Anda di halaman 1dari 11

SEJARAH AGAMA ISLAM

DI PULAU SUMATERA
Oleh :

ASRI INGRATUBUN

KELAS : XII IPS 2

MADRASAH ALIYAH NEGERI TUAL


2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia adalah Negara yang dimana kebanyakan adalah orang yang menganut agama

Islam, karena dalam agama ini tidak ada sistem kasta atau yang lainnya seperti dalam agama

Hindu maupun agama Budha yang dimana agama itu sudah berkembang sebelum kedatangan

agama Islam. Dalam agama Islam derajat seseorang itu sama, baik ia kaya atau miskin, yang

menjadikan derajat orang itu tinggi adalah keimanan dan ketakwaan. Inilah yang menyebabkan

kebanyakan orang memilih Islam sebagai agama yang patut untuk di ikuti atau di yakini.

Dalam agama Islam ini Allah telah berfirman kepada manusia agar ia saling

menyampaikan agama Islam kepada orang lain, yang dimana Firman itu berbunyi “sampaikanlah

ajaranku walau satu ayat”. Rasulullah SAW telah menyampaikan ajaran Allah kepada seluruh

penduduk Makkah selama berpuluhan tahun dengan mendapatkan berbagai rintangan yang ia

hadapi, sebenarnya masyarakat pada wakyu itu sudah yakin dengan agama Islam , tapi para

bangsawan kaum quraisy membuanh jauh-jauh keyakinan itu, sebab dalam Islam ini tidak

mengenal aakn system kasta atau perbedaan yang lain, jadi kaum bangsawan sulit untuk di ajak

masuk Islam, dan dengan kesabaran dan  dan akhirya agama itu dapat di terima oleh orang-orang

baik kaum bangsawan maupun rakyat jelata.Akhirnya agama Islam pun semakin berkembang.

Dari sinilah akhirnya Islam dapat masuk dan berkembang di Indonesia ini.

Sebelum Islam bertamu ke Indonesia, berbagai macam agama dan kepercayaan dianut oleh

masyarakat, seperti animisme, dinamisme, Hindu, dan Buddha. Namun, ajaran Rasulullah SAW

memasuki Nusantara lewat jalur perdagangan secara berangsur-angsur dan tanpa paksaan. Hal itu

membuat Islam mudah diterima oleh masyarakat. Mengutip buku “Tuntas: Pendidikan Agama

Islam”, sejak abad ke-7 Masehi (abad ke-1 Hijriah), Selat Malaka mulai dilalui para pedagang

muslim dari bangsa Arab, yang sejak masa Khilafah Utsman bin Affan telah mengembara lewat

jalan darat dan lautan Hindia sampai ke Negeri Cina.

Di negeri yang mereka singgahi, pengembara muslim membuat perkampungan, misalnya

di pantai Malabar (Gujarat) di pesisir barat India dan Sailan (Sri Lanka). Karenanya, muncul

kesan seolah-olah Islam yang datang ke Indonesia berasal dari pedagang muslim Gujarat, bukan

Bangsa Arab. Selain berniaga, para pengembara muslim tersebut turut menyebarkan ajaran Islam
di Nusantara. Banyak di antaranya yang memilih menetap di negeri yang mereka singgahi,

termasuk di Malaka, hingga berkeluarga dengan orang pribumi.

Di Sumatra, berdiri kerajaan Samudera Pasai yang merupakan kerajaan Islam pertama di

Indonesia sejak 1261 M. Kerajaan Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan karena letaknya

strategis di dekat Selat Malaka. Adanya jalur perhubungan dengan Gujarat membuat sektor

perdagangan Samudera Pasai berkembang. Samudera Pasai telah mengadakan hubungan dengan

Sultan Delhi di India. Ketika Ibnu Batutah diutus Sultan Delhi ke Cina, ia singgah di Samudera

Pasai terlebih dahulu dan bertemu dengan Sultan Malikuz Zahir.

Di sisi lain, di Jawa Timur, telah berdiri suatu negara maritim yang besar, yakni Majapahit,

yang tidak membiarkan tumbuhnya kekuatan di sekitar selat Malaka. Hingga sekitar tahun 1350

M Samudera Pasai dibinasakan oleh armada Majapahit. Hampir bersamaan dengan runtuhnya

Malaka karena diduduki portugis, lahir kerajaan baru di Sumatra, yaitu kerajaan Aceh pada abad

XVI M.

Seiring dengan berkembangnya Islam ini para sejarawan melakukan berbagai penelitian

tentang bagaimana cara masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia ini, yang kemudian

adanya berbagai teori yang muncul dalam penelitian-penelitian yang di lakukan oleh para

sejarawan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana teori masuknya Islam di Indonesia?
2. Bagaimana kondisi masyarakat masa kedatangan Islam
3. Apa bukti bahwa Islam masuk di Sumatera?

C. Tujuan Penulisan
1.    Untuk mengetahui  Apa saja teori masuknya Islam di Indonesia

2.    Untuk mengetahui bagaimana kondisi masyarakat pada masa kedatangan Islam

3.    Untuk mengetahui bukti bahwa Islam masuk di Sumatera


BAB II

PEMBAHASAN

A.    Teori Masuknya Islam di Indonesia

            Berbagai teori tentang masuknyaIslam di Indonesia ini terus muncul sampai saat ini, Fokus

ini mengenai tempat asal kedatangan Islam di Indonesia ini, siapa pembawanya, dan waktu

kedatangannya.  Ada beberapa pendapat tentang masuknya Islam di Indonesia ini.

1.    Teori Makkah

Islam yang  masuk dan berkembang di Indonesia berasal dari Jazirah Arab atau bahkan

dari Makkah pada abad ke7 M. Teori ini dikemukakan oleh Hamka (Haji Abdul Malik bin Abdul

Karim Amrullah), ia adalah seorang ulama’ sekaligus seorang sastrawan Indonesia. Hamka

mengemukakan pendapat ini pada tahun 1958, saat orasi yang disampaikan pada dies natalis

perguruan tinggi Islam Negri (PTIN) di Yogyakarta. Ia menolak seluruh anggapan para sarjana

Barat yang mengemukakan bahwa Islam datang di Indonesia ini tidak langsung dari Arab. Bahkan

argumentasi yang dijadikan rujukan Hamka adalah sumber lokal Indonesia dan sumber Arab.

Selain itu yang tidak boleh diabaikan adalah fakta menarik lainnya adalah bahwa orang-orang

Arab sudah berlayar mencapai  Cina pada abad ke-7 M dalam rangka berdagang. Hamka percaya

dalam perjalanan inilah mereka singgah di kepulauan Nusantara saat itu (Budiyanto, 2012).

2.    Teori Gujarat

Teori Gujarat mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia ini berasal dari

Gujarat pada abad ke-13, Islam dibawa dan disebarkan oleh pedagang-pedagang Gujarat yang

singgah di kepulauan Nusantara. Mereka menempuh jalur perdagangan yang sudah terbentuk

antara India dan Nusantara. Pendapat ini dkemukakan oleh Snouck Hurgronje. Ia mengambil

pendapat ini dari Pijnapel, seorang pakar dari Universitas Leiden Belanda, yang sering meneliti

artefak-artefak peninggalan di Indonesia. Pendapat Pijnapel ini juga dibenarkan oleh J.P Moquette

yang pernah meneliti bentuk nisan kuburan-kuburan raja-raja pasai. Kuburan Sultan Malik Ash-

Shalih. Nisan kuburan Maulana Malik Ibrahim di Gresik, Jawa Timur juga ditelitinya. Dan

ternyata sangat mirip dengan bentuk nisan-nisan kuburan yang ada di Cambay, Gujarat. Rupanya

pendapat ini disanggah oleh S.Q. Fatimi. Pendapat Fatimi ini adalah bahwa nisan-nisan kuburan
yang ada di Aceh dan Gresik justru lebih mirip dengan nian-nisan kuburan yang ada di Benggala,

sekitar Bangladhes sekarang (Mujahid, 2012).

3.    Teori Cina

Teori ini mengungkapkan tentang agama Islam yang disebarkandi Indonesia oleh orang-

orang Cina. Mereka bermadhab Hanafi, pendapat ini disimpulkan oleh salah seorang pegawai

Belanda pada masa pemerintahan kolonial Belanda dulu.  Hal ini diperkuat dengan berita Jepang

(784 M), yang menceritakan tentang perjalanan berita Kashin. (Mujahid, 2012).

Teori ini beranggapan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari para

perantau Cina. Orang Cina telah berhubungan dengan masyarakat Indonesia jauh sebelum Islam

dikenal di Indonesia. Pada masa  Hindu Buddha etnis Cina atau Tiongkok telah berbaur dengan

penduduk Indonesia, terutama melalui kontak dagang. Bahkan ajaran Islam telah masuk ke Cina

pada abad ke-7 M, masa dimana agama ini baru berkmbang (Budiyanto, 2012).

4.    Teori Persia

Teori Persia mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia beasal dari daerah

Persia atau Parsi (Iran). Pencetus dari teori inni adalah Hosein Djajadiningrat, sejarawan asal

Banten. Dalam memberikan argumentasinya, Hosein lebih menitik beratkan analisisnya pada

kesamaan budaya dan tradisi yang berkembang antara masyarakat Parsi dsn Indonesia.   Tradisi

tersebut antara lain : tradisi merayakan 10 Muharram atau Asyuro sebagai hari suci kaum Syi’ah

atas kematian Husain bin Ali, cucu Nabi Muhammad, seperti yang berkembang dalam tradisi tabut

di Pariaman di Sumatera Barat. Istilah “tabut” (keranda) diambil dari bahasa Arab yang ditranslit

melalui bahasa Parsi. Tradisi lain adalah ajaran mistik yang banyak kesamaan, misalnya antara

ajaran Syekh Siti Jenar dari JawaTenggah dengan ajaran Sufi Al-Hallaj dari Persia. Bukan

kebetulan keduanya mati dihukum oleh penguasa setempat karena ajaran-ajarannya dinilai

bertentangan dengan ketauhitan Islam (murtad) dan membahayakan stabilitas politik dan social.

Alasan lain yang dikemukakan Hosein yang sejalan dengan teori Moquetta, yaitu ada kesamaan

seni kaligrafi pahat batu-batu nisan yang dipakai di kuburan Islam awal di Indonesia. Kesamaan

ini adalah bahwa umat Islam Indonesia menganut mahzab Syafi’i sama seperti kebanyakan muslim

(Budiyanto, 2012).
B.     Kondisi Masyarakat Masa Kedatangan Islam

Agama Islam telah masuk ke Indonesia semenjak abad pertama Hijriyah atau antara abad

ke-7 dan 8 Masehi. Dimulai dari daerah pantai pesisir Sumatera, kemudian terbentuk kerajaan

Islam untuk yang pertama kali di Aceh. Sebelum Islam masuk di Aceh, sudah ada kerajaan-

kerajaan seperti Kerajaan Lamuri dan kerajaan lain yang disebutkan dalam sumber asing seperti

Perlak dan Pasai. Pada masa kerajaan Lamuri telah tercipta hubungan yang baik dengan luar negri

terutama Cina dan India. Ini memungkinkan karena letak Aceh yang strategis di jalan lintas

perdagangan internasional (encik, 2012).

Kedatangan orang-orang Islam di Asia Tenggara mungkin belum terasa akibat-akibatnya

bagi kerajaan-kerajaan di negeri-negeri tersebut. Karena usaha-usaha mereka itu baru pada taraf

menjelajahi masalah-masalah di bidang pelayaran dan perdagangan. Kerajaan Sriwijaya dari abad

ke-7 sampai anbad ke-12 di bidang ekonomi dan politik masih menunjukkan kemajuannya, sejak

akhir abad ke-12 mulai menunjukkan kemundurannya yang prosesnya terbukti pada abad ke-13.

Sejalan dengan kelemahan yang dialami kerajan Sriwijaya, pedagang –pedagang muslim yang

mungkin disertai pula oleh mubaligh-mubalighnya lebih berkesempatan untuk mendapatkan

keuntungan dagang dan keuntungan politik. Mereka menjadi pendukung daerah-daerah yang

muncul dan yang menyatakan dirinya sebagai sebagai kerajaan yang bercorak Islam ialah Samdra

Pasai di pesisir timur laut Aceh (Poesponegoro & Notosusanto, 2010:2-3).

Munculnya agama Islam di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh akan budaya, dari

kebudayaan orang yang membawa pengaruh Islam dengan Nusantara. Persentuhan hubungan ini

terjadi sebagai salah satu akibat dari hubungan yang dilakukan antara orang-orang Islam dengan

orang-orang yang ada di Nusantara. Sebab, daerah Nusantara merupakan jalur perdagangan

strategis yang menghubungkan antara dua negara, yaitu Laut Tengah dan Cina. Hubungan

perdagangan yang semakin lama semakin intensif menimbulkan pengaruh terhadap masuknya

pengaruh-pengaruh kebudayaan Arab, Parsi, India, dan Cina di Nusantara. Dengan kata lain,

terjadilah proses akulturasi antara kebudayaan negara-negara itu dengan kebudayaan Nusantara

(Husnayya, 2010)
1.    Kondisi Sosial Budaya
            Pada masa kedatangan Islam di Indonesia terdapat aneka ragan suku bangsa,
organisasi suku pemerintahan, struktur ekonomi, dan sosial-budaya. Suku bangsa
Indonesia yang bertempat tinggal di daerah-daerah pedalaman, dilihat dari sudut
antropologi budaya, belum banyak mengalami percampuranjenis-jenis bangsa dan budaya
dari luar, seperti India, Persia, Arab, dan Eropa. Struktur ekonomi, sosial, dan budaya agak
statis dibandingkan dengan suku bangsa yang mendiami daerah pesisir. Mereka yang
berdiam di pesisir lebih-lebih di kota pelabuhan, menunjukan cirri-ciri fisik dan sosial
budaya yang lebih berkembang yang disebabkan percampuran dengan bangsa dan budaya
dari luar (Poesponegoro & Notosusanto, 2010:14).
            Kita mengetahui bahwa dalam masa kedatangan da penyebaran Islam, di Indonesia
terdapat Negara-negara yang bercorak Hindu, seperti di Sumatera yang terdapat kerajaan
Sriwijaya dan Melayu. Kerajaan-kerajaan di Sulawesi tersebut tidak menunjukkan
pengaruh India atau Indonesia Hindu, hal ini terlihat dari struktur birokrasi pemerintahan
yang merupakan federasi limpo-limpo dibawah pimpinan Arungmatoa yang biasanya
dipilih dari arung-arung, dan system pemerintahan yang mengenal unsure-unsur
demokrasi (Poesponegoro & Notosusanto, 2010:14).
Dari berita Tome Pire diketahui pula bahwa di daerah Sumatera di samping banyak
kerajaan yang sudah bercorak Islam juga banyak yang belum memeluk Islam, dank arena
itu sering kali disebut cafre. Struktur pemerintahan seperti telah diberitakan oleh Tome
Pire situ diperkuat lagi oleh Antonio Galvao yang menyebut bahwa di Maluku, setiap
tempat merdeka dengan daerah dan batas-batasnya sendiri.  Penduduknya hidup
bersama  dalam masyarakat-masyarakat yang memenuhi keperluannya sendiri.
Masyarakat-masyarakat tersebut diperintah oleh orang tua yang dianggap lebih baik dari
pad yang lain (Poesponegoro & Notosusanto, 2010:15).

2.     Kondisi Politik dan Ekonomi


Pada abad ke-12 situasi dan kondisi politik bahkan ekonomi kerajaan-kerajaan
Indonesia-Hindu pada masa kedatangaan orang-orang muslim ke daerah Sumatera dan
Jawa, Sriwijaya dan Majapahit mulai mengalami kemunduran. Hal ini disebabkan karena
politik kerajaan-kerajaan di Sumatera dan Jawa sendiri dan mungkin juga oleh pengaruh
politik perluasan kekuasaan Cina ke kerajaan-kerajaan di daratan Asia Tenggara
(Poesponegoro & Notosusanto, 2010:19).
Kemunduran Sriwijaya ini disebabkan karena faktor politik ekskapansi dari
kerajaan Singhasari dan Majapahit, dasamping kemungkinan perluasan pengaruh Cina dan
kerajaan-kerajaan di daratan Asia Tenggara. Untuk Majapahit faktor politik dalam negri
sendiri, yaitu pemberontakan-pemberontakan dan sengketa diantar anggota keluarga raja
dalam perebutan kekuasaan. Adanya pmberontakan, perang perebutan kekuasaan di
kalangan keluarga raja-raja itu mengakibatkan pula kelemahan bagi perekonomian rakyat,
bahkan juga perekonomian segolongan bangsawan sendiri tidak  terlibat dalam perebutan
kekuasaan itu, karena perang-perang itu jelas menghabiskan waktu, tenaga, dan bahkan
keperluan-keperluan hidup. Bupati-bupati Majapahit yang ditempatkan di pesisir utara
Jawa melepaskan diri bukan karena factor politik saja, melainkan juga factor hubungan
ekonomi dengan pedagang-pedagang muslim (Poesponegoro & Notosusanto, 2010:19).
Sementara itu, dalam suasana politik yang kacau, banyak pedagang muslim yang
mengunjungi Nusantara, diantaranya mungkin juga terdapat mubaligh-mubaligh. Mereka
juga berdiam dalam perkampungan-perkampungan. Sudah tentu diantara mereka terdapat
pula orang kaya, dan orang muslim tersebut menerima dan memakai bahasa penduduk
setempat yang mereka Islamkan. Mereka mencari budak-budak untuk mereka Islamkan,
dengan cara ini mereka mencari tiap keluarga muslaim menjadi inti masyarakat muslim
dan pusat kegiatan peng-Islaman. Dengan cara perkawinan pula Islam memasuki lapisan
masyarakat bangsawan (Poesponegoro & Notosusanto, 2010:19).

C.    Bukti Islam masuk di Sumatera


            Sejak abad ke-7 M, kawasan Asia tenggara mulai berkenalan dengan tradisi Islam.
Ini terjadi karena para pedagang muslim, yang berlayar di kawasan ini, singgah untuk
beberapa waktu. Pengenalan Islam lebih intensif, khususnya di semenanjung Melayu dan
nusantara. Di Indonesia, kehadiran Islam secara lebih nyata terjadi sekitar akhir abad 13
M, yakni dengan adanya makam Sultan Malik al-Saleh, terletak di kecamatan Samudra di
Aceh utara. Pada makam tersebut tertulis bahwa dia wafat pada Ramadhan 696 H/1297 M.
Dalam hikayat Raja-raja Pasai dan Sejarah Melayu Malik, dua teks Melayu tertua Malik
Al-Saleh digambarkan sebagai penguasa pertama Kerajaan Samudra Pasai (Hill, 1960;
Ibrahim Alfian, 1973, dalam artikel Ambary).
Untuk menjastifikasi teorinya, Moquette membandingkan dengan data historis
yang lain, yaitu catatan Marco Polo yang mengunjungi Perlak dan tempat lain di wilayah
ini pada 1292 M. Pada proses islamisasi terjadi, persentuhan pedagang muslim dengan
penduduk setempat telah terjadi di sana untuk sekian lama hingga sebuah kerajaan Muslim
berdiri pada abad ke-13 M, Samudra pasai. Pendiri kerajaan tersebut bias dihubungkan
dengan kelemahan kerajaan Sriwijaya sejak abad ke-12 dan ke-13 M sebagaimana
dituturkan oleh Chou-Chu-Fei dalam catatan Ling Wa-Tai-ta (1178 M) (Tjandrasasmmita,
13-14).
Berdirinya kerajaan Samudra Pasai pada abad ke-13 M merupakan bukti
masuknya Islam di Sumatera, selain kerajaan Samudra Pasai juga ada kerajaan Perlak,
dan kerajaan Aceh. pada tahun 1978, peneliti Pusat Riset Arkeologi Nasional Indonesia
telah menemukan sejumlah batu Nisan di situs Tuanku Batu Badan di Barus. Yang
terpenting dari temuan itu adalah makam yang mencantumkan sebuah nama, yaitu Tuhar
Amsuri, yang meninggal pada 19 Safar 602 H, sebagaimana ditafsirkan oleh Ahmad
Cholid Sodrie dari pusat Riset Arjeologi Nasional, tapi ada penafsiran lain yang
mengemukakan bahwa Tuhar Amsuri meninggal pada 19 Safar 972. Tapi dari temuan
Arkeologis di barus dikatakan bahwa batu nisan Tuhar Amsuri tertanggal 602 lebih awal
dari batu nisan Sultan As-Salih yang tertanggal 696 H. Ini berarti jauh sebelum kerajaan
Samudra Pasai, sudah ada masyarakat Muslim yang tinggal di Barus, salah satu tempat di
sekitar pantai barat Sumatera (Tjandrasasmmita,15-16).
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berbagai teori tentang masuknyaIslam di Indonesia ini terus muncul sampai saat ini,
Fokus ini mengenai tempat asal kedatangan Islam di Indonesia ini, siapa pembawanya, dan
waktu kedatangannya.  Ada beberapa pendapat tentang masuknya Islam di Indonesia ini. Ada
teori Makkah, teori Gujarat, teori Cina, dan teori Persia.
Pada abad ke-12 situasi dan kondisi politik bahkan ekonomi kerajaan-kerajaan Indonesia-
Hindu pada masa kedatangaan orang-orang muslim ke daerah Sumatera dan Jawa, Sriwijaya
dan Majapahit mulai mengalami kemunduran. Dan pada waktu Srwijaya memgalami
kemunduran inilah terjadi perluasan Islam di Sumatera.
Kehadiran Islam secara lebih nyata terjadi sekitar akhir abad 13 M, yakni dengan
adanya makam Sultan Malik al-Saleh, terletak di kecamatan Samudra di Aceh utara. Pada
makam tersebut tertulis bahwa dia wafat pada Ramadhan 696 H/1297 M. Ia digambarkan
sebagai penguasa pertama Kerajaan Samudra Pasai.
DAFTAR PUSTAKA

Ambary. 1998. Menemukan Peradaban : Arkeologi dan Islam di Indonesia. PusitArkenas.


Budiyanto, 2012. Teori-teori Masuknya Islam ke Indonesi
Encik. 2012. Masuknya Islam di Sumatera
Husnayya. 2010. Bab III Pengaruh Islam (Pengantar)

Anda mungkin juga menyukai