1. Pasal 28A: “setiap orang berhak untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya. “
Pasal 28B ayat (2):” setiap anak berhak atas kelangungan hidup, tumbuh dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”
2. Pasal 28 H ayat 1 : “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
medapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”
3. Pasal 34 ayat 3 “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan
fasilitas pelayanan umum yang layak.”
UU
Pasal 8 UU Kesehatan: “Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya
termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan.”
2. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis
serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia (PP 18/1981). Pasal 15 PP 18/1981:
“(1) Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat atau jaringan tubuh manusia diberikan oleh calon
donor hidup, calon donor yang bersangkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang merawatnya,
termasuk dokter konsultan mengenai sifat operasi, akibat-akibatnya, dan kemungkinan yang dapat
terjadi;
(2) Dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus yakin benar, bahwa calon donor yang
bersangkutan telah menyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut.”
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/ MENKES/ PER/ II/ 2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran (Permenkes 290/ 2008). Pasal 2 Permenkes 290/2018:
1) Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan;
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan secara tertulis maupun lisan;
(3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan yang
diperlukan tentang perlunya tindakan kedokteran dilakukan.
4. UU Tenaga Kesehatan Pasal 68 ayat (1) UU Tenaga Kesehatan: “Setiap tindakan pelayanan kesehatan
perseorangan yang dilakukan oleh Tenaga Kesehatan harus mendapat persetujuan.”
pasal 12 pelayanankesehahan
Aspek Hukum Informed Consent Informed consent timbul berdasarkan beberapa aspek hukum. Adapun
aspek-aspek hukum informed consent tersebut adalah sebagai berikut :
a) Tenaga kesehatan mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
sesuai dengan profesinya;
b) Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya mempunyai hak untuk mematuhi standar profesi dan
menghormati hak pasien;
c) Tenaga kesehatan, dalam hal kepentingan pcmbuktian, dapat melakukan tindakan medis terhadap
seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan pasien yang bersangkutan.
3) UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran Pasal 45 ayat (1), (2), (3), (4), (5,) (6) Setiap
tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap
pasien harus mendapat persetujuan. Dalam hal ini, dokter yang tidak mempunyai surat ijin praktek belum
tentu melakukan tindakan medik yang tidak sesuai dengan standar profesinya.
4) Permenkes No. 585 Tahun 1989 tentang persetujuan tindakan medis. Dokter melakukan Tindakan
Medis tanpa Informed Consent dari pasien atau keluarganya saksi administratif berupa pencabutan surat
ijin prakteknya.
Bila tidak dengan Informed Consent (IC), maka pasien bisa menuntut. Informed consent diberikan secara
tertulis maupun lisan. Berkaitan dengan hal tersebut, dapat dilakukan penyimpangan berdasarkan Pasal 11
Permenkes 585 Tahun 1989 bahwa pasien dalam keadaan tidak sadar atau pingsan dan tidak didampingi
keluarganya, maka dapat dilakukan tindakan kedokteran tanpa informed consent.
Dalam UU No. 29 tahun 2004, pasal 45 ayat 1, setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan
dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
Pasal 1 ayat 1, Persetujuan tindakan adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga
Pasal 2 ayat 1, Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat
persetujuan
Pasal 3 ayat 1, Setiap tindakan kedoketran yang mengandung risiko tinggi harus memproleh persetujuan
tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujaun
Pasal 4 ayat 1dalam keadaan gawat darurat untuk menyelamatkan jiwa pasien atau mencegah kecacatan
tidak perlu perstujuan tindakan kedokteran