100012)
3. Nanda Fitriana (221520100013)
4. AnggierethaiOpie S. (221520100015)
5. MelindaiSeptiya N. (221520100016)
6. Anggita LailyaiA. (221520100017)
7. Mayang Sari (221520100018)
8. DavinaiellaiRizkyiG. P. (221520100019)
9. Rika Wijayanti i i (221520100020)

PROGAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah Ta’ala. Karena
atas rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul, “JOURNAL READING &
CRITICAL APPRAISAL ENDOKRINOLOGI REPRODUKSI (ENDOKRINOLOGI
PERSALINAN)” dapat kami selesaikan dengan baik. Kami berharap makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca tentang fungsi dasar dan jenis
kelenjar pada sistem endokrinologi dalam persalinan serta perubahan hormonal pada
tubuh saat persalinan. Begitu pula atas limpahan kesehatan dan kesempatan yang Allah
SWT karuniai kepada kami susun melalui beberapa sumber yakni melalui text book
maupun jurnal.

Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan kami semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah ini.
Kepada kedua orang tua kami yang telah memberikan banyak kontribusi bagi kami,
dosen pembimbing kami, Ibu Evi Rinata, S.ST, M.Keb dan juga kepada teman-teman
seperjuangan yang membantu kami dalam berbagai hal. Harapan kami, informasi dan
materi yang terdapat dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Tiada yang
sempurna, karena itu kami memohon kritik dan saran yang membangun bagi perbaikan
makalah kami selanjutnya.

Demikian makalah ini buat, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan, atau pun
adanya ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini, kami mohon maaf tim
penulis menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca agar bisa membuat karya
makalah yang lebih baik pada kesempatan berikutnya.

Sidoarjo, 24 Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.....................................................................................................iii-iv

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1-2

1.1. Latar belakang................................................................................................1-2

1.2. Rumusan masalah..............................................................................................2

1.3. Tujuan...............................................................................................................2

BAB II TINJUAN TEORI ..............................................................................3-13

2.1. Pengertian sistem endokrinologi dalam persalinan...........................................3

2.2. Endokrinologi Reproduksi...........................................................................3-10

2.2.1. Kelenjar Enokrinologi Reproduksi.............................................................3-9

2.2.2. Hormon pada Persalinan..............................................................................10

2.3. Perubahan Sistem Endokrinologi pada Persalinan....................................11-12

2.3.1. Kontrol Endokrin pada Persalinan...............................................................12

2.4. Induksi Persalinan...........................................................................................13

BAB III PEMBAHASAN....................................................................................14

3.1. Hormon Oksitosin pada Persalinan.................................................................14

3.2. Induksi Persalinan Oksitosin Drip .................................................................14

3.3. Faktor Keberhasilan Induksi Persalinan Oksitosin Drip............................15-19

3.3.1. Hubungan Karakteristik Ibu (Umur) dengan Keberhasilan Induksi

Persalinan Oksitosin Drip.................................................................................16-17

3.3.2. Hubungan Karakteristik Ibu (Paritas) dengan Keberhasilan Induksi

Persalinan Oksitosin Drip......................................................................................17

iii
3.3.3. Hubungan Karakteristik Ibu (BMI) dengan Keberhasilan Induksi

Persalinan Oksitosin Drip......................................................................................17

3.4. Critical Apraisal.........................................................................................17-19

BAB IV PENUTUP..............................................................................................20

4.1. Kesimpulan.....................................................................................................20

4.2. Saran................................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................v

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Persalinan normal saat ini masih menjadi pilihan pertama metode ibu, akan tetapi tidak semua
ibu hamil tidak bisa melahirkan secara normal. Ada beberapa kondisi tertentu yang membuat
persalinan harus dilakukan dngan jalan lain. Apalagi jika kondisi tersebut beresiko
membahayakan kesehatan atau keselamatan sang ibu, bayi, atau keduanya. Dipertimbangkan cara
persalinan yang lain diantaranya persalinan dengan buatan seperti Sectio Cesaria, Ekstraksi
Vakum atau persalinan anjuran dengan merangsang timbulnya inpartu/induksi persalinan. Sekitar
20-30% persalinana dilakukan melalui proses induksi persalinan. (Rohmah, et al 2020).
Menurut (Aspar, et al 2019) induksi persalinan merupakan suatu tindakan buatan atau
memberikan perlakuan untuk merangsang kontraksi uterus yang dilanjutkan oleh dilatasi progesif
dan pendataran dari serviks kemudian diakhiri dengan kelahiran bayi.
Induksi persalinan telah menjadi salah satu intervensi yang paling umum dalam kebidanan
modern. (Adaniyah, et al 2021). Menurut data dari world health organization (WHO) tahun 2012
terdapat 500.000 ibu hamil, dimana didapatkan sebanyak 200.000 (40%) ibu hamil yang
melakukan induksi pada saat persalinan diseluruh dunia, sedangakan 300.000 (60%) lain
melakukan persalinan dengan section caesarea. Induksi persalinan pada kehamilan banyak terjadi
di negara berkembang yang menyebabkan peningkatan kejadian section caesarea 2-3 kali lipat
(Aspar, et al 2019).
Keberhasilan induksi persalinan sangat tergantung dari kondisi serviks saat awal induksi,
pada serviks yang belum matang dapat menyebabkan terjadinya induksi yang lama, kegagalan
induksi, peningkatan risiko tindakan operatif, perawatan yang lebih lama, dan meningkatnya
biaya. Karakteristik wanita (berat badan, tingi badan, paritas) dan beberapa komponen seperti
skor bishop merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan induksi persalinan
menggunakan oksitosin. Indeks masa tubuh (IMT) ibu juga dapat menjadi salah satu parameter
signifikan dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan induksi persalinan. merupakan
parameter yang lebih baik jika dibandingkan dengan skor Bishop. Angka kegagalan induksi
dengan oksitosin bervariasi antara 41,2% dan 40,3%. Berdasarkan penelitian yang di Ruang
Bersalin RSUD Dr.H.Soewondo Kabupaten Kendal pada tanggal 1 Januari – 31 Maret 2013
didapatkan ibu bersalin normal sebanyak 284 ibu, 66 ibu bersalin dengan diinduksi dan 218 ibu
bersalin tanpa diinduksi. Induksi persalinan merupakan praktek penting yang umum dilakukan
dalam kebidanan. Prosedur ini tidak selalu berhasil dan kadang-kadang gagal untuk mencapai
melahirkan normal yang aman. Beberapa metode induksi persalinan lain tidak efektif dilakukan
bila serviks belum matang, oleh karena itu sebelum melakukan metode tersebut perlu dilakukan

1
pematangan serviks lebih dulu. Metode tersebut diantaranya adalah oksitosin dan amniotomi.
Penggunaan oksitosin melalui infus intravena merupakan metode yang paling sering digunakan.
Fungsi oksitosin tersebut, sama seperti fungsi kerja hormon oksitosin yang dihasilkan oleh tubuh,
yaitu merangsang kontraksi uterus untuk menghasilkan pembukaan serviks dan terjadi proses
persalinan. Pengunaan oksitosin intravena juga memberikan berbagai keuntungan karena
keefektifan dan keamanannya bila digunakan secara benar dan dengan pengawasan yang ketat
(Yanuarini, et al 2022).
Induksi persalinan membutuhkan proses yang hati-hati agar berhasil. Pemberi pelayanan
kesehatan harus memiliki data konseling atau data riwayat obstetri yang dimiliki oleh ibu hamil
sebagai syarat untuk induksi persalinan. Data obstetri dan riwayat konseling akan membantu
menginformasikan pasien tentang induksi persalinan berbasis bukti. Induksi persalinan adalah
prosedur yang berisiko, sehingga penyedia layanan kesehatan harus memiliki rencana jaminan
kualitas dan kebijakan induksi, termasuk peralatan keselamatan seperti daftar periksa atau rekam
medis, untuk memastikan bahwa induksi memiliki kualitas terbaik (Yanuarini, et al 2022).
Banyak faktor yang memengaruhi keberhasilan induksi persalinan, baik dari faktor eksternal
dari penyedia layanan kesehatan maupun faktor internal dari ibu hamil. Makalah ini difokuskan
pada journal reading yang membahas tentang faktor internal dengan tujuan penelitian untuk
mengetahui hubungan karakteristik ibu (umur, paritas, BMI) dengan keberhasilan induksi
persalinan infus oksitosin (Yanuarini, et al 2022).

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas dapat diperoleh beberapa rumusan masalahnya yaitu antara
lain:
1. Apa saja hormon yang berperan pada persalinan?
2. Bagaimana perubahan hormonal yang terjadi pada saat persalinan?
3. Apa faktor yang mempengaruhi keberhasilan pada persalinan normal?

1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah diatas dapat diambil beberapa tujuan, diantaranya:
1. Untuk mengetahui hormon yang berperan dalam persalinan
2. Untuk memahami perubahan hormonal yang terjadi pada saat persalinan
3. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi keberhasilan pada persalinan normal

2
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Sistem Endokrinologi

(Sumber : Widowati, et al 2020)

Sistem endokrin merupakan sistem kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang terdiri atas
kelenjar-kelenjar pada kelompok sel sekresi yang dikelilingi oleh jaringan kapiler yang membantu
difusi hormon (reaksi kimia) dari sel sekresi ke aliran darah (Rinata, et al 2020)

2.2 Endokrinologi Reproduksi

Endokrinologi merupakan ilmu mengenai hormone endokrin dan organ-organ yang terlibat
dalam pelepasan hormone endokrin. Sedangkan endokrinologi reproduksi menggambarkan hormone
dan mekanisme kontrol yang mengatur perkembangan seksual, fungsi seksual dan fungsi reproduksi
membahas. Fungsi hormon berkaitan dengan reproduksi dan infertilitas ketidakseimbangan hormon
reproduksi, yaitu kadar hormon di bawah normal atau yang berfloksasi ditandai beberapa gejala,
antara lain : suasana hati/mood swings, kelainan metabolic, gangguan seksual, gejala menopause,
hirsutisme, jumlah sperma rendah, kelainan menstruasi, masalah ovulasi, sindrom ovarium polikistik
(PCOS), dan kegagalan berulang/abortus habitualis (Rinata, et al 2020).

2.2.1 Kelenjar Endokrinologi Reproduksi

Sistem endokrin memiliki berbagai kelenjar yang mensekresi hormon. Hal ini
merupakan suatu cara dimana satu bagian tubuh yaitu kelenjar memberitahu bagian tubuh
lainnya (sel target) untuk melakukan sesuatu hal yang penting. Kelenjar endokrin

3
mempengaruhi reproduksi, metabolism, pertumbuhan serta banyak fungsi lainnya (Rinata, et
al 2020).

Dalam endokrinologi reproduksi memiliki susunan pusat (Hipotalamus,


Hipofisis/Pituitary, Pineal) dan perifer (Ovarium, Endometrium) yang bertugas mengatur
produksi hormon dan mekanisme umpan baliknya (Rinata, et al 2020).

Susunan pusat terdiri dari :

1. Hipotalamus

(Sumber : Widowati, et al 2020)

Hipotalamus merupakan area kecil di otak dengan berat ±10 gram, terletak di dasar
otak tepat di atas dan di posterior kiasmaoptikum berdampingan dengan anterior dari
ventrikel ke-3. Hipotalamus berfungsi menghubungkan sistem syaraf dengan sistem endokrin
dengan mengendalikan hipofisis(Master Gland) (Rinata, et al 2020). Hormon yang di
hasilkan hipotalamus :

A. GHRH : Growth Hormon Releasing Hormone


B. GHRIH : Growth Hormon Releasing Inhibiting Horon (Somatostatin)
C. TRH : Thyroid Releasing Hormone
D. CRH : Corticotropin Releasing Hormone
E. PRH : Prolactin Releasing Hormone
F. LHRH : Luteinizing Hormone Releasing
G. GnRH : Gonadotropin Releasing Hormone

4
2. Hipofisis/Pituitary

Hipotalamus dan hipofisis bekerja sebagai suatu unit yang mengatur aktifitas sebagian
besar kelenjar endokrin. Hipofisis berdiameter ± 1cm, dengan berat ± 500 mg. Hipofisis
menerima perintah dari hipotalamus dan terdiri dari 2 lobus (Anterior dan Posterior) (Rinata,
et al 2020). Hipofisis mengontrol banyak fungsi penting dalam tubuh termasuk :

A. Metabolism (misalnya, TSH mengaktifkan tiroksin)


B. Adult Development (misalnya, LH/FSH memicu pubertas)
C. Reproduction (misalnya, LH/FSH mengontrol menstruasi)
D. Growth (misalnya, growth hormone meningkatkan pertumbuhan)
E. Equilibrium/Homeostasis (misalnya ADH dan keseimbangan cairan)
Disingkat : MARGE

 Lobus anterior hipofisis menghasilkan hormone :


 FSH/LH : FSH (Folicle Stimulating Hormon) menstimulasi perkembangan folikel
dan sekresi estrogen pada wanita dan produksi sperma pada pria. sedangkan LH
(Luteinizing Hormon) menyebabkan ovulasi dan produksi progesterone pada wanita
dan androgen (testoterone) pada pria. GRNH (Gonadrotipin Releasing Hormon)
merangsang sekresi FSH dan LH. target organ adalah gornad
 ACTH : ACTH (Adeno Aortico Tropin Hormon) menstimulasi pelepasan hormon
yang menyebabkan sekresi ATCH , target organ adalah kortek adrenal
 TSH : TSH (Thyroid Stimulating Hormon) merangsang pelepasan hormon tiroid .
TRH (Thyrotopin Releasing Hormon) merangsang pelepasan TSH. target organ
adalah tiroid

5
 PRILAKTIN ( PRL ) : prolaktin merangsang perkembangan kelenjar mamae dan
produksi ASI. terget organ adalah kelenjar mamae
 GH : growth hormone atau hormone pertumbuhan menstimulasi pertumbuhan dan
replikasi melalui pelepasa IGF. growth dikeluarkan dan dihambatkan sekresinya oleh
hipofisis karena adanya GHRH (Growth Hormone Releasing Hormone) dan GHIH
(Growth Hormon Inhibiting Hormone)

 Lobus posterior hipofisis tidak mensekresi hormone namun berfungsi untuk


menyimpan :
 ADH : ( Anti Deuretik Hormone ) disebut juga vasopresin yang berfungsi menurnkan
kehilangan cairan pada ginjal serta meningkatkan tekana darah
 OKSITOSIN : merangsang kontraksi sel-sel pada kelenjar mamae serta sel otot halus
uterus / myometrium .

3. Pineal

(Sumber : https://id.pinterest.com/pin/793548396859982400/)

Kelenjar pinel terletak di posterior hipotalamus, dikenal juga sebagai epihphysis


cerebri adalah kelenjar endokrin kecil di otak. Kelenjar pineal, menghasilkan hormone yang
diturunkan serotonin yang mengubah pola tidur baik dalam siklus sirkadian maupun periodic.
Selain itu juga mengatur hormone yang memengaruhi kesuburan dan siklus menstruasi
(Rinata, et al 2020).

 Belum seluruhnya terungkap


 Aktivasi pineal terjadi ketika mata berhenti menerima cahaya
 Melatonin membantu mengontrol sikkus tidur harian. Adanya cahaya akan
menghambat pelepasan melatonin

6
 Tiadanya cahaya pada malam hari dibaca sebagai sinyal untuk memproduksi lebih
banyak melatonin. Hal ini akan membantu tidur lebih baik
 Mengandung reseptor-reseptor ormone steroid seks dan prolactin
 Pineal dan melatonin berperan dalan menyesuaikan fungsi reproduktif
 Diduga melatonin mengatur siklus reproduktif tahunan baik disaat maupun ragam
kepekaan musimnya

Sekresi melatonin dikendalikan sinar matahari dan kadarnya berfluktasi tiap 24 jam.
Puncaknya adalah pada malam hari dan terendah pada tengah hari. Selain itu dipengaruhi
variasi musim. Fungsi melatonin antara lain :

 Koordinasi iama sirkadin dan diurnal banyak jaringan, mungkin dengan


memengaruhi hipotalamus
 Menghambat pertumbuhan dan perkembangan organ seks sebelum pubertas,
kemungkinan dengan mencegah sintesis/pelepasan gonadotropin

Kelenjar pineal cenderung mengalami atrofi setelah pubertas dan dapat menjadi terklasifikasi
dikemudian hari.

Pengaruh hormone pineal terhadap poros hipotalamus – hipofisis – gonad

 Pineal dengan melatoninnya tidak hanya mengatur reproduksi, akan tetapi juga
menyesuaikan fisiologi umum terhadap perubahan lingkungan musiman yang
diperantarai cahaya

Pengaruh kelenjar pineal terhadap siklus seksual dan siklus menstruasi

 Pineal dan melatonin ikut dalam pengaturan reproduksi tahunan dan fungsi genital
manusia akibat perubahan musiman
 Wanita Eskimo, malam musim dingin yang panjang diikuti oleh henti haid 4 bulan
 Selain itu gairah seksual juga tertekan pada kedua jenis seks selama kurun waktu itu
 Disimpulkan bahwa tiadanya cahya matahri untuk jangaka panjang menyebabkan
perubahan musiman pada fisiologi seksual

Susunan perifer :

7
(Sumber : https://cdim.fmp-usmba.ac.ma/mediatheque/e_theses/15-11.pdf)

1. Ovarium : ovarium memiliki fungsi proliferatif dan fungsi sekretorik


 Fungsi proliferatif : sumber ovum selama asa reproduksi. Terjadi pertumbuhan
folikel primordial, folikel de Graaf, peristiwa ovulasi dan pembentukan korpus
luteum
 Fungsi sekretorik : tempat pembentukan an pengeluaran hormone steroid
(estrogen, progesterone dan androgen)

Hormon yang disekresikan ovarium yaitu :

 Esterogen : hormon steroid dengan 10 atom c dan dibentuk terutama dari 17


ketosteroid dan androstenendion. Estrogen alamiah terpenting adalah Estradiol (E2),
Estron (E1) dan Estriol (E3). Secara biologis, estradiol adalah yang paling aktfi
dengan perbandingan E2 : E1 :E3 = 10 : 5 : 1. Selain di ovarium, estrogen juga
disintesis di adrenal, plasenta, testis, jaringan lemak dan susuna saraf pusat. Secara
enzimatik sebenarnya tidak ada perbedaan antara ovarium dengan organ lain dalam
pembentukan hormone steroid. Yang membedakan adalah ovarium berada di bawah
kendali system hipotalamus – hipofisis.
Pengaruh khusus etrogen pada organ reproduksi :
o Ovarium : estradiol memicu sintesis reseptor FSH di dalam sel-sel granulosa
dan reseptor LH di sel-sel teka
o Endometrium : estradiol memicu proliferasi endometrium dan memperkuat
otot uterus
o Serviks : barrier terutama mengahalangi masuknya spermatozoa ke dalam
uterus adalah lendir serviks yang kental. Produksi estradiol yang kian
meningkat pada fase follikuler akan meningkatkan sekresi lendir serviks dan
mengubah konsentrasi lendir pada saat ovulasi menjadi encer dan bening. Hal
ini akan memudahkan penyesuaian, memperlancar perjalanan spermatozoa
dan meninggikan kelangsungan hidupnya lendir memiliki daya membenang

8
dan bilai mongering akan terlihat seperti daun pakis. Dalam klinis dapat
digunakan sebgai diagnostic untuk membuktikan adanya estrogen.
o Vagina : estradiol menyebabkan perubahan selaput vagina, meningkatkan
produksi asam lendir dan kadar glikogen sehingga terjadi peningkatan
produksi lendir dan kadar glikogen sehingga terjadi peningkatan produksi
lendir dan kadar glikogen sehingga terjadi peningkatan produksi asam laktat
oleh bakteri Doderlein. Nilai PH rendah (asam) akan memperkecil
kemungkinan terjadinya infeksi
 Progesteron : merupakan steroid dengan atom 21C, terutama di dalam folikel dan
plasenta. Selama fase folikuler kadar progesterone plasma sekitar 1 ng/ml, sedangkan
pada fase luteal 10-20 ng/ml
Pengaruh umum progesterone :
o Mutlak untuk konsepsi dan implantasi
o Progesteron mempersiapkan tubuh untuk menerima kehamilan, sehingga
merupakan syarat

Pengaruh khusus progesterone pada organ reproduksi :

o Endometrium : progesteron menyebabkan perubahan sekretorik. Mencapai


puncak pada hari ke 22 siklus haid normal. Bila progesterone terlalu lama
mempengaruhi endometrium akan terjadi degenerasi endometrim
o Miometrium : progesteron menurunkan tonus myometrium sehingga
kontraksi berjalan lambat. Dalam kehamilan hal ini bermanfaat karena
membuat uterus menjadi tenang.
o Serviks : dibawah pengaruh progesterone selama fase luteal, jumlah lendir
berkurang dan molekul-molekul besar membentuk jala tebal sehingga tidak
dapat dilintasi sperma. Bersamaan dengan itu portio dan serviks menjadi
sangat sempit, getah serviks menjadi kental dan daya membenang
menghilang

2. Endometrium : endometrium memiliki 3 fungsi penting yaitu :


 Tempat nidasi
 Tempat terjadinya proses menstruasi
 Petunjuk gangguan fungsional dari steroid seks
 Pada usia reproduksi dan dalam keadaan tidak hamil, endometrium mengalami
berbagai siklis yang berkaitan dengan aktivitas ovarium

9
Endometrium terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan basal dan fungsional. Di bawah
pengaruh estrogen lapisan fungsional akan berproliferasi. Dibawah pengaruh estrogen dan
progesterone, lapisan fungsional akan bersekresi. Apabila terjadi fertilisasi dan implantasi,
maka lapisan endometrium akan berubah menjadi lapisan desidua. Jika tidak terjadi fertilisasi
dan implantasi akan timbul haid lagi (Rinata, et al 2020).

2.2.2 Hormon pada Persalinan

Keseimbangan hormon sangat penting pada persalinan demi mencapai


persalinan yang sukses dan aman. Hormon bertindak sebagai "pembawa pesan“
melalui aliran darah ke berbagai sel, kemudian menerjemahkan "pesan“ sebagai
tindakan.
Pada saat persalinan, terdapat 3 hormon yang akan aktif. Hormon-hormon
tersebut ada oksitosin, prostaglandin dan relaksin.
1. Oksitosin
Oksitosin merupakan hormon peptida yang disintesis di hipotalamus dan
disekresi oleh kelenjar hipofisis posterior (Appleton, et al 2022).
Selama persalinan, kadar oksitosin akan meningkat karena adanya
perangsangan daerah serviks oleh kepala bayi. Hal ini akan merangsang kontraksi
uterus yang akan mendorong janin ke arah serviks, yang kemudian diikuti oleh
meningkatnya pelepasan oksitosin. Mekanisme umpan balik positif ini disebut
refleks dari ferguson (Appleton, et al 2022).
Reseptor oksitosin pada otot uterus akan meningkat jumlahnya pada akhir
kehamilan dikarenakan efek esterogen. Ikatan oksitosin akan merangsang
produksi prostaglandin, yang akan meningkatkan kontraktilitas (terutama PGE2)
dan potensiasi kanal ion, yang memungkin kan refluks dari Ca2+ dan Na+.
Stimulasi reseptor oleh oksitosin juga akan memicu peningkatan Ca2+ dari
retikulum sarkoplasma (Appleton, et al 2022).

2. Prostaglandin
Prostaglandin adalah suatu eikosanoid iyang ibekerja ilokal idan imengatur
iberbagai proses ipada itubuh. iSelama ipersalinan, iprostaglandin iPGE,
idisintesis idi isel iotot uterus isebagai irespons idari ioksitosin. iIni iakan
imeningkatkan ijarak idan imerangsang pelepasan iion ikalsium, iyang iakan

10
imenyebabkan ikontraksi iotot imenyerupai ikerja oksitosin (Appleton, et al
2022).
PGE2 ijuga idisintesis idi iserviks, iyang imenyebabkan iserviks imenjadi
ilunak dan berdilatasi. iKondisi iini idikenal idengan iistilah ipematangan
iserviks (Appleton, et al 2022).

3. Relaksin
Relaksin iakan imemicu irelaksasi iligamen ipelvis iserta imelunakkan iserviks
proses ipersalinan. iHal iini iakan imemungkinkan ikedua istruktur itersebut
iselama untuk imerenggang isehingga ijanin idapat imelewati ipelvis (Appleton,
et al 2022).

2.2 Persalinan

(Sumber : https://www.dictio.id/t/apa-saja-tahapan-dalam-persalinan/13368)

Persalinan merupakan proses pengeluaran janin dan plasenta yang ditandai dengan adanya
kontraksi uterus. Kontraksi yang teratur akan membantu dilatasi serviks secara progresif. Proses
dilatasi serviks terdiri dari fase laten dan fase aktif yang mempunyai durasi berbeda. Fase laten adalah
fase awal yang memulai pada saat adanya kontraksi yang teratur dengan dilatasi serviks 0-3cm, fase
ini berlangsung sekitar 8-10 jam pada primpara dan 6-8 jam pada nulipara, pengkajian pada fase laten
sangat penting untuk mengevaluasi adanya abnormalitas persalinan. Sedangkan fase aktif dimana
dilatasi serviks membuka 4-10 cm dengan rata-rata lamanya 6 jam, pada fase aktif melelahkan bagi
ibu karena nyeri yang dirasakan dari punggung hingga anus (Kurniawati, 2017).

Partus normal/partus biasa adalah persalinan disaat bayi lahir melalui vagina ibu dengan
posisi belakang kepala/ubun-ubun kecil, tanpa memakai alat/pertolongan istimewa, serta tidak
melukai ibu maupun bayi (kecuali episiotomi), pada kurun waktu 24 jam. Periode persalinan dibagi
menjadi empat kala, yaitu sebagai berikut :

11
1) Kala I : pembukaan serviks dari 1-10cm (lengkap)
2) Kala II : pengeluaran janin
3) Kala III : pengeluaran dan pelepasan plasenta
4) Kala IV : dari lahirnya plasenta selama 1-2 jam

2.3 Perubahan Sistem Endokrinologi pada Persalinan

Perubahan endokrin dan metabolik yang terjadi selama kehamilan merupakan akibat langsung
dari sinyal hormon yang dihasilkan unit plasenta-janin. Permulaan dan perkembangan kehamilan
tergantung dari interaksi neuronal dan faktor hormonal. Pengaturan neuro endokrin di dalam plasenta,
pada janin dan kompartemen ibu sangat penting dalam mengarahkan pertumbuhan janin dan
perkembangannya sebagaimana juga dalam mengkoordinasi awal suatu persalinan. Adaptasi
gestasional yang terjadi selama kehamilan meliputi implantasi dan perawatan kehamilan dini,
modifikasi sistem maternal dalam rangka mempersiapkan dukungan nutrisi perkembangan janin; dan
persiapan persalinan dan menyusui.

Selama persalinan, oksitosin arteria umbilikalis lebih tinggi daripada oksitosin dalam vena
umbilikalis. Terdapat dugaan bahwa hipofisis posterior janin agaknya berperan dalam perjalanan
proses persalinan.

2.3.1 Kontrol Endokrin pada Persalinan

Dalam minggu-minggu terakhir kehamilan, dua proses menandai mendekatnya


persalinan. Kontraksi uterus yang biasanya tidak nyeri dan menjadi semakin sering, dan
segmen bawah uterus dan serviks menjadi lebih lunak dan tipis, suatu proses yang dikenal
sebagai penipisan atau "pematangan". Meskipun tanda-tanda ini tidak jarang palsu, permulaan
persalinan biasanya akan segera terjadi bila kontraksi menjadi teratur setiap 2-5 menit, dan
persalinan dalam waktu kurang dari 24 jam.

A. Oksitosin

Infus oksitosin sering diberikan untuk menginduksi ataupun membantu persalinan.


Kadar oksitosin ibu maupun janin keduanya meningkat spontan selama persalinan, namun
tidak satupun yang dengan yakin dapat dibuktikan meningkat sebelum persalinan dimulai.
Data-data pada hewan mengesankan bahwa peran oksitosin dalam mengawali persalinan
adalah akibat meningkatnya kepekaan uterus terhadap oksitosin dan bukan karena
peningkatan kadar hormon dalam plasma. Bahkan wanita dengan diabetes insipidus masih
sanggup melahirkan tanpa penambahan oksitosin : jadi hormon yang berasal dari ibu bukan
yang paling penting di sini.

B. Prostaglandin

Prostaglandin F2 yang diberikan intra-amnion ataupun intravena merupakan suatu


abortifum yang efektif pada kehamilan sedini 14 minggu. Pemberian prostaglandin E2
pervagina akan merangsang persalinan pada 26 kebanyakan wanita hami trimester ketiga.
Amnion dan korion mengandung asam arakidonat dalam kadar tinggi, dan desidua
mengandung sintetase prostaglandin yang aktif. Prostaglandin hampir pasti terlibat dalam

12
pemeliharaan proses setelah persalinan dimulai. Prostaglandin agaknya juga penting dalam
memulai persalinan pada beberapa keadaan, misalnya pada amnionitis atau bila selaput
ketuban "dipecahkan" oleh dokter. Prostaglandin agaknya merupakan bagian dari jaras akhir
bersama" dari persalinan.

C. Relaksin

Relaksin iakan imemicu irelaksasi iligamen ipelvis iserta imelunakkan iserviks proses
persalinan. iHal iini iakan imemungkinkan ikedua istruktur itersebut iselama untuk
merenggang sehingga ijanin idapat imelewati ipelvis.

2.4 Induksi Persalinan

Induksi persalinan merupakan intervensi obstetrik yang harus dilakukan jika kelahiran elektif
akan menguntungkan bagi ibu dan bayi. Tujuan induksi adalah menyebabkan kelahiran bayi sehingga
mengakhiri kehamilan. Keberhasilan induksi bergantung pada kontraksi adekuat yang efektif dalam
menimbulkan dilatasi serviks yang progresif. Induksi dimaksudkan sebagai stimulasi kontraksi
sebelum mulai terjadi persalinan spontan, dengan atau tanpa rupture membrane. Augmentasi merujuk
pada stimulasi terhadap kontraksi spontan yang dianggap tidak adekuat karena kegagalan dilatasi
serviks dan penurunan janin. Jika terjadi kegagalan his menyebabkan persalinan lambat dan lama
serta menyebabkan terjadi gangguan metabolisme ke arah asidosis dan dehidrasi yang memerlukan
penanganan sesuai dengan penyebabnya. Bila hanya kekuatan his yang lemah maka dapat dilakukan
upaya induksi persalinan dengan metode infus oksitosin (Yanuarini, et al 2022).

13
BAB III

PEMBAHASAN

3.1.Hormon Oksitosin pada Persalinan

His adalah gelombang kontraksi ritmis otot polos dinding uterus yang dimulai dari
daerah fundus uteri saat tuba fallopi memasuki dinding uterus. Kontraksi ini akan membuat
fetus/janin terdorong keluar. Penyebab terjadinya his adalah karena hormon oksitosin yang
sedang bekerja. Pada saat persalinan, hormon oksitosin barada pada puncaknya. Hormon ini
akan menstimulasi kontraksi. Oksitosin akan meningkatkan produksi prostaglandin sehingga
kontraksi akan semakin intens dan memengaruhi proses pembukaan karena serviks akan
membuka dan menipis pada proses ini. Oksitosin juga dapat disuntikkan untuk membantu
pengeluaran plasenta dan mengurangi pendarahan.

3.2 Induksi persalinan oksitosin drip

Induksi persalinan merupakan intervensi obstetrik yang harus dilakukan jika kelahiran elektif
akan menguntungkan bagi ibu dan bayi. Tujuan induksi adalah menyebabkan kelahiran bayi sehingga
mengakhiri kehamilan. Keberhasilan induksi bergantung pada kontraksi adekuat yang efektif dalam
menimbulkan dilatasi serviks yang progresif (Yanuarini, et al 2022).

Induksi persalinan dirancang untuk merangsang kontraksi sebelum terjadi persalinan


spontan, dengan atau tanpa rupture membran (ketuban pecah). Peningkatan ditujukan pada

14
stimulasi terhadap kontraksi spontan yang dianggap tidak cukup kuat sehingga serviks tidak
mengalami dilatasi dan janin tidak menurun. Jika kontraksi spontan gagal, maka persalinan
akan berjalan lambat dan lama, serta metabolisme akan mengalami gangguan metabolisme,
menyebabkan asidosis dan dehidrasi dan memerlukan penangan yang sesuai dengan
penyebabnya. Jika hanya hanya kekuatan his yang lemah, maka bisa dilakukan tindakan
induksi persalinan dengan metode oksitosin drip/infus oksitosin.

Dengan dilakukannya upaya induksi persalinan oksitosin drip, oksitosin akan


meningkatkan produksi prostaglandin dan akan menstimulasi kontraksi agar semakin intens
sehingga serviks akam membuka dan menipis dan memudahkan fetus terdorong keluar.

3.3 Faktor Keberhasilan Induksi Persalinan Oksitosin drip

Induksi persalinan merupakan tindakan yang memliki resiko oleh sebab itu penyedia layanan
kesehatan harus memiliki program jaminan kualitas dan kebijakan induksi, termasuk alat-alat
keselamatan seperti daftar periksa atau rekam medik, untuk memastikan bahwa induksi dilakukan
dengan kualitas terbaik. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan induksi persalinan, baik
faktor eksternal dari penyedia layanan kesehatan maupun faktor internal dari ibu hamil. Makalah ini
menganalisis jurnal penelitian yang memfokuskan pada faktor ineternal dengan tujuan penelitian
untuk untuk mengetahui hubungan karakteristik ibu (umur, paritas, BMI) dengan keberhasilan induksi
persalinan infus oksitosin.

Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur, Paritas, BMI, dan Keberhasilan Induksi
Persalinan Oksitosin Drip .

Distribusi Frekuensi Jumlah (n) Presentase(%)

Umur  
< 20 tahun 19 13,1%
20 – 35 tahun 110 75,3%

>35 tahun 17 11,6%


Paritas  
Nullipara 40 27,4%
Primipara 57 39,0%
Multipara 49 33,6%
BMI  

15
< 18,5 kg/m2 9 6,2%

18,5 – 9 kg/m2 69 47,3%

>25 kg/m2 68 46,5%


Keberhasilan  

Berhasil 136 93,1%


Gagal 10 6,9%
Jumlah 146 100%

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur, Paritas, BMI, dan Keberhasilan Induksi
Persalinan Oksitosin Drip Ibu dengan Induksi Persalinan Oksitosin Drip di RS Aura Syifa Kabupaten
Kediri Bulan Juli- Desember 2016

Berdasarkan Tabel 1. diketahui bahwa sebagian besar responden berumur 20- 35


tahun yaitu 110 responden (75%). Jika dilihat dari paritas diketahui bahwa hampir setengah
dari responden adalah ibu primipara yaitu 57 responden (39%). Jika dilihat dari BMI
diketahui bahwa hampir setengah dari responden memiliki BMI 18,5- 24,9 kg/m2 yaitu 69
responden (47,3%). Dan jika dilihat dari keberhasilan induksi oksitosin drip diketahui bahwa
hampir seluruh responden berhasil dalam induksi oksitosin drip yaitu 136 responden (93,1%)
(Yanuarini, et al 2022).

3.3.1 Hubungan Karakteristik Ibu (Umur) dengan Keberhasilan Induksi


Persalinan Oksitosin Drip

Umur reproduktif bagi seorang wanita adalah umur 20- 35 tahun. Di bawah dan di atas umur
tersebut akan meningkatkan risiko pada kehamilan dan persalinan. Pada ibu dengan umur 20-
35 tahun, organ- organ reproduksi yang dimilikinya sudah sempurna secara keseluruhan dan
perkembangan kejiwaan juga sudah matang sehingga sudah siap menjadi ibu dan menerima
kehamilannya. Sedangkan pada ibu dengan umur di bawah 20 tahun, organ reproduksi wanita
belum sempurna secara keseluruhan dan perkembangan kejiwaan belum matang sehingga
belum mempunyai kesiapan untuk menjadi ibu dan menerima kehamilannya dimana hal ini
dapat berpengaruh terhadap terjadinya komplikasi obstetri yang dapat meningkatkan risiko
kematian ibu dan bayi. Dan kehamilan umur lanjut yaitu di atas 35 tahun dapat menjadi suatu
masalah, mempertimbangkan efek terhadap ibu dan janin dan risiko yang menyertainya. Efek
umur ibu yang sudah lanjut terhadap keberhasilan induksi persalinan bukan hal yang
mengejutkan. Sistem reproduksi wanita tua mengalami penuaan sehingga kurang responsif

16
terhadap sinyal- sinyal yang berperan dalam timbulnya kontraksi uterus (Yanuarini, et al
2022).

Peningkatan risiko ini dapat disebabkan oleh perubahan fisiologis terkait penuaan
sistem reproduksi. Peningkatan risiko kelahiran preterm, bayi dengan berat badan lahir
rendah, hambatan pertumbuhan janin intrauterin, kematian janin, dan kematian bayi baru lahir
menjadi risiko pada kehamilan pada ibu hamil umur lanjut (Yanuarini, et al 2022).

Defek kromosomal, komplikasi persalinan, dan peningkatan risiko persalinan seksio


sesarea dapat menyertai persalinan pada ibu hamil umur lanjut (Biaggi, Conroy, Pawlby, &
Pariante, 2016). Risiko persalinan yang dihadapi ibu hamil dengan umur muda berhubungan
dengan sistem reproduktif yang belum matang. Ketidaksiapan anatomis dan fisiologis sistem
reproduktif akan menyebabkan berbagai komplikasi kehamilan dan persalinan (Yanuarini, et
al 2022).

Umur muda ibu hamil berhubungan dengan peningkatan risiko persalinan terutama
kematian bayi, baik antepartum dan intrapartum. Semakin muda umur ibu hamil, semakin
tinggi risiko persalinan yang dihadapi. Ibu hamil dengan umur di bawah 15 tahun memiliki
risiko persalinan dua kali lebih besar dibandingkan dengan ibu hamil umur remaja tua
(Yanuarini, et al 2022).

3.3.2 Hubungan Karakteristik Ibu (Paritas) dengan Keberhasilan Induksi


Persalinan Oksitosin Drip

Paritas pada wanita multipara berperan dalam mempertahankan uterus untuk kembali
bersiap- siap melakukan proses persalinan. Paritas dapat mempertahankan respon uterus
hingga akhir trimester 2 atau hingga umur aterm dan meningkatkan kinerja uterus sehingga
kontraksi dapat dipicu (Yanuarini, et al 2022).

Paritas adalah salah satu faktor yang dapat membantu dalam memprediksi
keberhasilan induksi persalinan. Penelitian yang dilakukan oleh Triatmi, Andri Yanuarini, et
al menyebutkan bahwa paritas adalah salah satu faktor yang terkait dengan keberhasilan
induksi. Angka keberhasilan induksi persalinan pada ibu nullipara lebih rendah jika
dibandingkan dengan ibu primipara. Ibu nullipara memiliki kemungkinan kegagalan 4,6 kali
dibandingkan dengan ibu multipara (Yanuarini, et al 2022).

3.3.3 Hubungan Karakteristik Ibu (BMI) dengan Keberhasilan Induksi


Persalinan Oksitosin Drip

17
Induksi persalinan sukses dilaksanakan pada 63% ibu bersalin yang memiliki rata-
rata BMI yang rendah. BMI ibu juga dapat menjadi salah satu parameter signifikan dalam
menentukan keberhasilan atau kegagalan induksi persalinan. BMI merupakan parameter yang
lebih baik jika dibandingkan dengan skor Bishop. Wanita dengan BMI 23 memiliki tingkat
risiko persalinan saesar sebesar 19,5%. Pada wanita dengan obesitas seringkali dihubungkan
dengan beberapa komplikasi dalam kehamilan termasuk kegagalan induksi persalinan,
peningkatan risiko caesar, peningkatan risiko terhadap infeksi pasca operasi, dan risiko
terhadap kehilangan darah yang banyak (Yanuarini, et al 2022).

3.4 Critical Appraisal

1. Identitas Jurnal
A. Judul jurnal : KARAKTERISTIK IBU DALAM KEBERHASILAN INDUKSI
PERSALINAN OKSITOSIN DRIP
B. Nama jurnal : Jurnal Wiyata
C. Vol dan Hal : Vol. 9 & hal 1-7
D. Tahun : 2022
E. Penulis jurnal : Triatmi Andri Yanuarini, Shinta Kristianti, Eka Lita Aprilia Sari

2. Latar Belakang
Induksi persalinan merupakan intervensi obstetri yang dilakukan jika persalinan
elektif akan bermanfaat baik bagi ibu maupun bayinya. Keberhasilan induksi tergantung pada
kontraksi adekuat yang efektif menyebabkan dilatasi serviks yang progresif. Tujuan induksi
adalah menyebabkan kelahiran bayi sehingga mengakhiri kehamilan. Keberhasilan induksi
bergantung pada kontraksi adekuat yang efektif dalam menimbulkan dilatasi serviks yang
progresif (Fraser, 2009). Induksi dimaksudkan sebagai stimulasi kontraksi sebelum mulai
terjadi persalinan spontan, dengan atau tanpa rupture membrane. Augmentasi merujuk pada
stimulasi terhadap kontraksi spontan yang dianggap tidak adekuat karena kegagalan dilatasi
serviks dan penurunan janin (Cunningham, 2016). Jika terjadi kegagalan his menyebabkan
persalinan lambat dan lama serta menyebabkan terjadi gangguan metabolisme ke arah
asidosis dan dehidrasi yang memerlukan penanganan sesuai dengan penyebabnya. Bila hanya
kekuatan his yang lemah maka dapat dilakukan upaya induksi persalinan dengan metode infus
oksitosin(Manuaba, 2010).

3. Rumusan Masalah

18
Bagaimana cara penelitian ini untuk mengetahui hubungan karakteristik ibu (umur,
paritas, BMI) dengan keberhasilan induksi persalinan infus oksitosin?

4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini untuk mengetahui hubungan karakteristik ibu (umur, paritas, BMI)
dengan keberhasilan induksi persalinan infus oksitosin.

5. Metode Penelitian
Desain penelitian yang digunakan Cross Sectional. Sampel penelitian adalah 146
responden dari 228 populasi yang ada di RS Aura Syifa. Pengambilan sampel secara simple
random sampling. Dalam penelitian ini analisis data yang digunakan adalah uji Chi Square
dengan taraf signifikansi 0,05.

6. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square diperoleh nilai < (0,022 < 0,05) untuk umur
keberhasilan induksi persalinan infus oksitosin. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai
< (0,007 < 0,05) untuk paritas dengan keberhasilan induksi infus oksitosin dan hasil
pengujian diperoleh nilai < (0,003 < 0,05) untuk BMI dengan keberhasilan induksi persalinan
infus oksitosin.

7. Simpulan
Berdasarkan analisis hasil dan pembahasan tersebut maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Ada hubungan umur dengan keberhasilan induksi persalinan oksitosin drip
2. Ada hubungan paritas dengan keberhasilan induksi persalinan oksitosin drip
3. Ada hubungan BMI dengan keberhasilan induksi persalinan oksitosin drip.

8. Saran
Diharapkan bagi tempat penelitian dapat lebih mempertimbangkan pengambilan
keputusan dilakukannya induksi persalinan oksitosin drip pada pasien yang rentan mengalami
kegagalan induksi sehingga kasus kegagalan induksi dan risiko persalinan caesar dapat
diturunkan.

3.4.1 Kritik

19
Dalam jurnal ini menurut kami masih kurangnya bagian pendapat bagi penulis,
karena menurut kami pembaca akan bisa memahami critical apprisial dan untuk
pembahasannya terlalu menggunakan istilah yang kurang dipahami. Pada pembahasan belum
disertakan teknik induksi apa yang dapat digunakan, karena menurut kami ada beberapa
teknik induksi yang ada pada metode induksi persalinan, sehingga kami bisa lebih memahami
lebih luas tentang induksi persalinan untuk bagian yang kami rasa sudah cukup bagus dan
pembahasannya sudah jelas singkat.

3.4.2 Saran
Disarankan untuk jurnal ini agar kedepannya dapat ditambah pembahasan yang lebih
luas dengan bahasa maupun penjelasan yang lebih mudah dipelajari. Serta mampu
memperbarui pembahasan jurnal dengan menyesuaikan teori yang sedang berkembang di
tahun yang akan datang, agar teori yang dipahami sesuai dengan di lapangan pada tahun yang
sedang berjalan.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Persalinan normal hingga saat ini masih menjadi metode pilihan pertama seorang ibu.
Persalinan ibu dibantu oleh hormon-hormon yang akan bekerja sesuai fungsinya, seperti
oksitosin yang berperan menstimulasi kontraksi, prostaglandin yang membuat serviks
menjadi lunak dan berdilatasi serta relaksin yang iakan imemicu irelaksasi iligamen ipelvis serta
imelunakkan iserviks proses ipersalinan. Keseimbangan hormon sangat penting pada saat
persalinan demi mencapai persalinan normal yang sukses dan aman.

Jika kontraksi spontan ibu lemah dan tidak cukup kuat untuk membuka dan menipiskan
serviks guna sebagai jalan lahir bayi maka upaya induksi persalinan dilakukan untuk
mengurangi tindakan Sectio Cesaria.induksi persalinan metode oksitosin drip dapat dilakukan.
Oksitosin yang masuk akan merangsang kontraksi agar lebih intens sehingga serviks akan menipis
dan berdilatasi dan bayi akan mudah terdorong keluar.

20
Faktor internal berupa karakteristik ibu (Umur, Paritas, BMI) juga menjadi faktor keberhasilan
induksi persalinan oksitosin drip.

4.2 Saran

Untuk mengurangi risiko persalinan caesar maka soarang ibu harus menghindari berbagai
hal yang dapat menyebabkan peningkatan resiko kegagalan pada persalinan normal. Ibu juga
diharapkan dapat menjaga keseimbangan hormon guna mencapai persalinan normal yang
sukses dan aman.

21
DAFTAR PUSTAKA

Yanuarini, Triatmi Andri, Shinta Kristianti, dan Eka Lita Aprilia Sari. 2022. Karakteristik Ibu dalam
Keberhasilan Induksi Persalinan Oksitosin Drip. Jurnal Wiyata, 9(1), 1-7.

Appleton, Amber, Olivia. Vanbergen, Ronan O'Neill, and Richard Murphy. 2022. Crash Course
Metabolism and Nutrition. Singapore: Elsevier.

Adaniyah, Esmaya R. A., Endang Sawitri., dan Erwin Ginting. 2021. Review: Pengaruh Faktor Risiko
Terhadap Induksi Persalinan. Jurnal Sains dan Kesehatan, 3(6), 910.

Rinata, Evi., dan Hesty Widowati. 2020. Genetika dan Biologi Reproduksi. Sidoarjo: UMSIDA Press.

Widowati, Hesty., dan Evi Rinata. 2020. Anatomi. Sidoarjo: UMSIDA Press.

Handayani, Maharani Ratna Duhita, Ulinniam, Charliany Hetharia, Buala Junaedi Sianturi, Muh. Sri
Yusal, Eko Sutrisno, Rini Purbowati, Visi Tinta Manik, Pelita Octorina, Hasria Alang, dan
Eka Apriyanti. 2020. Biologi Umum. Bandung: Widina Bhakti Persada Bandung.

Rohmah, Fayakun Nur., Nawangsih, Umu Hani Edi. 2020. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Keberhasilan Induksi Persalinan. Jurnal PROFESI, 18(1), 42-43.

Aspar, Hukmiyah., Ayatullah Harun., dan Sukarsih. 2019. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Keberhasilan Induksi Persalinan di Rumah Sakit Umum Bahagia Makassar Tahun 2019.
Jurnal Kesehatan, 3(2), 111.

22

Anda mungkin juga menyukai