1. Pendahuluan
SEDEX (sedimentary exhalative) adalah suatu jenis endapan sulfida masif yang
berasosiasi dengan batuan sedimen. Sulfida masif terbentuk dari hasil presipitasi larutan
hidrotermal yang dialirkan ke dasar laut melalui suatu saluran (“vent”). Saluran ini
berupa zona yang memotong bagian bawah perlapisan batuan sedimen (“footwall”) dan
memasuki horizon sulfida masif diatasnya.
SEDEX terdiri dari perlapisan (layers) sulfida masif yang interbedded dengan
perlapisan batuan sedimen termasuk sedimen kimia seperti rijang, barit dan karbonat
serta sedimen klastik seperti lanau, mudstone dan argilit, dimana pegendapannya terjadi
di dasar laut. Mineralisasi sulfida terbentuk ketika fluida hidrotermal yang kaya logam
melewati sedimen induk dan menggantikan pirit hasil tahap awal diagenesa.
2. Endapan Mineral Epitermal
Logam mulia terdiri dari Pb, Zn, Au, Ag, Hg, Sb, Cu, Se, Bi, U
Mineral bijih berupa Native Au, Ag, elektrum, Cu, Bi, Pirit, markasit, sfalerit,
galena, kalkopirit, Cinnabar, jamesonite, stibnite, realgar, orpiment, ruby silvers,
argentite, selenides, tellurides.
Mineral penyerta adalah kuarsa, chert, kalsedon, ametis, serisit, klorit rendah-Fe,
epidot, karbonat, fluorit, barite, adularia, alunit, dickite, rhodochrosite, zeolit
Ubahan batuan samping terdiri dari chertification (silisifikasi), kaolinisasi, piritisasi,
dolomitisasi, kloritisasi
Tekstur dan struktur yang terbentuk adalah Crustification (banding) yang sangat
umum, sering sebagai fine banding, vugs, urat terbreksikan.
Karakteristik umum dari endapan epitermal (Simmons et al, 2005 dalam Sibarani, 2008)
adalah:
Jenis air berupa air meteorik dengan sedikit air magmatic
Endapan epitermal mengandung mineral bijih epigenetic yang pada umumnya
memiliki batuan induk berupa batuan vulkanik.
Tubuh bijih memiliki bentuk yang bervariasi yang disebabkan oleh kontrol dan
litologi dimana biasanya merefleksikan kondisi paleo-permeability pada kedalaman
yang dangkal dari sistem hidrotermal.
Sebagian besar tubuh bijih terdapat berupa sistem urat dengan dip yang terjal yang
terbentuk sepanjang zona regangan. Beberapa diantaranya terdapat bidang sesar
utama, tetapi biasanya pada sesar-sesar minor.
Pada suatu jaringan sesar dan kekar akan terbentuk bijih pada urat.
Mineral gangue yang utama adalah kuarsa sehingga menyebabkan bijih keras dan
realtif tahan terhadap pelapukan.
Kandungan sulfida pada urat relatif sedikit (<1 s/d 20%).
c. Interaksi Fluida
Epithermal Low Sulphidation terbentuk dalam suatu sistem geotermal yang didominasi
oleh air klorit dengan pH netral dan terdapat kontribusi dominan dari sirkulasi air
meteorik yang dalam dan mengandung CO2, NaCl, and H2S
Gambar.2.9 Model endapan emas epitermal sulfidasi rendah (Hedenquist dkk., 1996
dalam Nagel, 2008).
Gambar diatas (Gambar.2.9) merupakan model konseptual dari endapan emas sulfidasi
rendah. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa endapan ephitermal sulfidasi rendah
berasosiasi dengan lingkungan volkanik, tempat pembentukan yang relatif dekat
permukaan serta larutan yang berperan dalam proses pembentukannya berasal dari
campuran air magmatik dengan air meteorit
2.2.1 Emas
Emas adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki simbol Au (bahasa Latin:
'aurum') dan nomor atom 79. Sebuah logam transisi (trivalen dan univalen) yang
lembek, mengkilap, kuning, berat, "malleable", dan "ductile". Emas tidak bereaksi
dengan zat kimia lainnya tapi terserang oleh klorin, fluorin dan aqua regia. Logam ini
banyak terdapat di nugget emas atau serbuk di bebatuan dan di deposit alluvial dan
salah satu logam coinage. Kode ISOnya adalah XAU. Emas melebur dalam bentuk cair
pada suhu sekitar 1000 derajat celcius.
Emas merupakan logam yang bersifat lunak dan mudah ditempa, kekerasannya berkisar
antara 2,5 – 3 (skala Mohs), serta berat jenisnya tergantung pada jenis dan kandungan
logam lain yang berpadu dengannya. Mineral pembawa emas biasanya berasosiasi
dengan mineral ikutan (gangue minerals). Mineral ikutan tersebut umumnya kuarsa,
karbonat, turmalin, flourpar, dan sejumlah kecil mineral non logam. Mineral pembawa
emas juga berasosiasi dengan endapan sulfida yang telah teroksidasi. Mineral pembawa
emas terdiri dari emas nativ, elektrum, emas telurida, sejumlah paduan dan senyawa
emas dengan unsur-unsur belerang, antimon, dan selenium. Elektrum sebenarnya jenis
lain dari emas nativ, hanya kandungan perak di dalamnya >20% (Sutarto, 2004).
Sebagian besar endapan emas di Indonesia dihasilkan jenis endapan epitermal. Endapan
emas tipe ini umumnya didapatkan dalam bentuk urat, baik dalam urat kuarsa maupun
dlam urat bentuk karbonat yang terbentuk dalam suhu 150-3000C dengan pH sedikit
asam atau mendekati netral Urat-urat tersebut terbentuk oleh hasil aktifitas hidrotermal
yang berada di sekitar endapan porfiri. Dimana emas, perak, tembaga, wolfram, dan
timah terdapat dalam endapan ini (Sukandarrumidi, 2007).
Kebanyakan emas epitermal terdapat dalam vein-vein yang berasosiasi dengan Alterasi
Quartz-Illite yang menunjukkan pengendapan dari fluida-fluida dengan pH mendekati
netral (Fluida-fluida Khlorida Netral) Dalam alterasi dan mineralisasi dengan jenis
fluida ini, emas dijumpai dalam vein, veinlet, breksi ekplosi atau breksi hidrotermal, dan
stockwork atau stringer Pyrite+Quartz yang berbentuk seperti rambut (hairline)
Emas epitermal juga terdapat dalam Alterasi Advanced-Argillic dan alterasi-alterasi
sehubungan yang terbentuk dari Fluida-fluida Asam Sulfat. Dalam alterasi dan
mineralisasi dengan jenis fluida ini, emas dijumpai dalam veinlet, batuan-batuan silika
masif, atau dalam rekahan-rekahan atau breksi-breksi dalam batuan.
Proses terbentuknya emas endapan epitermal dapat diuraikan sebagai berikut: emas
diangkut oleh larutan hidrotermal yang kaya akan ligand HS- dan OH-. Ligan ini
mengangkut emas hingga ke tempat pengendapannya. Kehadiran breksi hidrotermal
merupakan salah satu cirri adanya proses pendidihan pada larutan hidrotermal.
Pendidihan terjadi karena ada pertemuan antara larutan yang bersuhu tinggi
(hidrotermal) dengan larutan yang bersuhu rendah (larutan meteoric). Selama proses
pendidihan ini tekanan menjadi semakin besar sehingga mengancurkan dinding batuan
yang dilalui larutan hidrotermal. Akibat proses pendidihan tersebut, yaitu hilangnya gas
H2S, terjadi peningkatan pH dan penurunan suhu. Ketiga proses tersebut dapat
mengantarkan emas pada batuan sehingga kadar emas primer tinggi biasanya dijumpai
di breksi hidrotermal (Sukandarrumidi, 2007).
Dibawah ini contoh endapan emas epitermal dari sistem low sulfidation dan high
sulfidation.
Tabel 2.2 Contoh endapan emas epitermal (high sulfidation)
(Wayan dalam . www.osun.org)
2.2.2 Perak
Dijumpai sebagai unsur (perak murni) atau sebagai senyawa. Sebagai perak murni (Ag)
mempunyai sifat; Kristal-kristal berkelompok tersusun sejajar, menjarum, atau
menjaring, kadang berupa sisik, kilap logam. Dalam bentuk mineral didapatkan sebagai
argentite, cerrargirit, miagirit, dan proustit (Sukandarrumidi, 2007). Perak biasanya
berasosiasi dengan pirit, tembaga, emas, kalsit, dan nikel. Perak terbentuk dari reduksi
sulfide pada bagian bawah endapan Ag, Zn, dan Pb. Terkadang juga terbentuk sebagai
endapan primer urat epitermal berasosiasi dengan kalsit (temperature rendah) (Sutarto,
2004). Kandungan perak pada beberapa mineral dapat mencapai perak murni (100%),
argentite (87%), prousite (65%), miagrite (36%), dan dalam kandungan emas (28%).
Endapan perak yang dihasilkan dari endapan emas kurang lebih 75% didapatkan
sebagai hasil samping dari pengolahan bijih emas, nikel dan tembaga. Endapan perak
dapat berupa endapan pengisian dan endapan penggantian, serta pengayaan sulfide.
Kebanyakan endapan perak didunia dihasilkan dari dari hidrotermal tipe fissure filling
(Sukandarrumidi, 2007).
2.3 Pemanfaatan Hasil Endapan Epitermal
2.3.1 Emas
Emas digunakan sebagai standar keuangan di banyak negara dan juga digunakan
sebagai perhiasan, dan elektronik. Penggunaan emas dalam bidang moneter dan
keuangan berdasarkan nilai moneter absolut dari emas itu sendiri terhadap berbagai
mata uang di seluruh dunia, meskipun secara resmi di bursa komoditas dunia, harga
emas dicantumkan dalam mata uang dolar Amerika. Bentuk penggunaan emas dalam
bidang moneter lazimnya berupa bulion atau batangan emas dalam berbagai satuan
berat gram sampai kilogram.
3.1. Definisi
Skarn dapat terbentuk selama metamorfisme kontak atau regional. Selain itu juga dari
berbagai macam proses metasomatisme yang melibatkan fluida magmatik, metamorfik,
meteorik, dan yang berasal dari laut. Skarn dapat ditemukan di permukaan sampai
pluton, di sepanjang sesar dan shear zone, di sistem geotermal dangkal, pada dasar
lantai samudra maupun pada kerak bagian bawah yang tertutup oleh dataran hasil
metamorfisme burial dalam. Skarn dibagi menjadi endoskarn dan eksoskarn dengan
didasarkan pada jenis kandungan protolit.
Endapan skarn pertama kali dinyatakan sebagai batuan metamorf hasil kontak antara
batuan sedimen karbonatan dengan intrusi magma oleh ahli petrologi metamorf, dengan
terjadi perubahan kandungan batuan sedimen yang kaya karbonat, besi, dan magnesium
menjadi kaya akan kandungan Si, Al, Fe dan Mg dimana proses yang bekerja berupa
metasomatisme pada intrusi atau di dekat intrusi batuan beku (Best 1982).
Endapan skarn terbentuk sebagai efek dari kontak antara larutan hidrothermal yang kaya
silika dengan batuan sedimen yang kaya kalsium. Proses pembentukannya diawali pada
keadaan temperatur 400°C - 650°C dengan mineral-mineral yang terbentuk berupa
mineral calc-silicate seperti diopsid, andradit, dan wollastonit sebagai mineral-mineral
utama pembawa mineral bijih (Einaudi et al. 1981). Tapi terkadang dijumpai juga
pembentukan endapan skarn juga terbentuk pada temperatur yang lebih rendah, seperti
endapan skarn yang kaya akan kandungan Pb-Zn (Kwak 1986). Pengaruh tekanan yang
bekerja selama pembentukan endapan skarn bervariasi tergantung pada kedalaman
formasi batuan.
a. Eksoskarn
Eksoskarn adalah endapan skarn yang terbentuk di sekitar intrusi batuan beku, tidak
mengalami kontak langsung dengan intrusi. Ada juga yang berpendapan bahwa yang
dimaksud eksoskarn jika skarn yang terbentuk itu pada batuan non-intrusinya (misalnya
pada batugampinya dsb)
b. Endoskarn
Endoskarn adalah endapan skarn yang terbentuk pada kontak batuan sedimen dengan
intrusi ataupun di dalam batuan beku intrusi itu sendiri sebagai xenolith. Ada juga yg
berpendapat bahwa endoskarn itu jika yang terubah menjadi skarn adalah batuan
intrusinya (misalnya pada dioritnya dsb)
3.2. Mineralogi
Secara umum, Kuarsa dan kalsit selalu hadir dalam semua jenis skarn. Sedangkan
mineral lain hanya hadir pada jenis skarn tertentu seperti talk, serpentine, dan brusit
yang hadir hanya pada skarn tipe magnesian.
a. Skarn Prograde
Mineral skarn pada tipe ini terbentuk pada suhu yang tinggi, dan terjadi pada fase awal.
Beberapa jenis mineral pencirinya adalah; garnet, klinopiroksen, biotit, humit,dan
montiselit.
b. Skarn Retrograde
Minineral skarn pada tipe ini terbentuk pada suhu yang rendah. Beberapa contoh
mineral pencirinya adalah; serpentin, amfibol, tremolit, epidot, klorit dan kalsit.
Endapan skarn sangat penting dalam dunia pertambangan. Sebut saja contohnya
beberapa pertambangan emas besar yang beroperasi di Indonesia memiliki endapan tipe
ini, misalnya PT. Freeport Indonesia, selain memiliki endapan tipe porfiri, perusahaan
ini juga memiliki endapan emas tipe skarn.
Formasi dari skarn deposit merupakan hasil dari proses yang dinamis. Pada sebagian
besar skarn deposit, terdapat beberapa transisi dari metamorfisme distal yang
menghasilkan hornfels dan skarnoid ke metamorfisme proximal yang menghasilkan
skarn yang mengandung bijih berukuran relatif kasar. Selama gradien suhu yang tinggi
dan sirkulasi fluida skala besar akibat intrusi magma, metamorfisme kontak dapat
menjadi lebih kompleks dibandingkan model rekristalisasi isokimia yang menyusun
metamorfisme regional. Semakin kompleks fluida metasomatisme, akan menghasilkan
keterkaitan antara proses metamorfisme yang murni dengan proses metasomatisme.
Terdapat pola zonasi pada skarn pada umumnya. Pola zonasi ini berupa proximal
garnet, distal piroksen, dan idiokras (atau piroksenoid seperti wolastonit, bustamit dan
rodonit) yang terdapat pada kontak antara skarn dan marmer. Selain itu, masing-masing
mineral penyusun skarn dapat menunjukan warna yang sistematis atau komposisi yang
bervariasi dalam pola zonasi yang lebih luas.
3.5. Petrogenesis
Sebagian besar skarn deposit secara langsung berhubungan dengan aktivitas pembekuan
batuan beku sehingga terdapat hubungan antara komposisi skarn dengan komposisi
batuan beku. Karakteristik penting lainnya diantaranya tingkat oksidasi, ukuran, tekstur,
kedalaman, maupun seting tektonik dari masing-masing pluton.
Kebanyakan deposit skarn berasosiasi dengan busur magmatik yang berkaitan dengan
subduksi dalam kerak benua. Komposisi pluton berkisar dari diorit sampai granit
walaupun pada dasarnya memiliki perbedaan diantara tipe skarn logam yang muncul
untuk mencerminkan lingkungan geologi setempat (kedalaman formasi, pola struktural
dan fluida) lebih pada perbedaan pokok dari petrogenesis (Nakano,et al., 1990).
Sebaliknya, skarn yang mengandung emas pada lingkungan ini berasosiasi dengan
pluton yang tereduksi secara khusus yang mungkin mewakili sejarah geologi yang
khusus. Beberapa Skarn, tidak berasosiasi dengan subduksi yang berkaitan dengan
magmatisme. Pluton yang berkomposisi granit, pada umumnya mengandung muskovit
dan biotit primer, megakristal kuarsa berwarna abu-abu gelap, lubang-lubang miarolitik,
alterasi tipe greisen, dan anomali radioaktif. Skarn yang terasosiasi, kaya akan timah
dan fluor walaupun induk dari elemen lain biasanya hadir dan mungkin penting secara
ekonomis. Perkembangan rangkaian ini termasuk W, Be, B, Li, Bi, Zn, Pb, U, F, dan
REE.