Anda di halaman 1dari 4

UUD

1. Pasal 28A: “setiap orang berhak untuk mempertahankan hidup dan kehidupannya. “
Pasal 28B ayat (2):” setiap anak berhak atas kelangungan hidup, tumbuh dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”
2. Pasal 28 H ayat 1 : “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
medapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”
3. Pasal 34 ayat 3 “Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan
fasilitas pelayanan umum yang layak.”

UU

1. 36 tahun 2009 tentang kesehatan “ “hak warga Negara. Pasal 1-selesai


*ada di file UU_36_2009_TENAGA KESEHATAN BACA !!!!
A. BAB III HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu Hak
Pasal 4 Setiap orang berhak atas kesehatan.
Pasal 5 (1) Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di
bidang kesehatan.
(2) Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,
dan terjangkau.
(3) Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan
kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.
Pasal 6 Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat
kesehatan.
Pasal 7 Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan yang
seimbang dan bertanggung jawab.
Pasal 8 Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk
tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan.
Bagian Kedua Kewajiban
Pasal 9 (1) Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan, mempertahankan, dan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaksanaannya meliputi upaya kesehatan
perseorangan, upaya kesehatan masyarakat, dan pembangunan berwawasan kesehatan.
Pasal 10 Setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam upaya memperoleh
lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial.
Pasal 11 Setiap orang berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk mewujudkan,
mempertahankan, dan memajukan kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pasal 12 Setiap orang berkewajiban menjaga dan meningkatkan derajat kesehatan bagi orang lain
yang menjadi tanggung jawabnya.
Pasal 13 (1) Setiap orang berkewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial.
(2) Program jaminan kesehatan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
B. Pemberian Pelayanan Pasal 52
(1) Pelayanan kesehatan terdiri atas:
a. pelayanan kesehatan perseorangan; dan
b. pelayanan kesehatan masyarakat.
(2) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan dengan
pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.
2. UU 39 1999 tentan ham :” Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia, yang dimaksud dengan hak asasi manusia adalah seperangkat hak
yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara,
hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia. “

Materi ppt dr yandri naldi

1. UU No. 29 Thn 2004 tentang Praktik Kedokteran


Diberlakukannya UU RI No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran untuk memberikan
perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang
diberikan oleh dokter atau dokter gigi dan memberikan kepastian hukum kepada masyarakat,
dokter dan dokter gigi, sebagaimana disebutkan dalam pasal 45 UU Praktek Kedokteran
bahwa setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang dilakukan oleh dokter atau
dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan, persetujuan yang dimaksud adalah
yang kita kenal sebagai informed consent.
2. UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
3. UU No. 41 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
4. PP no. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
5. KepMenkes RI No. 434/Menkes/SK/X/1983 tentang Kode Etik Kedokteran Indonesia
Etika yang mengikat para dokter serta tenaga kesehatan lainnya dalam menjalankan profesi
merupakan materi atau isi dari Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.434/Men.Kes/SK/X/1983 tanggal 28 Oktober 1983, yang hakekatnya memuat arti dan
fungsi kode etik kedokteran (KODEKI). Kode etik kedokteran selalu mengawal dan
membayangi hidup dan tingkah laku si pengemban profesi dalam bertindak, oleh karena itu,
bagi para dokter sebagai pengemban profesi kesehatan, kode etik harus dapat menjadi
ungkapan hati nurani terutama untuk mewujudkan tugas mulianya dibidang kesehatan dengan
sungguh-sungguh berupaya membantu si penderita.
6. Permenkes RI No. 585/Menkes/PER/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik 
Diterbitkannya Permenkes No.585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang persetujuan tindakan medik,
sebenarnya informed consent sudah menjasi hukum. Sejak timbulnya informed consent ini masih
belum diserap substansinya dalam pelaksanaan praktek sehari-hari di rumah sakit-rumah sakit.
Sebagai aturan hukum sudah seharusnya diterapkan pada pelaksanaan tindakan-tindakan medik
tertentu. Namun dalam kenyataannya, sampai sekarang informed consent masih belum begitu
dipahami dan belum dilaksanakan dengan benar dan lengkap. Hal ini dikarenakan masih banyak
yang menganggap bahwa penandatanganan formulir informed consent yang sudah disediakan di
rumah sakit hanya formalitas belaka. Sebagai suatu “doktrin import” lembaga informed consent
kini tampaknya mulai banyak dipersoalkan. Masalah-masalah penandatanganan, pemberian
informasi, dan lain-lain yang menyangkut informed consent mulai muncul ke permukaan.
1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan).

Pasal 8 UU Kesehatan: “Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya
termasuk tindakan dan pengobatan yang telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan.”

2. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis
serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia (PP 18/1981). Pasal 15 PP 18/1981:

“(1) Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat atau jaringan tubuh manusia diberikan oleh calon
donor hidup, calon donor yang bersangkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang merawatnya,
termasuk dokter konsultan mengenai sifat operasi, akibat-akibatnya, dan kemungkinan yang dapat
terjadi;

(2) Dokter sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus yakin benar, bahwa calon donor yang
bersangkutan telah menyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut.”

3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/ MENKES/ PER/ II/ 2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran (Permenkes 290/ 2008). Pasal 2 Permenkes 290/2018:

1) Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan;

(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan secara tertulis maupun lisan;

(3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat penjelasan yang
diperlukan tentang perlunya tindakan kedokteran dilakukan.

4. UU Tenaga Kesehatan Pasal 68 ayat (1) UU Tenaga Kesehatan: “Setiap tindakan pelayanan kesehatan
perseorangan yang dilakukan oleh Tenaga Kesehatan harus mendapat persetujuan.”

beneficence Pasal 2 standar pelayanan kedoktera

non maleficent Pasal 7 keterangan pendapat yg baik

Autonomi Pasal 10 penghormatan hak hak pasien

Justice Pasal 11 perlindungan kehidupan

pasal 12 pelayanankesehahan

Aspek Hukum Informed Consent Informed consent timbul berdasarkan beberapa aspek hukum. Adapun
aspek-aspek hukum informed consent tersebut adalah sebagai berikut :

1) Syarat syahnya persetujuan berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata yaitu :

a) Sepakat mereka yang mengikatkan diri;

b) Kecakapan para pihak untuk berbuat sesuatu;

c) Suatu hal tertentu;

d) Adanya causa yang halal.


Pasal 1321 KUH Perdata yang berbunyi sebagai berikut : “tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu
diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau penipuan”.

2) UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan Pasal 53 yaitu :

a) Tenaga kesehatan mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas
sesuai dengan profesinya;

b) Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya mempunyai hak untuk mematuhi standar profesi dan
menghormati hak pasien;

c) Tenaga kesehatan, dalam hal kepentingan pcmbuktian, dapat melakukan tindakan medis terhadap
seseorang dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan pasien yang bersangkutan.

3) UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran Pasal 45 ayat (1), (2), (3), (4), (5,) (6) Setiap
tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap
pasien harus mendapat persetujuan. Dalam hal ini, dokter yang tidak mempunyai surat ijin praktek belum
tentu melakukan tindakan medik yang tidak sesuai dengan standar profesinya.

4) Permenkes No. 585 Tahun 1989 tentang persetujuan tindakan medis. Dokter melakukan Tindakan
Medis tanpa Informed Consent dari pasien atau keluarganya saksi administratif berupa pencabutan surat
ijin prakteknya.

Bila tidak dengan Informed Consent (IC), maka pasien bisa menuntut. Informed consent diberikan secara
tertulis maupun lisan. Berkaitan dengan hal tersebut, dapat dilakukan penyimpangan berdasarkan Pasal 11
Permenkes 585 Tahun 1989 bahwa pasien dalam keadaan tidak sadar atau pingsan dan tidak didampingi
keluarganya, maka dapat dilakukan tindakan kedokteran tanpa informed consent.

Dalam UU No. 29 tahun 2004, pasal 45 ayat 1, setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan
dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.

Peraturan Menteri Kesehatan RI No.290/Menkes/Per/III/ 2008 tentang persetujuan tindakan Kedokteran


dinyatakan dalam pasal 1, 2, 3 dan 4 yaitu :

Pasal 1 ayat 1, Persetujuan tindakan adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga

Pasal 2 ayat 1, Semua tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat
persetujuan

Pasal 3 ayat 1, Setiap tindakan kedoketran yang mengandung risiko tinggi harus memproleh persetujuan
tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujaun

Pasal 4 ayat 1dalam keadaan gawat darurat untuk menyelamatkan jiwa pasien atau mencegah kecacatan
tidak perlu perstujuan tindakan kedokteran

Anda mungkin juga menyukai