Makalah
Assalamu'alaikum Wr.Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan izin - Nya kepada
para penyusun sehingga makalah yang berjudul “Kearifan Lokal Dalam Sejarah Peradaban
Islam.Di Indonesia" ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Sholawat serta salam semoga
tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW. yang kita nanti - nantikan syafaatnya di
yaumil qiyamah nanti.
Makalah ini dibuat guna pemenuhan tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam. Penulis
sudah berusaha untuk menyusun makalah ini selengkap mungkin. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini terutama Ibu
Ratna Muthia’ M.A selaku dosen mata kuliah Sejarah Peradaban Islam yang telah mengampu
mata kuliah ini. Penulis juga menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan
dan keliruan. Oleh karena itu, penulis dengan sangat ikhlas menerima kritik dan saran dari
pembaca, demi kesempurnaan penyusunan makalah ini pada masa yang akan datang. Penulis
juga berharap dengan adanya makalah ini bisa memberikan manfaat bagi pembaca.
Wassalamu'alaikum Wr.Wb.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kearifan lokal dan Agama merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, keduanya
saling berinteraksi dan saling memengaruhi satu sama lain. Agama memengaruhi
kebudayaan dalam pembetukannya, sedangkan budaya dapat memengaruhi sistem nilai
dan symbol agama.
Islam merupakan agama yang rahmatal lil ‘alamin sangat fleksibel dalam melihat
setiap persoalan terutama dalam memandang budaya lokal dalam masyarakat. Terlebih di
Indonesia yang memiliki banyak budaya serta keyakinanan yang berbeda-beda pastilah
memiliki perbedaan pemikiran serta pendapat antar orangnya.
Kerukunan umat beragama akan terbangun dan terpelihara dengan baik apabila jurang
pemisah dalam bidang sosial dan budaya semakin menyempit. Sebaliknya, kerukunan
umat beragama akan rentan dan terganggu apabila jurang pemisah antar kelompok agama
dalam aspek-aspek sosial dan budaya ini semakin lebar, termasuk jurang-jurang pemisah
sosial baru yang akan muncul akibat krisis moneter global saat ini.
Tulisan ini membahas tentang pandangan agama (Islam) tehadap kearifan lokal yang
terkandung juga di dalamnya kebudayaan. Sejauhmanakah kebudayaan itu dapat
dipelihara dan dilestarikan bahkan sampai dapat dijadikan sebagai patokan hukum,
dengan harapan nantinya setelah mengkaji bersama terhadap tulisan ini, akan semakin
lebih arif dan bijak dalam menghadapi berbagai budaya yang ada di masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa bentuk kearifan lokal dalam peradaban islam di Indonesia?
2. Apa peran kearifan lokal dalam peradaban islam di Indonesia?
3. Apa definisi kearifan lokal ?
4. Bagaimana contoh penelitian mutakhir tentang ‘kearifan lokal dalam sejarah
peradaban islam di Indonesia’?
C. Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa dapat mengetahui definisi kearifan lokal
2. Mahasiswa dapat mengetahui bentuk kearifan lokal dalam peradaban islam di
Indonesia
3. Mahasiswa dapat mengetahui peran kearifan lokal dalam peradaban islam di
Indonesia
2
4. Mahasiswa dapat mengetahui contoh penelitian mutakhir mengenai kearifan lokal
dalam peradaban islam di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
Secara etimologi, kearifan lokal (local wisdom) terdiri dari kata: kearifan (wisdom)
dan lokal (local). Dalam Kamus Inggris-Indonesia Purwono Sastro Amijoyo dan Robert
K. Cunningham, local berarti setempat,1 sedangkan wisdom (kearifan) sama dengan
kebijaksanaan.2
Secara umum, kearifan lokal dapat dimaknai sebagai gagasan-gagasan setempat
(local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti
oleh anggota masyarakatnya. Dengan kata lain, yang dimaksud dengan kearifan lokal
adalah “Pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang
berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai
masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka”.
Kearifan lokal atau yang dikenal dengan istilah (local wisdom) merupakan
pengetahuan lokal yang tercipta dari hasil adaptasi suatu komunitas yang berasal dari
pengalaman hidup yang dikomunikasikan dari generasi ke generasi. Kearifan lokal
dengan demikian merupakan pengetahuan lokal yang digunakan oleh masyarakat lokal
untuk bertahan hidup dalam suatu lingkungannya yang menyatu dengan sistem
kepercayaan, norma, budaya dan diekspresikan di dalam tradisi dan mitos yang dianut
dalam jangka waktu yang lama.3
Sedangkan pengertian kearifan lokal menurut para ahli, antara lain sebagai berikut:
1
Amijoyo, Purwono Sastro.2007. Kamus Inggris-Indonesia. Semarang: Widya Karya. hlm. 226.
2
Amijoyo, Purwono Sastro.2007. Kamus Inggris-Indonesia. Semarang: Widya Karya. Hlm. 354.
3
Agung Setiyawan. Budaya Lokal Dalam Perspektif Agama: Legitimasi Hukum Adat (‘Urf) Dalam Islam. Hlm.
207.
3
2. Apriyanto (2008) Arti kearifan lokal adalah berbagai nilai yang diciptakan,
dikembangkan dan dipertahankan oleh masyarakat yang menjadi pedoman hidup
mereka, pedoman ini bisa tergolong dalam jenis kaidah sosial, baik secara tertulis
ataupun tidak tertulis. Akan tetapi yang pasti setiap masyarakat akan mencoba
mentaatinya.
Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa kearifan lokal adalah pandangan
hidup yang tercipta dari hasil pengalamn hidup yang menyatu dengan sistem
kepercayaan, norma, dan budaya yang dikomunikasikan dari generasi ke generasi.
Menurut Prof. Nyoman Sirtha dalam “Menggali Kearifan Lokal untuk Ajeg Bali”
menyatakan bentuk-bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa: nilai, norma,
etika, kepercayaan, adat-istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan khusus. Oleh karena
bentuknya yang bermacam-macam dan ia hidup dalam aneka budaya masyarakat maka
fungsinya menjadi bermacam-macam.Nyoman Sirtha menjelaskan bahwa bentuk-bentuk
kearifan lokal yang ada dalam masyarakat berupa nilai, norma, kepercayaan dan aturan-
aturan khusus[5].
Terdapat pendapat lain yang mengklasifikasikan kearifan lokal ke dalam dua aspek
(Azan, 2013) yaitu :
1. Wujud Nyata (Tangible), contoh wujud nyata dari Kearifan Lokal antara lain
sebagai berikut :
4
Sulpi Affandy, Penanaman Nilai-Nilai Kearifan Local Dalam Meningkatkan Perilaku Keberagaman Peserta
Didik, Jurnal Atthulab, (2017), Vol. 2, No. 2, hlm. 196.
4
Masjid Agung Banten, Keraton Yogyakarta, Keraton Surakarta, Makam
Malikus Saleh (peninggalan kerajaan Samudra Pasai).
b. Benda Cagar Budaya atau Tradisional (Karya Seni) seperti: wayang kulit, pintu
bledek,Tari Zapin,dll
Islam sebagai agama tidak datang kepada komunitas manusia yang hampa budaya.
Islam hadir kepada suatu masyarakat yang sudah sarat dengan keyakinan, tradisi, dan
praktik-praktik kehidupan sesuai dengan budaya yang membingkainya. Konteks
sosiologis yang dihadapi Islam membuktikan bahwa agama yang beresensi wahyu
Ilahiyah dengan berbagai ajarannya, tidak dapat dihindarkan dari kondisi sosial yang telah
ada dalam masyarakat.5
Islam sebagai agama yang rahmatal lil ‘alamin sangat fleksibel dalam melihat setiap
persoalan terutama berkaitan dengan budaya lokal masyarakat. Terkait hal ini, M. Quraish
Shihab menyatakan Islam datang membenarkan yang baik dan membatalkan yang buruk
sambil menjelaskan manfaat yang baik itu dan keburukan yang buruk itu.6
Umumnya para pendakwah Islam dapat menyikapi tradisi lokal yang dipadukan
menjadi bagian dari tradisi yang Islami, karena berpegang pada suatu kaidah ushuliyah
(kaidah yang menjadi pertimbangan pada perumusan hukum menjadi hukum fiqih), yang
cukup terkenal, yakni:
4صلَح
ْخذ ج ِدي ِد4ال ُم ح ظ القَ ِد ْي ِم ال صا و ا َأل
األ ِبال ع ٰلى ِلح ف ة
Kaidah diatas menjelaskan mengenai pentinya menjaga nilai-nilai lama yang baik dan
mengambil tradisi baru yang lebih baik lagi. Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan
5
Muhammad Alqadri Burga, Kajian Kritis Tentang Akulturasi Islam Dan Budaya Lokal, (State Islamic
University Alauddin Makassar), hlm. 1
5
6
Mahmud Arif, Islam, Kearifan Lokal dan Kontekstualisasi Pendidikan, Jurnal Al-Tahrir, Vol. 15, No. 1 Mei
2015: 67 - 90, hlm. 72
6
bahwa peran penting kearifan lokal adalah sebagai media penyebaran dakwah islam, agar
islam lebih mudah masuk dan agar bisa lebih mudah untuk diterima di masyarakat.
Arsitektur masjid dan Menara Kudus yang mempunyai kedekatan dengan arsitektur
Hindu tersebut dikandung maksud antara lain adalah untuk menunjukkan sikap hormat dan
menghargai atas keyakinan ummat Hindu, sekaligus sebagai daya tarik agar Islam lebih
mudah dikenal dan diterima.. Di samping melalui masjid dan menara terdapat banyak hal
yang dilakukan oleh Kanjeng Sunan Kudus dalam berdakwah menyebarkan ajaran
sekaligus edukasi kebangsaan. Di antaranya adalah dengan tidak melarang masyarakat yang
mempunyai kebiasaan menabur bunga di perempatan jalan dan samping jalan, yang suka
menaruh sesajen di kuburan, yang meminta pertolongan kepada nenek moyang yang telah
meninggal, dan lain-lain yang sekira bertentangan dengan syari’at Islam, tetapi
mengarahkannya secara bertahap agar sesuai dengan ajaran Islam
7
Kecuali itu, dalam kerangka membumikan Islam di Nusantara Sunan Kudus juga
berusaha memperkenalkannya secara inklusif dengan menggunakan strategi dakwah yang
unik, yaitu dengan fatwa larangan menyembelih lembu (sapi) bagi kaum Muslimin Kudus
yang hendak beribadah qurban pada ‘Idul Adlha. Padahal bagi masyarakat Kudus terutama
ummat Muslim lembu (sapi) merupakan salah satu hewan yang boleh (halal) dimakan
dagingnya, dan boleh digunakan untuk sarana ibadah qurban. Akan tetapi bagi masyarakat
Muslim di Kudus menyembelih lembu merupakan larangan, bukan karena alasan hukum
dengan alasan ta’dhim mengikuti perilaku Kanjeng Sunan Kudus yang tidak berkenan
melakukannya ketika itu. Fatwa Sunan Kudus tersebut dilatarbelakangi oleh realitas bahwa
mayoritas penduduk Kudus ketika itu adalah penganut Hindu. Dikarenakan menurut
Solichin Salam dalam Menara Kudus, sebuah cerita rakyat di Kudus menyebutkan bahwa
masyarakat Kudus tidak pernah menyembelih lembu karena dahulu Sunan Kudus pernah
merasa dahaga, kemudian ditolong oleh seorang pendeta Hindu dengan diberi air susu sapi.
“Maka sebagai rasa terima kasih Sunan Kudus, masyarakat di Kudus dilarang menyembelih
binatang sapi,” tulis Solichin. 7
Bagi Umat Hindu lembu diyakini sebagai hewan yang sangat dihormati, dimuliakan.
dan disucikan oleh para dewa, sehingga sangat dihormati dan dimuliakan. Maka tujuan
utama dikeluarkan fatwa tersebut adalah untuk menghargai kepercayaan agama lain karena
saat itu masyarakat Kudus yang memiliki lembu relatif sangat jarang kecuali oleh orang-
orang tertentu, yaitu para pemuka agama Hindu. Realitas tersebut menginisiasi Sunan
Kudus untuk mengalihkan perhatian masyarakat dengan cara mengikat seekor lembu “Kebo
Gumarang” di halaman masjid. Manakala masyarakat sudah ramai berkumpul di masjid
maka Sunan Kudus pun mulai menyampaikan ceramah (mau’idhah hasanah) dengan
memberikan uraian tentang surat Demi penciptaan suasana kebangsaan yang kondusif,
rukun dan damai, Sunan Kudus juga mendidik karakter rakyat dengan cara menggubah
cerita-cerita ketauhidan, sebuah pendekatan yang kiranya mengadopsi Cerita 1001 Malam.
Cerita-cerita/ dongeng disusun secara berseri, sehingga masyarakat tertarik untuk mengikuti
seri-seri berikutnya. Ketika menyimak cerita-ceritanya masyarakat menjadi kian terpesona
dan terpikat sehingga Sunan Kudus pernah dinilai oleh masyarakat Hindu sebagai Titisan
Dewa Wisnu.8
7
Dikutip dari Isnaeni, Hendri F., Toleransi Beragama ala Sunan Kudus, Historia.id/agama.
8
Mahlail Syakur Sf, Pendidikan Karakter Dalam Larangan Menyembelih Sapi (Menelisik Filosofi Ajaran
Sunan Kudus), Jurnal Pendidikan Agama Islam Universitas Wahid Hasyim Semarang, Juni 2021, hal 26-30
8
BAB III
KESIMPULAN
1. kearifan lokal adalah pandangan hidup yang tercipta dari hasil pengalamn hidup
yang menyatu dengan sistem kepercayaan, norma, dan budaya yang
dikomunikasikan dari generasi ke generasi.
2. Terdapat pendapat lain yang mengklasifikasikan kearifan lokal ke dalam dua aspek
(Azan, 2013) yaitu :
a. Wujud Nyata (Tangible), contoh wujud nyata dari Kearifan Lokal antara lain
sebagai berikut :
2) Benda Cagar Budaya atau Tradisional (Karya Seni) seperti: wayang kulit,
pintu bledek, Tari Zapin, dll
3. peran penting kearifan lokal adalah sebagai media penyebaran dakwah islam, agar
islam lebih mudah masuk dan agar bisa lebih mudah untuk diterima di masyarakat.
9
DAFTAR PUSTAKA
Annisa, Aulisani. Kearifan Lokal: Pengertian, Ciri, Fungsi, Bentuk dan Potensi.
https://warstek.com/kearifan-lokal/ . Diakses pada, 26 Oktober 2022
Arif, Mahmud. 2015. Islam, Kearifan Lokal Dan Kontekstualisasi Pendidikan: Kelenturan,
Signifikansi, Dan Implikasi Edukatifnya. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan: UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta
Ariza, Hidra. 2021. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kearifan Lokal (Benteng di Era
Globalisasi). IAIN Bukittinggi
Noviana Afiqoh, dan Hamdan Tri Atmaja. 2018. Penanaman Nilai Kearifan Lokal dalam
Pembelajaran Sejarah Pokok Bahasan Perkembangan Islam di Indonesia. Semarang:
Universitas Negeri Semarang
Priyatna, Muhamad. 2016. Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal. Jurnal edukasi
islam.
Rajafi, Ahmad. 2016. Islam Dan Kearifan Lokal: Pembaruan Hukum Keluarga Di Indonesia
Model Inkulturasi Wahyu Dan Budaya Lokal. Institu Agama Islam Negeri Manado
Setiyawan, Agung. 2012. Budaya Lokal Dalam Perspektif Agama: Legitimasi Hukum Adat
(‘Urf) Dalam Islam. Universitas Muhamadiyah Yogyakarta.
Syakur, Mahlail. 2021. Pendidikan Karakter Dalam Larangan Menyembelih Sapi (Menelisik
Filosofi Ajaran Sunan Kudus). Semarang: Universitas Wahid Hasyim
1
0