Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

FIKIH MUAMALAH
“Al-Qordhu (Hutang) Dan Salam (Akad Pesan)”
Dosen Pengampu: Shobihus Surur,M.Pd.I

Disusun Oleh:
1. Abriel Ainani Musyafa’ (2193044061)
2. Sofi Meilina Putri (2193044063)
3. Baiti Rohmawati (2193044065)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVESRSITAS HASYIM ASY’ARI

2021 / 2022
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur penyusun ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga Makalah Al-Qordhu (Hutang) Dan Salam (Akad Pesan) ini dapat
diselesaikan dengan baik. Tidak lupa shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada
Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya.
Makalah ini kami buat untuk melengkapi tugas mata kuliah Fikih Muamalah. Kami
ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Makalah Al-
Qordhu (Hutang) Dan Salam (Akad Pesan). Dan kami juga menyadari pentingnya akan sumber
bacaan dan referensi internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan
menjadi bahan makalah.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran dari temen teman dan khususnya dari Bapak shobihus surur,M.Pd.I, selaku
dosen kami demi sempurnanya Makalah yang kami buat ini. Semoga Makalah Al-Qordhu

(Hutang) Dan Salam (Akad Pesan) dapat bermanfaat bagi kita semuanya.

Jombang, 9 Maret 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………………………… 2

DAFTAR ISI………………………………………………………………….....………………………………… 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………………………….. 4

1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………................................ 4

1.3 Tujuan…………………………………………………………...........………………………………… 4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Akhlak .....………………………………………………. 5


2.2 Pengertian Etika ………………………………………….................. 6
2.3 Pengertian Moral ……………………………………………………. 8
2.4 Pengertian Susila ……………………………………………………. 9
2.5 Hubungan Akhlak, Etika, Moral dan Susila ………………………...

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………………………….. 13

3.2 Saran……..…………………………………………………………………………………………….. 13

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………………….. 14

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN MASALAH

BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN AL-QORDHU
B. DASAR HUKUM AL-QORDU
C. SYARAT,RUKUN DAN KETENTUAN AL-QORDHU
D. PENGERTIAN AKAD PESAN
E. DASAR HUKUM AKAD PESAN
F. SYARAT,RUKUN DAN KETENTUAN AKAD PESAN
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Hutang piutang adalah memberikan suatu pinjaman baik berupa uang maupun barang
yang menjadi hak milik pemberi pinjaman kepada peminjam dengan pengembalian
dikemudian hari sesuai perjanjian yang disepakati.
Konsep hutang piutang yang ada dalam islam pada dasarnya adalah untuk memberikan
kemudahan bagi orang yang sudah kesusahan.islam menganggap bunga sebagai suatu
kejahatan yang menimbulkan penderitaan bagi masyarakat baik secara ekonomi,social
maupun moral.Oleh karena itu islam melarang kaum muslim untuk memberi maupun
menerima bunga.
Belakangan ini sedang marak terjadi suatu transaksi dimana membeli suatu barang namun barang
itu belum ada saat terjadinya transaksi tersebut. Biasanya pembayaran dilakukan di muka dan
barang akan dikirim atau diterima oleh si pembeli di kemudian hari.Di dalam Syariah, transaksi
tersebut dikenal dengan nama Akad Salam.Akad Salam berbeda dengan ijon.
Di dalam Syariah Islam, Akad Salam diperbolehkan sedangkan system ijon dilarang. Meskipun
ijon dan akad salam sama-sama pembayarannya dilakukan di muka/awal transaksi dan barang
yangdiperjual belikan akan diberikan di kemudian hari. Namun,bedanya ijon tidak jelas akan
barang yang akan diperjualbelikan, tentang waktu maupun kualitas. Sedangkan Salam merupakan
salah satu jenis akad jual beli, di mana pembelimembayar terlebih dahulu atas suatu barang yang
spesifikasi dan kuantitasnya jelas sedangkan barangnya baru akan diserahkan pada saat tertentu
di kemudianhari. Akad salam dapat membantu produsen dalam penyediaan modal sehingga
iadapat menyerahkan produk sesuai dengan yang telah dipesan sebelumnya.Sebaliknya, pembeli
mendapat jaminan memperoleh barang tertentu saat ia membutuhkan dengan harga yang
disepakatinya diawal.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan qordh?
2. Apa dasar hukum qordh?
3. Apa saja rukun dan syarat qordh?
4. Apa yang dimaksud akad salam?
5. Apa dasar hukum akad salam?
6. Apa saja rukun dan syarat akad salam

C. TUJUAN MASALAH

1. Mengetahui pengertian qardh


2. Mengetahui dasar hukum qardh
3. Mengetahui syarat dan rukun qardh
4. Mengetahui pengertian akad salam
5. Mengetahui dasar hukum akad salam
6. Mengetahui rukun dan syarat akad salam

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN QARDH
Dalam timologi qardh berasal dari kata ‫“ رض يقرض – قرضا‬yang bermakna maksudnya ialah:
memutus atau memotong”.1 Qardh merupakan format mashdar dari,yang memiliki makna: “
Putus. Dikatakan qaradhtu asy-syai’ a bil-miqradh saya memutus sesuatu dengan gunting”. 2
Adapun qardh secara terminologis adalah memberikan hartakepada orang yang akan
memanfaatkan dan mengembalikan gantinyadikemudian hari.3

Definisi Qardh memiliki sinonim makna dengan perjanjian pinjam meminjam yang ada dalam
Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 1754 yang berbunyi: “ Pinjam-meminjam ialah suatu
perjanjian yang mana pihak yang satu memberikan kepada pihak lain suatu jumlah barang atau
uang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang lain ini akan
mengembalikan sejumlah yang sama dari barang atau uang yang dipinjamnya” .4 Sedangkan
dalam literatur fiqh terdapat banyak pendapat terkait dengan Qardh, ialah: diantaranya:

a. Berdasarkan pendapat Syafi’iyah yang dikutip oleh Ahmad Wardi Muslich, ialah

‫ ا‬Artinya: “ Syafi’iyah berpendapat bahwa qardh (utang-piutang) dalam istilah


syara’ dimaknakan dengan sesuatu yang diberikan kepada orang lain (yang pada
suatu saat harus dikembalikan).”5
b. Berdasarkan pendapat Hanafiyah yang dikutip oleh Wahbah azZuhaili.
Al- qardh (utang-piutang) ialah harta yang memiliki kesepadanan yang diberikan
untuk ditagih kembali. Atau dengan kata lain, suatu transaksi yang dimaksudkan
untuk memberikan harta yang memiliki kesepadanan kepada orang lain untuk
dikembalikan yang sepadan dengan itu”.6
c. Berdasarkan pendapat Yazid Afandi Al- qardh (utang-piutang) ialah memberikan
harta kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan, untuk dikembalikan dengan
pengganti yang sama dan dapat ditagih kembali kapan saja sesuai kehendak yang
menghutangi. Akad qardh ialah akad tolong menolong bertujuan untuk
meringankan beban orang lain”.7

1
Ahmad Warson Munawir, Kamus al-Munawir Arab-Indonesia,( Yogyakarta: PP. alMunawwir, 1997), hlm. 1108.
2
Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah Fiqih Muamalah, ( Jakarta: Prenadamedia Group, 2012). Hlm. 331.
3
Abdullah bin Muhammad ath Thayyar, Ensklipedi Fiqh Muamalah dalam Pandanga Mazhab,(Yogyakarta:Maktabah
al - hanif, 2009), h. 153
4
Chairuman pasaribun dan suhrawadi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam (jakarta, sinar grafika 2004),hlm 136
5
Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalah, ( Jakarta: Amzah, Cet I, 2010), hlm. 274
6
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, ( Jakarta: Gema Insani, Cet. 1, 2011), Jilid V, hlm. 374.
7
M. Yazid Afandi, Fiqih Muamalah, ( Yogyakarta: Logung Pustaka, Cet 1, 2009), hlm. 137.
d. Berdasarkan pendapat Gufron A. Mas’adi Al-qardh (utang-piutang) ialah
memberikan sesuatu kepada seseorang dengan pengembalian yang sama.
Sedangkan utang ialah kebalikan definisi piutang, yakni menerima sesuatu
(uang/barang) dari seseorang dengan perjanjian ia akan membayar atau
mengembalikan utang tersebut dalam jumlah yang sama pula”.8

Jadi dapat dipahami bahwa: qardh (utang-piutang) ialah akad yang dilaksanakan oleh dua
orang bilamana diantara dari dua orang tersebut mengambil kepemilikan harta dari lainnya dan ia
menghabiskan harta tersebut untuk kepentingannya, kemudian ia harus mengembalikan harta
tersebut senilai dengan apa yang diambilnya dahulu, atau suatu akad antara dua pihak bilamana
pihak pertama menyerahkan uang atau barang kepada pihak kedua, guna dimanfaatkan dengan
ketentuan bahwa uang atau barang tersebut harus dikembalikan persis seperti apa yang ia terima
dari pihak pertama.

Qardh (utang-piutang) pada dasarnya merupakan format akad yang bercorak ta’awun
(pertolongan) dan kasih sayang kepada pihak lain yang membutuhkan. Sebab memberi pinjaman
ialah perbuatan ma’ruf yang dapat menanggulangi kesulitan sesama manusia. Bahkan ada yang
mengatakan bahwa pinjaman lebih baik daripada sedekah, karena sesorang tidak bakal meminjam
kecuali bila sangat membutuhkan.

B. DASAR HUKUM QARDH

DALIL AL-QUR’AN
Allah SWT berfirman dalam surat al-baqoroh ayat 280
“dan jika(orang yang berhutang itu)dalam kesukaran maka berilah tangguh sampai dia
berkelapangan.dan menyedekahkan(sebagian atau semua utang)itu,lebih baik bagimu,jika kamu
mengetahui.”
HADITS NABI
Nabi Muhammad SAW bersabda
Artinya: “Dari ibnu mas’ud bahwa Rosululloh SAW bersabda, tidak ada seorang muslim yang
menukarkan kepada seorang muslim qorodh dua kali, maka seperti sedekah sekali”. (HR. Ibnu
Majjah dan Ibnu Hibban)

RIWAYAT IMAM MUSLIM

8
Gufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, Ed 1, ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002) hlm. 171.
Dari abu rafi’ r.a”sesunnguhnya rosulullah saw,berutang seekor unta kepada seorang
laki-laki.kemudiandiberikan kepada beliau seekor unta shodaqoh.beliau memerintahkan
abu rofi’ r.a kembali kepada beliau dan berkata,saya tidak menemukan diantara unta-
unta tersebut kecuali unta usianya menginjak tujuh tahun.beliau menjawab berikanlah
unta itu kepadanya karena sebaik-baik orang adalah yang paling baik dalam membayar
hutang.”(H.R.MUSLIM)

IJMA’
Para Ulama Sepakat bahwa qardh dibolehkan dalam Islam.Kesepakatan ini didasari pada
tabiat manusia yang tidak bisa hidupsendiri tanpa bantuan orang lain. Tidak ada orang
yang memilikisemua barang yang ia butuhkan. Oleh karena itu pinjam meminjamsudah
menjadi salah satu bagian dari kehidupan didunia ini, Islamadalah agama yang sangat
memperhatikan segenap kebutuhanumatnya.9

C. SYARAT,RUKUN DAN KETENTUAN QORDH


syarat, syarat-syarat Al-Qardh ialah, diantaranya:
1. aqid (orang yang berutang dan berpiutang)
Aqid merupakan orang yang mengerjakan akad, keberadaannya sangat Urgen
sebab tidak dapat disebutkan sebagai akad andai tidak ada aqid. Begitu pula tidak
bakal terjadi ijab dan qabul tanpa adanya aqid”. 10Berdasarkan pendapat Imam
Syafi’i sebagaimana yang dilansir oleh Wahbah az-Zuhaili mengungkapkan
bahwa 4 (empat) orang yang tidak sah akadnya ialah
1). anak kecil (baik yang sudah mumayyiz maupun yang belum mumayyiz),
2). orang gila,
3) hamba sahaya, walaupun mukallaf dan
4) orang buta.
Sementara dalam Fiqh Sunnah disebutkan bahwa akad orang gila, orang mabuk,
anak kecil yang belum mampu membedakan mana yang baik dan yang jelek
(memilih) tidak sah.11
2. Obyek Utang obyek
utang-piutang harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
9
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dan Teori Praktik , (Jakarta: Gema Insani,2001), h. 132
10
Rachmat Syafei, Fiqih Muamalah,.......hlm 53
11
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu,......hlm 38.
1) benda bernilai
2) Dapat dimiliki.
3) Dapat diberikan kepada pihak yang berutang.
4) Telah ada pada masa perjanjian dilakukan”.12
Barang yang dipinjamkan disyaratkan: barang yang memiliki nilai ekonomis dan
karakteristiknya diketahui karena dengan jelas. Berdasarkan pendapat pendapat
shahih, “ barang yang tidak sah dalam akad pemesanan tidak boleh dipinjamkan.
Jelasnya setiap barang yang tidak terukur atau jarang ditemukan karena untuk
mengembalikan barang sejenis akan kesulitan” .13
Sedangkan “ Perjanjian utang-piutang tersebut disyariatkan secara tertulis, guna
menjamin agar jangan sampai terjadi kesalahan atau lupa, baik tentang besar
kecilnya utang atau masa pembayarannya.”14
secara tertulis ini disyaratkan, guna mempermudah dalam menuntut pihak yang
berutang untuk melunasi utangnya bilamana sudah jatuh temponya. Disamping
disyari’atkan secara tertulis, dalam utangpiutang itu dibutuhkan juga adanya saksi.
3. Shigat (Ijab dan Qabul)
Akad berdasarkan pendapat etimologi mempunyai makna: menyimpulkan,
mengikat (tali). Berdasarkan pendapat istilah ialah: Artinya: “ Perikatan ijab dan
qabul yang dibenarkan syara‟ yang menetapkan keridhaan kedua belah pihak”.15
Dari keterangan diatas dapat dipahami, akad ialah perikatan antara ijab dan qabul
yang mengindikasikan adanya kerelaan dari kedua belah pihak.
Ijab ialah “ pengakuan dari pihak yang memberi utang dan qabul ialah penerimaan
dari pihak yang berutang. Ijab qabul harus dengan lisan, seperti yang telah
dijelaskan di atas, tetapi dapat pula dengan isyarat bagi orang bisu”.16
Perjanjian utang-piutang baru terlaksana sesudah pihak pertama memberikan uang
yang diutangkan kepada pihak kedua dan pihak kedua sudah menerimanya,
dampaknya bila harta yang diutangkan tersebut rusak atau hilang sesudah
perjanjian terjadi namun sebelum diterima oleh pihak kedua, maka resikonya
ditanggung oleh pihak pertama”.17 Berkaitan dengan difinisi akad tersebut, maka
12
Abdurrahman al-Jaziri Al-Fiqh Ala Al-Madzahib Arba’ah, Juz 2, ( Beirut:Darul Kitab AlIlmiyah, 1996), hlm. 304.
13
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu,........... hlm. 21
14
Abdul Aziz Dahlan et al, Ensiklopedi Hukum Islam, ( Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve 1996), Cet. 1, hlm. 1892.
15
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah,.........hlm. 46.
16
A. Ghufron Mas’adi, . Fiqih Muamalah Kontekstual, ...........hlm. 90-91.
17
Ahmad Azhar Basyir, Asas-asas Hukum Muamalat,( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 38.
terdapat ketentuan yang harus dipenuhi dalam akad. Ketentuan-ketentuan tersebut
ialah:
1) Pihak yang bertransaksi
Keduanya mesti mengisi persyaratan: dewasa (mampu bertindak), berakal
sehat, dan tidak berada pada pengampunan.
Dalam akad harus terdapat unsur kerelaan dari kedua belah pihak, serta
akad harus jelas dan dimengerti maksudnya oleh masing-masing pihak.
2) Mengenai suatu barang tertentu, barang yang menjadi obyek akad harus
jelas dari kesamaran.
3) Mengenai suatu barang yang halal, suci dari najis dan yang tidak haram
dimakan”.18

Rukun- Rukun Al-Qardh

Berdasarkan pendapat Syarkhul Islam Abi Zakaria al-Ansari, Rukun utang-


piutang itu sama dengan jual beli, diantaranya:

a. Aqid (‫ ( عاقد‬yakni yang berhutang dan yang memberi hutang


b. Ma’qud alaih (‫( معقود عليه‬yakni barang yang dihutangkan.
c. Shigat (‫ ( صيغت‬yakni ijab qabul, format persetujuan antara kedua belah
pihak”.19

Sedangkan Berdasarkan pendapat M. Yazid Afandi, berasumsi Rukun


utang-piutang ada empat macam:

a) Muqridh yakni orang yang memberi hutang


b) Muqtaridh yakni orang yang berhutang
c) Muqtaradh yakni barang yang dihutangkan.
d) Shigat Akad yakni ijab qabul”.20

18
li Fikri, al-Mu’allamatul Maiyah wal Adabiyah, Bab I,( Beriut: Dar al-Fikr), hlm. 34-39.
19
Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual,....hlm 173
20
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, ......hlm 143
Rukun Utang-piutang diatas mesti dilakukuan oleh orang yang
berhutang karena rukun tersebut yang mengabsahkan hutang dalam
hukum islam

Anda mungkin juga menyukai