Anda di halaman 1dari 10

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP

PENCALONAN DIRI DAN KAMPANYE UNTUK JABATAN POLITIK

Muhammad Ashsubli
Jurusan Syariah STAIN Bengkalis
Jl. Lembaga-Senggoro Bengkalis-Riau
e-mail: subli.stain@gmail.com

Abstract: Self candidacy and campaign for particular political position by someone can be accepted in Islamic
laws as long as he fulfills two important points. First, he or she possesses capacity, capability, and
acceptability to assume positions he or she applying and campaigning for. Second, his or her genuine
motivation is to seek for God’s willing and to realize public’s own good sake as well instead of striving
for his or her own personal goals and medium for for things that are destructive for public needs.

Kata kunci: pencalonan diri, kampanye, jabatan politik

PENDAHULUAN dalil tersebut di atas (Alquran, Sunnah,


Ijma’ dan Qiyas).
K ata-kata “Sumber Hukum Islam’
merupakan terjemahan dari lafaz Sedangkan sumber hukum Islam
Masadir al-Ahkam. Kata-kata tersebut yang masih diperselisihkan di kalangan
tidak ditemukan dalam kitab-kitab para ulama selain sumber hukum yang
hukum Islam yang ditulis oleh ulama- empat di atas adalah istishan, maslahah
ulama fiqh dan ushul fiqh klasik. Untuk mursalah, istishab, ‘uruf, madzhab as-Shahabi,
menjelaskan arti ‘sumber hukum Islam’, syar’u man qablana, dan sadd al-dzariyah.
mereka menggunakan al-adillah al- Dengan demikian, sumber hukum Islam
syariyyah. Penggunaan mashadir al- berjumlah sebelas, empat sumber hukum
ahkam oleh ulama pada masa sekarang ini, yang disepakati d a n t u j u h s u m b e r
tentu yang dimaksudkan adalah searti h u k u m y a n g diperselisihkan (Abdul
dengan istilah al-adillah al-syar’iyyah Wahhab al-Khallaf, 1978: 21-22).
(Fathurrahman Djamil, 1999: 82). Sebagian ulama menyebutkan enam
Adapun yang dimaksud Masadir al- sumber hukum yang masih diperselisihkan itu
Ahkam adalah dalil-dalil hukum syara’ sebagai dalil hukum bukan sumber hukum,
yang diambil (di-istinbath-kan) daripadanya namun yang lainnya menyebutkan sebagai
untuk menemukan hukum (Wahbah al- metode ijtihad.
Zuhaili, t.th.: 401). Sumber hukum dalam Keempat sumber hukum yang
Islam, ada yang disepakati (muttafaq) para disepakati jumhur ulama yakni Alquran,
ulama dan ada yang masih diperselisihkan Sunnah, Ijma’ dan Qiyas, landasannya
(mukhtalaf). Adapun sumber hukum Islam berdasarkan Hadis yang diriwayatkan
yang disepakati jumhur ulama adalah dari Sahabat Nabi Saw Muadz ibn Jabal
Alquran, Hadis, Ijma’ dan Qiyas. Para ketika diutus ke Yaman.
Ulama juga sepakat dengan urutan dalil- “Dari Muadz ibn Jabal Ra bahwa Nabi Saw
ketika mengutusnya ke Yaman, Nabi
12 ║ Jurnal Ilmiah Syari‘ah, Volume 15, Nomor 1, Januari-Juni 2016

bertanya: “Bagaimana kamu jika dihadapkan (tekad) terhadap sesuatu. disebutkan ‫أمجع‬
permasalahan hukum? Ia berkata: “Saya ‫ األمر على فالن‬berarti berupaya di atasnya.
berhukum dengan kitab Allah”. Nabi
Sebagaimana firman Allah Swt:
berkata: “Jika tidak terdapat dalam kitab
Allah”?, ia berkata:“Saya berhukum dengan ‫ال لَِق ْوِم ِه يَا قَ ْوِم إِ ْن َكا َن َكبُ َر‬ َ َ‫وح إِ ْذ ق‬ ٍ ُ‫َواتْ ُل َعلَْي ِه ْم نَبَأَ ن‬
Sunnah Rasulullah Saw” Nabi berkata: “Jika
ِ‫اَّللِ فَعلَى ه‬ ِ ِ ِ ِ
tidak terdapat dalam Sunnah Rasul Saw.”? ‫ت‬ ُ ‫اَّلل تَ َوهك ْل‬ َ ‫َعلَْي ُك ْم َم َقامي َوتَ ْذك ِريي بآيَات ه‬
ia berkata: “Saya akan berijtihad dan tidak ِْ ‫فَأ‬
‫َمجعُوا أ َْمَرُك ْم َو ُشَرَكاءَ ُك ْم ُثُه ََل يَ ُك ْن أ َْم ُرُك ْم َعلَْي ُك ْم غُ همةً ُثُه‬
berlebih (dalam ijtihad)”. Maka Rasul Saw
ِ ‫َل وََل تُْن ِظر‬
‫ون‬ ِ ُ ْ‫اق‬
َ ‫ضوا إ َه‬
memukul dadanya dan berkata: “Segala
puji bagi Allah yang telah memberi ُ
petunjuk utusannya (Muadz) dengan apa Dan bacakanIah (wahai Muhammad)
yang diridai Rasulullah Saw (Al-Mu’jam kepada mereka berita penting (tentang)
al-Kabir, t.th.: 96). Nuh di waktu dia berkata kepada kaumnya,
"Wahai kaumku! Jika terasa berat bagimu
Hal yang demikian dilakukan pula
aku tinggal (bersamamu) dan peringatanku
oleh Abu Bakar Ra apabila terjadi kepada (kepadamu) dengan ayat-ayat Allah, maka
dirinya perselisihan, pertama ia merujuk kepada Allah aku bertawakal. Karena itu
kepada kitab Allah, jika ia temui bulatkanlah keputusanmu dan kumpulkanlah
hukumnya maka ia berhukum padanya. sekutu-sekutumu (untuk membinasakanku), dan
Jika tidak ditemui dalam kitab Allah dan janganlah keputusanmu itu dirahasiakan,
ia mengetahui masalah itu dari Rasulullah kemudian bertindaklah terhadap diriku, dan
Saw, ia pun berhukum dengan Sunnah janganlah kamu tunda lagi. (Q.S. Yunus
Rasul. Jika ia ragu mendapati dalam [10]: 71).
Sunnah Rasul Saw, ia kumpulkan para
sahabat dan ia lakukan musyawarah. Pengertian kedua, berarti kesepakatan.
Kemudian ia sepakat dengan pendapat Perbedaan arti yang pertama dengan yang
mereka lalu ia berhukum memutus kedua ini bahwa arti pertama berlaku
permasalahan (Wahbah al-Zuhaili, t.th.: untuk satu orang dan arti kedua lebih dari
402). satu orang (Wahbah al-Zuhaili, t.th.: 468).
Dengan demikian pada prinsipnya Ijma’ dalam istilah ahli ushul adalah
kedudukan ijtihad sangat dibutuhkan oleh kesepakatan semua para mujtahid dari
umat Islam mengingat banyaknya kaum muslimin dalam suatu masa setelah
persoalan-persoalan umat yang perlu wafat Rasul Saw atas hukum syara.
ditetapkan oleh mujtahid terutama hal-hal Adapun rukun ijma’ dalam definisi
yang terkait dengan bidang politik di atas adalah adanya kesepakatan para
tentang pencalonan dan kampanye untuk mujtahid kaum muslimin dalam suatu
jabatan publik. masa atas hukum syara’ .
Kesepakatan itu dapat dikelompokan
menjadi empat hal:
PENGERTIAN DAN UNSUR-UNSUR IJMA’ 1. Tidak cukup ijma’ dikeluarkan oleh
Ijma’ dalam pengertian bahasa seorang mujtahid apabila keberadaanya
memiliki dua arti. Pertama, berupaya hanya seorang (mujtahid) saja di suatu
masa. Karena kesepakatan dilakukan
lebih dari satu orang, pendapatnya
Perspektif Hukum Islam terhadap Pencalonan Diri dan Kampanye untuk Jabatan Politik ║ 13

disepakati antara satu dengan yang Sunnah. Untuk menguatkan pendapat ini,
lain. Jumhur Ulama mengemukakan beberapa
2. Adanya kesepakatan sesama para ayat dan Hadis Nabi diantaranya Q.S. an-
mujtahid atas hukum syara’ dalam suatu Nisa’ ayat 115:
masalah, dengan melihat negeri, jenis, ِ ِ َ ‫ومن يشاقِ ِق الهرس‬
dan kelompok mereka. Andai yang ‫َّي لَهُ ا ْْلَُدى َويَتهبِ ْع َغْي َر‬
َ ‫ول م ْن بَ ْعد َما تَبَ ه‬ ُ َ ُ ْ ََ
‫ت‬ ِ ِ ُ‫سبِ ِيل الْم ْؤِمنَِّي نُولِِه ما تَوهّل ون‬
ْ َ‫هم ۖ َو َساء‬ َ ‫صله َج َهن‬
disepakati atas hukum syara’ hanya
para mujtahid Haramain, para mujtahid ْ َ َ َ َ َ ُ َ
ِ‫م‬
‫ص ًريا‬
Irak saja, Hijaz saja, mujtahid ahlu َ
Sunnah, mujtahid ahli Syiah, maka
Dan barang siapa yang menentang Rasul
secara syara’ kesepakatan khusus ini
sesudah jelas kebenaran baginya dan
tidak disebut ijma’. Karena ijma’ tidak
mengikuti jalan yang bukan jalan orang-
terbentuk kecuali dengan kesepakatan
orang mukmin, maka biarkan ia leluasa
umum dari seluruh mujtahid di dunia
terhadap kesesatan yang telah
Islam dalam suatu masa.
dikuasainya itu dan kami masukkan ia
Hendaknya kesepakatan mereka ke neraka jahannam. (Q.S. an-Nisa’ [4]:
dimulai setiap pendapat salah seorang 115)
mereka dengan pendapat yang jelas
Zamakhsari mengomentari bahwa
apakah dengan dalam bentuk perkataan,
ayat ini menunjukkan ijma’ mempunyai
fatwa atau perbuatan.
hujjah yang tidak boleh diperselisihkan
sebagaimana Alquran dan Hadis. Sedang
KEDUDUKAN IJMA’ SEBAGAI DALIL Amidy mengatakan bahwa ayat ini
HUKUM merupakan ayat yang amat kuat petunjuknya
tentang kehujjahan ijma’, di mana Allah
Perbedaan-perbedaan pendapat
Swt mengancam orang yang mengikuti
di kalangan ulama adalah sesuatu yang
bukan jalan orang mukmin dengan
biasa terjadi termasuk dalam soal ijma’
memasukkan ke neraka Jahannam dan
apakah dapat dipandang sebagai dalil
tempat yang paling buruk. Jalan orang
syar’i atau tidak.
mukmin diartikan sebagai apa yang
Pada prinsipnya Jumhur Ulama
disepakati untuk dilakukan oleh orang
ushul fiqh menyatakan bahwa ijma’ sebagai
mukmin. Inilah yang disebut ijma’
upaya para mujtahid dalam menetapkan
(Abdullah, Sulaiman, 1995: t.h.).
hukum suatu kasus yang tidak ada
Begitu juga dalam Alquran surah an-
hukumnya dalam nash harus mempunyai
Nisa (4) ayat 59
landasan. Jumhur Ulama berpendapat
‫ُوَل ْاأل َْم ِر‬
ِ ‫ول َوأ‬ ِ ‫اَّلل وأ‬
َ ‫َطيعُوا الهر ُس‬ ِ ِ‫ه‬
َ َ‫ين َآمنُوا أَطيعُوا ه‬
َ ‫يَا أَيُّ َها الذ‬
bahwa kedudukan ijma’ menempati salah
satu sumber atau dalil hukum sesudah
Alquran dan Sunnah (T. M. Hasbi Ash- …ۖ ‫ِمْن ُك ْم‬
Siddieqy, 1980: 25).
Hai orang-orang beriman, taatilah Allah
Ini berarti bahwa ijma’ dapat
dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri di
menetapkan hukum yang mengikat dan
antara kamu…(Q.S. an-Nisa [4]: 59)
wajib dipatuhi umat Islam bila tidak ada
ketetapan hukumnya dalam Alquran dan Perintah mentaati ulil amri sesudah
mentaati Allah dan Rasul berarti untuk
14 ║ Jurnal Ilmiah Syari‘ah, Volume 15, Nomor 1, Januari-Juni 2016

mematuhi ijma’, karena ulil amri berarti yang baik untuk meyakinkannya (Antar
orang yang mengurus kehidupan umat, Venus, 2009: 29).
baik dalam urusan dunia maupun urusan Di dalam sejarah Islam, istilah
agama, dalam hal ini adalah ulama. kampanye dalam fiqh siyasah memang
Kepatuhan akan ulama salah satunya belum familiar dan dikenal secara luas.
adalah bila mereka sepakat tentang Istilah tersebut telah ada sebelum masa
sesuatu hukum dan inilah yang disebut kontemporer ini, di mana telah terbentuk
ijma’ (Djazuli, A., 2007: t.h.). negara-bangsa yang banyak bercorak
demokrasi bagi negara yang mayoritas
muslim khususnya di Timur Tengah dan
PENCALONAN DIRI DAN KAMPANYE Asia Tenggara (Mahomed Ullah Ibn S.
Pencalonan diri berarti proses, cara, Jung, 1990: t.h.).
dan pembuatan untuk mendapatkan Pelaksanaan kampanye merupakan
keinginannya. Sedangkan kampanye berarti salah satu bagian atas terselenggaranya
tindakan atau kegiatan yang dilaksanakan pemilihan umum. Di dalam fiqh siyasah,
oleh organisasi politik atau calon tertentu istilah pemilihan umum dikenal dengan
yang bersaing memperebutkan kedudukan Intikhabah al-‘ammah. Intikhabah merupakan jama’
dalam parlemen dan untuk mendapatkan muannassalim yang berasal dari kata
dukungan massa pemilih dalam suatu intikhaba-yantakhibu yang artinya memilih.
pemungutan suara. Sementara jabatan Oleh karena itu, dalam hal ini
politik berarti pekerjaan (tugas) dalam kampanye adalah sebuah sarana sebagai
pemerintahan atau organisasi (Hasan tahap perkenalan diri oleh kandidat yang
Alwi, 2005: 189). mencalonkan diri agar khalayak
mengetahui keberadaan serta identitas
para pihak yang mencalonkan diri
KONSEP ISLAM TENTANG PENCALONAN
tersebut, sehingga dengan demikian umat
DIRI DAN KAMPANYE
dapat mengenal dan mampu untuk
Di dalam hukum Islam, persoalan memilih dan memilah manakah calon
politik dikenal dengan fiqh siyasah, kandidat yang pantas untuk menduduki
memang belum ada pengertian kampanye kepemimpinan melalui pelaksanaan
secara baku. Namun, ada beberapa unsur- pemilihan umum (Hafied Cangara, 2011:
unsur perilaku di dalam Islam yang 229).
mengindikasikan apabila perbuatan tersebut A dapun pihak -p ihak y ang
merupakan suatu tindakan yang memiliki melaksanakan kegiatan kampanye ini
makna kampanye, yakni menawarkan diri adalah sekelompok tim kampanye yang
untuk menjadi pemimpin dan ajakan dibentuk dari partai politik atau gabungan
untuk memilih dirinya sebagai pemimpin partai politik tertentu. Di dalam fiqh siyasah,
(Rapung Samuddin, 2013: 128). partai politik disebut dengan istilah al-hizb
Sedangkan dalam hal ini kampanye al-siyasi yang dipahami sebagai sebuah
ialah sebuah tindakan yang bersifat organisasi publik yang memperjuangkan
persuasi. Persuasi yang berarti menghimbau nilai-nilai Islam dalam konteks yang
atau perilaku mengajak seseorang dengan berbeda-beda melalui penguasaan struktur
cara memberikan alasan serta prospek kelembagaan pemerintah baik pada level
legislatif, maupun eksekutif yang
Perspektif Hukum Islam terhadap Pencalonan Diri dan Kampanye untuk Jabatan Politik ║ 15

diperoleh melalui keikutsertaan dalam melibatkan diri ke dalam sistem birokrasi


pemilihan umum serta melakukan pemerintahan Mesir. Ia berjuang melawan
kampanye dengan menjual isu dan hedonisme dan kekuasaan korup yang
program-program yang tidak terlepas dari menggiring negara pada kehancuran.
nilai-nilai ideologis Islam (Ridho al- Seorang ulama yang bernama Al-
Hamdi, 2013: 9). Qurthubi (w. 671 H) menyatakan pula
bahwa, ayat tersebut menunjukkan suatu
kebolehan untuk seseorang yang meminta
DASAR HUKUM PENAWARAN DIRI
jabatan jika dirinya berkompeten.
SEBAGAI PEMIMPIN
Dijelaskan dalam penafsirannya bahwa,
Suatu tindakan menawarkan diri Nabi Yusuf As meminta jabatan karena ia
untuk menjadi pemimpin, telah dijelaskan yakin ketika itu tidak ada yang dapat
dalam firman Allah tentang perkataan menegakkan keadilan, kebaikan serta hak-
Nabi Yusuf As dalam Q.S. Yusuf ayat 55, hak fakir miskin. Hal ini merupakan
yakni: sebuah kewajiban bagi calon pemimpin
ِ ٌ ‫ض ۖ إِِّن ح ِفي‬ untuk menawarkan diri menjadi pemimpin
‫يم‬
ٌ ‫ظ َعل‬ َ ِ ‫ال ٱ ْج َع ْل ِِن َعلَى َخَزائِ ِن ٱْأل َْر‬
َ َ‫ق‬ apabila ia memang mampu (Thariq As-
Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan Suwaidan, 2005: 30).
negara (Mesir); Sesungguhnya aku adalah Jika seseorang mengetahui bahwa
or an g yan g pa n dai m en j aga, l agi dirinya sanggup menegakkan kebenaran
berpengetahuan. (Q.S. Yusuf [12]: 55) dan keadilan, sedangkan ketika itu tidak
ada yang dapat melaksanakannya, maka
Dari ayat di atas, menurut tafsir meminta jabatan menjadi wajib ‘ain
pendapat ulama al-Allamah al-Alusi (w. atasnya. Wajib atasnya memintanya
1270 H), ayat di atas merupakan dalil dengan cara mengabarkan tentang perihal
kebolehan seseorang untuk memuji diri dan sifat-sifatnya yang layak untuk
dirinya dengan sebenar-benarnya jika jabatan tersebut, baik berupa ilmu,
memang ia tidak dikenal. Demikian pula kemampuan, syarat-syarat kelayakan
kebolehan untuk meminta kekuasaan untuk menjadi pemimpin, dan lain
(jabatan) (Fahmi Huwaydi, 1996: 236). sebagainya sebagaimana yang dilakukan
Kekuasaan (jabatan) dapat diminta oleh Nabi Yusuf As.
apabila ada orang yang kafir dan zalim Kemudian, sifat-sifat seorang calon
yang juga ingin menguasainya. Oleh pemimpin tersebut juga mengandung
karena itu, seseorang yang di dalam basthatan fi al-‘ilm wa al-jism (keunggulan
dirinya telah terpenuhi syarat-syarat pada kekuatan ilmu dan fisik). Ibnu
untuk menjadi pemimpin dan sanggup Khaldun memiliki gagasan penting
untuk bersikap adil serta menjalankan mengenai kriteria yang harus dimiliki
hukum-hukum syariat, maka calon seorang pemimpin. Pertama, seorang
pemimpin tersebut boleh saja untuk pemimpin itu harus memiliki ilmu
menawarkan diri untuk menjadi pemimpin pengetahuan; kedua, pemimpin itu harus
dan meminta jabatan tersebut (Fahmi berlaku adil dalam setiap keputusannya;
Huwaydi, 1996: 236). ketiga, sehat fisik dan jiwanya serta
Hafidzun ‘Alim adalah kekuatan inti kemampuan lain yang memadai. Hal
Nabi Yusuf As. yang berjuang dengan tersebut dibenarkan oleh Ibnu Qayyim
16 ║ Jurnal Ilmiah Syari‘ah, Volume 15, Nomor 1, Januari-Juni 2016

bahwa dengan menyempurnakan ilmu, kepada kami Isma'il dari Yunus dari Al
maka kepemimpinan dalam agama akan Hasan dari 'Abdurrahman bin Samurah.
didapatkan. Kepemimpinan dalam agama Telah memberitakan kepada kami Amru
adalah kekuasaan yang alatnya adalah bin Ali berkata; telah menceritakan kepada
ilmu (Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, 1999: 76). kami Yahya telah menceritakan kepada
Dari beberapa pendapat para ulama kami Ibnu Aun dari Al Hasan dari
di atas, dapat diambil kesimpulan Abdurrahman bin Samurah ia berkata,
bahwasanya konteks dalam ayat tersebut Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam
adalah terdapat kewajiban adanya bersabda: Janganlah engkau meminta
sifat hafidzun serta alimun terhadap seorang kekuasaan, karena jika engkau diberi karena
calon pemimpin. Sifat-sifat tersebut permintaan, engkau akan dibiarkan sendiri.
menjadi syarat mutlak yang harus ada di Namun jika engkau diberi kekuasaan tidak
dalam diri calon pemimpin sebagaimana atas dasar permintaan, maka engkau akan
diberi pertolongan dalam menunaikannya.
yang tersurat di dalam surat Yusuf di atas.
(H.R. Nasa’i) (Lidwa Pustaka, Kitab 9
Di dalam syariat Islam, telah
Imam Hadis, Sunan Nasa’i, Hadis
disebutkan didalamnya tentang batasan-
Nomor 5289)
batasan hak-hak politik individu. Adapun
hak-hak politik tersebut diantaranya Adapun pencalonan yang memiliki
adalah hak memilih (haqq al-intikhab); hak unsur permintaan suatu jabatan oleh
musy awar ah ( h aqq al -m u syawara t ); individu tidak diperbolehkan, namun
hak pengawasan (haqq al-muraqabat); boleh hukumnya mencalonkan seseorang
hak pemecatan ( haqq al-‘azl); hak untuk orang lain, karena hal tersebut
pencalonan (haqq al-tarsyih), dan; hak tidak mengandung unsur untuk meminta
menduduki jabatan (Haqq Tawalliy al- jabat an (k ek uasaa n). A k an t e t api
Wazhaif al-Ammat (Abdul Karim Zaidan, mengandung permintaan kepada umat
dkk, 2003: 17). untuk memilih calon yang layak.
Dalam pembahasan ini akan Pencalonan di Masa Kini
difokuskan pada hak pencalonan dan hak
menduduki jabatan. Pencalonan diri sendiri tidak
diperbolehkan sebagai ketentuan umum,
Hak Pencalonan (Haqq al-Tarsyih) akan tetapi pencalonan diri sendiri
diperbolehkan jika dituntut suatu
Hak pencalonan ialah tindakan
keterpaksaan (keadaan darurat) atau demi
seseorang yang mencalonkan dirinya
kemaslahatan syariat. Di masa kontemporer
untuk salah satu jabatan pemerintahan
sekarang ini, umat nampaknya tidak
atau fungsi umum lainnya. Di sisi lain,
mungkin mengetahui orang-orang yang
tindak pencalonan diri yang di dalamnya
layak dan cocok untuk mereka pilih
mengandung unsur-unsur permintaan
menjadi pemim pi n. A t as dasar
akan suatu jabatan tertentu, tentu tidak
ketidaktahuan umat, maka pencalonan
diperbolehkan secara syariat, hal
orang yang layak dan memperkenalkan
demikian sesuai dengan Hadis shahih dari
calon tersebut kepada umat dapat
Abdurrahman bin Samurah, Rasulullah
membantu umat untuk memilih orang
Saw berkata kepadanya:
Telah mengabarkan kepada kami Mujahid yang paling cocok dan layak untuk
bin Musa ia berkata; telah menceritakan menjadi pemimpin demi terealisasinya
Perspektif Hukum Islam terhadap Pencalonan Diri dan Kampanye untuk Jabatan Politik ║ 17

tuntutan-tuntutan yang penting dalam com, diakses pada tanggal 7 Juli 2015).
bernegara. Pengisian suatu kedudukan jabatan
Pencalonan diri ini dibolehkan merupakan kewajiban atas negara. Oleh
dengan bersandar pada firman Allah sebab itu, pemerintahan baik kepala
dalam surat Yusuf ayat 55. Di dalam negara dan seluruh pejabatnya harus
penafsiran ayat tersebut, tidak ada menyeleksi orang yang paling cocok dan
dugaan bahwa Nabi Yusuf As meminta paling layak bagi setiap pekerjaan
suatu kedudukan karena ketamakannya. pemerintahan. Tidak boleh berbuat
Melainkan hal tersebut dilakukan untuk nepotisme dengan memandang kekerabatan,
menjadikannya sebagai sarana dalam persahabatan atau golongan dari manapun
merealisir tujuan-tujuan yang diridai yang tidak ada hubungannya dengan
Allah. kelayakan seseorang untuk memegang
Kampanye Pencalonan suatu jabatan.
Para penguasa yang telah ada
Apabila pada masa kontemporer ini hendaknya mengangkat para pejabat dari
dalam praktiknya pencalonan boleh orang-orang yang terbaik (al-ashlah). Nabi
dilakukan karena dalam keadaan darurat. bersabda yang artinya,
Maka bagi orang yang mencalonkan Barang siapa memegang satu urusan kaum
dir iny a t idak diper bo lehk an unt uk muslimin (maksudnya menjadi penguasa)
melakukan apa yang disebut sebagai kemudian ia mengangkat seseor ang
kampanye pemilihan yang dilakukan menjadi pejabat padahal ia mengetahui ada
dengan memuji-muji dirinya sendiri dan orang lain yang lebih baik bagi
merendahkan calon-calon yang lain. (kemaslahatan) kaum muslimin, maka
Namun, seseo r ang calo n bo leh sungguh ia telah mengkhianati Allah dan
memperkenalkan dirinya kepada para Rasul-Nya (Ibnu Taimiyah, terj., Rofi’
pemilih dan menjelaskan gagasan dan Munawwar 1995: 4).
langkah-langkah kebijaksanaan kerjanya.
Apabila kepala negara atau para
Hany a se bat as it u saja y ang
pejabat lainnya tidak menemukan orang
diperbolehkan oleh calon yang
yang tepat untuk sesuatu jabatan tertentu,
mencalonkan diri.
dalam keadaan ini mereka harus memilih
Hak Menduduki Jabatan (Haqq Tawalliy orang yang lebih representatif.
al-Wazhaif al-‘Ammat) Representatif disini memiliki arti yakni
orang yang paling tepat dari yang ada
Menurut syariat Islam, memegang untuk setiap jabatan pemerintahan. Dan
suatu jabatan-jabatan umum bukanlah juga, dalam proses penyeleksian ini,
hak bagi individu, melainkan kewajiban kepala negara dan pejabat lainnya harus
atasnya dari negara. Jabatan-jabatan mengetahui tentang standar kelayakan al-
umum di dalam negara bukanlah hak quwwah (kekuatan) dan al-amanah
individu atas negara, karena jika itu (kepercayaan).
merupakan suatu hak, maka permintaan Hal ini didasarkan pada firman
atas suatu jabatan atau kekuasaan Allah dalam surat al-Qashash ayat 26,
tidaklah menjadi sebab atas terhalangnya yakni:
seseorang untuk meminta jabatan
(Komonitas Arab, http://komonitasarab.blogdetik.
18 ║ Jurnal Ilmiah Syari‘ah, Volume 15, Nomor 1, Januari-Juni 2016

ِ ِ
َ ‫ت إِ ْح َدى ُه َما يَأَبَت ٱ ْستَْج ْرهُ ۖ إِ هن َخْي َر َم ِن ٱ ْستَْ َج ْر‬
‫ت‬ ْ َ‫قَال‬
kekuasaan yang berada di tangan kepala
negara dan seluruh pejabat pemerintahan
‫َّي‬ ِ ُّ ‫ٱلْ َق ِو‬
ُ ‫ى ٱْألَم‬ adalah amanat. Allah akan meridai
mereka jika ia melimpahkan jabatan-
Sesungguhnya orang yang paling baik
jabatan kenegaraan umum kepada orang-
yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita)
orang yang tepat sesuai dengan pedoman
ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”
syariat dan tidak melimpahkannya
(Q.S. Al-Qashash [28]: 26)
kepada kerabat yang paling dekat serta
Al-Quwwah ialah kemampuan dan menjauhi orang yang layak dan cocok.
kelayakan dalam melaksanakan suatu Karena tindakan tersebut merupakan
tugas jabatan. Sedangkan amanah, pengkhianatan yang dapat menghancurkan
merupakan perilaku yang dititikberatkan amanat.
pada proses pengelolaan perihal jabatan Sebagaimana termaktub pada sabda
atau fungsi dari suatu jabatan yang sesuai Rasulullah Saw:
dengan syariat Islam dengan niat hanya Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja
bertaqwa kepada Allah dan bukan kehancuran terjadi." Ada seorang sahabat
berdasar pada ketakutan kepada manusia bertanya; 'bagaimana maksud amanat
dan mengharap pamrih dari mereka disia-siakan? 'Nabi menjawab; "Jika
(Abdul Karim Zaidan, 1984: 50). urusan diserahkan bukan kepada ahlinya,
Di masa kini, kaidah dan standar maka tunggulah kehancuran itu.‛ (H.R.
ketepatan harus ditetapkan dan Bukhari).
dilaksanakan. Apabila tidak memungkinkan Di dalam pelaksanaan kampanye
untuk melakukan penyeleksian secara sendiri, pasangan calon kandidat yang
langsung terhadap orang-orang yang mencalonkan diri diharuskan untuk
akan menduduki jabatan tersebut, maka menyampaikan visi dan misi serta
harus ada penetapan tentang peraturan- program kenegaraan yang akan
peraturan yang memuat syarat-syarat dijalankan. Dalam hal ini, umat atau
untuk memegang suatu jabatan serta khalayak masyarakat sangat perlu untuk
batas minimal kelayakan. Kepada memperoleh informasi atas pasangan
seseorang yang berminat untuk calon kandidat yang mencalonkan diri
memangku jabatan tersebut, diperkenankan tersebut, dan kampanyelah yang dapat
untuk mengajukan surat permohonan yang dijadikan sebagai sarana berkomunikasi
kemudian dilakukan pemeriksaan atas politik dan pendidikan masyarakat.
permohonan mereka dan semua hal yang Dengan tidak adany a pelaksanaan
memberi petunjukan atas kelayakan dan kampanye sebagai ajang memperkenalkan
kepercayaan mereka. pasangan calon dan pendidikan politik
Dari prosedur di atas, apabila tim masyarakat, hal ini dikhawatirkan akan
penyeleksi dan pemeriksa menemukan membahayakan umat sendiri. Sebab,
seseorang yang layak dan memenuhi khalayak masyarakat tidak mengenal dan
syarat, tim penyeleksi harus menunjukkannya mengetahui siapakah yang akan menjadi
secara terbuka dan terang-terangan. Hal pemimpin mereka.
ini dikarenakan agar terhindar dari Dan juga masyarakat tidak memiliki
nepotisme dan menghindari juga adanya suatu pertimbangan dasar dalam memilih
ketidakadilan. Karena, sesungguhnya calon pemimpin mereka melalui pemilihan
Perspektif Hukum Islam terhadap Pencalonan Diri dan Kampanye untuk Jabatan Politik ║ 19

umum. Oleh karena itu, kaidah fikih yang PENUTUP


dapat dipakai disini ialah: kebijakan seorang Berdasarkan hasil penjelasan di atas
pemimpin atas rakyat harus berdasarkan dapat ditarik kesimpulan bahwa
kemaslahatan (Abdul Haq, 2006: 75-76). pencalonan dan kampanye untuk meraih
Para pemimpin, abdi negara, jabatan politik tertentu dapat dibenarkan
pegawai sipil atau militer, hakim, dan lain menurut hukum Islam bagi seseorang
sebagainya, pada hakikatnya adalah yang dalam dirinya terdapat dua hal.
merupakan representasi suara rakyat Pertama memiliki kapasitas, kapabilitas,
yang mereka pimpin. Para pemimpin dan akseptabilitas yang memadai untuk
tidaklah lebih dari pelayan masyarakat mengemban jabatan yang ia mencalonkan
yang harus mengabdikan dan dan mengkampanyekan dirinya untuk
mendedikasikan kepemimpinannya untuk menggapainya. Kedua, motivasi utamanya
kemaslahatan rakyat. Para pemimpin tentu semata-mata untuk mencari
hanyalah wakil akan pemenuhan hak-hak keridhaan Allah dan demi merealisasikan
umat, sehingga mereka wajib menjalankan kemaslahatan publik, bukan untuk
roda pemerintahan (tabdir) dengan baik. menggapai kepentingan pribadi dan atau
Dengan demikian, sangat diperlukan bukan sarana untuk melakukan hal-hal
bagi umat untuk mengetahui dan yang bersifat destruktif bagi kepentingan
mengenal calon pemimpin yang akan mereka publik.
pilih. Karena pemimpin merupakan wakil
rakyat yang akan berkuasa di roda
pemerintahan. Oleh karena itu, kampanye DAFTAR KEPUSTAKAAN
merupakan sesuatu yang layak dilakukan
sebelum adanya pemilihan umum, guna Abdullah, Sulaiman, 1995, Sumber Hukum
memperkenalkannya kepada khalayak Islam Permasalahan dan Fleksibilitasnya,
masyarakat dan demi kemaslahatan Jakarta: Sinar Grafika
masyarakat agar tidak salah memilih calon Zaidan, Abdul Karim. 1984. Masalah
pemimpin (Muhammad Alim, 2010: 192). Kenegaraan dalam Pandangan Islam,
Dalam hal ini, Pemilihan Umum Terj. Abdul Aziz dalam “Al-Fardu
merupakan sesuatu yang diundang- wa Al-Daulah fi Al-Syari’ah Al-
undangkan dan wajib hukumnya untuk Islamiyyah”, Jakarta: yayasan Al-
melaksanakannya demi berjalannya roda Amin.
pemerintahan. Apabila hendak melakukan suatu
Haq, Abdul, Mubarok, Ahmad dkk,
perbuatan yang hukumnya wajib, maka
2006. Formulasi Nalar Fiqh: Telaah
berbagai upaya dalam melaksanakan
Kaidah Fiqh Konseptual, Surabaya:
kewajiban tersebut hukumnya adalah
Khalista.
wajib, termasuk dalam hal ini adalah
kampanye. Sesuai dengan kaidah yang Venus, Antar. 2009. Manajemen Kampanye:
berbunyi: apabila suatu perbuatan Panduan Teoritis dan Praktis dalam
bergantung pada sesuatu yang lain, maka Mengefektifkan Kampanye Komunikasi,
sesuatu yang lain itu pun wajib. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Djazuli, A. 2007. Kaidah-kaidah Fikih:
Kaidah-kaidah Hukum Islam Dalam
20 ║ Jurnal Ilmiah Syari‘ah, Volume 15, Nomor 1, Januari-Juni 2016

Menyelesaikan Masalah-masalah yang Administration of Justice In Islam: An


Praktis, Jakarta: Kencana. Introduction to The Muslim Conception
of The State, New Delhi: Kitab
Djamil, Fathurrahman. 1999. Filsafat Hukum
Bhavan.
Islam, Ciputat: Logos Wacana Ilmu.
Alim, Muhammad. 2010. Asas-Asas Negara
Huwaydi, Fahmi. Demokrasi, Oposisi, dan
Hukum Modern dalam Islam (Kajian
Masyarakat Madani, Terj. M. Abd.
Komprehensif Islam dan Ketatanegaraan),
Ghofar dalam “al-Islam wa al-
Yogyakarta: LKiS.
Dimuqratiyah”, Bandung: Mizan.
Al-Hamdi, Ridho. 2013. Partai Politik Islam:
Alwi, Hasan. 2005. Kamus Besar Bahasa
Teori dan Praktik di Indonesia
Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, cet.
(Yogyakarta: Graha Ilmu.
ke-3
As-Suwaidan, Thariq. 2005. Melahirkan
Cangara, Hafied. 2011. Komunikasi Politik:
Pemimpin Masa Depan, Terj. Faishal
Konsep, Teori dan Strategi, Jakarta:
Umar, Jakarta: Gema Insani.
Rajawali Pers.
Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim. 1999. Buah
Lidwa Pustaka, Kitab 9 Imam Hadis,
Ilmu, Jakarta: Pustaka Azzam.
Sunan Nasa’i, Hadis Nomor 5289.
Zaidan, Abdul Karim dkk. 2003. Pemilu
Taimiyah, Ibnu. 1995. Etika Politik Islam,
dan Partai Politik dalam Perspektif
Terj. Rofi’ Munawwar dalam
Syariah, Terj. Arif Ramdhani dalam
“Siyasah Syar’iyah”, Surabaya:
“Syar’iyyah al-Intikhabah”, Bandung: PT.
Risalah Gusti.
Syaamil Media.
Ash-Siddieqy, T. M. Hasbi. 1980. Sejarah
Wahbah al-Zuhaili, Ushul Fiqh al-Islami,
dan Pengantar Ilmu Hadis, Jakarta:
hal 401.
Bulan Bintang.
Komunitas Arab, 2015. Hak dan
Samuddin, Rapung. 2013. Fiqih Demokrasi:
Kewajiban warga negara dalam
Menguak Kekeliruan Pandangan
Islam, (online), http://komuni-
Haramnya Umat Terlibat Pemilu dan
tasarab.blogdetik.com/hak- dan -
Politik, Jakarta: GOZIAN Press.
kewajibanwarganegara-dalam islam,
Jung, Mahomed Ullah Ibn S. 1990. The diakses pada 7 Juli 2015.

Anda mungkin juga menyukai